Re: Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

1999-08-19 Thread Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Kalo untuk beli kerupuk bisa dapet berapa ribu container yach, Kang?

Efron

-Original Message-
From:   Yusuf-Wibisono [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Monday, 16 August, 1999 23:33 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

;-)

Info dari BI: duit Rp 546M yg ilang dari Bank Bali,
bisa muncul lagi (dikembaliin) begitu saja dari
kegelapan malam (entah dari mana asalnya). Tukang
sulap Indonesia rupanya masih piawai juga. ;-)

Apakah dg kembalinya uang, urusan jadi clear?

Ibarat kata, ada maling, nggondol jemuran dan baju-
baju anda. Pendeknya semua celana dalem digondol.
Lalu ketahuan. Buru-buru deh si maling kembaliin
semua colongannya. Utuh, seperti sedia kala. Nggak
bertambah satu lubang pun (asumsi: celana dalam yg
dicolong itu satu dua ada yg bolong, ha, ha,...).

Apakah dg telah kembalinya jemuran anda, peristiwa
maling mencuri jemuran itu (secara hukum) sudah
otomatis gugur (nggak jadi perkara lagi)?

Wah, kalo gitu caranya, ngeri amat nih negara Indonesia.
Soalnya orang-orang terus akan sesumbar: mari maling
rame-rame, kalo ketahuan, kembaliin aja: urusan
beres. Kalo nggak ketahuan... kaya... Gawat. :-(

Apakah nggak terpikir (oleh para penegak hukum)
betapa isisnya si pemilik pada saat celana dalam
belum dikembalikan (mungkin kembung atau masuk
angin pula. ;-)

Mudah-mudahan saya salah, dan hukum kali ini
bener-bener berfungsi. Mudah-mudahan hukum
masih ada. ;-)

Yw.



Re: Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

1999-08-19 Thread bRidWaN

Kayanya pejabat kita banyak yang sering
bolos waktu pelajaran Agama dulu disekolah.

Makanya sekarang para calon Pejabat lebih baik
di PPABP -kan sebagai pengganti P-4.
Wajibkan saja sebelum dilantik.

Setuju ? Ya terserah kalau enggahehehehe...


Salam,
bRidWaN

(PPABP = Pendidikan Pengamalan Agama dan Budi Pekerti)

---

At 11:33 PM 8/16/99 +0700, Yusuf-Wibisono wrote:
>;-)
>
>Info dari BI: duit Rp 546M yg ilang dari Bank Bali,
>bisa muncul lagi (dikembaliin) begitu saja dari
>kegelapan malam (entah dari mana asalnya). Tukang
>sulap Indonesia rupanya masih piawai juga. ;-)
>
>Apakah dg kembalinya uang, urusan jadi clear?
>
>Ibarat kata, ada maling, nggondol jemuran dan baju-
>baju anda. Pendeknya semua celana dalem digondol.
>Lalu ketahuan. Buru-buru deh si maling kembaliin
>semua colongannya. Utuh, seperti sedia kala. Nggak
>bertambah satu lubang pun (asumsi: celana dalam yg
>dicolong itu satu dua ada yg bolong, ha, ha,...).
>
>Apakah dg telah kembalinya jemuran anda, peristiwa
>maling mencuri jemuran itu (secara hukum) sudah
>otomatis gugur (nggak jadi perkara lagi)?
>
>Wah, kalo gitu caranya, ngeri amat nih negara Indonesia.
>Soalnya orang-orang terus akan sesumbar: mari maling
>rame-rame, kalo ketahuan, kembaliin aja: urusan
>beres. Kalo nggak ketahuan... kaya... Gawat. :-(
>
>Apakah nggak terpikir (oleh para penegak hukum)
>betapa isisnya si pemilik pada saat celana dalam
>belum dikembalikan (mungkin kembung atau masuk
>angin pula. ;-)
>
>Mudah-mudahan saya salah, dan hukum kali ini
>bener-bener berfungsi. Mudah-mudahan hukum
>masih ada. ;-)
>
>Yw.
>
>



Re: Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

1999-08-19 Thread bRidWaN

Jangankan beli krupuk, beli 'kepala dan otak orang'
saja bisa dapat ratusan buah:)
(Maaf, becandanya kasar yah ?)


Salam,
bRidWaN

At 03:02 PM 8/19/99 +0700, Efron Dwi Poyo wrote:
> Kalo untuk beli kerupuk bisa dapet berapa ribu
> container yach, Kang?
>
> Efron


>-Original Message-
>From:   Yusuf-Wibisono [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
>Sent:   Monday, 16 August, 1999 23:33 PM
>To: [EMAIL PROTECTED]
>Subject:Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)
>
>;-)
>
>Info dari BI: duit Rp 546M yg ilang dari Bank Bali,
>bisa muncul lagi (dikembaliin) begitu saja dari
>kegelapan malam (entah dari mana asalnya). Tukang
>sulap Indonesia rupanya masih piawai juga. ;-)
>
>Apakah dg kembalinya uang, urusan jadi clear?
>
>Ibarat kata, ada maling, nggondol jemuran dan baju-
>baju anda. Pendeknya semua celana dalem digondol.
>Lalu ketahuan. Buru-buru deh si maling kembaliin
>semua colongannya. Utuh, seperti sedia kala. Nggak
>bertambah satu lubang pun (asumsi: celana dalam yg
>dicolong itu satu dua ada yg bolong, ha, ha,...).
>
>Apakah dg telah kembalinya jemuran anda, peristiwa
>maling mencuri jemuran itu (secara hukum) sudah
>otomatis gugur (nggak jadi perkara lagi)?
>
>Wah, kalo gitu caranya, ngeri amat nih negara Indonesia.
>Soalnya orang-orang terus akan sesumbar: mari maling
>rame-rame, kalo ketahuan, kembaliin aja: urusan
>beres. Kalo nggak ketahuan... kaya... Gawat. :-(
>
>Apakah nggak terpikir (oleh para penegak hukum)
>betapa isisnya si pemilik pada saat celana dalam
>belum dikembalikan (mungkin kembung atau masuk
>angin pula. ;-)
>
>Mudah-mudahan saya salah, dan hukum kali ini
>bener-bener berfungsi. Mudah-mudahan hukum
>masih ada. ;-)
>
>Yw.
>
>



Rubrik bahasa Indonesia (RE: penulisan "Dirgahayu")

1999-08-19 Thread FNU Brawijaya

Heran, apanya yg salah dari dua yg ini:
-- Dirgahayu RI ke-54
-- Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-54

Kan sudah bener? Kalau 'dirgahayu hut' itu baru salah
Kalau yg ini sih sudah berkali-kali dibilang salah sama pak anton...(eh, sopo iku).
Tapi kayaknya yg dua yg di atas mah sudah di-approve sama lembaga
bahasa ind. Nggak tahu juga ding...
Keeneg-an mbak Purbo juga ndak perlu-perlu amat. Makan promag aja mbak.
Misal "Dirgahayu Mbak Purbo ke-17" bukannya perlu dibaca sebagai selamat
ultah yg ke-17 buat mbak purbo?

Masak mau dibaca sebagai:
"selamat ultah buat mbak Purbo yg nomor 17 (dari 19 Purbo bersaudara kembar)."
Rak endak...

Kalau 'pulang ke rumah' sih wajar dong. Kan bisa juga pulang ke kantor,
karena tadi baru nglayap dulu misale. Atau pulang ke pasar, soalnya dia
pedagang di pasar itu. Mungkin kalau contohnya 'turun ke bawah' lha itu
baru cucuk. Kali aja

Kalau bakeri hollan juga sudah betul. Bukannya ini berasal dari anjuran
bahasa indonesinia. Tadinya namanya 'Holland Bakery'. Berhubung sudah
telanjur beken dan dikenal dengan nama itu, kalau diganti menjadi
'toko kue dan roti kemanggisan' bakalan nggak laku. Caranya akhirnya
pake kompromi, yg penting mengikuti hukum DM. Jadilah 'bakeri holan'.
Mungkin ada yg protes bahwa 'bakeri' bukan perbendaharaan kata bhs ind.,
tapi ya nggak apa-apa. Nanti bakalan jadi terserap menjadi bhs indonesia.
Wong namanya bahasa rak dinamis ya jadi asalkan masih ngikutin
kaidah-kaidah tata bahasa mah okay-okay saja lah.

Juga 'gran vila'. Kalau sudah menjadi nama, ya nggak apa-apa.
Wong kalau anda buat perumahan lalu dikasih nama "??!!*&&$HUH"
juga nggak ada yg ngelarang. Iya endak? Kalau 'real estat' sih
emang sudah ada padanan kata bhs indonesianya sih

Kita nggak perlu ngikutin Malaysia yg suka bikin istilah aneh seperti:
keyboard = papan kekunci (key=kunci, dan board=papan.)
mouse = tetikus..
secretary = penaip (dari pe-type).

Hehe...

'--
Saya mereka-reka (tanpa rujukan) "Dirgahayu" berasal dari kata "dirga" yang
artinya "tinggi-luas-terbentang bak angkasa" dan "rahayu" yang bisa berarti
"hidup/anugerah". Jadi terjemahan bebas "dirgahayu" adalah "selamat
berhajatan" atau "selamat ulang tahun" atau "selamat berhidup penuh
kebebasan".

Jadi yang mbuat mbak Nina nyeseg itu barangkali banyak orang yang ngaku
pinter tapi ngawur dalam memasang bentangan spanduk dalam rangka 17-an.
Misal: "Dirgahayu RI ke-54" ini artinya di dunia ini ada 54 biji negara RI.
Padahal 'kan cuma satu. Ada juga yang nulis "Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-54
atau Dirgahayu HUT RI ke-54". Ini juga suatu hiperkorek seperti halnya kita
ngomong "blue jeans warna biru" atau "pulang ke rumah". Lha namanya "blue
jeans" itu warnanya ya biru dan namanya "pulang" itu ya "ke rumah".

Di jalanan Jakarta juga banyak dibuktikan bahwa pengusaha besar (yang
ngakunya berpendidikan) sama saja klasnya dengan pedagang kakilima dalam
berbahasa Inggris. Lihat saja para pedagang kakilima di Blok M yang memajang
tulisan bahasa Inggris yang "ngawur". Tengok juga papan-papan reklame
seperti "Bakeri Hollan" (anaknya Bakeri Aburizal), "real estat", atau juga
"gran vila" yang sama sekali tidak ada artinya. Bahasa Inggris bukan, bahasa
Indonesia juga apalagi.

Wassalam,
Efron

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)



Re: Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

1999-08-19 Thread FNU Brawijaya

Ini sama dengan jaman dulu, yaitu pelajaran budi pekerti.
Cuman beda nama doang...isinya sih sami mawon. Kalau
jaman baheula namanya 'pelajaran budi pekerti', jaman
tahun 80-an menjadi pelajaran P4. Sekarang mau ngusulin
jadi PPABP, apa bedanya? Ini bukannya cuman ganti judul
doang?

Yang penting mah hukumnya jelas dan tegas. Kalau yg ini
bisa ditegakkan, mau dikasih pelajaran budi pekerti atau tidak
ya sama saja. Nanti kan orang mengerti sendiri kalau nyolong
itu nggak baik buat dia karena mesti nginep di hotel prodeo.

Eh, itu si komo dari georgetown muncul lagi mas admin,
apa nggak lebih baik dicabut aja nama komo dari list secara
manual?


-
Kayanya pejabat kita banyak yang sering
bolos waktu pelajaran Agama dulu disekolah.

Makanya sekarang para calon Pejabat lebih baik
di PPABP -kan sebagai pengganti P-4.
Wajibkan saja sebelum dilantik.

Setuju ? Ya terserah kalau enggahehehehe...


Salam,
bRidWaN

(PPABP = Pendidikan Pengamalan Agama dan Budi Pekerti)

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)



Re: Sulapan Duit Rp 546 Milyar ;-)

1999-08-19 Thread bRidWaN

wahmasa Bapak2 lebih takut sama Hukum dan UU
daripada sama Tuhan..:)

Mungkin karena mereka engga ngerti bahwa berbohong,
menipu, manipulasi dll itu adalah dilarang 

Salam,
bRidWaN


At 12:49 PM 8/19/99 -0400, FNU Brawijaya wrote:
>Ini sama dengan jaman dulu, yaitu pelajaran budi pekerti.
>Cuman beda nama doang...isinya sih sami mawon. Kalau
>jaman baheula namanya 'pelajaran budi pekerti', jaman
>tahun 80-an menjadi pelajaran P4. Sekarang mau ngusulin
>jadi PPABP, apa bedanya? Ini bukannya cuman ganti judul
>doang?
>
>Yang penting mah hukumnya jelas dan tegas. Kalau yg ini
>bisa ditegakkan, mau dikasih pelajaran budi pekerti atau tidak
>ya sama saja. Nanti kan orang mengerti sendiri kalau nyolong
>itu nggak baik buat dia karena mesti nginep di hotel prodeo.
>
>Eh, itu si komo dari georgetown muncul lagi mas admin,
>apa nggak lebih baik dicabut aja nama komo dari list secara
>manual?
>
>
>-
>Kayanya pejabat kita banyak yang sering
>bolos waktu pelajaran Agama dulu disekolah.
>
>Makanya sekarang para calon Pejabat lebih baik
>di PPABP -kan sebagai pengganti P-4.
>Wajibkan saja sebelum dilantik.
>
>Setuju ? Ya terserah kalau enggahehehehe...
>
>
>Salam,
>bRidWaN
>
>(PPABP = Pendidikan Pengamalan Agama dan Budi Pekerti)
>
>--
>Salam,
>Jaya



Re: Rubrik bahasa Indonesia (RE: penulisan "Dirgahayu")

1999-08-19 Thread Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Yach salah dong, Kang Prabu Brawijaya!

"Dirgahayu" tidak boleh diikuti angka di belakangnya. "RI ke-54" itu ada di
mana? Soalnya RI 'kan cuma satu. Sama dengan US sekarang. Dulu memang ada
dua US, USA dan USI (United States of Indonesia = RIS).

Lalu "Dirgahayu Kemerdekaan" itu yach jelas salah. Yang menjadi subjek
ucapan selamat adalah "RI" bukan "Kemerdekaan". Bisa juga dengan kalimat
"Panjang umur RI", tapi akan janggal dan salah kalau dibilang "Panjang umur
Kemerdekaan RI", ya tho?

Kalau seperti Kang Prabu bilang "Bakeri Holan" itu sudah benar, saya setuju
itu. Soalnya "Bakeri Holan" itu anaknya "Bakeri Aburizal".

Wassalam,
Efron

-Original Message-
From:   FNU Brawijaya [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Thursday, 19 August, 1999 23:39 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Rubrik bahasa Indonesia (RE: penulisan "Dirgahayu")

Heran, apanya yg salah dari dua yg ini:
-- Dirgahayu RI ke-54
-- Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-54

Kan sudah bener? Kalau 'dirgahayu hut' itu baru salah
Kalau yg ini sih sudah berkali-kali dibilang salah sama pak anton...(eh,
sopo iku).
Tapi kayaknya yg dua yg di atas mah sudah di-approve sama lembaga
bahasa ind. Nggak tahu juga ding...
Keeneg-an mbak Purbo juga ndak perlu-perlu amat. Makan promag aja mbak.
Misal "Dirgahayu Mbak Purbo ke-17" bukannya perlu dibaca sebagai selamat
ultah yg ke-17 buat mbak purbo?

Masak mau dibaca sebagai:
"selamat ultah buat mbak Purbo yg nomor 17 (dari 19 Purbo bersaudara
kembar)."
Rak endak...

Kalau 'pulang ke rumah' sih wajar dong. Kan bisa juga pulang ke kantor,
karena tadi baru nglayap dulu misale. Atau pulang ke pasar, soalnya dia
pedagang di pasar itu. Mungkin kalau contohnya 'turun ke bawah' lha itu
baru cucuk. Kali aja

Kalau bakeri hollan juga sudah betul. Bukannya ini berasal dari anjuran
bahasa indonesinia. Tadinya namanya 'Holland Bakery'. Berhubung sudah
telanjur beken dan dikenal dengan nama itu, kalau diganti menjadi
'toko kue dan roti kemanggisan' bakalan nggak laku. Caranya akhirnya
pake kompromi, yg penting mengikuti hukum DM. Jadilah 'bakeri holan'.
Mungkin ada yg protes bahwa 'bakeri' bukan perbendaharaan kata bhs ind.,
tapi ya nggak apa-apa. Nanti bakalan jadi terserap menjadi bhs indonesia.
Wong namanya bahasa rak dinamis ya jadi asalkan masih ngikutin
kaidah-kaidah tata bahasa mah okay-okay saja lah.

Juga 'gran vila'. Kalau sudah menjadi nama, ya nggak apa-apa.
Wong kalau anda buat perumahan lalu dikasih nama "??!!*&&$HUH"
juga nggak ada yg ngelarang. Iya endak? Kalau 'real estat' sih
emang sudah ada padanan kata bhs indonesianya sih

Kita nggak perlu ngikutin Malaysia yg suka bikin istilah aneh seperti:
keyboard = papan kekunci (key=kunci, dan board=papan.)
mouse = tetikus..
secretary = penaip (dari pe-type).

Hehe...

'--
Saya mereka-reka (tanpa rujukan) "Dirgahayu" berasal dari kata "dirga" yang
artinya "tinggi-luas-terbentang bak angkasa" dan "rahayu" yang bisa berarti
"hidup/anugerah". Jadi terjemahan bebas "dirgahayu" adalah "selamat
berhajatan" atau "selamat ulang tahun" atau "selamat berhidup penuh
kebebasan".

Jadi yang mbuat mbak Nina nyeseg itu barangkali banyak orang yang ngaku
pinter tapi ngawur dalam memasang bentangan spanduk dalam rangka 17-an.
Misal: "Dirgahayu RI ke-54" ini artinya di dunia ini ada 54 biji negara RI.
Padahal 'kan cuma satu. Ada juga yang nulis "Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-54
atau Dirgahayu HUT RI ke-54". Ini juga suatu hiperkorek seperti halnya kita
ngomong "blue jeans warna biru" atau "pulang ke rumah". Lha namanya "blue
jeans" itu warnanya ya biru dan namanya "pulang" itu ya "ke rumah".

Di jalanan Jakarta juga banyak dibuktikan bahwa pengusaha besar (yang
ngakunya berpendidikan) sama saja klasnya dengan pedagang kakilima dalam
berbahasa Inggris. Lihat saja para pedagang kakilima di Blok M yang memajang
tulisan bahasa Inggris yang "ngawur". Tengok juga papan-papan reklame
seperti "Bakeri Hollan" (anaknya Bakeri Aburizal), "real estat", atau juga
"gran vila" yang sama sekali tidak ada artinya. Bahasa Inggris bukan, bahasa
Indonesia juga apalagi.

Wassalam,
Efron

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)



Survay-Presidential Debate

1999-08-19 Thread Notrida Mandica

Hi...
Apa kabar, lama tidak membaca tulisan rekan-rekan.
Maaf rekan-rekan, saya hendak mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan
dengan presidential debate yang ditayangkan pertama kalinya oleh mahasiswa
UI.  Kalau tidak salah, acara ini disiarkan secara nasional di TV kan ya?

maksud dari survay ini adalah sebagai material penelitian untuk paper yang
akan diajukan pada seminar kelas:
"Media and Politics: Presidential campaigns and Elections"
Jika berbobot, possibly diajukan pada Communication Politics Journal.

Pertanyaannya sebagai berikut:


1.  Bagaimana menurut anda presentasi debate kandidat presiden di TV?
2.  Apakah penayangan debat presiden di TV akan memberi pendidikan politik
terhadap masyarakat? Jika "YA" mohon dijelaskan, jika "TIDAK" mohon
dijelaskan.
3.  Apakah TV memberi perhatian khusus terhadap kandidat tertentu dalam
pengambilan gambar? Jabarkan secara detail argumen-argumen anda.

Terima kasih



Any response from you is really appreciated.



ida



__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



Re: Survay-Presidential Debate

1999-08-19 Thread Suhendri

Buat tambahan Mbak Ida :

Pandangan Mahasiswa tentang salah satu Kandidat Presiden RI.
Diambil dari Republika hari ini.
Terimakasih

===
Mega di Mata Mahasiswa


Barangkali kesulitan utama yang akan dihadapi oleh tim sukses Megawati dalam
mensosialisasikan jagonya adalah sosialisasi kepada kelompok mahasiswa.
Memang ada banyak kelompok lain misalnya wartawan, kelompok cendikiawan,
tamu asing, dll. Tetapi faktor-faktor politik subjektif menyebabkan
kelemahan-kelemahan Mega di mata kelompok-kelompok itu bisa ditolerir atau
malah ditutupi. Susahnya karena sebagian besar mahasiswa adalah kelompok
politik independent non-partisan, sehingga tidak akan punya beban apa pun
dalam menilai calon presiden yang ada sekarang, termasuk Megawati yang
baru-baru ini membacakan pidatonya.

Kesulitan ini juga karena secara historis Mega tidak punya ''sanad'' atau
akar kepada kalangan kampus pada umumnya, apalagi gerakan mahasiswa.
Sepanjang satu dekade terakhir, tidak ada satu pun aktivitas kemahasiswaan
yang melibatkan figur Megawati. Mungkin yang paling berhimpitan adalah kasus
27 Juli 1996 yang melambungkan nama PRD ke pentas gerakan politik mahasiswa,
yang waktu itu masih sangat langka. Tetapi, sampai hari ini PRD mengaku
tidak punya hubungan apa-apa dengan Mega dan PDI Perjuangan. Menurut PRD,
peristiwa 27 Juli yang berlanjut dengan tuduhan pemerintah Soeharto bahwa
PRD adalah dalang hanyalah rekayasa belaka.

Hari-hari ini, PRD malah aktif membuat kritikan terhadap Mega dan PDI-P,
selain tentunya kepada Golkar. Kritikan itu berkaitan dengan kecurangan yang
dilakukan PDI-P dalam pemilu, konsep program solutif yang diajukan dan juga
figur kepemimpinan Mega itu sendiri. Tabloid Tekad (No 40. 2-8 Agustus) lalu
memuat tulisan berjudul ''Suara Mahasiswa Mendera Mega'' yang merupakan
wawancara Vijaya Fitriyasa, presiden IKM ITB dan Fitra Arsil, Ketua Umum
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Mereka menilai pidato Mega
bertujuan untuk tetap membangun mitos perlawanan semata, tidak ada yang
baru, terlambat, arogan dan berpotensi memicu konflik di tingkat massa.

Para aktivis gerakan mahasiswa, termasuk yang tergabung dalam PRD sangat
meragukan kemampuan Mega, apalagi ditambah dengan ketertutupan yang selalu
menjadi tameng untuk menghindar dari ujian publik. Sehabis membaca pidato,
seperti yang dilakukan Kamis 29 Juli 1999, misalnya, Mega tidak mau
diwawancara oleh wartawan. Bahkan kadang-kadang ia menolak dengan cara yang
kasar, seperti kepada wartawan yang ingin mewawancarainya ketika Mega
bersama suaminya melakukan pencoblosan di TPS 7 Juni 1999 lalu.

Apa yang menjadi kebiasaan Mega dalam kaitannya dengan public discourse itu
sesungguhnya jauh dari harapan siapa pun, apalagi mahasiswa, tempat di mana
ide-ide tentang reformasi dan keterbukaan itu digulirkan. Maka, mahasiswa
memang merupakan elemen yang bisa menjadi penghambat Mega, bukan dalam
konteks politik riil di MPR, karena toh mahasiswa sudah menolak kursi MPR,
tetapi dalam konteks citra dan opini publik. Mahasiswa sudah kadung punya
ekspektasi lebih tentang calon presiden, dan sayangnya itu tidak dimiliki
Mega.

Paling tidak, dalam perspektif mahasiswa sekarang presiden yang akan datang
harus berani bertemu langsung dengan mahasiswa dan tidak menjadikan diri
sebagai sosok yang untouchable. Mahasiswa belajar dari Soeharto yang pada
akhir kekuasaannya betul-betul menghindari diri dari ''sarang orang-orang
kritis''. Karena itu, Soeharto lebih sering berdialog dengan petani dan
nelayan. Sementara dialog itu sesungguhnya ia tekuni sebagai bagian dari
nostalgia masa kecilnya, sebagai anak petani.

Karena itu pula kita tidak melihat komitmen yang serius dari Soeharto dalam
meningkatkan pendidikan rakyat secara merata. Bagi pemimpin yang antikritik
dan dialog seperti Soeharto, rakyat bodoh jauh lebih menguntungkan. Rakyat
bodoh akan mudah ditipu dengan logika-logika sederhana yang salah sekalipun.
Rakyat bodoh juga mudah dimobilisasi, untuk memberi Soeharto mandat penuh,
gelar bapak pembangunan, dan lainnya. Mobilisasi yang dilakukan Soeharto
kepada rakyat Indonesia selama Orde Baru, lebih dari sekadar tanda tangan
dan cap jempol darah. Di masa Soeharto bahkan kita rakyat Indonesia rela
menyaksikan dia dan keluarganya secara telanjang berbuat salah, termasuk
merampas, membungkam dan membunuh rakyat Indonesia.

Kalau sudah absolut, pemimpin seperti Soeharto akan melakukan rekayasa apa
saja untuk menunjukkan bahwa dia didukung rakyat dan karena itu sah
melakukan apa saja. Trauma inilah yang sekarang menghantui banyak kalangan,
termasuk mahasiswa. Maka, sebelum Megawati menjadi absolut, please talks and
shares the idea to the people! Tim sukses Mega harus mau terbuka dalam hal
ini. Jangan tutup-tutupi kelemahan calon presiden kita, sebelum kita
menyesal, karena dampaknya akan diterima oleh 210 juta penduduk Indonesia
yang sedang penuh harap.

Pada titik inilah kekhawatiran menjadi wajar, karena ada semacam kesengajaan
untuk

Re: Survay-Presidential Debate

1999-08-19 Thread Suhendri

From: Notrida Mandica <[EMAIL PROTECTED]>


>1.  Bagaimana menurut anda presentasi debate kandidat presiden di TV?

>2.  Apakah penayangan debat presiden di TV akan memberi pendidikan politik
>terhadap masyarakat? Jika "YA" mohon dijelaskan, jika "TIDAK" mohon
>dijelaskan.

YA. Debat kandidat presiden adalah sebuah PENDIDIKAN BERPOLITIK DAN
BERDEMOKRASI yang sangat baik bagi masyarakat. Debat seperti ini sangat
bagus, karena dapat dinilai kapabilitas, intelektualitas , sikap, dari
kandidat presiden bahkan cermin dari sikap KETERBUKAAN dan KESAMAAN DERAJAT
antara Presiden dan rakyat. Dapat dikatakan sebuah penghargaan dari kandidat
presiden terhadap rakyat nya. Rakyat kebanyakan yang sudah bodoh janganlah
diperbodoh lagi.

Sebuah lembaga kepresidenan atau seorang presiden adalah seorang manusia
biasa yang harus bisa dikritik, bisa diajak becanda, bisa diajak santai,
bisa diajak serius dll. Presiden bukan lah menara gading.

>3.  Apakah TV memberi perhatian khusus terhadap kandidat tertentu dalam
>pengambilan gambar? Jabarkan secara detail argumen-argumen anda.


Secara umum TV memberikan porsi pengambilan gambar yang adil terhadap para
kandidat, sesuai dengan porsi kesempatan setiap kandidat berbicara. Kamera
TV berusaha mengambil sudut-sudut wajah Kandidat untuk mendapatkan ciri,
kelakuan, sifat khusus dari tiap kandidat, namun karena jumlah kamera yang
tampaknya kurang dan posisi kamera yang sulit dalam mengambil gambar,
tampaknya biasa-biasa saja hasilnya dalam pengambilan gambar.

>Terima kasih
Terimakasih juga

Soe.



Website University of Texas at Houston

1999-08-19 Thread Budi Haryanto

Dear rekan Permias@ yth.,

Ada yang tahu website Texas University Houston?
Tolong ya informasinya.
Terima kasih banyak.

Salam,
Budi