Re: [ppiindia] CATATAN MENYAMBUT MATAHARI PAGI: SURAT TENTANG SASTRA KEPADA ANAS AGE [9]

2004-11-07 Terurut Topik Edy Susanto



Budhisatwati KUSNI [EMAIL PROTECTED] wrote:Catatan Menyambut Matahari Pagi:

SURAT TENTANG SASTRA KEPADA ANAS AGE [9].


Kemudian  pada alinea kedua suratnya  Anas Age menulis:

Dan kini perubahan dunia begitu cepat. Isu-isu feminisme yang diusung oleh 
beberapa negara di Barat telah masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah isu-isu 
tentang tubuh perempuan. Tentang tubuh perempuan ini, Simon de Bevoir dengan 
cermat menulis dalam Second Sex. Tema-tema tubuh perempuan inilah yang 
dieksplorasi oleh penulis-penulis perempuan seperti Dinar Rahayu, Ayu Utami, 
Jenar Maesa Ayu. Saya sepakat bila para penulis perempuan ini sebenarnya sedang 
mengadakan perlawanan dengan tubuhnya sendiri terhadap gempuran kapitalisme, 
atau melawan patriarki.  

Dari alinea ini saya ingin mengangkat soal-soal berikut: [1]. Ide femininisme 
Barat; [2]. Tubuh perempuan dan sastra; [3]. The Second Sex.


[3]. The Second Sex, Seks Kedua:


Sehingga Revolusi Mei 1968 sesungguhnya lebih merupakan Revolusi Kebudayaan 
daripada Revolusi Politik. Revolusi Politik hanyalah buntut daripada revolusi 
kebudayaan ini.Revolusi atau keresahan politik sering dimulai dari pergelutan 
di bidang kebudayaan. Revolusi Besar Kebudayaan Proletar di Republik Rakyat 
Tiongkok pada tahun 1966an,yang juga merupakan perjuangan politik, ia dimulai 
dari debat tentang roman Hai Jui Dipecat Dari Jabatannya. Revolusi Agustus 
1945 diawali dengan antara lain Parlemen Untuk Hindia Belanda lalu Indonesia 
Merdeka Sekarang Juga, sedangkan Merdeka atau Mati merupakan slogan membela 
RI dari rongrongan Belanda, debat tentang humanisme universal di Indonesia 
sebelum debat Lekra-Manikebu merupakan bagian dari usaha kolonialisme Belanda 
untuk kembali menguasai Indonesia, Revolusi Perancis Juli 1789 didahului dengan 
debat di bidang filsafat, dan lain-lain...


Berbicara tentang pergelutan ide maka di sini paling tidak ada dua pihak. Dalam 
sejarah, kita menyaksikan bahwa pergulatan ide dilakukan oleh arus bawah 
melawan arus dominan setelah arus nilai dominan itu tidak lagi tanggap terhadap 
perkembangan masyarakat. Di Perancis ide dominan Katolisisme oleh perkembangan 
industri Perancis setelah usai Perang Dunia II makin deras dipertanyakan. 
Perkembangan industri Perancis melahirkan nilai-nilai baru. Eksodus pedesaan 
terjadi. Puncak perlawanan meletus pada Mei 1968 dimulai dari Universitas 
Nanterre dengan tokoh Cohen Bendit yang kemudian diusir dari Perancis. Melalui 
Revolusi Kebudayaan Mei 1968, Perancis mengalami penjungkirbalikan besar dalam 
tatanan nilai. Semangat mendapatkan status kesetaraan yang dicetuskan oleh 
Revolusi Juli 1789 mencuat ke atas. Bersamaan dengan Revolusi Mei 1968 inilah 
maka gerakan feminisme Perancis meluncur laju.MLF [Mouvement Libération de 
Femmes]lahir justru do tengah Revolusi  Mei 1968. Perempuan merasa memiliki
 tubuh mereka dan sebagai pemilik tubuh mereka merasa bebas menggunakan atau 
mau diapakan tubuh tersebut. Perempuan adalah subyek. Di dalam arus ide ini, 
terdapat macam-macam cabang. Misalnya ada yang menganggap penguasaan tubuh yang 
sejati tidak terpisah dari gerakan emansipasi masyarakat karena perempuan 
merupakan bagian dari anggota masyarakat. Ada pula yang anarkis, sebagai 
ekses dari kekangan mengabad dan menjadikan perempuan sebagai obyek lelaki. 
Ekses anarkisme ini mewujudkan diri dalam bentuk hubungan bebas di bidang 
seksual sehingga sejak itu makin banyak kita dapatkan adanya ibu tunggal atau 
ayah tunggal. Status ibu tunggal, ayah tunggal, hidup bersama [yang di 
Indonesia secara sinis dikatakan kumpul kebo].Dalam perkembangan, hubungan 
dan status begini termasuk status anak diakui oleh Undang-undang. Lebih jauh 
anak-anak boleh memakai nama [nom] ibu atau ayah sesudah prenomnya. Mereka 
yang hidup bersama membayar pajak sebagai satu keluarga. Tingkat
 perkawinan resmi menjadi menurun. Oleh aliran ini, perkawinan dipandang 
sebagai pengumuman resmi terbuka bahwa lelaki dan perempuan akan melakukan 
hubungan seksual. Para anarkis menganggap perkawinan tidak lain dari 
pembelengguan kembali perempuan. Kembalinya perempuan jadi obyek lelaki. Ekses 
ekstrim setelah sekian lama dikekang adalah terjadinya tukar pakai antar 
pasangan suami-istri di daerah elite Paris. 

Ibu tunggal yang juga disebut ibu bujangan [mère celibatire],mungkin 
menghidupi anak-anak mereka karena adanya sistem tunjangan sosial yang 
diundangkan dan juga mereka bekerja. Jadi secara ekonomi mereka tidak 
tergantung pada lelaki -- sekalipun untuk waktu lama gaji perempuan tetap lebih 
rendah dari lelaki untuk kedudukan yang sama. Aku pun pernah berkenalan dengan 
seorang perempuan yang ingin mempunyai anak, tapi tidak ingin nikah dan juga 
menolak hidup bersama. 


Terhadap keadaan begini  aku tidak ingin memberikan penilaian apa-apa karena 
perkembangan obyektif masyarakat berada di luar keinginan kita. Masyarakat 
mempunyai hubungan obyektif perkembangannya sendiri. Keinginan bersifat 
subyektif, belum tentu tanggap keadaan. 



[ppiindia] CATATAN MENYAMBUT MATAHARI PAGI: SURAT TENTANG SASTRA KEPADA ANAS AGE [9]

2004-11-06 Terurut Topik Budhisatwati KUSNI

Catatan Menyambut Matahari Pagi:

SURAT TENTANG SASTRA KEPADA ANAS AGE [9].


Kemudian  pada alinea kedua suratnya  Anas Age menulis:

Dan kini perubahan dunia begitu cepat. Isu-isu feminisme yang diusung oleh beberapa 
negara di Barat telah masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah isu-isu tentang tubuh 
perempuan. Tentang tubuh perempuan ini, Simon de Bevoir dengan cermat menulis dalam 
Second Sex. Tema-tema tubuh perempuan inilah yang dieksplorasi oleh penulis-penulis 
perempuan seperti Dinar Rahayu, Ayu Utami, Jenar Maesa Ayu. Saya sepakat bila para 
penulis perempuan ini sebenarnya sedang mengadakan perlawanan dengan tubuhnya 
sendiri terhadap gempuran kapitalisme, atau melawan patriarki.  

Dari alinea ini saya ingin mengangkat soal-soal berikut: [1]. Ide femininisme Barat; 
[2]. Tubuh perempuan dan sastra; [3]. The Second Sex.


[3]. The Second Sex, Seks Kedua:


Sehingga Revolusi Mei 1968 sesungguhnya lebih merupakan Revolusi Kebudayaan daripada 
Revolusi Politik. Revolusi Politik hanyalah buntut daripada revolusi kebudayaan 
ini.Revolusi atau keresahan politik sering dimulai dari pergelutan di bidang 
kebudayaan. Revolusi Besar Kebudayaan Proletar di Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 
1966an,yang juga merupakan perjuangan politik, ia dimulai dari debat tentang roman 
Hai Jui Dipecat Dari Jabatannya. Revolusi Agustus 1945 diawali dengan antara lain 
Parlemen Untuk Hindia Belanda lalu Indonesia Merdeka Sekarang Juga, sedangkan 
Merdeka atau Mati merupakan slogan membela RI dari rongrongan Belanda, debat tentang 
humanisme universal di Indonesia sebelum debat Lekra-Manikebu merupakan bagian dari 
usaha kolonialisme Belanda untuk kembali menguasai Indonesia, Revolusi Perancis Juli 
1789 didahului dengan debat di bidang filsafat, dan lain-lain...


Berbicara tentang pergelutan ide maka di sini paling tidak ada dua pihak. Dalam 
sejarah, kita menyaksikan bahwa pergulatan ide dilakukan oleh arus bawah melawan arus 
dominan setelah arus nilai dominan itu tidak lagi tanggap terhadap perkembangan 
masyarakat. Di Perancis ide dominan Katolisisme oleh perkembangan industri Perancis 
setelah usai Perang Dunia II makin deras dipertanyakan. Perkembangan industri Perancis 
melahirkan nilai-nilai baru. Eksodus pedesaan terjadi. Puncak perlawanan meletus pada 
Mei 1968 dimulai dari Universitas Nanterre dengan tokoh Cohen Bendit yang kemudian 
diusir dari Perancis. Melalui Revolusi Kebudayaan Mei 1968, Perancis mengalami 
penjungkirbalikan besar dalam tatanan nilai. Semangat mendapatkan status kesetaraan 
yang dicetuskan oleh Revolusi Juli 1789 mencuat ke atas. Bersamaan dengan Revolusi Mei 
1968 inilah maka gerakan feminisme Perancis meluncur laju.MLF [Mouvement Libération de 
Femmes]lahir justru do tengah Revolusi  Mei 1968. Perempuan merasa memiliki tubuh 
mereka dan sebagai pemilik tubuh mereka merasa bebas menggunakan atau mau diapakan 
tubuh tersebut. Perempuan adalah subyek. Di dalam arus ide ini, terdapat macam-macam 
cabang. Misalnya ada yang menganggap penguasaan tubuh yang sejati tidak terpisah dari 
gerakan emansipasi masyarakat karena perempuan merupakan bagian dari anggota 
masyarakat. Ada pula yang anarkis, sebagai ekses dari kekangan mengabad dan 
menjadikan perempuan sebagai obyek lelaki. Ekses anarkisme ini mewujudkan diri dalam 
bentuk hubungan bebas di bidang seksual sehingga sejak itu makin banyak kita dapatkan 
adanya ibu tunggal atau ayah tunggal. Status ibu tunggal, ayah tunggal, hidup 
bersama [yang di Indonesia secara sinis dikatakan kumpul kebo].Dalam perkembangan, 
hubungan dan status begini termasuk status anak diakui oleh Undang-undang. Lebih jauh 
anak-anak boleh memakai nama [nom] ibu atau ayah sesudah prenomnya. Mereka yang 
hidup bersama membayar pajak sebagai satu keluarga. Tingkat perkawinan resmi menjadi 
menurun. Oleh aliran ini, perkawinan dipandang sebagai pengumuman resmi terbuka bahwa 
lelaki dan perempuan akan melakukan hubungan seksual. Para anarkis menganggap 
perkawinan tidak lain dari pembelengguan kembali perempuan. Kembalinya perempuan jadi 
obyek lelaki. Ekses ekstrim setelah sekian lama dikekang adalah terjadinya tukar 
pakai antar pasangan suami-istri di daerah elite Paris. 

Ibu tunggal yang juga disebut ibu bujangan [mère celibatire],mungkin menghidupi 
anak-anak mereka karena adanya sistem tunjangan sosial yang diundangkan dan juga 
mereka bekerja. Jadi secara ekonomi mereka tidak tergantung pada lelaki -- sekalipun 
untuk waktu lama gaji perempuan tetap lebih rendah dari lelaki untuk kedudukan yang 
sama. Aku pun pernah berkenalan dengan seorang perempuan yang ingin mempunyai anak, 
tapi tidak ingin nikah dan juga menolak hidup bersama. 


Terhadap keadaan begini  aku tidak ingin memberikan penilaian apa-apa karena 
perkembangan obyektif masyarakat berada di luar keinginan kita. Masyarakat mempunyai 
hubungan obyektif perkembangannya sendiri. Keinginan bersifat subyektif, belum tentu 
tanggap keadaan. 


Periode di mana perempuan merasa diri sebagai subyek