[ekonomi-nasional] Re: [ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-27 Terurut Topik fauziah swasono
Nizami,
bisa baca nggak sih?
Kapan saya digaji WB dan IMF?

Anda ini nggak punya ilmu dan info yang cukup tapi selalu sok
menggurui dan selalu merasa benar sendiri di semua bidang: ekonomi,
agama, pendidikan, dll... kecuali dibidang anda sendiri (ada gitu? apa
bidang anda?). Dan dg pikiran cupet anda, anda selalu merasa paling
suci dan menganggap siapapun yang berseberangan pendapat dg anda
adalah salah dan hina. Seperti kata beberapa anggota milis ini: anda
ini provokator yang suka mempermalukan diri sendiri. Sayangnya anda
tidak pernah sadar. Parahnya lagi anda bawa2 stempel agama Islam. 

Lebih baik anda kerja dibidang anda yang baik saja deh..
Jadi pemimpin di kantor anda, dan bikin keputusan2 yang Islami. Atau
bikin usaha sendiri dan bantu orang lain bekerja. Okeh?

FYI, kalau anda lihat di struktur organisasi institusi besar, baik itu
WB, IMF, ADB, JICA, AUSAID, dll... ada bbrp section yang kerjanya
murni riset.. dan kalau anda ngerti bahasa Inggris coba donlot
beberapa paper disana, anda akan tercengang2 membaca bahwa yang
direkomendasikan itu sama sekali lain dari dugaan anda...

Soal menghamba, insya Allah saya menghamba hanya pada Allah. Makanya
yang saya tulis/lakukan/omongkan akan saya pertanggungjawabkan di
hadapan Nya bukan dihadapan anda...

sudah saya bilang, jangankan anggota milis, setan gundul pun saya
hadapi kalau saya yakin saya tidak salah. 

dan jangankan setan gundul, provokator kampung pun saya akan hadapi juga 

:))

--- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Wah pantas ya Mbak Fau sering membela agenda Bank
 Dunia dan IMF...:)
 
 Harapan saya sebaiknya kaum terdidik jangan menghamba
 kepada Bank Dunia atau IMF. Tapi lebih peduli pada
 rakyat Indonesia.
 
 Untuk apa jika kita kaya dari gaji Bank Dunia atau IMF
 sementara rakyat Indonesia justru banyak yang melarat
 akibat kebijakan keliru yang dipaksakan Bank Dunia dan
 IMF ke negara Indonesia.
 
 Ini butuh kepedulian dan nurani. Bukan sekedar
 materialisme belaka.
 
 --- IrwanK juga [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Quote:
  Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
  lagi.
  
  Kalau Bank Dunia tidak didengarkan, Mbak Fau dan
  para rekan/senior-nya bakal
  
  gak kerja donk? :-)
  
  Wassalam,
  
  Irwan.K
  
  On 11/27/06, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
 Saya lihat Bank Dunia pintar sekali
  memutar-balikkan
   fakta. Bank Dunia menuduh melonjaknya penduduk
  miskin
   sebesar 3,1 juta orang karena naiknya harga beras.
   Oleh karena itu harga beras harus diturunkan dan
  impor
   beras harus dijalankan.
  
   Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia
  baru-baru
   ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki
  tangannya
   yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas
  untuk
   menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
   melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma
  beras!).
   Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!
  
   Tentu saja saran Bank Dunia untuk menurunkan harga
   beras dan impor beras ini akan memiskinkan para
  petani
   kita. Padahal sekitar 50% penduduk Indonesia
  (sekitar
   100 juta) masih bergantung pada pertanian.
  
   Saran Bank Dunia ini jika diikuti tidak hanya
   mengurangi kemiskinan sebesar 3,1 juta, tapi
  menambah
   kemiskinan sebesar 100 juta!
  
   Saran Bank Dunia akan menguntungkan para petani AS
   yang hingga kini disubsidi besar2an oleh
  pemerintah AS
   untuk melakukan ekspor ke Indonesia.
  
   Saat ini Indonesia mengimpor kedelai 3 trilyun
  lebih
   dari AS. Indonesia juga mengimpor 1,2 juta ton
  beras
   per tahunnya (sekitar rp 3 trilyun per tahun).
  
   Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
  lagi.
  
  
 
 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/25/Fokus/3119397.htm
   Kambing Hitam Kemiskinan
  
   Oleh Sri Hartati Samhadi
  
   Kenaikan harga beras yang dituding Bank Dunia
  sebagai
   penyebab melonjaknya jumlah penduduk miskin hingga
  3,1
   juta orang menjadi 39,05 juta orang selama periode
   Februari 2005-Maret 2006 seolah menempatkan
  pemerintah
   pada dua pilihan, mengorbankan petani atau
  konsumen beras.
  
   Dalam kasus-kasus sebelumnya, pemerintah selalu
   berpikir jangka pendek, mengorbankan petani dengan
   cara membuka keran impor untuk menekan harga.
  Alasan
   yang diungkapkan, untuk membela kepentingan
  masyarakat
   yang lebih besar. Dalam hal ini, konsumen neto
  beras,
   yang sekitar dua pertiga petani juga ada di
  dalamnya.
  
  
  
  [Non-text portions of this message have been
  removed]
  
  
 
 
 ===
 Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
 Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
 http://www.media-islam.or.id
 
 
  


 Cheap talk?
 Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates.
 http://voice.yahoo.com





[ekonomi-nasional] Re: [ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-27 Terurut Topik RM Danardono HADINOTO
Lepas dari itu, WB dan IMF adala sebuah badan hukum, yang 
beranggautakan negara negara, termasuk RI, dan banyak negara negara 
Muslim lainnya. WB dan IMF bukan milik satu prang atau satu negara, 
modalnya juga modal patungan.

Kalau tak suka WQB atau IMF yah OK OK saja, tapi tak perlu mengumpat 
umpat. Austria juga anggauta keduanya, tapi tak pernah merasa 
dirugikan tu? Kadang kadang juga Austria berhutang pada mereka untuk 
proyek proyek raksasa dimana dibutuhkan banyak dana murah. Tapi lalu 
yakembalikan angsuran secara teratur. Tak mau membayar ya OK tak 
usaih pinjam, seperti Malaysia wakti financial crisis. Gitu aja kok 
repot.

Betul lho mas Nizami, jangan suka provokasi, malah hancur citra 
sendiri... lalu agama ikut ikut keseret... sedih kan?

Salam

Danardono

--- In ppiindia@yahoogroups.com, fauziah swasono [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Nizami,
 bisa baca nggak sih?
 Kapan saya digaji WB dan IMF?
 
 Anda ini nggak punya ilmu dan info yang cukup tapi selalu sok
 menggurui dan selalu merasa benar sendiri di semua bidang: ekonomi,
 agama, pendidikan, dll... kecuali dibidang anda sendiri (ada gitu? 
apa
 bidang anda?). Dan dg pikiran cupet anda, anda selalu merasa paling
 suci dan menganggap siapapun yang berseberangan pendapat dg anda
 adalah salah dan hina. Seperti kata beberapa anggota milis ini: 
anda
 ini provokator yang suka mempermalukan diri sendiri. Sayangnya anda
 tidak pernah sadar. Parahnya lagi anda bawa2 stempel agama Islam. 
 
 Lebih baik anda kerja dibidang anda yang baik saja deh..
 Jadi pemimpin di kantor anda, dan bikin keputusan2 yang Islami. 
Atau
 bikin usaha sendiri dan bantu orang lain bekerja. Okeh?
 
 FYI, kalau anda lihat di struktur organisasi institusi besar, baik 
itu
 WB, IMF, ADB, JICA, AUSAID, dll... ada bbrp section yang kerjanya
 murni riset.. dan kalau anda ngerti bahasa Inggris coba donlot
 beberapa paper disana, anda akan tercengang2 membaca bahwa yang
 direkomendasikan itu sama sekali lain dari dugaan anda...
 
 Soal menghamba, insya Allah saya menghamba hanya pada Allah. 
Makanya
 yang saya tulis/lakukan/omongkan akan saya pertanggungjawabkan di
 hadapan Nya bukan dihadapan anda...
 
 sudah saya bilang, jangankan anggota milis, setan gundul pun saya
 hadapi kalau saya yakin saya tidak salah. 
 
 dan jangankan setan gundul, provokator kampung pun saya akan 
hadapi juga 
 
 :))
 
 --- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami nizaminz@ wrote:
 
  Wah pantas ya Mbak Fau sering membela agenda Bank
  Dunia dan IMF...:)
  
  Harapan saya sebaiknya kaum terdidik jangan menghamba
  kepada Bank Dunia atau IMF. Tapi lebih peduli pada
  rakyat Indonesia.
  
  Untuk apa jika kita kaya dari gaji Bank Dunia atau IMF
  sementara rakyat Indonesia justru banyak yang melarat
  akibat kebijakan keliru yang dipaksakan Bank Dunia dan
  IMF ke negara Indonesia.
  
  Ini butuh kepedulian dan nurani. Bukan sekedar
  materialisme belaka.
  
  --- IrwanK juga irwank@ wrote:
  
   Quote:
   Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
   lagi.
   
   Kalau Bank Dunia tidak didengarkan, Mbak Fau dan
   para rekan/senior-nya bakal
   
   gak kerja donk? :-)
   
   Wassalam,
   
   Irwan.K
   
   On 11/27/06, A Nizami nizaminz@ wrote:
   
  Saya lihat Bank Dunia pintar sekali
   memutar-balikkan
fakta. Bank Dunia menuduh melonjaknya penduduk
   miskin
sebesar 3,1 juta orang karena naiknya harga beras.
Oleh karena itu harga beras harus diturunkan dan
   impor
beras harus dijalankan.
   
Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia
   baru-baru
ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki
   tangannya
yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas
   untuk
menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma
   beras!).
Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!
   
Tentu saja saran Bank Dunia untuk menurunkan harga
beras dan impor beras ini akan memiskinkan para
   petani
kita. Padahal sekitar 50% penduduk Indonesia
   (sekitar
100 juta) masih bergantung pada pertanian.
   
Saran Bank Dunia ini jika diikuti tidak hanya
mengurangi kemiskinan sebesar 3,1 juta, tapi
   menambah
kemiskinan sebesar 100 juta!
   
Saran Bank Dunia akan menguntungkan para petani AS
yang hingga kini disubsidi besar2an oleh
   pemerintah AS
untuk melakukan ekspor ke Indonesia.
   
Saat ini Indonesia mengimpor kedelai 3 trilyun
   lebih
dari AS. Indonesia juga mengimpor 1,2 juta ton
   beras
per tahunnya (sekitar rp 3 trilyun per tahun).
   
Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
   lagi.
   
   
  
  http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/25/Fokus/3119397.htm
Kambing Hitam Kemiskinan
   
Oleh Sri Hartati Samhadi
   
Kenaikan harga beras yang dituding Bank Dunia
   sebagai
penyebab melonjaknya jumlah penduduk miskin hingga
   3,1
juta orang menjadi 39,05 juta orang selama periode
Februari 2005-Maret 2006 seolah menempatkan
   pemerintah

Re: [ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-26 Terurut Topik Betha Aris

--- A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote:

[...]

 Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia
 baru-baru
 ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki
 tangannya
 yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas
 untuk
 menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
 melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma
 beras!).
 Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!

[...]

Oke lah, analisis yang cukup tajam. Cuman pertanyaan
kemudian adalah bagaimana usaha secara riil (bukan
wacana lagi) agar pemerintah dapat secara sadar mau
melepaskan diri dari ketergantungan tersebut. Saya
pikir sudah saatnya wacana diwujudkan dalam konteks
yang riil.

Silent on the Middle


[ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-26 Terurut Topik A Nizami
Saya lihat Bank Dunia pintar sekali memutar-balikkan
fakta. Bank Dunia menuduh melonjaknya penduduk miskin
sebesar 3,1 juta orang karena naiknya harga beras.
Oleh karena itu harga beras harus diturunkan dan impor
beras harus dijalankan.

Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia baru-baru
ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki tangannya
yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas untuk
menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma beras!).
Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!

Tentu saja saran Bank Dunia untuk menurunkan harga
beras dan impor beras ini akan memiskinkan para petani
kita. Padahal sekitar 50% penduduk Indonesia (sekitar
100 juta) masih bergantung pada pertanian.

Saran Bank Dunia ini jika diikuti tidak hanya
mengurangi kemiskinan sebesar 3,1 juta, tapi menambah
kemiskinan sebesar 100 juta!

Saran Bank Dunia akan menguntungkan para petani AS
yang hingga kini disubsidi besar2an oleh pemerintah AS
untuk melakukan ekspor ke Indonesia.

Saat ini Indonesia mengimpor kedelai 3 trilyun lebih
dari AS. Indonesia juga mengimpor 1,2 juta ton beras
per tahunnya (sekitar rp 3 trilyun per tahun).

Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan lagi.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/25/Fokus/3119397.htm
Kambing Hitam Kemiskinan 


Oleh Sri Hartati Samhadi 

Kenaikan harga beras yang dituding Bank Dunia sebagai
penyebab melonjaknya jumlah penduduk miskin hingga 3,1
juta orang menjadi 39,05 juta orang selama periode
Februari 2005-Maret 2006 seolah menempatkan pemerintah
pada dua pilihan, mengorbankan petani atau konsumen
beras. 

Dalam kasus-kasus sebelumnya, pemerintah selalu
berpikir jangka pendek, mengorbankan petani dengan
cara membuka keran impor untuk menekan harga. Alasan
yang diungkapkan, untuk membela kepentingan masyarakat
yang lebih besar. Dalam hal ini, konsumen neto beras,
yang sekitar dua pertiga petani juga ada di dalamnya. 

Jalan pintas ditempuh tanpa pemerintah berusaha
menyelesaikan pekerjaan rumahnya, yakni mengatasi akar
masalah yang menjadi penghambat upaya peningkatan
produksi beras atau menurunnya gairah petani menanam
padi, sehingga terjadi defisit beras di dalam negeri. 

Atau, bagaimana bisa menekan angka kehilangan panen
yang saat ini masih sekitar 25-30 persen sehingga jika
itu bisa dikurangi, Indonesia tak perlu impor beras.
Kenaikan harga beras menjadi kambing hitam kegagalan
pemerintah dalam menekan kemiskinan struktural, baik
di pedesaan maupun perkotaan. 

Hasil penelitian Bank Dunia yang menyebut harga beras
sebagai pemicu kemiskinan sebenarnya bukan hal baru.
Bukan baru kali ini Bank Dunia menuding harga beras
sebagai penyebab meningkatnya kemiskinan di Indonesia.


Mark Baird saat menjabat Kepala Perwakilan Bank Dunia
di Indonesia, Maret 2001, pernah menyatakan perlu ada
kebijakan harga beras yang menyeimbangkan kebutuhan
konsumen dan petani miskin. Menurut dia, tidak ada
upaya yang lebih penting untuk bisa menekan angka
kemiskinan selain menjamin tersedianya beras pada
harga murah. 

Lembaga ini juga menyatakan keberatan terhadap usulan
Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional tentang
pembatasan impor. Pada Juni 2003, Bank Dunia, lewat
Direktur Regional Bert Hofman, kembali mengkritik
pelarangan sementara impor. Argumennya masih sama,
larangan impor akan mengakibatkan naiknya harga
sehingga rakyat miskin semakin tak mampu membeli
beras. 

Sikap Bank Dunia dipertegas lagi Januari 2004 melalui
pernyataan ekonom Neil McCulloch, bahwa rakyat miskin
akan disejahterakan jika pemerintah menerapkan
kebijakan perdagangan beras yang terbuka. Caranya,
dengan menghapus bea masuk (BM) impor atau setidaknya
BM ditetapkan rendah. 

Apa yang diungkapkan McCulloch itu pernah disampaikan
sebelumnya oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang
pada Maret 1999 juga menekan pemerintah untuk
menurunkan BM impor beras maksimal 5 persen. 

Sudah sejak lama Bank Dunia, IMF, dan juga
negara-negara maju pengusung faham neoliberalisme
berusaha menciptakan opini betapa tingginya harga
beras yang diakibatkan oleh rezim perdagangan yang
tertutup, sangat tidak menguntungkan bagi perekonomian
secara keseluruhan. 

Bank Dunia dan juga negara-negara maju seperti AS
melihat, sejak krisis, harga beras di Indonesia jauh
di atas harga dunia dan tingginya harga ini sangat
tidak menguntungkan penduduk di bawah garis kemiskinan
yang jumlahnya sangat besar. Tingginya harga beras,
menurut mereka, juga tidak bisa dinikmati petani,
karena petani tak memiliki akses ke teknologi untuk
meningkatkan produktivitasnya. 

Pengamat pertanian, Bustanul Arifin, bisa mengendus
adanya kepentingan AS sebagai eksportir pangan
terhadap Indonesia sebagai importir pangan penting
dunia sekarang ini. Meskipun perdagangan beras lebih
banyak terjadi di antara sesama negara Asia (sehingga
terkesan tak membawa kepentingan Barat), AS adalah
eksportir beras keempat terbesar dunia (3,7 juta ton)
setelah Thailand, India, dan Vietnam. 

Sebagai lembaga yang 

Re: [ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-26 Terurut Topik IrwanK juga
Quote:
Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan lagi.

Kalau Bank Dunia tidak didengarkan, Mbak Fau dan para rekan/senior-nya bakal

gak kerja donk? :-)

Wassalam,

Irwan.K

On 11/27/06, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Saya lihat Bank Dunia pintar sekali memutar-balikkan
 fakta. Bank Dunia menuduh melonjaknya penduduk miskin
 sebesar 3,1 juta orang karena naiknya harga beras.
 Oleh karena itu harga beras harus diturunkan dan impor
 beras harus dijalankan.

 Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia baru-baru
 ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki tangannya
 yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas untuk
 menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
 melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma beras!).
 Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!

 Tentu saja saran Bank Dunia untuk menurunkan harga
 beras dan impor beras ini akan memiskinkan para petani
 kita. Padahal sekitar 50% penduduk Indonesia (sekitar
 100 juta) masih bergantung pada pertanian.

 Saran Bank Dunia ini jika diikuti tidak hanya
 mengurangi kemiskinan sebesar 3,1 juta, tapi menambah
 kemiskinan sebesar 100 juta!

 Saran Bank Dunia akan menguntungkan para petani AS
 yang hingga kini disubsidi besar2an oleh pemerintah AS
 untuk melakukan ekspor ke Indonesia.

 Saat ini Indonesia mengimpor kedelai 3 trilyun lebih
 dari AS. Indonesia juga mengimpor 1,2 juta ton beras
 per tahunnya (sekitar rp 3 trilyun per tahun).

 Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan lagi.

 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/25/Fokus/3119397.htm
 Kambing Hitam Kemiskinan

 Oleh Sri Hartati Samhadi

 Kenaikan harga beras yang dituding Bank Dunia sebagai
 penyebab melonjaknya jumlah penduduk miskin hingga 3,1
 juta orang menjadi 39,05 juta orang selama periode
 Februari 2005-Maret 2006 seolah menempatkan pemerintah
 pada dua pilihan, mengorbankan petani atau konsumen beras.

 Dalam kasus-kasus sebelumnya, pemerintah selalu
 berpikir jangka pendek, mengorbankan petani dengan
 cara membuka keran impor untuk menekan harga. Alasan
 yang diungkapkan, untuk membela kepentingan masyarakat
 yang lebih besar. Dalam hal ini, konsumen neto beras,
 yang sekitar dua pertiga petani juga ada di dalamnya.



[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [ekonomi-nasional] Re: [ppiindia] Bank Dunia: Kambing Hitam Kemiskinan

2006-11-26 Terurut Topik A Nizami
Wah pantas ya Mbak Fau sering membela agenda Bank
Dunia dan IMF...:)

Harapan saya sebaiknya kaum terdidik jangan menghamba
kepada Bank Dunia atau IMF. Tapi lebih peduli pada
rakyat Indonesia.

Untuk apa jika kita kaya dari gaji Bank Dunia atau IMF
sementara rakyat Indonesia justru banyak yang melarat
akibat kebijakan keliru yang dipaksakan Bank Dunia dan
IMF ke negara Indonesia.

Ini butuh kepedulian dan nurani. Bukan sekedar
materialisme belaka.

--- IrwanK juga [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Quote:
 Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
 lagi.
 
 Kalau Bank Dunia tidak didengarkan, Mbak Fau dan
 para rekan/senior-nya bakal
 
 gak kerja donk? :-)
 
 Wassalam,
 
 Irwan.K
 
 On 11/27/06, A Nizami [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
Saya lihat Bank Dunia pintar sekali
 memutar-balikkan
  fakta. Bank Dunia menuduh melonjaknya penduduk
 miskin
  sebesar 3,1 juta orang karena naiknya harga beras.
  Oleh karena itu harga beras harus diturunkan dan
 impor
  beras harus dijalankan.
 
  Padahal bukan rahasia lagi bahwa Bank Dunia
 baru-baru
  ini mendikte pemerintah Indonesia lewat kaki
 tangannya
  yang menjabat di kementrian ekonomi dan Bappenas
 untuk
  menaikan harga BBM hingga 120% yang mengakibatkan
  melonjaknya seluruh harga barang (bukan cuma
 beras!).
  Itulah faktor kemiskinan di Indonesia yang utama!
 
  Tentu saja saran Bank Dunia untuk menurunkan harga
  beras dan impor beras ini akan memiskinkan para
 petani
  kita. Padahal sekitar 50% penduduk Indonesia
 (sekitar
  100 juta) masih bergantung pada pertanian.
 
  Saran Bank Dunia ini jika diikuti tidak hanya
  mengurangi kemiskinan sebesar 3,1 juta, tapi
 menambah
  kemiskinan sebesar 100 juta!
 
  Saran Bank Dunia akan menguntungkan para petani AS
  yang hingga kini disubsidi besar2an oleh
 pemerintah AS
  untuk melakukan ekspor ke Indonesia.
 
  Saat ini Indonesia mengimpor kedelai 3 trilyun
 lebih
  dari AS. Indonesia juga mengimpor 1,2 juta ton
 beras
  per tahunnya (sekitar rp 3 trilyun per tahun).
 
  Saran saya Bank Dunia tidak perlu didengarkan
 lagi.
 
 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0611/25/Fokus/3119397.htm
  Kambing Hitam Kemiskinan
 
  Oleh Sri Hartati Samhadi
 
  Kenaikan harga beras yang dituding Bank Dunia
 sebagai
  penyebab melonjaknya jumlah penduduk miskin hingga
 3,1
  juta orang menjadi 39,05 juta orang selama periode
  Februari 2005-Maret 2006 seolah menempatkan
 pemerintah
  pada dua pilihan, mengorbankan petani atau
 konsumen beras.
 
  Dalam kasus-kasus sebelumnya, pemerintah selalu
  berpikir jangka pendek, mengorbankan petani dengan
  cara membuka keran impor untuk menekan harga.
 Alasan
  yang diungkapkan, untuk membela kepentingan
 masyarakat
  yang lebih besar. Dalam hal ini, konsumen neto
 beras,
  yang sekitar dua pertiga petani juga ada di
 dalamnya.
 
 
 
 [Non-text portions of this message have been
 removed]
 
 


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id


 

Cheap talk?
Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates.
http://voice.yahoo.com