Kepala, Ketua, Pimpinan/Pemimpin (RE: Mengapa Jaksa Agung?)
Sdr. YY ytks., Saya masih sependapat dengan dosen saya itu soal "kepala" dan "ketua". Di Indonesia "Ketua Jurusan" (saya ambil contoh di UGM) dipilih langsung oleh para staf jurusan (tentunya calon ditentukan dulu syarat-syaratnya). Pemenangnya akan disahkan oleh Dekan dan Rektor. Jika di Barat "Ketua Jurusan" disebut "Kepala Jurusan (Dept. Head)" karena diangkat (bukan dipilih) oleh yang berwenang (atasannya). Contoh lain: Ketua Parpol/Ketua RT/Ketua MPR dll adalah dipilih bukan diangkat. Kepala Kejati/Kepala Sekolah/Kepala Kantor adalah diangkat oleh pejabat yang berwenang. Menyoal pimpinan/pemimpin saya sependapat dengan Anda. Kebanyakan orang Indonesia sudah salah kaprah dengan istilah pimpinan. Seperti kata Anda pimpinan itu hasil dari memimpin atau yang dipimpin. Kalau pemimpin adalah orang yang memimpin (kelompok/lembaga/dll.). Contoh: (1) Saya dapat menyelesaikan sekolah saya karena "pimpinan" Tuhan. (2) "Pemimpin" surat kabar tersebut telah memecat wartawannya. Jadi singkatan DPP/DPD/DPW dll yang sejenisnya adalah SALAH. Yang benar adalah Dewan Pemimpin (Pusat/Daerah/Wilayah dll.). "Kepada Pimpinan Proyek.." adalah SALAH. Yang benar adalah "Kepada Pemimpin Proyek.". Wassalam, Efron -Original Message- From: Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Friday, 28 May, 1999 17:23 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung? Sdr. Efron Yth. Kata "ketua" dibentuk dari kata sifat "tua" yang diberi prefix (awalan) "ke", artinya "orang yang dituakan", disebut dengan kata lain "tetua", "sesepuh", "senior". Dalam kebudayaan kita, yang tua, apalagi yang tertua selalu dihormati. Dia dihormati karena dia orang yang usianya lebih dari yang lain. Oleh karena itu, lebih banyak pengalamannya, lebih banyak yang diketahuinya tentang kehidupan ini. Itu sebabnya, dia biasanya dijadikan tempat bertanya karena dianggap yang lebih tahu. Dari situ pemakaiannya berkembang menjadi ketua perkumpulan, perserikatan atau lembaga. Kita tahu "kepala" ialah bagian tubuh yang paling atas, lebih tinggi dari bagian tubuh yang lain. Itulah sebabnya, dalam kehidupan kita, orang yang dijadikan kepala itu ialah orang yang kedudukannya paling atas. Kata "kepala" itu dalam pemakaiannya mementingkan soal kedudukan, ada yang di atas (atasan) dan ada yang di bawah (bawahan). Dalam kehidupan kita, ada kepala perusahaan, kepala kantor, kepala sekolah, kepala pasukan, dan sebagainya. Menarik sekali pembahasan dari "Jaksa Agung" turun ke "Kepala Desa", dari lembaga tinggi negara non departemen turun ke lembaga rendah di desa, seharusnya pembahasan meningkat dari Jaksa Agung ke Presiden. Mengapa kepala republik itu disebut presiden sedangkan kepala kerajaan disebut raja? Di samping "ketua" dan "kepala" ada pula "pemimpin" yang berasal dari kata "memimpin". Kalau tidak ada kata memimpin, tidak mungkin ada kata pemimpin. Semua kata yang berawalan "pe-" (termasuk "pem-", "peng-", "penye-", "penge-") adalah kata turunan dari kata kerja berawalan "me-" itu. Yang memimpin disebut pemimpin. Yang membawa disebut pembawa, yang menonton disebut penonton, yang mendengar disebut pendengar. Dalam masyarakat, kata pemimpin digunakan pada pekerjaan seperti pemimpin perusahaan, pemimpin rakyat, pemimpin pergerakan politik. Nah, dewasa ini ada lagi bentuk kata "pimpinan". Apakah maknanya sama dengan "pemimpin"? Akhiran "-an" itu biasanya berfungsi membentuk kata benda yang bukan benda, pada umumnya berarti "yang di-", misalnya "makanan" yang dimakan, "minuman" yang diminum. Atau, memberikan "arti hasil", misalnya karangan, masakan, tulisan. Ada juga yang berarti "tempat" seperti kubangan, kurungan. Mungkin Anda dapat memberi pendapat mengapa terkadang pemimpin proyek juga disebut pimpinan proyek.
Re: Mengapa Jaksa Agung?
Sekali lagi terima kasih. Jika memang demikian uraian Anda seperti pada alinea pertama, seperti yang Anda tulis Kepala Kejati itu sama artinya dengan Jaksa Tinggi, berarti untuk subjek ini saya anggap selesai. Dengan kata lain Kepala Kejati sama dengan Jaksa Tinggi dan Kepala Kejagung sama dengan Jaksa Agung. Kalau tidak ada lagi yang ahli hukum mengomentari ini berarti saya menerima penjelasan Anda mengenai istilah Jaksa Agung. Sekarang menyoal "Kepala Desa" dan "Lurah". Lurah adalah PNS yang wilayahnya di dalam kecamatan kota. Kalau Kepala Desa wilayahnya bukan di kecamatan kota. Kepala Desa bukan PNS. Contoh Kabupaten Dati II Trenggalek (Jatim) yang mempunyai beberapa kecamatan. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan Kota Trenggalek. Kecamatan kota ini dibagi beberapa wilayah kelurahan yang dipegang oleh Lurah tadi. Sementara kecamatan-kecamatan selain kecamatan kota tadi dibagi menjadi desa-desa (bukan kelurahan). "Bos Desa" ini dipilih langsung lewat "pemilu" oleh rakyat di desa ybs. Dengan merujuk takrif (definition) tadi mestinya "Bos Desa" ini disebut "Ketua Desa". Namun Anda jangan lupa bahwa "Bos Desa" yang menang "pemilu" tadi diangkat secara resmi oleh Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati lewat Camat. Jadi memang tidak salah kalau sebutan "Bos Desa" itu tadi menjadi "Kepala Desa". Ironisnya "Kepala Desa" ini tak bertanggungjawab kepada rakyat desa yang memilihnya tapi kepada Bupati lewat Camat. Kasihan yah. Efron -Original Message- From: Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Wednesday, 26 May, 1999 19:54 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung? Terima kasih kembali. Barangkali kita sama-sama mesti tanya ke Kejaksaan Tinggi atau membaca Undang-undang Pokok Kejaksaan, apakah benar di sana para jaksanya disebut Jaksa Tinggi. Setahu saya Kejaksaan Tinggi, di'komandan'i oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI) yang disebut juga Jaksa Tinggi dibantu oleh para asisten seperti Asisten Intelijen (ASINTEL), Asisten Operasi (ASOPS), Asisten Pembinaan (ASBIN) dan Asisten Pengawasan Daerah (ASWASDA), di bawahnya lagi terdapat kepala-kepala bagian, kepala-kepala seksi dan sebagainya. Jaksa-jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi sama halnya dengan jaksa-jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri, disebut jaksa saja dan bukan jaksa tinggi - kecuali KAJATI yang oleh staf maupun bawahannya disebut Bapak Jaksa Tinggi. Mengenai adanya istilah hakim, hakim tinggi dan hakim agung, mungkin disebabkan adanya tingkat penyelesaian perkara seperti banding dan kasasi. Di tingkat banding, dilaksanakan di Pengadilan Tinggi, hakimnya disebut Hakim tinggi namun tidak ada jaksa yang menghadiri sidang perkara banding, sehingga tidak ada Jaksa Tinggi. Demikian pula dengan perkara kasasi di tingkat Mahkamah Agung, tidak ada jaksa yang menghadiri sidang maupun putusan kasasi. Sistem peradilan di Indonesia masih mengaju kepada sistem peradilan peninggalan kolonial sehingga mungkin beda dengan AS, demikian pula istilah Attorney General-nya. Kata "attorney" juga dapat diartikan "pengacara", sedangkan "jaksa" diinggriskan menjadi "public prosecutor" atau "penuntut umum". Sedangkan istilah "ketua" dan "kepala" mungkin penjelasan Anda itu benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-2 cetakan ke-9 - Jakarta: Balai Pustaka, 1997, "ketua" [nomina] adalah (1) orang yang tertua dan banyak pengalamannya (dalam suatu kampung, dan sebagainya); (2) orang yang mengepalai atau memimpin (rapat, dewan, perkumpulan, dan sebagainya). "Kepala" menurut kamus tadi adalah (1) bagian tubuh yang di atas leher (pada manusia dan beberapa jenis hewan merupakan tempat otak, pusat jaringan saraf, dan beberapa pusat indra); (2) bagian tubuh yang di atas leher tempat tumbuhnya rambut; (3) bagian suatu benda yang sebelah atas (ujung, depan, dan sebagainya); (4) bagian yang terutama (yang penting, yang pokok, dan sebagainya); (5) pemimpin, ketua (kantor, pekerjaan, perkumpulan, dan sebagainya); (6) otak (pikiran, akal, budi). Anehnya ada istilah "Kepala Desa" yang berbeda artinya dengan "Lurah", bahwa kepala desa diangkat dan dipilih oleh masyarakat desa, sedangkan "Lurah" diangkat oleh Bupati berdasarkan suatu surat keputusan. Menurut dosen/profesor Anda, bukankah seharusnya "kepala desa" itu disebut "ketua desa"? Regards, Yohannes Yaali On 25/05/1999 at 12:16:50 Efron wrote: Terima kasih Bung YY. Namun saya belum puas atas penjelasan Anda. Kejaksaan Agung, dengan merujuk terminologi lembaga yang dibawahkan, terdiri atas banyak "jaksa agung". Coba simak untuk Kejati. Di sana para jaksanya disebut "Jaksa Tinggi" dan bukan hanya satu. Contoh lain adalah MA. Bos MA di sebut Ketua MA bukan Mahkamah Agung saja seperti pada "
Re: Mengapa Jaksa Agung?
Terima kasih Bung YY. Namun saya belum puas atas penjelasan Anda. Kejaksaan Agung, dengan merujuk terminologi lembaga yang dibawahkan, terdiri atas banyak "jaksa agung". Coba simak untuk Kejati. Di sana para jaksanya disebut "Jaksa Tinggi" dan bukan hanya satu. Contoh lain adalah MA. Bos MA di sebut Ketua MA bukan Mahkamah Agung saja seperti pada "jaksa agung". Oleh karena MA maka yang nongkrong di sana adalah para Hakim Agung (Supreme Judge). "Jaksa Agung" sendiri kalau di AS disebut "Attorney General" atau "Jaksa Umum" (terjemahan harfiah). Makanya menurut terminologi Kejagung dipimpin oleh Kepala Kejagung. Menyoal ketua dan kepala memang ada bedanya. Dulu (sekali) pertanyaan ini pernah saya ungkapkan kepada dosen (profesor) saya sehubungan dengan mengapa "ketua jurusan" kalau dibahasainggriskan menjadi "head of department". Jawabannya sederhana: kalau ketua itu dipilih (oleh para anggota/lembaga), sedang kepala itu diangkat (oleh penyelianya/yang lebih tinggi). Efron -Original Message- From: Yohannes Yaali [SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Tuesday, 25 May, 1999 16:53 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject:Mengapa Jaksa Agung? Saya cuma seorang karyawan swasta yang bergerak di bidang pelayaran, bukan ahli hukum, namun menarik sekali pembahasan rekan Efron tentang Jaksa Agung ini. Jaksa adalah pegawai pemerintah di bidang hukum yang bertugas menyampaikan dakwaan atau tuduhan di dalam proses pengadilan terhadap orang yang diduga melanggar hukum. Urut-urutan lembaga negara non departemen ini dari tingkat pusat adalah sebagai berikut: Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri ditambah Cabang Kejaksaan Negeri di tingkat Kecamatan (berdasarkan kebutuhan) dan Pos Kejaksaan Negeri di tingkat Kecamatan juga (tergantung kebutuhan dan kecamatan tersebut letaknya dekat dengan tempat kedudukan Kejaksaan Negeri). Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang Jaksa berpangkat minimal IV/b dan disebut KAJARI atau Kepala Kejaksaan Negeri. Kepala Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang Jaksa dan disebut KAJATI atau Kepala Kejaksaan Tinggi. Staf maupun bawahan di Kejaksaan Tinggi ini sering memanggil KAJATI dengan sebutan Bapak JATI atau Bapak Jaksa Tinggi saja, jadi sebenarnya di Kejaksaan Tinggi bukan isinya para jaksa tinggi melainkan jaksa-jaksa biasa yang dipimpin oleh kepala kejaksaaan yang disebut KAJATI atau Jaksa Tinggi. Sama pula halnya dengan kejaksaan agung yang dipimpin oleh Jaksa Agung dibantu oleh Jaksa Agung Muda plus Kepala Direktorat dan Kepala Inspektorat. Alasan disebut Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Agung mungkin dapat ditelusuri dari terminologi kata-kata bahasa Indonesia. Di Indonesia kita akan menemukan kata-kata pemimpin, ketua dan kepala yang notabene artinya sama dengan atasan. Ada lagi yang namanya presiden, presiden direktur, direktur utama, direktur, dan sebagainya. Jika istilah Jaksa Agung dibahas, maka akan timbul pembahasan baru, mengapa Ketua Partai dan mengapa tidak disebut Kepala Partai? Mengapa Ketua Majelis dan mengapa tidak disebut Kepala Majelis? Dalam pelajaran sejarah kita juga akan menemukan bahwa kerajaan dipimpin oleh raja dan bukan kepala kerajaan serta kesultanan yang dipimpin oleh sultan, bukan kepala kesultanan. Regards, Yohannes Yaali On 24/05/1999 at 10:51:14 Efron wrote: Saya bukan pengamat hukum, apalagi ahli hukum. Saya ingin melihat bagaimana terminologi "jaksa agung" sehingga seorang Andi Ghalib disebut sebagai Jaksa Agung. Mari kita lihat pada sisi pengadilan/kehakiman. Yang terendah adalah "pengadilan rendah". Untuk menghilangkan citra "rendah" maka di RI disebut "pengadilan negeri PN". Lembaga ini banyak menampung para Hakim (rendah) yang dikomandani oleh seorang Kepala PN. Kepala PN otomatis adalah seorang Hakim juga. Di atasnya ada "pengadilan tinggi (PT)" yang mewadahi para Hakim Tinggi dan dipimpin oleh seorang Kepala PT. Kepala PT secara individu juga disebut Hakim Tinggi. Yang paling atas adalah Mahkamah Agung (MA) yang diisi oleh para Hakim Agung yang dipimpin oleh seorang Ketua MA. Syarat (salah satunya) jadi Ketua MA adalah ia harus seorang Hakim Agung. Kemudian pada sisi penuntut. Yang terendah adalah jaksa yang ditampung dalam Kejaksaan Negeri (Kejari) dan dipimpin oleh Kepala Kejari. Di atasnya adalah Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang isinya para Jaksa Tinggi dan dipimpin oleh seorang Kepala Kejati. Ini berarti juga Kepala Kejati adalah juga seorang Jaksa Tinggi. Namun orang tidak pernah menyebut bos Kejati adalah Jaksa Tinggi, tapi Kepala Kejati. Lalu yang membingungkan adalah Kejaksaan Agung (Kejagung). Kalau melihat lembaganya berarti berisi para Jaksa Agung (atau bisa juga disebut Jaksa Tinggi Sekali) dengan melihat terminologi di atas. Bos Kejagung (mestinya) disebut Kepala Kejagung. Secara individu Kepala Kejagung adalah juga Jaksa Agung. Akan tetapi mengapa bos kejagung "hanya" disebut sebagai Jaksa Agung, bukan Kepala Kejagung? Mohon mereka yang ahli hukum dapat menjelaskannya. Terima kasih. Efron
Re: Mengapa Jaksa Agung?
"Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" wrote: Menyoal ketua dan kepala memang ada bedanya. Dulu (sekali) pertanyaan ini pernah saya ungkapkan kepada dosen (profesor) saya sehubungan dengan mengapa "ketua jurusan" kalau dibahasainggriskan menjadi "head of department". Jawabannya sederhana: kalau ketua itu dipilih (oleh para anggota/lembaga), sedang kepala itu diangkat (oleh penyelianya/yang lebih tinggi). Hus, mosok kepala cuman diangkat. Kadang-kadang bisa ngangguk-ngangguk, kadang bisa gedhek-gedhek kokhehe -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)
Re: Mengapa Jaksa Agung?
Tapi kalo nggak punya duit bisa pusing juga kok...he...he...he...(juga) -Original Message- From: FNU Brawijaya [SMTP:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Tuesday, 25 May, 1999 12:38 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject:Re: Mengapa Jaksa Agung? Hus, mosok kepala cuman diangkat. Kadang-kadang bisa ngangguk-ngangguk, kadang bisa gedhek-gedhek kokhehe -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)