Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

2012-08-04 Terurut Topik Darwin Bahar
Ustad Ridha;

Kalau Ustad merasa tidak merasa melakukan ad hominem, saya minta maaf yang
sebesar-besarnya.

Hanya bagi diri saya sendiri, antara 'doing good things' dengan 'doing
things goods', sesuatu hal tidak bisa dipisah-pisah. Islam itu kebajikan,
mengaktualisasikan Islam harus dengan cara yang bajik.  Islam tidak hanya
tujuan, tetapi juga cara.

Bagi saya mengorek-ngorek kekeliruan orang lain yang pendapatnya tidak saya
sukai, bukan kebajikan. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan.
Kekurangan seseorang tidak menyebabkan apa yang disampaikannya lalu salah
semua. 

Jusfiq Hadjar, musuh orang Minang nomor satu,  dan lawan saya bakaruak arang
selama bertahun-tahun di Proletar dan Apakabar, pernah saya sampaikan
kebaikannya di sini, seperti  keberpihakannya secara konsisten terhadap
orang-orang yang teraniaya, termasuk umat Islam dalam peristiwa Tanjung
Priok, masyarakat Aceh sewaktu DOM diberlakukan, rakyat Irak dalam Perang
Teluk dan yang dizalimi Israel

Dengan bersikap seperti itu, tentu saja saya telah merasa sempurna. Walaupun
badan sudah bau tanah, saya merasa sangat-sangat jauh dari sempurna

Ya, apalah awak ini 

Wassalam, HDB-SBK (L, 69) 

 



Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51 
Fri Aug 3, 2012 4:47 pm (PDT) . Posted by: 
Ahmad Ridha 

Pak Darwin,

Pertama, mohon ditunjukkan tulisan saya yang argumentum ad hominem. Saya
menilai ini adalah tudingan yang besar, dan jika memang saya melakukannya,
tentu saya perlu mengetahuinya agar dapat menghindarinya.

Kedua, pesan yang diteruskan dimaksudkan untuk menjelaskan makna suatu ayat
al-Quran sehingga tentunya perlu dicermati jika dalam tulisan yang sama ada
ungkapan al-Quran yang digunakan tidak dalam makna yang semestinya.
Ibaratnya ada seseorang didaulat untuk menjelaskan suatu teori matematika,
lalu dalam penjelasannya disebutkan bahwa dua adalah bilangan ganjil.

Ketiga, komentar saya tidak ditujukan untuk mendukung calon manapun dalam
Pilkada DKI. Saya hanya tidak mau ayat al-Quran hanya dimanfaatkan atau
dipelintir untuk kepentingan politis.

Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Terima kasih.

Wassalam,

---

Ahmad Ridha

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





RE: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

2012-08-03 Terurut Topik Ahmad Ridha
Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih
besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam
al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah
yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran
tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan.

Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan
Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin.

Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan
mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak
untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada.

Allahu ta'ala a'laam.

Wassalaam,
---
Ahmad Ridha
--
From: Darwin Bahar
Sent: 8/4/2012 3:26
To: Palanta Rantaunet; padang-panj...@yahoogroups.com;
minang...@yahoogroups.com
Cc: Andiko
Subject: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

Sanak Kasadonyo nan Ambo Hormati

Merasa nyesak dan gregetan karena untuk kesekian kalinya ayat-ayat
Al-Quran digunakan
secara murahan, yakni Al-Maidah : 51, dalam perpolitikan guna monohok Ahok
pada putaran 2 Pilkada DKI bulan depan, yang tampaknya cukup mangkus juga,
saya bertanya pada sahabat saya Ustad  Chodjim melalui milis WM,
bagaimanakah cara membumikan yang paling tepat ayat tersebut dalam urusan
bernegara dan berbangsa.

Alumnus IPB yang pernah bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang kemudian
pensiun dini guna mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk berdakwah;
penulis beberapa  buku, antara lain Sunan Kalijaga dan Tafsir Al-Fatihah
yang laris manis itu,  menjawab seperti yang saya kopaskan di bawah ini.

Bagi saya pribadi selain menjawab yang berkaitan dengan isu-isu politik
kotemporer,  juga sekali gus menjawab kepenasaran saya, apakah “pemimpin”
merupakan satu-satunya arti ‘awliyaa' pada Al Maidah 51. Karena jika
demikian halnya, banyak sekali diskrepansi antara ayat Al-Quran tersebut
dengan fakta historis. Al-Quran pasti tidak mungkin salah karena bersumber
dari Yang Maha Benar, lalu yang salah apanya?

Saya juga pernah membaca di internet, tanpa penjelasan, bahwa Muslim
Inggris Sir Marmaduke Pickthall juga tidak menerjemahkan ‘awliyaa' dengan
‘pemimpin.  Mudah-mudahan Sanak Suryadi punya waktu untuk membantu melihat
sendiri karya  Pickthall: “*The Meaning of the Glorious Koran*” itu di
perpustakaan di Leiden

Wallahualam bissawab

Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 69), asal Padangpanjang, tinggal di Depok


=

Thu Aug 2, 2012 4:19 pm (PDT)
Posted by: chodjim

Mohon maaf Uda Darwin, belum bisa menjawab karena kemarin masih fully
booked, tetapi hari ini baru akan mengisi bakda Jumatan.

Begini, saya sudah menjawab sms-sms yang sama dari teman-teman tentang hal
ini. Intinya, ayat 5:51 itu adalah menyatakan bahwa orang-orang beriman
dilarang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai awliya' karena
Yahudi dan Nasrani itu saling menjadi awliya'

Kata awliyaa' (jamak dari walii) artinya teman dekat, dan bukan pemimpin.
Ini kalau kita mau memperhatikan semua kata walii (awliyaa') dalam Alquran
yang jumlahnya (44 + 43) 77 kata. Jadi, yang dilarang oleh Allah adalah
menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan dalam membangun komunitas
orang-orang beriman --pada waktu itu. Ayat ini diturunkan di Madinah, dan
waktu itu orang Yahudi dan Nasrani bersekongkol satu sama lain dalam
menghadapi bangunan umat yang baru ditegakkan itu.

Kalau diartikan pemimpin, maka jelas sekali bahwa dalam sejarah Katholik
maupun sekte Kristiani yang ada di Jazirah Arabia pada waktu itu --hingga
sekarang-- tak pernah menjadikan orang Yahudi sebagai pemimpinnya.

Jadi, ayat 5:51 bukanlah ayat yang bisa digunakan untuk menjustifikasi
pelarangan terhadap memilih Jokowi-Ahok. Jelas, kalau ayat itu digunakan
untuk itu, artinya orang yang menggunakannya telah melakukan fitnah dan
menzalimi makna ayat. Kalau ayat itu digunakan untuk mendiskreditkan
Jokowi-Ahok (atau yang lainnya), maka orang yang mendiskreditkan itu sama
persis dengan kalangan khawarij yang membunuh Ali dengan alasan Ali bin Abi
Thalib telah kafir dan halal darahnya.

Pilkada adalah pemilihan pemimpin pemerintahan, dan bukan memilih teman
dekat untuk mengatur komunitas. Yang terpilih adalah orang yang harus
mengikuti UUD dan UU dan bukan mengikuti kitab agama yang dianutnya.

Maka, menggunakan ayat 5:51 untuk mendiskreditkan calon yang beragama
selain Islam adalah perbuatan fitnah. Dan, fitnah itu lebih besar daripada
pembunuhan!

Wassalam,

chodjim

- Original Message -
From: Darwin Bahar
To: Milis Wanita-Muslimah
Sent: Thursday, August 02, 2012 7:36 AM



-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- 

Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

2012-08-03 Terurut Topik hyvny07
Salam Sanak Ridha :

Tambahan dari saya : Apalagi pemimpin yang tidak bisa mewarnai isi kandungan 
AlQuran dan menjadikan Baginda Rasulullah sebagai panutan

Pasti coraknya akan beda.

Wassalam,

Evy Djamaludin


Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

-Original Message-
From: Ahmad Ridha ahmad.ri...@gmail.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 3 Aug 2012 15:17:53 
To: Palanta Rantaunetrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: RE: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih
besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam
al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah
yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran
tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan.

Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan
Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin.

Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan
mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak
untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada.

Allahu ta'ala a'laam.

Wassalaam,
---
Ahmad Ridha
--
From: Darwin Bahar
Sent: 8/4/2012 3:26
To: Palanta Rantaunet; padang-panj...@yahoogroups.com;
minang...@yahoogroups.com
Cc: Andiko
Subject: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

Sanak Kasadonyo nan Ambo Hormati

Merasa nyesak dan gregetan karena untuk kesekian kalinya ayat-ayat
Al-Quran digunakan
secara murahan, yakni Al-Maidah : 51, dalam perpolitikan guna monohok Ahok
pada putaran 2 Pilkada DKI bulan depan, yang tampaknya cukup mangkus juga,
saya bertanya pada sahabat saya Ustad  Chodjim melalui milis WM,
bagaimanakah cara membumikan yang paling tepat ayat tersebut dalam urusan
bernegara dan berbangsa.

Alumnus IPB yang pernah bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang kemudian
pensiun dini guna mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk berdakwah;
penulis beberapa  buku, antara lain Sunan Kalijaga dan Tafsir Al-Fatihah
yang laris manis itu,  menjawab seperti yang saya kopaskan di bawah ini.

Bagi saya pribadi selain menjawab yang berkaitan dengan isu-isu politik
kotemporer,  juga sekali gus menjawab kepenasaran saya, apakah “pemimpin”
merupakan satu-satunya arti ‘awliyaa' pada Al Maidah 51. Karena jika
demikian halnya, banyak sekali diskrepansi antara ayat Al-Quran tersebut
dengan fakta historis. Al-Quran pasti tidak mungkin salah karena bersumber
dari Yang Maha Benar, lalu yang salah apanya?

Saya juga pernah membaca di internet, tanpa penjelasan, bahwa Muslim
Inggris Sir Marmaduke Pickthall juga tidak menerjemahkan ‘awliyaa' dengan
‘pemimpin.  Mudah-mudahan Sanak Suryadi punya waktu untuk membantu melihat
sendiri karya  Pickthall: “*The Meaning of the Glorious Koran*” itu di
perpustakaan di Leiden

Wallahualam bissawab

Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 69), asal Padangpanjang, tinggal di Depok


=

Thu Aug 2, 2012 4:19 pm (PDT)
Posted by: chodjim

Mohon maaf Uda Darwin, belum bisa menjawab karena kemarin masih fully
booked, tetapi hari ini baru akan mengisi bakda Jumatan.

Begini, saya sudah menjawab sms-sms yang sama dari teman-teman tentang hal
ini. Intinya, ayat 5:51 itu adalah menyatakan bahwa orang-orang beriman
dilarang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai awliya' karena
Yahudi dan Nasrani itu saling menjadi awliya'

Kata awliyaa' (jamak dari walii) artinya teman dekat, dan bukan pemimpin.
Ini kalau kita mau memperhatikan semua kata walii (awliyaa') dalam Alquran
yang jumlahnya (44 + 43) 77 kata. Jadi, yang dilarang oleh Allah adalah
menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan dalam membangun komunitas
orang-orang beriman --pada waktu itu. Ayat ini diturunkan di Madinah, dan
waktu itu orang Yahudi dan Nasrani bersekongkol satu sama lain dalam
menghadapi bangunan umat yang baru ditegakkan itu.

Kalau diartikan pemimpin, maka jelas sekali bahwa dalam sejarah Katholik
maupun sekte Kristiani yang ada di Jazirah Arabia pada waktu itu --hingga
sekarang-- tak pernah menjadikan orang Yahudi sebagai pemimpinnya.

Jadi, ayat 5:51 bukanlah ayat yang bisa digunakan untuk menjustifikasi
pelarangan terhadap memilih Jokowi-Ahok. Jelas, kalau ayat itu digunakan
untuk itu, artinya orang yang menggunakannya telah melakukan fitnah dan
menzalimi makna ayat. Kalau ayat itu digunakan untuk mendiskreditkan
Jokowi-Ahok (atau yang lainnya), maka orang yang mendiskreditkan itu sama
persis dengan kalangan khawarij yang membunuh Ali dengan alasan Ali bin Abi
Thalib telah kafir dan halal darahnya.

Pilkada adalah pemilihan pemimpin pemerintahan, dan bukan memilih teman
dekat untuk mengatur komunitas. Yang terpilih adalah orang yang harus
mengikuti UUD dan UU dan bukan mengikuti kitab agama yang dianutnya.

Maka, menggunakan ayat 5:51 untuk mendiskreditkan calon yang beragama
selain Islam

Re: [R@ntau-Net] Ustad Chodjim mengenai Al Maidah 51

2012-08-03 Terurut Topik Ahmad Ridha
Pak Darwin,

Pertama, mohon ditunjukkan tulisan saya yang argumentum ad hominem. Saya 
menilai ini adalah tudingan yang besar, dan jika memang saya melakukannya, 
tentu saya perlu mengetahuinya agar dapat menghindarinya.

Kedua, pesan yang diteruskan dimaksudkan untuk menjelaskan makna suatu ayat 
al-Quran sehingga tentunya perlu dicermati jika dalam tulisan yang sama ada 
ungkapan al-Quran yang digunakan tidak dalam makna yang semestinya. Ibaratnya 
ada seseorang didaulat untuk menjelaskan suatu teori matematika, lalu dalam 
penjelasannya disebutkan bahwa dua adalah bilangan ganjil.

Ketiga, komentar saya tidak ditujukan untuk mendukung calon manapun dalam 
Pilkada DKI. Saya hanya tidak mau ayat al-Quran hanya dimanfaatkan atau 
dipelintir untuk kepentingan politis.

Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Terima kasih.

Wassalam,
---
Ahmad Ridha

On 4 Agt 2012, at 06:01, Darwin dba...@indo.net.id wrote:

 
 Ustad Ridha
 
 Pertama-tama tolong komentari pesan pokoknya saja: arti awliyaa dalam Al 
 Maidah 51, kedua jangan biasakan berargumentum ad hominem. ketiga, 
 sering-sering menaruh kuping di tanah
 
 Dan tolong dipikirkan, apa yang akan terjadi jika calon yang didukung dengan 
 ayat-ayat suci itu kalah dalam Pilkada DKI putaran kedua nanti!
 
 
 Wassalam,
 HDB-SBK
 
 
 --- In rantau...@yahoogroups.com, Ahmad Ridha ahmad.ridha@... wrote:
 
 Pak Darwin, dalam penjelasan tersebut muncul ungkapan fitnah itu lebih
 besar daripada pembunuhan yang setahu saya merupakan ungkapan dalam
 al-Quran (lihat QS al-Baqarah 2.191 dan 217). Namun, apa iya makna fitnah
 yang dimaksud pas? Karena fitnah yang dimaksud dalam ungkapan al-Quran
 tersebut, setahu saya, adalah kekafiran, kesyirikan.
 
 Kemudian, ada yang terasa janggal dengan kesimpulan bahwa Yahudi dan
 Nasrani tidak boleh dijadikan teman dekat, tapi boleh dijadikan pemimpin.
 
 Rasanya agak naif juga jika dikatakan bahwa agama seseorang tidak akan
 mewarnai kepemimpinannya. Terlebih ketika seorang pemimpin diberikan hak
 untuk membuat aturan, tidak semata menjalankan aturan yang telah ada.
 
 Allahu ta'ala a'laam.
 
 Wassalaam,
 ---
 Ahmad Ridha
 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/