Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir? Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai pudar Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus memilih... salam, aris RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini. Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta. Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram. Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat. Syukurlah. salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah wrote: Mbah, Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah. Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis, suatu saat keputusan Wakil Walikota (baru wakil ya, belum walikotanya) ini akan berubah. Poro pinisepuh sampun digantosaken tiyang anom (orang-orang tua telah digantikan orang-orang muda)., orang-orang muda yang Insya Allah berkeinginan tak jauh berbeda dengan impian saya. ^_^ Just matter of time... Sayang sekali wakil walikota ini perlu menafsirkan ulang Sila I pancasila... Ketuhanan Yang Maha EsaBenarkah Syariat ISlam bertabrakan dengan sila I tersebut. Apalagi Abu Bakar mengatakan tidak akan memaksa pemeluk lain untuk melaksanakan syariat ISlam ^_^. NIlai Ketuhanan yang Maha Esa dimasukkan dalam sila pertama, spirit Ketuhanan adalah spirit of life semua manusia yang mewadahi kenyataan pluralnggih kan mbah. BUkan spirit of pluralism. salam, aris RM Danardono HADINOTO wrote: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir Minggu, 18 Juni 2006 | 17:41 WIB TEMPO Interaktif, Solo:Pemerintah Kota Solo tidak tertarik membahas usulan pengasuh Pesantren Al Mukmin Ngruki Abu Bakar Ba'asyir yang menginginkan adanya peraturan daerah bernafaskan Islam di kota itu. Menurut Wakil Wali Kota Solo, Hadi Rudyatmo, peraturan seperti itu akan bertabrakan dengan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Kemajukan masyarakat Kota Solo harus juga menjadi pertimbangan. Jadi rasanya kami tidak akan membuat Perda Syariat Islam, kata Rudyatmo, Minggu siang. Kalangan DPRD setempat juga sependapat dengan Rudyatmo. Menurut Ketua Fraksi Persatuan Demokrat, Supriyanto, Kota Solo tidak memerlukan adanya peraturan yang mengatur agama tertentu. Menurut dia, masyarakat Kota Solo sangat majemuk dan pluralis. Dia justru khawatir bila ada peraturan yang mengatur agama tertentu akan membuat persoalan bagi agama yang lain. Biarkan masyarakat yang majemuk ini tetap dalam koridor agamanya masing-masing, kata dia. Ba'asyir yang baru saja bebas dari penjara mengajukan usul agar Pemerintah Kota Solo membuat peraturan daerah yang mengatur tentang keharusan melaksanakan syariat Islam pagi para pemeluknya. Kepada sejumlah pejabat yang mengunjunginya di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sabtu lalu, Ba'asyir mengatakan hal itu. Misalnya kewajiban menjalankan salat lima waktu, bila ada umat Islam yang tidak mengerjakannya polisi harus menindaknya. Perda juga harus memuat ketentuan lain seperti kewajiban puasa di bulan Ramadan, kewajiban haji bagi yang mampu, mengenakan jilbab bagi muslimah. Juga dilarang menjalankan judi, minum keras dan sebagainya,'' ujarnya. Amir Majelis Mujahidin Indonesia ini juga mengatakan alasan usulannya lantaran umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Adapun kewajiban bagi setiap mukmin adalah saling mengingatkan dan saling menasehati. ''Saya tidak mungkin mengusulkan ini di Amerika Serikat yang warga muslimnya hanya sedikit. Perlu ditegaskan, terhadap kaum non-muslim kita tidak boleh memaksa mereka melakukan ajaran Islam,'' kata Ba'asyir. * ** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia * **
Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang, gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan Hindu Buddha. Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko? ya bukan Jawa lagi! Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi. Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro. RTidak kecil mbak. Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih. Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat, Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam... Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak. Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia.. Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho mbak. I know what happen there. Salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com, aris solikhah [EMAIL PROTECTED] wrote: Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir? Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai pudar Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus memilih... salam, aris RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini. Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta. Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram. Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat. Syukurlah. salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com, aris solikhah wrote: Mbah, Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah. Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis, suatu saat keputusan Wakil Walikota (baru wakil ya, belum walikotanya) ini akan berubah. Poro pinisepuh sampun digantosaken tiyang anom (orang- orang tua telah digantikan orang-orang muda)., orang-orang muda yang Insya Allah berkeinginan tak jauh berbeda dengan impian saya. ^_^ Just matter of time... Sayang sekali wakil walikota ini perlu menafsirkan ulang Sila I pancasila... Ketuhanan Yang Maha EsaBenarkah Syariat ISlam bertabrakan dengan sila I tersebut. Apalagi Abu Bakar mengatakan tidak akan memaksa pemeluk lain untuk melaksanakan syariat ISlam ^_^. NIlai Ketuhanan yang Maha Esa dimasukkan dalam sila pertama, spirit Ketuhanan adalah spirit of life semua manusia yang mewadahi kenyataan pluralnggih kan mbah. BUkan spirit of pluralism. salam, aris RM Danardono HADINOTO wrote: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir Minggu, 18 Juni 2006 | 17:41 WIB TEMPO Interaktif, Solo:Pemerintah Kota Solo tidak tertarik membahas usulan pengasuh Pesantren Al Mukmin Ngruki Abu Bakar Ba'asyir yang menginginkan adanya peraturan daerah bernafaskan Islam di kota itu. Menurut Wakil Wali Kota Solo, Hadi Rudyatmo, peraturan seperti itu akan bertabrakan dengan UUD 1945 yang secara tegas menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Kemajukan masyarakat Kota Solo harus juga menjadi pertimbangan. Jadi rasanya kami tidak akan membuat Perda Syariat Islam, kata Rudyatmo, Minggu siang.
Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
http://islam-indonesia.blogspot.com/2005/10/noor-huda-ismail-is-ngruki-terrorism.html Sunday, October 30, 2005 Noor Huda Ismail: Is Ngruki a terrorism school? The Jakarta Post on Feb. 28, 2005 released a report on a Ngruki alumni involved in terrorism activity. As a graduate of that school, I understand how such people think. In this brief report, I (Noor Huda Ismail, the writer) would like to share my experiences studying there and investigate why a fringe of Ngruki alumni are involved in terrorism activities but the majority are not. What does he say about Ngruki? *** Ngruki: It is a terrorism school? By Noor Huda Ismail The Jakarta Post on Feb. 28, 2005 released a report on a Ngruki alumni involved in terrorism activity. As a graduate of that school, I understand how such people think. In this brief report, I would like to share my experiences studying there and investigate why a fringe of Ngruki alumni are involved in terrorism activities but the majority are not. From age 12 to 17 I attended the now-famous Islamic boarding school. A simple plastic mattress served as my bed in a dingy student dormitory together with about 20 other students and a volunteer resident assistant named Fadlullah Hasan, who was three years older than me. Hasan had a perpetual blue bruise on his forehead from bowing his head to the floor as the result of his five prayers per day. Despite his zealous attitude and my more moderate beliefs, Hasan and I developed a tight bond, mostly rooted in the fact that we both hailed from the outskirts of Yogyakarta, a two-hour bus ride from Ngruki. At 4.am. Hasan habitually rose without an alarm clock and promptly woke us up by gently tapping our backs. After morning prayers in the adjacent mosque, we read the Koran and consumed Hasan's encouraging words that reminded us to study and to proselytize Islam. After two months at Ngruki I realized Hasan used an alias. Like many Ngruki students, Hasan rejected his given name, Utomo Pamungkas, because it sounded too Javanese, and not Islamic enough. Hasan, as I always called him, vanished from Ngruki the following year, and I wouldn't learn his whereabouts until we had a rather ironic encounter 15 years later. Ngruki wasn't always famous. It is merely one of thousands of Islamic boarding schools across Indonesia. But it has emerged as the most notorious of such schools because dozens of convicted Bali bombers are Ngruki alumni and its co-founder is Abu Bakar Ba'asyir. Security analysts and police investigators insist Ngruki's activities are linked with the three major bombings in Indonesia and at least two dozen smaller explosions, mostly targeting churches. Sidney Jones, the director of the Indonesian branch of the International Crisis Group, has dubbed Ngruki the Ivy League of JI members who are recruited clandestinely. Jones has a point. Days before my graduation, Ngruki's faith teacher, Abdurrohim alias Abu Husna, called me and five other students -- all of whom had high academic achievements or zealous attitudes -- into his poorly-lit home. He said, A Muslim should join the Islamic group called Jamaah Islamiyah, he said. He explained how this movement aimed to establish an Islamic state. I was a 17-year-old, and wise enough to refuse his proposal. In fact, my days at Ngruki were a misfit from the beginning. My secular father worked as a parole officer who was mainly responsible for handling Islamic militants that opposed former president and dictator Soeharto. As a means for him to find out more about the group, he enrolled me in Ngruki. You make it easy for me to enter and observe the school, my father told me. One of his targets of observation was Ngruki's co-founder, Abu Bakar Ba'asyir, an alleged terrorist leader who I interviewed for my current job as a reporter for The Washington Post, just a few days before an Indonesian prosecutor reopened the case against him. In a 65-page indictment, the prosecutor charged him for being the amir, or leader, of Jamaah Islamiyah (JI) and declared him responsible for the Marriott Hotel and Bali bombings. Abu Bakar Basyir, 65, approached me in the crowded and poorly maintained jail hall wearing a white shirt, a white, boxed Islamic cap, and faded white-framed eyeglasses. The stocky prisoner by his side was convicted of blowing up the residence of the Philippines ambassador in 2000. His unofficial job was to coordinate six prisoners who provide Baasyir daily assistance with food and laundry. Baasyir, a self-proclaimed admirer of Osama bin Laden, spewed out his usual rhetoric, portraying himself as a victim of the infidel Bush's America. Then he quoted the Koran The infidels will never stop fighting us until we follow their way. I know this verse all too well because various teachers drilled it into my brain by day and night some 14 years ago, when I studied in the sweltering classrooms that taught nothing but Islam. The only music blasting from Ngruki's speakers was Nasyid, an Arabic
Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
Mbah Dono, Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic dan anggun...^_^ Mas Ari yang baik, Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya tertarik. Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI juga hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua bendera negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar roya) dengan lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih (Al Liwa) adalah bendera kemiliteran atau jihad. Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film Ar Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut panji-panji Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke tanah atau dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya teringat jihadnya tiga sahabat dalam tulisan dibawah http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2 mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas. Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang... Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas tidak percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW wallahu;alambishawab. salam, aris Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote: ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote: Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang, gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan Hindu Buddha. Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko? ya bukan Jawa lagi! Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi. Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro. RTidak kecil mbak. Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih. Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat, Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam... Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak. Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia.. Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho mbak. I know what happen there. Salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com , aris solikhah wrote: Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir? Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai pudar Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus memilih... salam, aris RM Danardono HADINOTO wrote: Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini. Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta. Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram. Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat. Syukurlah. salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com , aris solikhah wrote: Mbah, Ini mewakili anspirasi hati mbah ya. ^_^ Kota kelahiran mbah. Solo kini berbeda dengan masa mbah dulu. Saya optimis,
Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
itu emang bendera rosulullah On 6/20/06, aris solikhah [EMAIL PROTECTED] wrote: Mbah Dono, Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic dan anggun...^_^ Mas Ari yang baik, Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya tertarik. Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI juga hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua bendera negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar roya) dengan lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih (Al Liwa) adalah bendera kemiliteran atau jihad. Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film Ar Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut panji-panji Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke tanah atau dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya teringat jihadnya tiga sahabat dalam tulisan dibawah http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2 mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas. Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang... Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas tidak percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW wallahu;alambishawab. salam, aris Ari Condro [EMAIL PROTECTED] masarcon%40gmail.com wrote: ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote: Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang, gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan Hindu Buddha. Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko? ya bukan Jawa lagi! Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi. Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro. RTidak kecil mbak. Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih. Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat, Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam... Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak. Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia.. Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho mbak. I know what happen there. Salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com ppiindia%40yahoogroups.com , aris solikhah wrote: Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir? Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai pudar Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus memilih... salam, aris RM Danardono HADINOTO wrote: Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini. Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta. Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram. Dan ini takkan diubah oleh satu atau seribu Ba'ashir, yang tak menjunjung budaya Jawa itu. Takkan mungkin diterima masyarakat. Syukurlah. salam danardono
Re: [ppiindia] Re: Kota Solo Tak Tertarik Usulan Ba'asyir
Inggih mas saestu, menawi kulo lepat lan goroh sumonggo jenengan matur punapa cek dateng organisasi tersebut. (Betul mas, jika salah silakan cek). saya lagi latihan bahasa jawa nih he he he matursuwun Ari Condro [EMAIL PROTECTED] wrote: itu emang bendera rosulullah On 6/20/06, aris solikhah wrote: Mbah Dono, Mungkin benar dilingkungan terbatas Istana Adiningkrat, bagaimana dengan masyarakat sekitar yang cakupannya agak lebih luas. Kehidupan istana seperti eksklusif mbahMeski demikian aku suka batik-batiknya yang menawan. Unic dan anggun...^_^ Mas Ari yang baik, Bolehkah saya tahu informasi mengenai Pangeran Diponegoro ini? Saya tertarik. Mas yang baik sepahaman saya bendera yang dibawa Hizbut Tahrir dan MMI juga hitam putih bertuliskan dua kalimat syahadat sesungguhnya adalah dua bendera negara Islam masa RAsulullah dan para khilafah, bendera hitam (Ar roya) dengan lafadz syahadat adalah bendera kenegaraan sedang bendera putih (Al Liwa) adalah bendera kemiliteran atau jihad. Sehingga umat muslim siapapun berhak membawanya. Mas bisa melihat di film Ar Risalah...atau buku-buku sejarah Islami lainnya. Masa lalu disebut panji-panji Islam, dalam peperangan bendera tersebut tak boleh jatuh ke tanah atau dijatuhkan musuh. Yang memegangnya biasanya panglimanya. Saya teringat jihadnya tiga sahabat dalam tulisan dibawah http://www.elazhar.net/modules.php?op=modloadname=Newsfile=articlesid=43topic=2 mereka mati-matian mempertahankan bendera ISlam, ya bendera atau panji Rasulullah ialah Al liwa tersebut mas. Setahu saya MMI dan HTI tidak punya lambang... Mereka sering menggunakan kedua bendera tersebut untuk mensosialisasikan keberadaan panji Islam dan Rasulullah yang telah dilupakan. Sekiranya mas tidak percaya mohon cek saja pada kedua gerakan ISlam tersebut. CMIIW wallahu;alambishawab. salam, aris Ari Condro wrote: ngomong ngomong, pangeran diponegoro adalah penegak syariat islam (dia klaim dirinya sebgai imam mahdi), dia mendirikan tarekat sendiri, dan panji panji hitamnya persis seperti benderanya hizbut tahrir. :D On 6/19/06, RM Danardono HADINOTO wrote: Khawatir? oh tidak samasekali. Karena saya yakin akan tebalnya budaya Jawa dipusat wilayah Kejawaan ini. Jawa adalah wayang, gamelan, sendratari, candi, bahasa kawi, dan semua adalah petilsan Hindu Buddha. Bukan Jawa yang harus disesuaikan dengan ke Islaman, tetapi sebaliknya, semua agama yang masuk kemari harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan Jawa. kebudayaan Jawa dengan jilbab dan baju koko? ya bukan Jawa lagi! Kebudayaan Indonesia yang sudah tercemar budaya luar, baik Eropa ataupun gurun pasir, sudah bukan budaya Indonesia lagi. Dikalangan dimana saya bergerak, budaya jawa Surakarta masih sangat dipelihara. Kemenakan saya semua bisa nembang dan menari Jawa klassik. jangan lupa pengaruh keraton Pakubuwono dan Mangkunegoro. RTidak kecil mbak. Bahkan disini, di kedutaan besar Indonesia di Vienna, ada kursus gamelan untuk para pencinta budaya Timur, semuanya orang kulit putih. Kami, kawula Surakarta hayuningrat, masih memuja wayang kulit yang berkisahkan Mahabharatta dan Ramayana. Kami juga masih menyandang nama Jawa, Dewanto, Priambodo, Kuncoroyakti, Suryodiningrat, Djatikusumo, dan bukan nama nama dari negara seribu satu malam... Ba'ashir? Dia hanya sebutir pasir dalam samudra budaya Jawa, mbak. Bukan penentu. Juga semua yang namanya mirip mirip dia.. Saya sering pulang dan pemerhati budaya Surakarta Hayuningrat lho mbak. I know what happen there. Salam danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com , aris solikhah wrote: Mbah.. mungkin sesekali mbah bisa menjenguk kelahiran tercinta, waktu lebaran saya main ke klewer berulangkali,.Dan syariat Islam tidak akan menghancurkan budaya yang sesuai syariat Islam terlebih hanya mengikat kuat terkhusus untuk umat ISlam. Kenapa mbah harus khawatir? Tidak dengan syariat Islam pun, anak mudanya sudah meninggalkan budaya jawanya...bukan hanya budaya jawa, budaya minang, semua budaya tergilas budaya hedonis, hura-hura, liberalisme., sopan santun kehalusan solo mulai pudar Segala sesuatu adalah mungkin tergantung sudut pandang persepsi kita. ^_^ Waktu telah berubah..mbah, Ada Abu Bakar Ba;asyir atau tidak sedikit demi sedikit hidup berputar...Hanya saja kita harus memilih... salam, aris RM Danardono HADINOTO wrote: Saya kenal sekali kota kelahiran, Surakarta Adiningrat ini. Disinilah benteng budaya Jawa, yang justeru akan menghindarkan terjadinya syariatisasi masyarakat Jawa dan Surakarta. Dari generasi ke generasi budaya leluhur Jawa diwariskan. Juga generasi muda tanah Surakarta selalu mengenang kejayaan masa Hindu Buddha yang spiritually langgeng itu. Ini juga terbukti dari tradisi baik Pakubuwanan dan Mangkunegaran, sejak masa kerajaan Mataram. Dan ini takkan diubah oleh