Kepala, Ketua, Pimpinan/Pemimpin (RE: Mengapa Jaksa Agung?)

1999-05-27 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Sdr. YY ytks.,

Saya masih sependapat dengan dosen saya itu soal "kepala" dan "ketua". Di
Indonesia "Ketua Jurusan" (saya ambil contoh di UGM) dipilih langsung oleh
para staf jurusan (tentunya calon ditentukan dulu syarat-syaratnya).
Pemenangnya akan disahkan oleh Dekan dan Rektor. Jika di Barat "Ketua
Jurusan" disebut "Kepala Jurusan (Dept. Head)" karena diangkat (bukan
dipilih) oleh yang berwenang (atasannya). Contoh lain: Ketua Parpol/Ketua
RT/Ketua MPR dll adalah dipilih bukan diangkat. Kepala Kejati/Kepala
Sekolah/Kepala Kantor adalah diangkat oleh pejabat yang berwenang.

Menyoal pimpinan/pemimpin saya sependapat dengan Anda. Kebanyakan orang
Indonesia sudah salah kaprah dengan istilah pimpinan. Seperti kata Anda
pimpinan itu hasil dari memimpin atau yang dipimpin. Kalau pemimpin adalah
orang yang memimpin (kelompok/lembaga/dll.). Contoh: (1) Saya dapat
menyelesaikan sekolah saya karena "pimpinan" Tuhan. (2) "Pemimpin" surat
kabar tersebut telah memecat wartawannya. Jadi singkatan DPP/DPD/DPW dll
yang sejenisnya adalah SALAH. Yang benar adalah Dewan Pemimpin
(Pusat/Daerah/Wilayah dll.). "Kepada Pimpinan Proyek.." adalah
SALAH. Yang benar adalah "Kepada Pemimpin Proyek.".

Wassalam,
Efron

-Original Message-
From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Friday, 28 May, 1999 17:23 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung?

Sdr. Efron Yth.

Kata "ketua" dibentuk dari kata sifat "tua" yang diberi prefix (awalan)
"ke", artinya "orang yang dituakan", disebut dengan kata lain "tetua",
"sesepuh", "senior". Dalam kebudayaan kita, yang tua, apalagi yang
tertua selalu dihormati. Dia dihormati karena dia orang yang usianya
lebih dari yang lain. Oleh karena itu, lebih banyak pengalamannya, lebih
banyak yang diketahuinya tentang kehidupan ini. Itu sebabnya, dia
biasanya dijadikan tempat bertanya karena dianggap yang lebih tahu. Dari
situ pemakaiannya berkembang menjadi ketua perkumpulan, perserikatan
atau lembaga.

Kita tahu "kepala" ialah bagian tubuh yang paling atas, lebih tinggi
dari bagian tubuh yang lain. Itulah sebabnya, dalam kehidupan kita,
orang yang dijadikan kepala itu ialah orang yang kedudukannya paling
atas. Kata "kepala" itu dalam pemakaiannya mementingkan soal kedudukan,
ada yang di atas (atasan) dan ada yang di bawah (bawahan). Dalam
kehidupan kita, ada kepala perusahaan, kepala kantor, kepala sekolah,
kepala pasukan, dan sebagainya.

Menarik sekali pembahasan dari "Jaksa Agung" turun ke "Kepala Desa",
dari lembaga tinggi negara non departemen turun ke lembaga rendah di
desa, seharusnya pembahasan meningkat dari Jaksa Agung ke Presiden.
Mengapa kepala republik itu disebut presiden sedangkan kepala kerajaan
disebut raja?

Di samping "ketua" dan "kepala" ada pula "pemimpin" yang berasal dari
kata "memimpin". Kalau tidak ada kata memimpin, tidak mungkin ada kata
pemimpin. Semua kata yang berawalan "pe-" (termasuk "pem-", "peng-",
"penye-", "penge-") adalah kata turunan dari kata kerja berawalan "me-"
itu. Yang memimpin disebut pemimpin. Yang membawa disebut pembawa, yang
menonton disebut penonton, yang mendengar disebut pendengar. Dalam
masyarakat, kata pemimpin digunakan pada pekerjaan seperti pemimpin
perusahaan, pemimpin rakyat, pemimpin pergerakan politik.

Nah, dewasa ini ada lagi bentuk kata "pimpinan". Apakah maknanya sama
dengan "pemimpin"? Akhiran "-an" itu biasanya berfungsi membentuk kata
benda yang bukan benda, pada umumnya berarti "yang di-", misalnya
"makanan" yang dimakan, "minuman" yang diminum. Atau, memberikan "arti
hasil", misalnya karangan, masakan, tulisan. Ada juga yang berarti
"tempat" seperti kubangan, kurungan. Mungkin Anda dapat memberi pendapat
mengapa terkadang pemimpin proyek juga disebut pimpinan proyek.



Re: Mengapa Jaksa Agung?

1999-05-25 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Sekali lagi terima kasih.

Jika memang demikian uraian Anda seperti pada alinea pertama, seperti yang
Anda tulis Kepala Kejati itu sama artinya dengan Jaksa Tinggi, berarti untuk
subjek ini saya anggap selesai. Dengan kata lain Kepala Kejati sama dengan
Jaksa Tinggi dan Kepala Kejagung sama dengan Jaksa Agung. Kalau tidak ada
lagi yang ahli hukum mengomentari ini berarti saya menerima penjelasan Anda
mengenai istilah Jaksa Agung.

Sekarang menyoal "Kepala Desa" dan "Lurah". Lurah adalah PNS yang wilayahnya
di dalam kecamatan kota. Kalau Kepala Desa wilayahnya bukan di kecamatan
kota. Kepala Desa bukan PNS. Contoh Kabupaten Dati II Trenggalek (Jatim)
yang mempunyai beberapa kecamatan. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan
Kota Trenggalek. Kecamatan kota ini dibagi beberapa wilayah kelurahan yang
dipegang oleh Lurah tadi. Sementara kecamatan-kecamatan selain kecamatan
kota tadi dibagi menjadi desa-desa (bukan kelurahan). "Bos Desa" ini dipilih
langsung lewat "pemilu" oleh rakyat di desa ybs. Dengan merujuk takrif
(definition) tadi mestinya "Bos Desa" ini disebut "Ketua Desa". Namun Anda
jangan lupa bahwa "Bos Desa" yang menang "pemilu" tadi diangkat secara resmi
oleh Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati lewat Camat. Jadi memang
tidak salah kalau sebutan "Bos Desa" itu tadi menjadi "Kepala Desa".
Ironisnya "Kepala Desa" ini tak bertanggungjawab kepada rakyat desa yang
memilihnya tapi kepada Bupati lewat Camat. Kasihan yah.

Efron

-Original Message-
From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 26 May, 1999 19:54 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung?

Terima kasih kembali. Barangkali kita sama-sama mesti tanya ke Kejaksaan
Tinggi atau membaca Undang-undang Pokok Kejaksaan, apakah benar di sana
para jaksanya disebut Jaksa Tinggi. Setahu saya Kejaksaan Tinggi,
di'komandan'i oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI) yang disebut juga
Jaksa Tinggi dibantu oleh para asisten seperti Asisten Intelijen
(ASINTEL), Asisten Operasi (ASOPS), Asisten Pembinaan (ASBIN) dan
Asisten Pengawasan Daerah (ASWASDA), di bawahnya lagi terdapat
kepala-kepala bagian, kepala-kepala seksi dan sebagainya. Jaksa-jaksa
yang bertugas di Kejaksaan Tinggi sama halnya dengan jaksa-jaksa yang
bertugas di Kejaksaan Negeri, disebut jaksa saja dan bukan jaksa tinggi
- kecuali KAJATI yang oleh staf maupun bawahannya disebut Bapak Jaksa
Tinggi.

Mengenai adanya istilah hakim, hakim tinggi dan hakim agung, mungkin
disebabkan adanya tingkat penyelesaian perkara seperti banding dan
kasasi. Di tingkat banding, dilaksanakan di Pengadilan Tinggi, hakimnya
disebut Hakim tinggi namun tidak ada jaksa yang menghadiri sidang
perkara banding, sehingga tidak ada Jaksa Tinggi. Demikian pula dengan
perkara kasasi di tingkat Mahkamah Agung, tidak ada jaksa yang
menghadiri sidang maupun putusan kasasi.

Sistem peradilan di Indonesia masih mengaju kepada sistem peradilan
peninggalan kolonial sehingga mungkin beda dengan AS, demikian pula
istilah Attorney General-nya. Kata "attorney" juga dapat diartikan
"pengacara", sedangkan "jaksa" diinggriskan menjadi "public prosecutor"
atau "penuntut umum".

Sedangkan istilah "ketua" dan "kepala" mungkin penjelasan Anda itu
benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-2 cetakan ke-9 -
Jakarta: Balai Pustaka, 1997, "ketua" [nomina] adalah (1) orang yang
tertua dan banyak pengalamannya (dalam suatu kampung, dan sebagainya);
(2) orang yang mengepalai atau memimpin (rapat, dewan, perkumpulan, dan
sebagainya). "Kepala" menurut kamus tadi adalah (1) bagian tubuh yang di
atas leher (pada manusia dan beberapa jenis hewan merupakan tempat otak,
pusat jaringan saraf, dan beberapa pusat indra); (2) bagian tubuh yang
di atas leher tempat tumbuhnya rambut; (3) bagian suatu benda yang
sebelah atas (ujung, depan, dan sebagainya); (4) bagian yang terutama
(yang penting, yang pokok, dan sebagainya); (5) pemimpin, ketua (kantor,
pekerjaan, perkumpulan, dan sebagainya); (6) otak (pikiran, akal, budi).
Anehnya ada istilah "Kepala Desa" yang berbeda artinya dengan "Lurah",
bahwa kepala desa diangkat dan dipilih oleh masyarakat desa, sedangkan
"Lurah" diangkat oleh Bupati berdasarkan suatu surat keputusan. Menurut
dosen/profesor Anda, bukankah seharusnya "kepala desa" itu disebut
"ketua desa"?

Regards,
Yohannes Yaali

On 25/05/1999 at 12:16:50 Efron wrote:
Terima kasih Bung YY. Namun saya belum puas atas penjelasan Anda. Kejaksaan
Agung, dengan merujuk terminologi lembaga yang dibawahkan, terdiri atas
banyak
"jaksa agung". Coba simak untuk Kejati. Di sana para jaksanya disebut "Jaksa
Tinggi" dan bukan hanya satu. Contoh lain adalah MA. Bos MA di sebut Ketua
MA
bukan Mahkamah Agung saja seperti pada "

Re: Mengapa Jaksa Agung?

1999-05-24 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Terima kasih Bung YY. Namun saya belum puas atas penjelasan Anda. Kejaksaan
Agung, dengan merujuk terminologi lembaga yang dibawahkan, terdiri atas
banyak "jaksa agung". Coba simak untuk Kejati. Di sana para jaksanya disebut
"Jaksa Tinggi" dan bukan hanya satu. Contoh lain adalah MA. Bos MA di sebut
Ketua MA bukan Mahkamah Agung saja seperti pada "jaksa agung". Oleh karena
MA maka yang nongkrong di sana adalah para Hakim Agung (Supreme Judge).
"Jaksa Agung" sendiri kalau di AS disebut "Attorney General" atau "Jaksa
Umum" (terjemahan harfiah). Makanya menurut terminologi Kejagung dipimpin
oleh Kepala Kejagung.

Menyoal ketua dan kepala memang ada bedanya. Dulu (sekali) pertanyaan ini
pernah saya ungkapkan kepada dosen (profesor) saya sehubungan dengan mengapa
"ketua jurusan" kalau dibahasainggriskan menjadi "head of department".
Jawabannya sederhana: kalau ketua itu dipilih (oleh para anggota/lembaga),
sedang kepala itu diangkat (oleh penyelianya/yang lebih tinggi).

Efron

-Original Message-
From:   Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Tuesday, 25 May, 1999 16:53 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Mengapa Jaksa Agung?

Saya cuma seorang karyawan swasta yang bergerak di bidang pelayaran,
bukan ahli hukum, namun menarik sekali pembahasan rekan Efron tentang
Jaksa Agung ini. Jaksa adalah pegawai pemerintah di bidang hukum yang
bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan
terhadap orang yang diduga melanggar hukum. Urut-urutan lembaga negara
non departemen ini dari tingkat pusat adalah sebagai berikut: Kejaksaan
Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri ditambah Cabang Kejaksaan
Negeri di tingkat Kecamatan (berdasarkan kebutuhan) dan Pos Kejaksaan
Negeri di tingkat Kecamatan juga (tergantung kebutuhan dan kecamatan
tersebut letaknya dekat dengan tempat kedudukan Kejaksaan Negeri).

Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang Jaksa berpangkat minimal IV/b dan
disebut KAJARI atau Kepala Kejaksaan Negeri. Kepala Kejaksaan Tinggi
dipimpin oleh seorang Jaksa dan disebut KAJATI atau Kepala Kejaksaan
Tinggi. Staf maupun bawahan di Kejaksaan Tinggi ini sering memanggil
KAJATI dengan sebutan Bapak JATI atau Bapak Jaksa Tinggi saja, jadi
sebenarnya di Kejaksaan Tinggi bukan isinya para jaksa tinggi melainkan
jaksa-jaksa biasa yang dipimpin oleh kepala kejaksaaan yang disebut
KAJATI atau Jaksa Tinggi.

Sama pula halnya dengan kejaksaan agung yang dipimpin oleh Jaksa Agung
dibantu oleh Jaksa Agung Muda plus Kepala Direktorat dan Kepala
Inspektorat. Alasan disebut Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Agung
mungkin dapat ditelusuri dari terminologi kata-kata bahasa Indonesia. Di
Indonesia kita akan menemukan kata-kata pemimpin, ketua dan kepala yang
notabene artinya sama dengan atasan. Ada lagi yang namanya presiden,
presiden direktur, direktur utama, direktur, dan sebagainya. Jika
istilah Jaksa Agung dibahas, maka akan timbul pembahasan baru, mengapa
Ketua Partai dan mengapa tidak disebut Kepala Partai? Mengapa Ketua
Majelis dan mengapa tidak disebut Kepala Majelis?

Dalam pelajaran sejarah kita juga akan menemukan bahwa kerajaan dipimpin
oleh raja dan bukan kepala kerajaan serta kesultanan yang dipimpin oleh
sultan, bukan kepala kesultanan.

Regards,
Yohannes Yaali

On 24/05/1999 at 10:51:14 Efron wrote:
Saya bukan pengamat hukum, apalagi ahli hukum. Saya ingin melihat bagaimana
terminologi "jaksa agung" sehingga seorang Andi Ghalib disebut sebagai Jaksa
Agung.

Mari kita lihat pada sisi pengadilan/kehakiman. Yang terendah adalah
"pengadilan rendah". Untuk menghilangkan citra "rendah" maka di RI disebut
"pengadilan negeri PN". Lembaga ini banyak menampung para Hakim (rendah)
yang
dikomandani oleh seorang Kepala PN. Kepala PN otomatis adalah seorang Hakim
juga. Di atasnya ada "pengadilan tinggi (PT)" yang mewadahi para Hakim
Tinggi
dan dipimpin oleh seorang Kepala PT. Kepala PT secara individu juga disebut
Hakim Tinggi. Yang paling atas adalah Mahkamah Agung (MA) yang diisi oleh
para
Hakim Agung yang dipimpin oleh seorang Ketua MA. Syarat (salah satunya) jadi
Ketua MA adalah ia harus seorang Hakim Agung.

Kemudian pada sisi penuntut. Yang terendah adalah jaksa yang ditampung
dalam
Kejaksaan Negeri (Kejari) dan dipimpin oleh Kepala Kejari. Di atasnya adalah
Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang isinya para Jaksa Tinggi dan dipimpin oleh
seorang Kepala Kejati. Ini berarti juga Kepala Kejati adalah juga seorang
Jaksa
Tinggi. Namun orang tidak pernah menyebut bos Kejati adalah Jaksa Tinggi,
tapi
Kepala Kejati. Lalu yang membingungkan adalah Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kalau
melihat lembaganya berarti berisi para Jaksa Agung (atau bisa juga disebut
Jaksa
Tinggi Sekali) dengan melihat terminologi di atas. Bos Kejagung (mestinya)
disebut Kepala Kejagung. Secara individu Kepala Kejagung adalah juga Jaksa
Agung. Akan tetapi mengapa bos kejagung "hanya" disebut sebagai Jaksa Agung,
bukan Kepala Kejagung?

Mohon mereka yang ahli hukum dapat menjelaskannya.

Terima kasih.
Efron



Re: Mengapa Jaksa Agung?

1999-05-24 Terurut Topik FNU Brawijaya

"Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" wrote:

 Menyoal ketua dan kepala memang ada bedanya. Dulu (sekali) pertanyaan ini
 pernah saya ungkapkan kepada dosen (profesor) saya sehubungan dengan mengapa
 "ketua jurusan" kalau dibahasainggriskan menjadi "head of department".
 Jawabannya sederhana: kalau ketua itu dipilih (oleh para anggota/lembaga),
 sedang kepala itu diangkat (oleh penyelianya/yang lebih tinggi).

Hus, mosok kepala cuman diangkat. Kadang-kadang bisa ngangguk-ngangguk, kadang
bisa gedhek-gedhek kokhehe

--
Salam,
Jaya


-- I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)



Re: Mengapa Jaksa Agung?

1999-05-24 Terurut Topik Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)

Tapi kalo nggak punya duit bisa pusing juga kok...he...he...he...(juga)

-Original Message-
From:   FNU Brawijaya [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Tuesday, 25 May, 1999 12:38 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung?


Hus, mosok kepala cuman diangkat. Kadang-kadang bisa ngangguk-ngangguk,
kadang
bisa gedhek-gedhek kokhehe

--
Salam,
Jaya


-- I disapprove of what you say, but I will
defend to death your right to say it. - Voltaire

   \\\|///
 \\  - -  //
  (  @ @  )
oOOo-(_)-oOOo---
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
Oooo
   oooO (   )
  (   )  ) /
   \ (  (_/
\_)