Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik aris solikhah
Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran 
saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan 
menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat 
terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir?
   
  Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya 
jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya 
hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai 
pudar
   
  Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ 
Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak  sedikit demi 
sedikit hidup  berputar...Hanya saja kita harus memilih...
   
  salam,
  aris

RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini.

Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan 
terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta.

Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga 
generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu 
Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi 
baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram.

Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak 
menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat.

Syukurlah.

salam

danardono






--- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah 
wrote:

 Mbah, 
 Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah. 
Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis, suatu saat 
keputusan Wakil Walikota (baru wakil ya, belum walikotanya) ini akan 
berubah. Poro pinisepuh sampun digantosaken tiyang anom (orang-orang 
tua telah digantikan orang-orang muda)., orang-orang muda yang 
Insya Allah berkeinginan tak jauh berbeda dengan impian saya. ^_^ 
Just matter of time...
 
 Sayang sekali wakil walikota ini perlu menafsirkan ulang Sila I 
pancasila... Ketuhanan Yang Maha EsaBenarkah Syariat ISlam 
bertabrakan dengan sila I tersebut. Apalagi Abu Bakar mengatakan 
tidak akan memaksa pemeluk lain untuk melaksanakan syariat ISlam 
^_^. 
 
 NIlai Ketuhanan yang Maha Esa dimasukkan dalam sila pertama, 
spirit Ketuhanan adalah spirit of life semua manusia yang mewadahi 
kenyataan pluralnggih kan mbah. BUkan spirit of pluralism.
 
 salam,
 aris
 
 
 
 RM Danardono HADINOTO wrote:
 Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
 Minggu, 18 Juni 2006 | 17:41 WIB
 
 TEMPO Interaktif, Solo:Pemerintah Kota Solo tidak tertarik membahas
 usulan pengasuh Pesantren Al Mukmin Ngruki Abu Bakar Ba'asyir yang
 menginginkan adanya peraturan daerah bernafaskan Islam di kota itu.
 
 Menurut Wakil Wali Kota Solo, Hadi Rudyatmo, peraturan seperti itu
 akan bertabrakan dengan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan 
Negara
 Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Kemajukan
 masyarakat Kota Solo harus juga menjadi pertimbangan. Jadi rasanya
 kami tidak akan membuat Perda Syariat Islam, kata Rudyatmo, 
Minggu 
 siang.
 
 Kalangan DPRD setempat juga sependapat dengan
 Rudyatmo. Menurut Ketua Fraksi Persatuan Demokrat,
 Supriyanto, Kota Solo tidak memerlukan adanya peraturan
 yang mengatur agama tertentu. Menurut dia, masyarakat
 Kota Solo sangat majemuk dan pluralis. Dia justru
 khawatir bila ada peraturan yang mengatur agama tertentu
 akan membuat persoalan bagi agama yang lain.
 Biarkan masyarakat yang majemuk ini tetap dalam
 koridor agamanya masing-masing, kata dia.
 
 Ba'asyir yang baru saja bebas dari penjara mengajukan
 usul agar Pemerintah Kota Solo membuat peraturan
 daerah yang mengatur tentang keharusan melaksanakan
 syariat Islam pagi para pemeluknya. Kepada sejumlah pejabat yang
 mengunjunginya di Pondok Pesantren Al
 Mukmin, Ngruki, Sabtu lalu, Ba'asyir
 mengatakan hal itu.
 
 Misalnya kewajiban menjalankan salat lima waktu, bila
 ada umat Islam yang tidak mengerjakannya polisi harus
 menindaknya. Perda juga harus memuat ketentuan lain
 seperti kewajiban puasa di bulan Ramadan, kewajiban
 haji bagi yang mampu, mengenakan jilbab bagi muslimah.
 Juga dilarang menjalankan judi, minum keras dan
 sebagainya,'' ujarnya.
 
 Amir Majelis Mujahidin Indonesia ini juga mengatakan
 alasan usulannya lantaran umat Islam merupakan mayoritas penduduk
 Indonesia. Adapun kewajiban bagi setiap mukmin adalah saling
 mengingatkan dan saling menasehati. ''Saya
 tidak mungkin mengusulkan ini di Amerika Serikat yang
 warga muslimnya hanya sedikit. Perlu ditegaskan,
 terhadap kaum non-muslim kita tidak boleh memaksa
 mereka melakukan ajaran Islam,'' kata Ba'asyir.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
*
**
 Berdikusi dg Santun  Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju 
Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality  Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
 
*
**
 

Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik Ari Condro
ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim
dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji
hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir.  :D

On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya
 budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang,
 gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan
 Hindu Buddha.

 Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi
 sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri
 dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko?
 ya bukan Jawa lagi!

 Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa
 ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi.

 Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat
 dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa
 klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro.
 RTidak kecil mbak.

 Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus
 gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih.

 Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang
 berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang
 nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat,
 Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam...

 Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak.
 Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia..

 Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho
 mbak. I know what happen there.

 Salam

 danardono

 --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com, aris
 solikhah [EMAIL PROTECTED]

 wrote:
 
  Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta,
 waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat
 Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam
 terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah
 harus khawatir?
 
  Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan
 budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua
 budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan
 santun kehalusan solo mulai pudar
 
  Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi
 kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau
 tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus
 memilih...
 
  salam,
  aris
 
  RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini.
 
  Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan
  terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta.
 
  Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga
  generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu
  Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari
 tradisi
  baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram.
 
  Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak
  menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat.
 
  Syukurlah.
 
  salam
 
  danardono
 
 
 
 
 
 
  --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com, aris
 solikhah
  wrote:
  
   Mbah,
   Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah.
  Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis, suatu saat
  keputusan Wakil Walikota (baru wakil ya, belum walikotanya) ini
 akan
  berubah. Poro pinisepuh sampun digantosaken tiyang anom (orang-
 orang
  tua telah digantikan orang-orang muda)., orang-orang muda yang
  Insya Allah berkeinginan tak jauh berbeda dengan impian saya. ^_^
  Just matter of time...
  
   Sayang sekali wakil walikota ini perlu menafsirkan ulang Sila I
  pancasila... Ketuhanan Yang Maha EsaBenarkah Syariat ISlam
  bertabrakan dengan sila I tersebut. Apalagi Abu Bakar mengatakan
  tidak akan memaksa pemeluk lain untuk melaksanakan syariat ISlam
  ^_^.
  
   NIlai Ketuhanan yang Maha Esa dimasukkan dalam sila pertama,
  spirit Ketuhanan adalah spirit of life semua manusia yang mewadahi
  kenyataan pluralnggih kan mbah. BUkan spirit of pluralism.
  
   salam,
   aris
  
  
  
   RM Danardono HADINOTO wrote:
   Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
   Minggu, 18 Juni 2006 | 17:41 WIB
  
   TEMPO Interaktif, Solo:Pemerintah Kota Solo tidak tertarik
 membahas
   usulan pengasuh Pesantren Al Mukmin Ngruki Abu Bakar Ba'asyir
 yang
   menginginkan adanya peraturan daerah bernafaskan Islam di kota
 itu.
  
   Menurut Wakil Wali Kota Solo, Hadi Rudyatmo, peraturan seperti
 itu
   akan bertabrakan dengan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan
  Negara
   Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Kemajukan
   masyarakat Kota Solo harus juga menjadi pertimbangan. Jadi
 rasanya
   kami tidak akan membuat Perda Syariat Islam, kata Rudyatmo,
  Minggu
   siang.
  
  

Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik Ari Condro
http://islam-indonesia.blogspot.com/2005/10/noor-huda-ismail-is-ngruki-terrorism.html
Sunday, October 30, 2005
Noor Huda Ismail: Is Ngruki a terrorism school?
The Jakarta Post on Feb. 28, 2005 released a report on a Ngruki alumni
involved in terrorism activity. As a graduate of that school, I understand
how such people think. In this brief report, I (Noor Huda Ismail, the
writer) would like to share my experiences studying there and investigate
why a fringe of Ngruki alumni are involved in terrorism activities but the
majority are not. What does he say about Ngruki?

***


Ngruki: It is a terrorism school?

By Noor Huda Ismail


The Jakarta Post on Feb. 28, 2005 released a report on a Ngruki alumni
involved in terrorism activity. As a graduate of that school, I understand
how such people think. In this brief report, I would like to share my
experiences studying there and investigate why a fringe of Ngruki alumni are
involved in terrorism activities but the majority are not.

From age 12 to 17 I attended the now-famous Islamic boarding school. A
simple plastic mattress served as my bed in a dingy student dormitory
together with about 20 other students and a volunteer resident assistant
named Fadlullah Hasan, who was three years older than me. Hasan had a
perpetual blue bruise on his forehead from bowing his head to the floor as
the result of his five prayers per day.

Despite his zealous attitude and my more moderate beliefs, Hasan and I
developed a tight bond, mostly rooted in the fact that we both hailed from
the outskirts of Yogyakarta, a two-hour bus ride from Ngruki.

At 4.am. Hasan habitually rose without an alarm clock and promptly woke us
up by gently tapping our backs. After morning prayers in the adjacent
mosque, we read the Koran and consumed Hasan's encouraging words that
reminded us to study and to proselytize Islam.

After two months at Ngruki I realized Hasan used an alias. Like many Ngruki
students, Hasan rejected his given name, Utomo Pamungkas, because it sounded
too Javanese, and not Islamic enough. Hasan, as I always called him,
vanished from Ngruki the following year, and I wouldn't learn his
whereabouts until we had a rather ironic encounter 15 years later.

Ngruki wasn't always famous. It is merely one of thousands of Islamic
boarding schools across Indonesia. But it has emerged as the most notorious
of such schools because dozens of convicted Bali bombers are Ngruki alumni
and its co-founder is Abu Bakar Ba'asyir. Security analysts and police
investigators insist Ngruki's activities are linked with the three major
bombings in Indonesia and at least two dozen smaller explosions, mostly
targeting churches.

Sidney Jones, the director of the Indonesian branch of the International
Crisis Group, has dubbed Ngruki the Ivy League of JI members who are
recruited clandestinely.

Jones has a point. Days before my graduation, Ngruki's faith teacher,
Abdurrohim alias Abu Husna, called me and five other students -- all of whom
had high academic achievements or zealous attitudes -- into his poorly-lit
home. He said, A Muslim should join the Islamic group called Jamaah
Islamiyah, he said. He explained how this movement aimed to establish an
Islamic state.

I was a 17-year-old, and wise enough to refuse his proposal. In fact, my
days at Ngruki were a misfit from the beginning. My secular father worked as
a parole officer who was mainly responsible for handling Islamic militants
that opposed former president and dictator Soeharto. As a means for him to
find out more about the group, he enrolled me in Ngruki.

You make it easy for me to enter and observe the school, my father told
me.

One of his targets of observation was Ngruki's co-founder, Abu Bakar
Ba'asyir, an alleged terrorist leader who I interviewed for my current job
as a reporter for The Washington Post, just a few days before an Indonesian
prosecutor reopened the case against him. In a 65-page indictment, the
prosecutor charged him for being the amir, or leader, of Jamaah Islamiyah
(JI) and declared him responsible for the Marriott Hotel and Bali bombings.

Abu Bakar Basyir, 65, approached me in the crowded and poorly maintained
jail hall wearing a white shirt, a white, boxed Islamic cap, and faded
white-framed eyeglasses. The stocky prisoner by his side was convicted of
blowing up the residence of the Philippines ambassador in 2000. His
unofficial job was to coordinate six prisoners who provide Baasyir daily
assistance with food and laundry.

Baasyir, a self-proclaimed admirer of Osama bin Laden, spewed out his usual
rhetoric, portraying himself as a victim of the infidel Bush's America. Then
he quoted the Koran The infidels will never stop fighting us until we
follow their way.

I know this verse all too well because various teachers drilled it into my
brain by day and night some 14 years ago, when I studied in the sweltering
classrooms that taught nothing but Islam. The only music blasting from
Ngruki's speakers was Nasyid, an Arabic 

Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik aris solikhah
Mbah Dono,
  Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan 
masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti 
eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic dan 
anggun...^_^
   
  Mas Ari yang baik,
  Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya tertarik. 
   
  Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI juga 
hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua bendera 
negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar roya) dengan 
lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih (Al Liwa) adalah 
bendera kemiliteran atau jihad.
   
   Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film Ar 
Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut panji-panji 
Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke tanah atau 
dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya teringat jihadnya 
tiga sahabat dalam tulisan dibawah
  
http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2
   mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji 
Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas.
   
  Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang...
   
  Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan 
keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas tidak 
percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW 
wallahu;alambishawab.
   
  salam,
  aris
Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:
  ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim
dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji
hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D

On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote:

 Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya
 budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang,
 gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan
 Hindu Buddha.

 Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi
 sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri
 dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko?
 ya bukan Jawa lagi!

 Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa
 ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi.

 Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat
 dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa
 klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro.
 RTidak kecil mbak.

 Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus
 gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih.

 Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang
 berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang
 nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat,
 Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam...

 Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak.
 Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia..

 Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho
 mbak. I know what happen there.

 Salam

 danardono

 --- In ppiindia@yahoogroups.com 
, aris
 solikhah 

 wrote:
 
  Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta,
 waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat
 Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam
 terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah
 harus khawatir?
 
  Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan
 budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua
 budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan
 santun kehalusan solo mulai pudar
 
  Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi
 kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau
 tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus
 memilih...
 
  salam,
  aris
 
  RM Danardono HADINOTO wrote:
  Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini.
 
  Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan
  terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta.
 
  Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga
  generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu
  Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari
 tradisi
  baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram.
 
  Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak
  menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat.
 
  Syukurlah.
 
  salam
 
  danardono
 
 
 
 
 
 
  --- In ppiindia@yahoogroups.com 
, aris
 solikhah
  wrote:
  
   Mbah,
   Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah.
  Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis, 

Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik Ari Condro
itu emang bendera rosulullah

On 6/20/06, aris solikhah [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Mbah Dono,
 Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan
 masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti
 eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic
 dan anggun...^_^

 Mas Ari yang baik,
 Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya
 tertarik.

 Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI
 juga hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua
 bendera negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar
 roya) dengan lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih
 (Al Liwa) adalah bendera kemiliteran atau jihad.

 Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film
 Ar Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut
 panji-panji Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke
 tanah atau dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya
 teringat jihadnya tiga sahabat dalam tulisan dibawah

 http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2
 mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji
 Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas.

 Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang...

 Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan
 keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas
 tidak percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW
 wallahu;alambishawab.

 salam,
 aris

 Ari Condro [EMAIL PROTECTED] masarcon%40gmail.com wrote:
 ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia
 klaim
 dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji
 panji
 hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D

 On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote:
 
  Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya
  budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang,
  gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan
  Hindu Buddha.
 
  Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi
  sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri
  dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko?
  ya bukan Jawa lagi!
 
  Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa
  ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi.
 
  Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat
  dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa
  klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro.
  RTidak kecil mbak.
 
  Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus
  gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih.
 
  Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang
  berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang
  nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat,
  Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam...
 
  Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak.
  Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia..
 
  Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho
  mbak. I know what happen there.
 
  Salam
 
  danardono
 
  --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com
 , aris
  solikhah
 
  wrote:
  
   Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta,
  waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat
  Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam
  terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah
  harus khawatir?
  
   Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan
  budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua
  budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan
  santun kehalusan solo mulai pudar
  
   Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi
  kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau
  tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus
  memilih...
  
   salam,
   aris
  
   RM Danardono HADINOTO wrote:
   Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini.
  
   Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan
   terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta.
  
   Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga
   generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu
   Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari
  tradisi
   baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram.
  
   Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak
   menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat.
  
   Syukurlah.
  
   salam
  
   danardono
  
  
  
  
  
  
   

Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir

2006-06-19 Terurut Topik aris solikhah
Inggih mas saestu, menawi kulo lepat lan goroh sumonggo jenengan matur punapa 
cek dateng organisasi tersebut. (Betul mas, jika salah silakan cek). saya lagi 
latihan bahasa jawa nih he he he
   
  matursuwun
  

Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote:
  itu emang bendera rosulullah

On 6/20/06, aris solikhah wrote:

 Mbah Dono,
 Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan
 masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti
 eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic
 dan anggun...^_^

 Mas Ari yang baik,
 Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya
 tertarik.

 Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI
 juga hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua
 bendera negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar
 roya) dengan lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih
 (Al Liwa) adalah bendera kemiliteran atau jihad.

 Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film
 Ar Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut
 panji-panji Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke
 tanah atau dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya
 teringat jihadnya tiga sahabat dalam tulisan dibawah

 http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2
 mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji
 Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas.

 Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang...

 Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan
 keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas
 tidak percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW
 wallahu;alambishawab.

 salam,
 aris

 Ari Condro  wrote:
 ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia
 klaim
 dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji
 panji
 hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D

 On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote:
 
  Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya
  budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang,
  gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan
  Hindu Buddha.
 
  Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi
  sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri
  dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko?
  ya bukan Jawa lagi!
 
  Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa
  ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi.
 
  Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat
  dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa
  klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro.
  RTidak kecil mbak.
 
  Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus
  gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih.
 
  Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang
  berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang
  nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat,
  Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam...
 
  Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak.
  Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia..
 
  Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho
  mbak. I know what happen there.
 
  Salam
 
  danardono
 
  --- In ppiindia@yahoogroups.com 

 , aris
  solikhah
 
  wrote:
  
   Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta,
  waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat
  Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam
  terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah
  harus khawatir?
  
   Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan
  budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua
  budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan
  santun kehalusan solo mulai pudar
  
   Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi
  kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau
  tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus
  memilih...
  
   salam,
   aris
  
   RM Danardono HADINOTO wrote:
   Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini.
  
   Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan
   terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta.
  
   Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga
   generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu
   Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari
  tradisi
   baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram.
  
   Dan ini takkan diubah oleh