Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51
Ustad Ridha; Kalau Ustad merasa tidak merasa melakukan ad hominem, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Hanya bagi diri saya sendiri, antara 'doing good things' dengan 'doing things goods', sesuatu hal tidak bisa dipisah-pisah. Islam itu kebajikan, mengaktualisasikan Islam harus dengan cara yang bajik. Islam tidak hanya tujuan, tetapi juga cara. Bagi saya mengorek-ngorek kekeliruan orang lain yang pendapatnya tidak saya sukai, bukan kebajikan. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Kekurangan seseorang tidak menyebabkan apa yang disampaikannya lalu salah semua. Jusfiq Hadjar, musuh orang Minang nomor satu, dan lawan saya bakaruak arang selama bertahun-tahun di Proletar dan Apakabar, pernah saya sampaikan kebaikannya di sini, seperti keberpihakannya secara konsisten terhadap orang-orang yang teraniaya, termasuk umat Islam dalam peristiwa Tanjung Priok, masyarakat Aceh sewaktu DOM diberlakukan, rakyat Irak dalam Perang Teluk dan yang dizalimi Israel Dengan bersikap seperti itu, tentu saja saya telah merasa sempurna. Walaupun badan sudah bau tanah, saya merasa sangat-sangat jauh dari sempurna Ya, apalah awak ini Wassalam, HDB-SBK (L, 69) Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 Fri Aug 3, 2012 4:47 pm (PDT) . Posted by: Ahmad Ridha Pak Darwin, Pertama, mohon ditunjukkan tulisan saya yang argumentum ad hominem. Saya menilai ini adalah tudingan yang besar, dan jika memang saya melakukannya, tentu saya perlu mengetahuinya agar dapat menghindarinya. Kedua, pesan yang diteruskan dimaksudkan untuk menjelaskan makna suatu ayat al-Quran sehingga tentunya perlu dicermati jika dalam tulisan yang sama ada ungkapan al-Quran yang digunakan tidak dalam makna yang semestinya. Ibaratnya ada seseorang didaulat untuk menjelaskan suatu teori matematika, lalu dalam penjelasannya disebutkan bahwa dua adalah bilangan ganjil. Ketiga, komentar saya tidak ditujukan untuk mendukung calon manapun dalam Pilkada DKI. Saya hanya tidak mau ayat al-Quran hanya dimanfaatkan atau dipelintir untuk kepentingan politis. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Terima kasih. Wassalam, --- Ahmad Ridha -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
RE: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51
Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan. Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin. Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada. Allahu ta'ala a'laam. Wassalaam, --- Ahmad Ridha -- From: Darwin Bahar Sent: 8/4/2012 3:26 To: Palanta Rantaunet; padang-panj...@yahoogroups.com; minang...@yahoogroups.com Cc: Andiko Subject: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 Sanak Kasadonyo nan Ambo Hormati Merasa nyesak dan gregetan karena untuk kesekian kalinya ayat-ayat Al-Quran digunakan secara murahan, yakni Al-Maidah : 51, dalam perpolitikan guna monohok Ahok pada putaran 2 Pilkada DKI bulan depan, yang tampaknya cukup mangkus juga, saya bertanya pada sahabat saya Ustad Chodjim melalui milis WM, bagaimanakah cara membumikan yang paling tepat ayat tersebut dalam urusan bernegara dan berbangsa. Alumnus IPB yang pernah bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang kemudian pensiun dini guna mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk berdakwah; penulis beberapa buku, antara lain Sunan Kalijaga dan Tafsir Al-Fatihah yang laris manis itu, menjawab seperti yang saya kopaskan di bawah ini. Bagi saya pribadi selain menjawab yang berkaitan dengan isu-isu politik kotemporer, juga sekali gus menjawab kepenasaran saya, apakah “pemimpin” merupakan satu-satunya arti ‘awliyaa' pada Al Maidah 51. Karena jika demikian halnya, banyak sekali diskrepansi antara ayat Al-Quran tersebut dengan fakta historis. Al-Quran pasti tidak mungkin salah karena bersumber dari Yang Maha Benar, lalu yang salah apanya? Saya juga pernah membaca di internet, tanpa penjelasan, bahwa Muslim Inggris Sir Marmaduke Pickthall juga tidak menerjemahkan ‘awliyaa' dengan ‘pemimpin. Mudah-mudahan Sanak Suryadi punya waktu untuk membantu melihat sendiri karya Pickthall: “*The Meaning of the Glorious Koran*” itu di perpustakaan di Leiden Wallahualam bissawab Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 69), asal Padangpanjang, tinggal di Depok = Thu Aug 2, 2012 4:19 pm (PDT) Posted by: chodjim Mohon maaf Uda Darwin, belum bisa menjawab karena kemarin masih fully booked, tetapi hari ini baru akan mengisi bakda Jumatan. Begini, saya sudah menjawab sms-sms yang sama dari teman-teman tentang hal ini. Intinya, ayat 5:51 itu adalah menyatakan bahwa orang-orang beriman dilarang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai awliya' karena Yahudi dan Nasrani itu saling menjadi awliya' Kata awliyaa' (jamak dari walii) artinya teman dekat, dan bukan pemimpin. Ini kalau kita mau memperhatikan semua kata walii (awliyaa') dalam Alquran yang jumlahnya (44 + 43) 77 kata. Jadi, yang dilarang oleh Allah adalah menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan dalam membangun komunitas orang-orang beriman --pada waktu itu. Ayat ini diturunkan di Madinah, dan waktu itu orang Yahudi dan Nasrani bersekongkol satu sama lain dalam menghadapi bangunan umat yang baru ditegakkan itu. Kalau diartikan pemimpin, maka jelas sekali bahwa dalam sejarah Katholik maupun sekte Kristiani yang ada di Jazirah Arabia pada waktu itu --hingga sekarang-- tak pernah menjadikan orang Yahudi sebagai pemimpinnya. Jadi, ayat 5:51 bukanlah ayat yang bisa digunakan untuk menjustifikasi pelarangan terhadap memilih Jokowi-Ahok. Jelas, kalau ayat itu digunakan untuk itu, artinya orang yang menggunakannya telah melakukan fitnah dan menzalimi makna ayat. Kalau ayat itu digunakan untuk mendiskreditkan Jokowi-Ahok (atau yang lainnya), maka orang yang mendiskreditkan itu sama persis dengan kalangan khawarij yang membunuh Ali dengan alasan Ali bin Abi Thalib telah kafir dan halal darahnya. Pilkada adalah pemilihan pemimpin pemerintahan, dan bukan memilih teman dekat untuk mengatur komunitas. Yang terpilih adalah orang yang harus mengikuti UUD dan UU dan bukan mengikuti kitab agama yang dianutnya. Maka, menggunakan ayat 5:51 untuk mendiskreditkan calon yang beragama selain Islam adalah perbuatan fitnah. Dan, fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan! Wassalam, chodjim - Original Message - From: Darwin Bahar To: Milis Wanita-Muslimah Sent: Thursday, August 02, 2012 7:36 AM -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: -
Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51
Salam Sanak Ridha : Tambahan dari saya : Apalagi pemimpin yang tidak bisa mewarnai isi kandungan AlQuran dan menjadikan Baginda Rasulullah sebagai panutan Pasti coraknya akan beda. Wassalam, Evy Djamaludin Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Ahmad Ridha ahmad.ri...@gmail.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 3 Aug 2012 15:17:53 To: Palanta Rantaunetrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: RE: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan. Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin. Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada. Allahu ta'ala a'laam. Wassalaam, --- Ahmad Ridha -- From: Darwin Bahar Sent: 8/4/2012 3:26 To: Palanta Rantaunet; padang-panj...@yahoogroups.com; minang...@yahoogroups.com Cc: Andiko Subject: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 Sanak Kasadonyo nan Ambo Hormati Merasa nyesak dan gregetan karena untuk kesekian kalinya ayat-ayat Al-Quran digunakan secara murahan, yakni Al-Maidah : 51, dalam perpolitikan guna monohok Ahok pada putaran 2 Pilkada DKI bulan depan, yang tampaknya cukup mangkus juga, saya bertanya pada sahabat saya Ustad Chodjim melalui milis WM, bagaimanakah cara membumikan yang paling tepat ayat tersebut dalam urusan bernegara dan berbangsa. Alumnus IPB yang pernah bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang kemudian pensiun dini guna mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk berdakwah; penulis beberapa buku, antara lain Sunan Kalijaga dan Tafsir Al-Fatihah yang laris manis itu, menjawab seperti yang saya kopaskan di bawah ini. Bagi saya pribadi selain menjawab yang berkaitan dengan isu-isu politik kotemporer, juga sekali gus menjawab kepenasaran saya, apakah “pemimpin” merupakan satu-satunya arti ‘awliyaa' pada Al Maidah 51. Karena jika demikian halnya, banyak sekali diskrepansi antara ayat Al-Quran tersebut dengan fakta historis. Al-Quran pasti tidak mungkin salah karena bersumber dari Yang Maha Benar, lalu yang salah apanya? Saya juga pernah membaca di internet, tanpa penjelasan, bahwa Muslim Inggris Sir Marmaduke Pickthall juga tidak menerjemahkan ‘awliyaa' dengan ‘pemimpin. Mudah-mudahan Sanak Suryadi punya waktu untuk membantu melihat sendiri karya Pickthall: “*The Meaning of the Glorious Koran*” itu di perpustakaan di Leiden Wallahualam bissawab Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 69), asal Padangpanjang, tinggal di Depok = Thu Aug 2, 2012 4:19 pm (PDT) Posted by: chodjim Mohon maaf Uda Darwin, belum bisa menjawab karena kemarin masih fully booked, tetapi hari ini baru akan mengisi bakda Jumatan. Begini, saya sudah menjawab sms-sms yang sama dari teman-teman tentang hal ini. Intinya, ayat 5:51 itu adalah menyatakan bahwa orang-orang beriman dilarang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai awliya' karena Yahudi dan Nasrani itu saling menjadi awliya' Kata awliyaa' (jamak dari walii) artinya teman dekat, dan bukan pemimpin. Ini kalau kita mau memperhatikan semua kata walii (awliyaa') dalam Alquran yang jumlahnya (44 + 43) 77 kata. Jadi, yang dilarang oleh Allah adalah menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan dalam membangun komunitas orang-orang beriman --pada waktu itu. Ayat ini diturunkan di Madinah, dan waktu itu orang Yahudi dan Nasrani bersekongkol satu sama lain dalam menghadapi bangunan umat yang baru ditegakkan itu. Kalau diartikan pemimpin, maka jelas sekali bahwa dalam sejarah Katholik maupun sekte Kristiani yang ada di Jazirah Arabia pada waktu itu --hingga sekarang-- tak pernah menjadikan orang Yahudi sebagai pemimpinnya. Jadi, ayat 5:51 bukanlah ayat yang bisa digunakan untuk menjustifikasi pelarangan terhadap memilih Jokowi-Ahok. Jelas, kalau ayat itu digunakan untuk itu, artinya orang yang menggunakannya telah melakukan fitnah dan menzalimi makna ayat. Kalau ayat itu digunakan untuk mendiskreditkan Jokowi-Ahok (atau yang lainnya), maka orang yang mendiskreditkan itu sama persis dengan kalangan khawarij yang membunuh Ali dengan alasan Ali bin Abi Thalib telah kafir dan halal darahnya. Pilkada adalah pemilihan pemimpin pemerintahan, dan bukan memilih teman dekat untuk mengatur komunitas. Yang terpilih adalah orang yang harus mengikuti UUD dan UU dan bukan mengikuti kitab agama yang dianutnya. Maka, menggunakan ayat 5:51 untuk mendiskreditkan calon yang beragama selain Islam
Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51
Pak Darwin, Pertama, mohon ditunjukkan tulisan saya yang argumentum ad hominem. Saya menilai ini adalah tudingan yang besar, dan jika memang saya melakukannya, tentu saya perlu mengetahuinya agar dapat menghindarinya. Kedua, pesan yang diteruskan dimaksudkan untuk menjelaskan makna suatu ayat al-Quran sehingga tentunya perlu dicermati jika dalam tulisan yang sama ada ungkapan al-Quran yang digunakan tidak dalam makna yang semestinya. Ibaratnya ada seseorang didaulat untuk menjelaskan suatu teori matematika, lalu dalam penjelasannya disebutkan bahwa dua adalah bilangan ganjil. Ketiga, komentar saya tidak ditujukan untuk mendukung calon manapun dalam Pilkada DKI. Saya hanya tidak mau ayat al-Quran hanya dimanfaatkan atau dipelintir untuk kepentingan politis. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Terima kasih. Wassalam, --- Ahmad Ridha On 4 Agt 2012, at 06:01, Darwin dba...@indo.net.id wrote: Ustad Ridha Pertama-tama tolong komentari pesan pokoknya saja: arti awliyaa dalam Al Maidah 51, kedua jangan biasakan berargumentum ad hominem. ketiga, sering-sering menaruh kuping di tanah Dan tolong dipikirkan, apa yang akan terjadi jika calon yang didukung dengan ayat-ayat suci itu kalah dalam Pilkada DKI putaran kedua nanti! Wassalam, HDB-SBK --- In rantau...@yahoogroups.com, Ahmad Ridha ahmad.ridha@... wrote: Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan. Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin. Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada. Allahu ta'ala a'laam. Wassalaam, --- Ahmad Ridha -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/