Re: [R@ntau-Net] Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?

2016-05-27 Terurut Topik Maturidi Donsan
*BAHASA MINANG DIAMBANG KEPUNAHAN*



”Ken­de­ru­ngan ma­sya­ra­kat Mi­nang­ka­bau ber­­ba­ha­­­sa Indo­ne­sia
berdasarkan streotip yang beranggapan bahwa berbahasa Indonesia menunjukkan
se­orang ber­pendidikan dan me­nganggap kampuangan kalau tidak ber­bahasa
Indonesia."

Bagi generasi yang lahir 70-an, sebagian besar ya.



Orang minang, mungkin juga etnis lainnya di Nusantara ini, apakah kebetulan
atau memang sudah diprogram masuk kedalam perangkap penyeragaman.



Di era  70-an, begitu anak  masuk SD dst pada saat itu mereka berhadapan
mulainya   digalakan penyeragaman sampai akhir orde baru.



Orang tua  terintimidasi "anak-anak kalau tak pandai bahasa indonesia nanti
akan sulit menerima pelajaran disekolah.



Kebetulan perubahan besar-besaran memang terjadi:



1. Mulai masuknya matematika  menggantikan aljabar/ilmu ukur/stereo dan
goneometri dll dan merubah hampir semua istilah-istilah yang berbau arab
ditukar dengan latin atau asing lainnya seperti

-dalil ke teorema

-Ilmu Alam ke Fisika

-Ilmu Hayat ke Biologi

-Ilmu Bumi ke Geografi

dst.



2. Diperkenalkannya Ejaan Indonesia Baru

Ini juga mengggiring  orang tua agar anak-anak beradaptasi dengan ejaan
baru itu



3   Sesudah PRRI, penyeragaman pemerintahan daerah oleh UU telah menggiring
penulis buku- buku untuk SD  dst menyesuaikan diri.



Bagi orang tua minang  diperkotaan  Sumbar dan dirantau lebih cepat
menyesuaikan diri dengan mendorong anak mereka mulai dari TK berbahasa
Indonesia .



Bagi yang agak lupa  memberi porsi berbahasa minang dalam keluarga,
disengaja atau tidak, terperangkaplah turunannya kebahasa Indonesia dan
meninggalkan bahasa minang.



Pelanjut  yang terlupa bahasa ibu  inilah sekarang yang sudah menjadi orang
tua, bisa dibayangkan bagaimana anak-anak mereka  berbahasa minang,
minangkabau bagi mereka sudah  tempat  wisata saja



Sebenarnya keluhan ini bukan saja dari minang, kawan –kawan  dari  Jawa dll
juga  mengeluhkan hal ini, di Jawa, meskipun mereka sudah punya Dewan
Bahasa Jawa tapi tak bisa membendung turunan mereka berpindah dari bahasa
ibunya, meskipun para orang tua, orang Jawa dengan gencar berbahasa Jawa
dimana mereka berada.



Agar bahasa minang ini tetap hidup perlu langkah berikut:

1. Dimanapun klita orang minang berada,  kedalam, berikan porsi yang cukup
berbahasa minang dalam keluarga.


2. Keluar suarakan bahasa minang itu dimana-mana sesuai dengan kontek,
masukkan bahasa minang itu ke pasar apakah verbal,  media cetak,
elektronik. Seperti, saran dari si Burung Merak-Rendra.

Bahasa itu akan hidup bila dia masuk pasar.



Maturidi

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


Re: [R@ntau-Net] Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?

2016-05-24 Terurut Topik Sjamsir Sjarif
https://www.google.com/search?q=baruak+manjek=us=imnv=lnms=isch=X=0ahUKEwi_tvHH4PLMAhUHGFIKHYbWAHgQ_AUICCgB=320=460=2#imgrc=QYfncUylmwRwVM%3A

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


Re: [R@ntau-Net] Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?

2016-05-23 Terurut Topik Abraham Ilyas
*Kecenderungan masyarakat Minangkabau berbahasa Indonesia berdasarkan
streotip yang beranggapan bahwa berbahasa Indonesia menunjukkan seorang
berpendidikan dan menganggap kampuangan kalau tidak berbahasa Indonesia.
Dengan demikian mereka mulai meninggalkan bahasa seharihari (bahasa
Minangkabau) me­reka.*


*-*
Iko bana nan alah dikarajokan dek OPR lebih dari setengah abad yl di ranah
kutiko manakuik-nakuik-i dunsanaknyo sakampuang>

Siapa yang hendak berurusan? tanya tentara OPR itu dalam bahasa
Indonesia.
*Kamanakan wak ko ha,* jawab wali jorong
*Di sika harus cara Indonesia!* kata tentara OPR itu garang.
Mendengar kata-kata disika satu di antara ibu-ibu yang sedang menunggu itu
menahan tawa sambil menutup mulut.


*Jangan gelak-gelakApa yang digelakkan?* bentak tentara OPR ke
arah ibu-ibu itu.
Si ibu itu menekur dan terdiam.
Ibu yang satunya masih tersenyum.

*Jangan cimees-cimees disika! Kesika mau mintak surat atau mau
mencimees?.Kalau cimees-cimees nanti kamu tidak diagis surat*.

http://prri.nagari.or.id/surat.php

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


[R@ntau-Net] Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?

2016-05-21 Terurut Topik Sjamsir Sjarif

Dari Haluan kito baco.

Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan? 
Dibaca: *185* kali 
Sabtu,21 Mei 2016 - 04:26:31 WIB
[image: Bahasa Minangkabau di Ambang Kepunahan?] 

*Bahasa *menunjukkan bangsa. Pribahasa ini memiliki makna, dengan bahasa 
dapat mengetahui asal-usul seseorang. Sedangkan dalam gurindam Minangkabau 
menyatakan, *nan kuriak iolah kundi, nan merah iolah sago, nan baiak iolah 
budi, nan indah iolah bahaso.* Berdasarkan gurindam dan pribahasa tersebut, 
menunjukkan bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 
bersosialisasi dengan identitasnya.

Sementara keabadian yang selalu ada dan tidak dapat dipungkiri adalah 
perubahan. Namun perubahan dimaksud tidak harus merombak ta­tanan yang 
telah terbentuk semenjak nenek moyang, ideal­nya. Kenyataan ber­bi­cara 
lain, terlihat dari feno­mena kehidupan masyarakat Minangkabau kini, 
cenderung berbahasa Indonesia dalam berinteraksi di ranah kam­pung 
halamannya *(local ge­nius*), berawal dari dalam keluarga sebagai miniatur 
bentuk masyarakat*.* Semen­tara gurindam adat me­ngi­syaratkan, *dima bumi 
dipijak, di sinan rantiang dipatahkan* atau *aie disauak* kurang ber­fungsi 
lagi.

Kecen­de­ru­ngan ma­sya­ra­kat Mi­nang­ka­bau ber­­ba­ha­­­sa Indo­ne­sia 
berdasarkan streotip yang beranggapan bahwa berbahasa Indonesia menunjukkan 
se­orang ber­pendidikan dan me­nganggap kampuangan kalau tidak ber­bahasa 
Indonesia. Dengan demikian mereka mulai me­ninggalkan bahasa sehari-hari 
(bahasa Mi­nang­kabau) me­reka. Tidak jarang mereka men*translate 
*(me­min­dah­kan) 
bahasa Minang­kabau ke bentuk bahasa Indo­nesia ber­dasarkan analogi 
mereka, sehingga kadangkala hasil *translate* yang mere­ka gu­na­kan 
membu­at ke­ge­lian orang mendengar­nya.

Contoh kata dalam bahasa Minang yang mereka *translate* ke bentuk kata 
bahasa In­donesia ialah* “pacik”* mereka indonesiakan menjadi “pa­cit”; “
*cako”* menjadi “caka”; *“garik”* menjadi “gait”; *“saki­lo” *menjadi 
“sekila”; *“ka­rambia” *menjadi “kerambil”; dan sebgainya. *Translate* yang 
mereka lakukan kadangkala tidak cocok secara kaidah keilmuan bahasa, semata 
me­reka lakukan hanya menurut apriori ingin menunjukkan mereka 
berpendidikan dan orang kota. Di sisi lain, ke­cenderungan mereka 
ber­bahasa Indonesia terlihat di dalam keluarga mereka ma­sing-masing, 
seperti dari segi sebutan abang untuk sebutan pada suami. Padahal dalam 
bahasa Minang, sebutan ke­pada suami adalah *uda* atau *uwan*.

Keengganan berbahasa Minang juga disebabkan ka­rena anggap bahasa mereka 
rendah atau kasar. Contoh kata yang dianggap rendah atau kasar di kalangan 
orang tua kepada yang muda adalah *ang *untuk sebutan pada laki-laki dan *kau 
*untuk me­nun­jukkan anak perempuan. Pa­dahal, selain kata *ang *dan *kau 
*untuk 
maksud di atas, tidak ada kosa kata lain atau sinonimnya. Ka­ta *aden 
*dikono­ta­si­kan 
kasar untuk menyatakan diri bagi anak laki-laki. Kini se­butan untuk 
menyatakan diri dan kata panggilan kepada yang lebih muda diganti de­ngan 
sebutan nama atau anan­da. Untuk anak perempuan ini hal yang lazim dan 
tidak berdampak pada perubahan kharakter prilakunya. Tetapi, untuk anak 
laki-laki sebutan nama atau ananda kurang lazim dan akan berdampak pada 
perubahan kharakter prilakunya seperti sensitif, cengeng, atau modis 
seba­gaimana umumnya anak pe­rempuan. Padahal, anak laki-laki merupakan 
pemimpin dan hidupnya harus gigih berjuang mengarungi sa­mu­dra kehidupan.

Akibat dari sikap masya­rakat Minangkabau yang kini lebih apriori terhadap 
peng­gunaan bahasa Indonesia akan menimbulkan kehi­la­ngan kosa kata bahasa 
Minang bagi generasi Minang itu sendiri. Bentuk kata-kata bahasa Minang 
yang sudah hilang di kalangan generasi Minangkabau adalah *cipie, pinggan, 
garan, suku, limotali, cibuak, lutuang, gabak, ce­wang, *dan sebagainya. 
Kehi­langan kosa kata merupakan suatu bentuk penanda yang merujuk pada 
petanda akan punahnya bahasa Minang (berdasarkan konsep se­mio­logi). 
Akankah bahasa Mi­nang­kabau akan hilang se­bagaimana bahasa-bahasa yang 
punah, seperti latin?

Kehilangan bahasa akan merambah pa­da kehilangan bu­daya sebab ba­hasa 
ba­hagian yang ti­dak terpi­sah­kan dari budaya suatu etnik. Siapa lagi 
yang akan memajukan atau mempertahankan bahasa atau budaya Minang, kalau 
bukan orang Minang itu sendiri?

Memasyarakatkan bahasa Indonesia bukan berarti meng­hilangkan bahasa daerah 
(bahasa Minangkabau). Me­makai bahasa daerah bukan berarti tidak mencintai 
ba­hasa persatuan (bahasa Indo­nesia) yang jadi kebanggaan kita berbangsa 
dan bernegara. Hanya saja tempatkanlah penggunaan bahasa tersebut sesuai 
dengan teks dan kon­teks penggunaanya. Meng­gunakan bahasa Minang­ka­bau, 
bukan berarti kam­pu­ngan. Bahasa Minangkabau menjadi identitas (jati diri) 
orang Minangkabau yang melekat dengan budayanya dan tidak akan mudah 
ter­pupus terhadap nilai-nilai keminangan.

Bahasa Minangkabau se­bagai daya untuk meng­hi­dupkan kearifan lokal *(Local 
Genius)*. Juga berfungsi se­bagai sarana