[EMAIL PROTECTED] Re: Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
Buku si Edri (Ito) nan Partamo ko, lai wak caliak2 tarui satiok ka toko buku, tapi ndak juo nampak2 do Kalau nan Kaduo (Rahasi Meede) saambuah nampak. Mak Capten, kok lai masih ado stok Fiksi Ito nan partamo ko, buliah pasan ciek? atau Sidi Boby, Benny atau Mantari Sutan, carian ciek lah... nanti pas di Jkt mbo ambiak. Salam. NAD 32+ _ From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of hambociek Sent: 13 Juni 2008 02:22 Sehubungan dengan posting sebelumnya terlihat pula posting Angku Darul Makmur kira-kira lebih dari dua tahun yang lalu. Silakan lihatt di bawah. Salam, MakNgah --Sjamsir Sjarif --~--~-~--~~~---~--~~ === UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari 200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru === Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe === -~--~~~~--~~--~--~---
[EMAIL PROTECTED] Bls: [EMAIL PROTECTED] Re: Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
assalamualaikum... mamak, bantuaknyo yo menarik juo novelnyo mah, takah da vinci code se...kok lai adoh juo stok bulieh lah ciek lo... salam trisna dewy/25/P - Pesan Asli Dari: Nofend St. Mudo Marola [EMAIL PROTECTED] Kepada: RantauNet@googlegroups.com Terkirim: Jumat, 13 Juni, 2008 16:17:50 Topik: [EMAIL PROTECTED] Re: Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang Buku si Edri (Ito) nan Partamo ko, lai wak caliak2 tarui satiok ka toko buku, tapi ndak juo nampak2 do Kalau nan Kaduo (Rahasi Meede) saambuah nampak. Mak Capten, kok lai masih ado stok Fiksi Ito nan partamo ko, buliah pasan ciek? atau Sidi Boby, Benny atau Mantari Sutan, carian ciek lah... nanti pas di Jkt mbo ambiak. Salam. NAD 32+ From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of hambociek Sent: 13 Juni 2008 02:22 Sehubungan dengan posting sebelumnya terlihat pula posting Angku Darul Makmur kira-kira lebih dari dua tahun yang lalu. Silakan lihatt di bawah. Salam, MakNgah --Sjamsir Sjarif Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga. http://id.toolbar.yahoo.com/ --~--~-~--~~~---~--~~ === UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari 200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru === Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe === -~--~~~~--~~--~--~---
[EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
Rabu, 11 Juni 2008 Catatan Khairul Jasmi di Singgalang OnLine Sudahlah garak takdir Tuhan Kepado Beliau Haji Abdul Manan Kepalo Parang urang namokan Ajalpun sampai sudahlah bayan (dikutip dari Nazam Perang Kamang; H.Achmad Marzuki) Kamang, dinihari 15 Juni 1908: Langit temaram, sinar rembulan berkabut. Ribuan orang berpakaian putih sedang menggelegak darahnya. Seorang haji bernama Haji Abdul Manan, menjadi pemimpin di antara mereka. Sayup-sayup terdengar orang ratib, sayup pula bunyi kentongan dan tabuh terdengar. Negeri akan perang. Anak-anak menyuruk di kamar mandehnya. Istri melepas suami di pintu kamar, takut melepaskan genggaman. Junjungan badan diri akan mengadu nasib membela negeri yang merasai dihina penjajah. Malam itu hingga subuh, ratusan nagari lain di Minangkabau sedang tidur. Tapi Kamang, negeri bertuah itu, bangun dengan darah menggelegak. Kelawang tajam buatan Sungai Puar dipesang satu-satu. Kalau tak dia, saya yang mati! Inilah perang syahid, langkah pertama dengan Bismillah, diikuti ucapan Allahuakbar! Dimana di Minangkabau ini rakyat mau berperang melawan Belanda? Tak banyak benar. Ada di Pasaman dengan Tuanku Imam Bonjol dan tuanku-tuanku lainnya yang terkenal itu. Mandeh Sitti Manggopoh di Manggopoh, seorang perempuan, tapi bagaknya Allahurobbi, tak tertandingi oleh wanita Minangkabau manapun hingga detik ini! Lalu di Kamang. Dan Kamang menyerahkan putra-putra terbaiknya malam hingga subuh itu. Sebanyak 250 orang tewas bersimbah darah. Dirikan di sini tugu tetesan Perang Kamang!, tukas Jenderal AH Nasution saat berkunjung ke Kamang beberapa tahun silam. Tiap nagari punya episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang. Orang-orang Kamang dan sekitarnya, terutama di Agam Tuo menantang dengan keras penindasan melalui pajak yang diterapkan penjajah Belanda. Pajak Di Bukittinggi pada 1 Maret 1908 diumumkanlah pemberlakuan pajak untuk rakyat. Pajak pula yang mau dipungutnya oleh Belanda-belanda itu, padahal hidup sedang marasai. Tak suka rakyat. Ini, himpit berhimpit, sudahlah awak dijajahnya, dikutipnya pula. Controlir Westenenk, kemudian mengeluarkan perintah untuk mendata ulang kekayaan penduduk tertanggal 21 Maret 1908. Perangai meingkek-ingek Belanda ini disambut protes dan tantangan hebat dari seluruh rakyat Minangkabau. Rakyat bergejolak. Di mana-mana suasana panas. Padahal sebelumnya telah diterapkan kultur stelsel, paksaan menanam kopi. Kalau tak salah, 14 Juni 1908 adalah Hari Jumat. Rapat-rapat dan pembicaraan sudah berlangsung sejak awal 1908, makin memanas pada bulan-bulan sesudahnya. Hari-hari menjelang 15 Juni, adalah hari yang gelisah. Lalu kenapa Kamang? Mengutip catatan Ketua Bamus Nagari Kamang Ilia dan Sekretaris Panitia Peringatan Seabad Perang Kamang 1908, Muhammad Razi,SE., jelas bahwa Kamang adalah nagari yang maju. Nagari ini terletak bujuran Bukit Barisan. Nagari dengan Kelarasan Koto Piliang ini, dicerminkan sebagai sebuah nagari dengan yang mobilitasnya cukup tinggi. Perang Kamang itu melibatkan semua tokoh tali tigo sapilin, Angku Lareh A Wahid Kari Mudo dan M Saleh Dt Rajo Penghulu, H Abdul Manan. Di Kamang memang ada satu lareh yang berkedudukan di Jalan Basimpang Jorong Pintu Koto. Masih menurut Muhammad Razi, nama Kamang mulai dicatat menyusul pemurnian agama di Minangkabau. Gerakan ini, katanya, dipimpin Tuaku Nan Tuo dari Cangkiang, IV Angkek yang kemudian menjadi gerakan Pidari setelah Tuanku Nan Renceh mendapat kawan sepaham yakni Haji Miskin dan Haji Piobang. Kamang, dicatat juga sebagai benteng yang kuat. Bahkan di sana aga goa Perang Pidari yang bebatuannya tempo hari banyak diambil orang. Pada 25 Oktober 1833 lahirlah ayang yang dikenal sebagai Plakat Panjang, sebuah plakat yang menjerat Minangkabau kemudian hari. Masih sesuai catatan Muhamamd Razi, pungutan pajak yang hendak diterapkan itu nyaris diamini oleh laras-laras lainnya. Tapi Laras Kamang, Garang Dt Palindih menantangnya. Dalam rapat para laras dengan Westenek 11 Maret 1908 di Bukittinggi, sikapnya itu terlihat jelas. Buntu, Belanda ingin memaksakan kehendaknya. Maka Datuk Garang kita ini bangkit keperpihakannya kepada rakyat. Ia bersama A.Wahid Kari Mudo, H.Jamik. M Saleh Dt Rajo Penghulu serta tokoh masyarakat lainnya mempersiapkan diri guna menghadapi kemungkinan terburuk. D Kamang Mudiak Haji Abdul Manan, ulama hebat itu, telah mengambil sikap serupa pula. Tak mau dia rakyat dibebani lagi. Abdul Manan punya banyak pengikut yang setia. Catatan sejarah lainnya menunjukkan, rumah Haji Abdul Manan dikepung oleh Belanda. Pasukan Belanda dalam laporannya: Kemudian kami terus ke Kampung Tangah dan di sana kami mengelilingi rumah kedua Haji Abdul Manan. Kedengaran ribut ribut dalam rumah, lalu istri haji itu menjerit keras keras secara mencurigakan. Begitu keras supaya didengar seluruh kampung. Semua kata kata saya tidak berhasil biar tuan kumandur, saya tidak akan buka pintu. Ulama ini akhirnya tertembak, sebagaimana laporan
[EMAIL PROTECTED] Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
Takana carito basambuang di Haluan saisuak: HURU-HARA DI NGALAU KAMANG.. - Pesan Asli Dari: Nofend St. Mudo Marola [EMAIL PROTECTED] Kepada: RantauNet@googlegroups.com; [EMAIL PROTECTED] Terkirim: Kamis, 12 Juni, 2008 13:07:33 Topik: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang Rabu, 11 Juni 2008 Catatan Khairul Jasmi di Singgalang OnLine Sudahlah garak takdir Tuhan Kepado Beliau Haji Abdul Manan Kepalo Parang urang namokan Ajalpun sampai sudahlah bayan (dikutip dari Nazam Perang Kamang; H.Achmad Marzuki) Kamang, dinihari 15 Juni 1908: Langit temaram, sinar rembulan berkabut. Ribuan orang berpakaian putih sedang menggelegak darahnya. Seorang haji bernama Haji Abdul Manan, menjadi pemimpin di antara mereka. Sayup-sayup terdengar orang ratib, sayup pula bunyi kentongan dan tabuh terdengar. Negeri akan perang. Anak-anak menyuruk di kamar mandehnya. Istri melepas suami di pintu kamar, takut melepaskan genggaman. Junjungan badan diri akan mengadu nasib membela negeri yang merasai dihina penjajah. Malam itu hingga subuh, ratusan nagari lain di Minangkabau sedang tidur. Tapi Kamang, negeri bertuah itu, bangun dengan darah menggelegak. Kelawang tajam buatan Sungai Puar dipesang satu-satu. Kalau tak dia, saya yang mati! Inilah perang syahid, langkah pertama dengan Bismillah, diikuti ucapan Allahuakbar! Dimana di Minangkabau ini rakyat mau berperang melawan Belanda? Tak banyak benar. Ada di Pasaman dengan Tuanku Imam Bonjol dan tuanku-tuanku lainnya yang terkenal itu. Mandeh Sitti Manggopoh di Manggopoh, seorang perempuan, tapi bagaknya Allahurobbi, tak tertandingi oleh wanita Minangkabau manapun hingga detik ini! Lalu di Kamang. Dan Kamang menyerahkan putra-putra terbaiknya malam hingga subuh itu. Sebanyak 250 orang tewas bersimbah darah. Dirikan di sini tugu tetesan Perang Kamang!, tukas Jenderal AH Nasution saat berkunjung ke Kamang beberapa tahun silam. Tiap nagari punya episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang. Orang-orang Kamang dan sekitarnya, terutama di Agam Tuo menantang dengan keras penindasan melalui pajak yang diterapkan penjajah Belanda. Pajak Di Bukittinggi pada 1 Maret 1908 diumumkanlah pemberlakuan pajak untuk rakyat. Pajak pula yang mau dipungutnya oleh Belanda-belanda itu, padahal hidup sedang marasai. Tak suka rakyat. Ini, himpit berhimpit, sudahlah awak dijajahnya, dikutipnya pula. Controlir Westenenk, kemudian mengeluarkan perintah untuk mendata ulang kekayaan penduduk tertanggal 21 Maret 1908. Perangai meingkek-ingek Belanda ini disambut protes dan tantangan hebat dari seluruh rakyat Minangkabau. Rakyat bergejolak. Di mana-mana suasana panas. Padahal sebelumnya telah diterapkan kultur stelsel, paksaan menanam kopi. Kalau tak salah, 14 Juni 1908 adalah Hari Jumat. Rapat-rapat dan pembicaraan sudah berlangsung sejak awal 1908, makin memanas pada bulan-bulan sesudahnya. Hari-hari menjelang 15 Juni, adalah hari yang gelisah. Lalu kenapa Kamang? Mengutip catatan Ketua Bamus Nagari Kamang Ilia dan Sekretaris Panitia Peringatan Seabad Perang Kamang 1908, Muhammad Razi,SE., jelas bahwa Kamang adalah nagari yang maju. Nagari ini terletak bujuran Bukit Barisan. Nagari dengan Kelarasan Koto Piliang ini, dicerminkan sebagai sebuah nagari dengan yang mobilitasnya cukup tinggi. Perang Kamang itu melibatkan semua tokoh tali tigo sapilin, Angku Lareh A Wahid Kari Mudo dan M Saleh Dt Rajo Penghulu, H Abdul Manan. Di Kamang memang ada satu lareh yang berkedudukan di Jalan Basimpang Jorong Pintu Koto. Masih menurut Muhammad Razi, nama Kamang mulai dicatat menyusul pemurnian agama di Minangkabau. Gerakan ini, katanya, dipimpin Tuaku Nan Tuo dari Cangkiang, IV Angkek yang kemudian menjadi gerakan Pidari setelah Tuanku Nan Renceh mendapat kawan sepaham yakni Haji Miskin dan Haji Piobang. Kamang, dicatat juga sebagai benteng yang kuat. Bahkan di sana aga goa Perang Pidari yang bebatuannya tempo hari banyak diambil orang. Pada 25 Oktober 1833 lahirlah ayang yang dikenal sebagai Plakat Panjang, sebuah plakat yang menjerat Minangkabau kemudian hari. Masih sesuai catatan Muhamamd Razi, pungutan pajak yang hendak diterapkan itu nyaris diamini oleh laras-laras lainnya. Tapi Laras Kamang, Garang Dt Palindih menantangnya. Dalam rapat para laras dengan Westenek 11 Maret 1908 di Bukittinggi, sikapnya itu terlihat jelas. Buntu, Belanda ingin memaksakan kehendaknya. Maka Datuk Garang kita ini bangkit keperpihakannya kepada rakyat. Ia bersama A.Wahid Kari Mudo, H.Jamik. M Saleh Dt Rajo Penghulu serta tokoh masyarakat lainnya mempersiapkan diri guna menghadapi kemungkinan terburuk. D Kamang Mudiak Haji Abdul Manan, ulama hebat itu, telah mengambil sikap serupa pula. Tak mau dia rakyat dibebani lagi. Abdul Manan punya banyak pengikut yang setia. Catatan sejarah lainnya menunjukkan, rumah Haji Abdul Manan dikepung oleh Belanda. Pasukan Belanda dalam laporannya: Kemudian kami terus ke Kampung Tangah dan di sana kami mengelilingi rumah kedua Haji Abdul Manan
[EMAIL PROTECTED] Re: Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
Yah, tulisan yang baik untuk dikenang, tetapi keterangan tiga paragraf di bawah ini mungkin meragukan pembaca awam yang tidak banyak mengamati penggal-penggal waktu sejarah. Kemungkinan orang akan keliru antara Perang Kamang 1908 dengan Perang Paderi/Pelakat Panjang yang disinggung dan dirangkaikan sedikit dalam paragraf ke dua dan ketiga di bawah. Juga mengenai Tuangku Nan Tuo disebutan dari Cangkiang, datanya perlu diakurasikan. Tuangku Nan Tuo seorang Tokoh Guru/Ulama di masa menjelang Perang Hitam Putiah adalah dari Koto Tuo Ampek Angkek, bukan dari Cangkiang (juga di Ampek Angkek). Kuburan Tuanku Nan Tuo masih ada di Tampat di belakang Koto Tabek Laweh di Koto Tuo yang saya sering saya kunjungi dan mampir kalau saya lalu ke sana. Salam, -- Sjamsir Sjarif Lalu kenapa Kamang? Mengutip catatan Ketua Bamus Nagari Kamang Ilia dan Sekretaris Panitia Peringatan Seabad Perang Kamang 1908, Muhammad Razi,SE., jelas bahwa Kamang adalah nagari yang maju. Nagari ini terletak bujuran Bukit Barisan. Nagari dengan Kelarasan Koto Piliang ini, dicerminkan sebagai sebuah nagari dengan yang mobilitasnya cukup tinggi. Perang Kamang itu melibatkan semua tokoh tali tigo sapilin, Angku Lareh A Wahid Kari Mudo dan M Saleh Dt Rajo Penghulu, H Abdul Manan. Di Kamang memang ada satu lareh yang berkedudukan di Jalan Basimpang Jorong Pintu Koto. Masih menurut Muhammad Razi, nama Kamang mulai dicatat menyusul pemurnian agama di Minangkabau. Gerakan ini, katanya, dipimpin Tuaku Nan Tuo dari Cangkiang, IV Angkek yang kemudian menjadi gerakan Pidari setelah Tuanku Nan Renceh mendapat kawan sepaham yakni Haji Miskin dan Haji Piobang. Kamang, dicatat juga sebagai benteng yang kuat. Bahkan di sana aga goa Perang Pidari yang bebatuannya tempo hari banyak diambil orang. Pada 25 Oktober 1833 lahirlah ayang yang dikenal sebagai Plakat Panjang, sebuah plakat yang menjerat Minangkabau kemudian hari. Masih sesuai catatan Muhamamd Razi, pungutan pajak yang hendak diterapkan itu nyaris diamini oleh laras-laras lainnya. Tapi Laras Kamang, Garang Dt Palindih menantangnya. Dalam rapat para laras dengan Westenek 11 Maret 1908 di Bukittinggi, sikapnya itu terlihat jelas. --- In [EMAIL PROTECTED], Lies Suryadi [EMAIL PROTECTED] wrote: Takana carito basambuang di Haluan saisuak: HURU-HARA DI NGALAU KAMANG.. - Pesan Asli Dari: Nofend St. Mudo Marola [EMAIL PROTECTED] Kepada: RantauNet@googlegroups.com; [EMAIL PROTECTED] Terkirim: Kamis, 12 Juni, 2008 13:07:33 Topik: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang Rabu, 11 Juni 2008    Catatan Khairul Jasmi di Singgalang OnLine Sudahlah garak takdir Tuhan Kepado Beliau Haji Abdul Manan Kepalo Parang urang namokan Ajalpun sampai sudahlah bayan (dikutip dari Nazam Perang Kamang; H.Achmad Marzuki) Kamang, dinihari 15 Juni 1908: Langit temaram, sinar rembulan berkabut. Ribuan orang berpakaian putih sedang menggelegak darahnya. Seorang haji bernama Haji Abdul Manan, menjadi pemimpin di antara mereka. Sayup-sayup terdengar orang ratib, sayup pula bunyi kentongan dan tabuh terdengar. Negeri akan perang. Anak-anak menyuruk di kamar mandehnya. Istri melepas suami di pintu kamar, takut melepaskan genggaman. Junjungan badan diri akan mengadu nasib membela negeri yang merasai dihina penjajah. Malam itu hingga subuh, ratusan nagari lain di Minangkabau sedang tidur. Tapi Kamang, negeri bertuah itu, bangun dengan darah menggelegak. Kelawang tajam buatan Sungai Puar dipesang satu-satu. Kalau tak dia, saya yang mati! Inilah perang syahid, langkah pertama dengan Bismillah, diikuti ucapan Allahuakbar! Dimana di Minangkabau ini rakyat mau berperang melawan Belanda? Tak banyak benar. Ada di Pasaman dengan Tuanku Imam Bonjol dan tuanku-tuanku lainnya yang terkenal itu. Mandeh Sitti Manggopoh di Manggopoh, seorang perempuan, tapi bagaknya Allahurobbi, tak tertandingi oleh wanita Minangkabau manapun hingga detik ini! Lalu di Kamang. Dan Kamang menyerahkan putra-putra terbaiknya malam hingga subuh itu. Sebanyak 250 orang tewas bersimbah darah. Dirikan di sini tugu tetesan Perang Kamang!, tukas Jenderal AH Nasution saat berkunjung ke Kamang beberapa tahun silam. Tiap nagari punya episode yang bisa dibanggakannya. Tapi episode Kamang menjadi kebangaan Ranah Minang. Orang-orang Kamang dan sekitarnya, terutama di Agam Tuo menantang dengan keras penindasan melalui pajak yang diterapkan penjajah Belanda. Pajak Di Bukittinggi pada 1 Maret 1908 diumumkanlah pemberlakuan pajak untuk rakyat. Pajak pula yang mau dipungutnya oleh Belanda-belanda itu, padahal hidup sedang marasai. Tak suka rakyat. Ini, himpit berhimpit, sudahlah awak dijajahnya, dikutipnya pula. Controlir Westenenk, kemudian mengeluarkan perintah untuk mendata ulang kekayaan penduduk tertanggal 21 Maret 1908. Perangai meingkek-ingek Belanda ini disambut protes dan tantangan hebat dari seluruh rakyat Minangkabau. Rakyat bergejolak. Di mana-mana suasana panas. Padahal sebelumnya
[EMAIL PROTECTED] Bls: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang
jalan pencarian identitas. Dan ES Ito, pengarang muda itu | mewakili sebuah semangat muda yang tengah bangkit kembali. Semoga kelak ia | tidak menjadi bagian dari seniman yang disebut Rendra sebagai seniman salon | yang hanya bersenandung tentang anggur, wanita dan rembulan. --- In [EMAIL PROTECTED], hambociek [EMAIL PROTECTED] wrote: Yah, tulisan yang baik untuk dikenang, tetapi keterangan tiga paragraf di bawah ini mungkin meragukan pembaca awam yang tidak banyak mengamati penggal-penggal waktu sejarah. Kemungkinan orang akan keliru antara Perang Kamang 1908 dengan Perang Paderi/Pelakat Panjang yang disinggung dan dirangkaikan sedikit dalam paragraf ke dua dan ketiga di bawah. Juga mengenai Tuangku Nan Tuo disebutan dari Cangkiang, datanya perlu diakurasikan. Tuangku Nan Tuo seorang Tokoh Guru/Ulama di masa menjelang Perang Hitam Putiah adalah dari Koto Tuo Ampek Angkek, bukan dari Cangkiang (juga di Ampek Angkek). Kuburan Tuanku Nan Tuo masih ada di Tampat di belakang Koto Tabek Laweh di Koto Tuo yang saya sering saya kunjungi dan mampir kalau saya lalu ke sana. Salam, -- Sjamsir Sjarif Lalu kenapa Kamang? Mengutip catatan Ketua Bamus Nagari Kamang Ilia dan Sekretaris Panitia Peringatan Seabad Perang Kamang 1908, Muhammad Razi,SE., jelas bahwa Kamang adalah nagari yang maju. Nagari ini terletak bujuran Bukit Barisan. Nagari dengan Kelarasan Koto Piliang ini, dicerminkan sebagai sebuah nagari dengan yang mobilitasnya cukup tinggi. Perang Kamang itu melibatkan semua tokoh tali tigo sapilin, Angku Lareh A Wahid Kari Mudo dan M Saleh Dt Rajo Penghulu, H Abdul Manan. Di Kamang memang ada satu lareh yang berkedudukan di Jalan Basimpang Jorong Pintu Koto. Masih menurut Muhammad Razi, nama Kamang mulai dicatat menyusul pemurnian agama di Minangkabau. Gerakan ini, katanya, dipimpin Tuaku Nan Tuo dari Cangkiang, IV Angkek yang kemudian menjadi gerakan Pidari setelah Tuanku Nan Renceh mendapat kawan sepaham yakni Haji Miskin dan Haji Piobang. Kamang, dicatat juga sebagai benteng yang kuat. Bahkan di sana aga goa Perang Pidari yang bebatuannya tempo hari banyak diambil orang. Pada 25 Oktober 1833 lahirlah ayang yang dikenal sebagai Plakat Panjang, sebuah plakat yang menjerat Minangkabau kemudian hari. Masih sesuai catatan Muhamamd Razi, pungutan pajak yang hendak diterapkan itu nyaris diamini oleh laras-laras lainnya. Tapi Laras Kamang, Garang Dt Palindih menantangnya. Dalam rapat para laras dengan Westenek 11 Maret 1908 di Bukittinggi, sikapnya itu terlihat jelas. --- In [EMAIL PROTECTED], Lies Suryadi niadilova@ wrote: Takana carito basambuang di Haluan saisuak: HURU-HARA DI NGALAU KAMANG.. - Pesan Asli Dari: Nofend St. Mudo Marola nofend@ Kepada: RantauNet@googlegroups.com; [EMAIL PROTECTED] Terkirim: Kamis, 12 Juni, 2008 13:07:33 Topik: [EMAIL PROTECTED] Seabad Perang Kamang Rabu, 11 Juni 2008    Catatan Khairul Jasmi di Singgalang OnLine --~--~-~--~~~---~--~~ === UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari 200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru === Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe === -~--~~~~--~~--~--~---