RE: [ppiindia] Mengapa Ulama Menolak UU Sumber Daya Air?

2005-05-09 Terurut Topik iming
 



Rekan2,Judul di atas misleading dan berpretensi menipu pembaca. Perhatikan, 
istilah Ulama itu definisinya apa ? Ulama kristen, or islam, lalu ulama 
pendidikan mana, jebolan pesantren gontor atau kelompok Jaringan islam liberal 
? atau ulama yang boleh dicomot di pasar inpres senen ? Semakin sering agama 
atau ulama dipakai untuk kepentingan politik, semakin rendah kredibilitas agama 
di bumi Indonesia ini, dan akan semakin marak peranan cendekia nonagama, dan 
terutama pemikiran liberal akan semakin dihormati dan didengar masyarakat. 
Istilah privatisasi sering dipolitisasi oleh beberapa kalangan dengan 
memanfaatkan agama islam sebagai pedoman nilai2 untuk diadu dengan privatisasi. 
Apakah ini gejala de-agamaisasi politik ?. hati2 !!! Iming--- On Sun 05/08, 
Ambon lt; [EMAIL PROTECTED] gt; wrote:
From: Ambon [mailto: [EMAIL PROTECTED]: Undisclosed-Recipient:;@myway.comDate: 
Sun, 8 May 2005 10:32:59 +0200Subject: [ppiindia] Mengapa Ulama Menolak UU 
Sumber Daya 
Air?http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=196739amp;kat_id=16Sabtu, 
07 Mei 2005Mengapa Ulama Menolak UU Sumber Daya Air? Oleh : Muhammad Nanang 
PrayudyantoSekum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Bekasi dan Dosen PTS di 
JakartaUndang-undang 32/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) menggarisbawahi 
perubahan paradigma pengelolaan sumber daya air. UU ini diduga sarat 
kepentingan karena dilakukan dalam misi swastanisasi hak-hak publik, yang 
selaras dengan arus liberalisme yang semakin mencengkeram dunia usaha di Tanah 
Air. Awal 2000 ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyampaikan amanah 
untuk sesegera mungkin keluar dari cengkraman Dana Moneter Internasional (IMF), 
terjadi diskusi panas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang proses tahapan 
keluarnya Indonesia dari jajahan IMF tersebut. Diskusi 
tersebut tidak mempersoalkan apakah IMF harus keluar atau tidak, tetapi lebih 
terfokus pada pertanyaaan bagaimana pemerintah menjembatani persetujuan yang 
selama ini telah terikat dengan ketentuan IMF tersebut. Sehingga akhirnya 
muncul Inpres 5/2003 tentang exit strategy dari IMF. Kini, ketika MPR baru 
telah terpilih, suara tersebut tampak sayu ditelan angin, padahal pesan-pesan 
IMF masih jelas terlihat menyangkut liberalisasi dunia usaha dan 
swastanisasi.Swastanisasi, adalah kata lain untuk mengatakan pengurangan 
semaksimal mungkin campur tangan negara dalam bisnis dunia usaha. Para penganut 
paham swastanisasi berpendapat bahwa campur tangan swasta diperlukan manakala 
terjadi kekurangan arus modal, tingginya KKN, dan ketidakbecusan pengelolaan. 
Masuknya swasta dalam dunia bisnis di Indonesia, tidak hanya menyangkut sektor 
usaha penunjang seperti transportasi, tetapi sudah masuk jauh ke 
wilayah-wilayah yang disebut sebagai ''memenuhi hajat hidup orang banyak'', 
seperti sumber 
daya air. Maka ketika gurita swastanisasi masuk ke wilayah yang secara jelas 
dilarang oleh syariah itulah, maka para tokoh agama yang masih memiliki 
kebersihan nurani, menyampaikan protes keras mereka akan masuknya swastanisasi 
dalam bentuk UU 32/2004 tentang Sumber Daya Air.Pandangan IslamAir sungai, air 
danau, air laut, mata air, dan hujan adalah karunia Allah SWT yang diserahkan 
kepada manusia selaku khalifah-Nya di bumi. Allah SWT berfirman, ''Dialah yang 
telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya (menyuburkan) 
tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu'' 
(QS An Nahl :10). Ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa Allah yang menurunkan 
seluruh potensi air menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk mendukung tugas 
manusia sebagai khalifah di bumi. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa 
pada hujan terdapat manfaat dan kesenangan bagi manusia dan binatang ternak. 
''Sebagiannya sebagai minuman'', yakni Allah SWT 
menjadikannya sebagai air tawar yang berguna bagi minuman manusia, tidak 
menjadikannya sebagai air asin. Allahlah yang menumbuhkan bagi manusia, dengan 
air itu, tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala jenis buah-buahan. 
Allah SWT mengeluarkan --dengan air itu-- beraneka jenis, rasa, warna, bau, dan 
bentuknya. Semua sumber daya air tersebut adalah milik manusia bersama, tak ada 
seseorangpun yang berwewenang lebih utama dari yang lain. Sumber daya air tidak 
boleh dijual dan dibeli selama masih berada di tempat aslinya. Rasulullah SAW 
bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yang artinya: ''Orang-orang Islam 
berserikat dalam tiga hal yaitu air, tempat penggembalaan, dan api''. Iyyas Al 
Muzanni meriwayatkan bahwa dia pernah melihat orang-orang menjual air. Kemudian 
ia berkata, ''Janganlah kalian menjual air, sesungguhnya aku mendengar 
Rasulullah SAW mencegah memperjualbelikan air'' (Kitab Fiqus Sunah). Dalam 
Alquran Surat An Naml ayat 60-61, Allah SWT menjelaskan 
mengenai nikmat-Nya bagi manusia dalam bentuk sungai-sungai yang sengaja 
ditempatkan di celah-celah bumi. Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Allah SWT 
menjadikan di bumi sungai-sungai yang

[ppiindia] Mengapa Ulama Menolak UU Sumber Daya Air?

2005-05-08 Terurut Topik Ambon
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=196739kat_id=16
Sabtu, 07 Mei 2005


Mengapa Ulama Menolak UU Sumber Daya Air? 
Oleh : Muhammad Nanang Prayudyanto
Sekum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Bekasi dan Dosen PTS di Jakarta


Undang-undang 32/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) menggarisbawahi perubahan 
paradigma pengelolaan sumber daya air. UU ini diduga sarat kepentingan karena 
dilakukan dalam misi swastanisasi hak-hak publik, yang selaras dengan arus 
liberalisme yang semakin mencengkeram dunia usaha di Tanah Air. Awal 2000 
ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyampaikan amanah untuk sesegera 
mungkin keluar dari cengkraman Dana Moneter Internasional (IMF), terjadi 
diskusi panas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang proses tahapan keluarnya 
Indonesia dari jajahan IMF tersebut. 

Diskusi tersebut tidak mempersoalkan apakah IMF harus keluar atau tidak, tetapi 
lebih terfokus pada pertanyaaan bagaimana pemerintah menjembatani persetujuan 
yang selama ini telah terikat dengan ketentuan IMF tersebut. Sehingga akhirnya 
muncul Inpres 5/2003 tentang exit strategy dari IMF. Kini, ketika MPR baru 
telah terpilih, suara tersebut tampak sayu ditelan angin, padahal pesan-pesan 
IMF masih jelas terlihat menyangkut liberalisasi dunia usaha dan swastanisasi.

Swastanisasi, adalah kata lain untuk mengatakan pengurangan semaksimal mungkin 
campur tangan negara dalam bisnis dunia usaha. Para penganut paham swastanisasi 
berpendapat bahwa campur tangan swasta diperlukan manakala terjadi kekurangan 
arus modal, tingginya KKN, dan ketidakbecusan pengelolaan. Masuknya swasta 
dalam dunia bisnis di Indonesia, tidak hanya menyangkut sektor usaha penunjang 
seperti transportasi, tetapi sudah masuk jauh ke wilayah-wilayah yang disebut 
sebagai ''memenuhi hajat hidup orang banyak'', seperti sumber daya air. Maka 
ketika gurita swastanisasi masuk ke wilayah yang secara jelas dilarang oleh 
syariah itulah, maka para tokoh agama yang masih memiliki kebersihan nurani, 
menyampaikan protes keras mereka akan masuknya swastanisasi dalam bentuk UU 
32/2004 tentang Sumber Daya Air.

Pandangan Islam
Air sungai, air danau, air laut, mata air, dan hujan adalah karunia Allah SWT 
yang diserahkan kepada manusia selaku khalifah-Nya di bumi. Allah SWT 
berfirman, ''Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, 
sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu 
menggembalakan ternakmu'' (QS An Nahl :10). Ayat tersebut jelas menunjukkan 
bahwa Allah yang menurunkan seluruh potensi air menjadi sesuatu yang bermanfaat 
untuk mendukung tugas manusia sebagai khalifah di bumi. 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pada hujan terdapat manfaat dan 
kesenangan bagi manusia dan binatang ternak. ''Sebagiannya sebagai minuman'', 
yakni Allah SWT menjadikannya sebagai air tawar yang berguna bagi minuman 
manusia, tidak menjadikannya sebagai air asin. Allahlah yang menumbuhkan bagi 
manusia, dengan air itu, tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala jenis 
buah-buahan. Allah SWT mengeluarkan --dengan air itu-- beraneka jenis, rasa, 
warna, bau, dan bentuknya. 

Semua sumber daya air tersebut adalah milik manusia bersama, tak ada 
seseorangpun yang berwewenang lebih utama dari yang lain. Sumber daya air tidak 
boleh dijual dan dibeli selama masih berada di tempat aslinya. Rasulullah SAW 
bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yang artinya: ''Orang-orang Islam 
berserikat dalam tiga hal yaitu air, tempat penggembalaan, dan api''. Iyyas Al 
Muzanni meriwayatkan bahwa dia pernah melihat orang-orang menjual air. Kemudian 
ia berkata, ''Janganlah kalian menjual air, sesungguhnya aku mendengar 
Rasulullah SAW mencegah memperjualbelikan air'' (Kitab Fiqus Sunah). 

Dalam Alquran Surat An Naml ayat 60-61, Allah SWT menjelaskan mengenai 
nikmat-Nya bagi manusia dalam bentuk sungai-sungai yang sengaja ditempatkan di 
celah-celah bumi. Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Allah SWT menjadikan di bumi 
sungai-sungai yang mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain sebagai rizki 
bagi hamba-Nya. Sungai itu bersumber dari berbagai tempat. Sungai merupakan 
rezeki bagi penghuni tempat yang lain. Ia melintasi berbagai wilayah dan 
menerobos gunung-gunung dan perbukitan hingga sampailah ke tempat yang 
ditetapkan Allah SWT. 

Sungai itu terkadang mengalir dan kadang dia berhenti sejalan dengan sumbernya. 
Maka Maha Suci Zat yang telah menetapkan, menaklukkan, dan memudahkan. Maka 
tidak ada Tuhan kecuali Dia dan tiada Rabb selain Dia. Demikianlah, Dia telah 
menjadikan di bumi jalan-jalan yang dapat ditempuh dari satu negeri ke negeri 
yang lain, yang melintasi pegunungan hingga sampai ke negeri atau wilayah lain. 
Maksud dari penyampaian seluruh nikmat tersebut adalah untuk mengingatkan akan 
kebesaran-Nya dan tidak selayaknya penghambaan itu diberikan kecuali kepada 
Pengatur Seluruh Nikmat, bukan kepada yang selain-Nya, seperti berhala-berhala. 
Sebagai konsekuensinya, manusia yang