Re: Fw: [R@ntau-Net] INTERNATIONAL CONFERENCE ON THE REVITALIZATIONOFISLAM, 12 FEBRUARI 2011.
2011/2/15 Dr. Saafroedin BAHAR *Tanggapan:* Rasanya belum pernah mereka meng-claim bahwa pendapat mereka > itu satu-satunya pendapat yang benar. Artinya, pendapat mereka itu masih > bisa dibantah dengan argumen yang lebih kuat. > > Pak Saaf, kalau kita lihat rekam jejak mereka, biasanya yang tidak sependapat dengan mereka dicap sebagai radikal, fundamentalis, tekstualis, ke-Arab-an, atau yang semacamnya. > Yang kita inginkan adalah agar nilai-nilai teologi dan nilai-nilai moral > agama itu yang meresapi budaya, bukan sebaliknya, > > Nah di sinilah, Pak Saaf, yang saya lihat bahwa gerakan mereka berarah berlawanan dengan keinginan kita. Justru mereka ingin agar agama yang diadaptasi mengikuti budaya setempat. Kemudian, beberapa hal dari Islam diupayakan agar dianggap budaya Arab sehingga tidak apa-apa untuk ditinggalkan. *Tanggapan :* Saya menemukan substansi pembedaan antara umat Islam dan > manusia secara umum, dengan orang Arab -- bukan secara umum, tetapi secara > khusus -- dalam buku karangan Buya Fachruddin HS: "Petunjuk Al Quran dalam > Berbagai Persoalan disusun Menurut Alfabet" (edisi kedua, Yayasan Sepuluh > Agustus, Jakarta, 2010). > Ayat-ayat Al Quran yang secara khusus mengeritik sifat-sifat buruk orang > Arab sewaktu turunnya ayat-ayat Quran terdapat pada Surah 9 Al > Bara-ah/Surah Taubah ayat 97, 120; Surah 33 Al Ahzab ayat 20; Surah 48 Al > Fath ayat 11 dan 16; serta Surah 49 Al Hujurat ayat 14. > Sudah barang tentu yang ditunjuk Al Quran adalah orang-orang Arab pada > saat turunnya ayat-ayat Al Quran, walaupun secara substantif bisa > diaplikasikan dengan kondisi serupa pada saat ini.ah > > Setelah saya lihat ayat-ayat yang Bapak sebutkan, saya khawatir telah terjadi kesalahpahaman. Yang pertama, ayat-ayat itu merujuk kepada kalangan A'rab, bukan 'Arab (perhatikan perbedaannya: الاعرهب vs العرب ). A'rab adalah suku-suku Arab Badui, dan ayat-ayat tersebut mendeskripsikan sifat sebagian di antara mereka, bukan secara mutlak. Lebih tidak pas lagi kalau digeneralisasi ke seluruh orang Arab. Sebagai contoh, kalau kita lanjutkan membaca surat at-Taubah, dapat kita baca firman Allah Ta'aala (yang artinya): "Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taubah 9.99) Kalau kita lanjutkan lagi: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah 9.100) Kita ketahui bersama bahwa mayoritas muhajirin dan anshar adalah orang-orang Arab dan mereka adalah orang-orang terbaik dalam umat ini. Kesalahpahaman lainnya adalah jika ayat-ayat celaan itu terbatas bagi etnis tertentu. Yang dicela adalah siapa pun yang memiliki sifat-sifat buruk tersebut. Sama halnya ayat-ayat pujian tidak terbatas bagi etnis tertentu. Tentunya kita tidak terima jika dikatakan bahwa orang Minang tidak ada yang bertaqwa, karena orang Minang tidak disebut dalam al-Qur'an. Begitu pula, orang-orang di luar Arab Badui tidak mesti bebas dari sifat-sifat tercela dalam ayat-ayat untuk kalangan Arab Badui tersebut. Demikian, Pak Saaf. Allahu Ta'aala a'laam. -- Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim (l. 1400 H/1980 M) -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
Re: Fw: [R@ntau-Net] INTERNATIONAL CONFERENCE ON THE REVITALIZATIONOFISLAM, 12 FEBRUARI 2011.
Sanak Ahmad Ridha dan para sanak sapalanta, Seperti sebelumnya, saya coba menjawab langsung setelah tanggapan Sanak Ahmad Ridha. Semoga bermanfaat Wassalam, Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo (Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita. From: Ahmad Ridha Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Tue, 15 Feb 2011 12:10:31 +0700 To: ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] INTERNATIONAL CONFERENCE ON THE REVITALIZATION OFISLAM, 12 FEBRUARI 2011. 2011/2/15 Dr. Saafroedin BAHAR Dengan kata lain, jangan sampai mengatakan bahwa pemahaman atau tafsiran kita sebagai satu-satunya pemahaman atau tafsiran yang benar, dan yang lainnya salah. Pak Saaf, justru saya melihat "tokoh-tokoh" itu yang mejajakan pendapat mereka sebagai pemahaman Islam pertengahan yang benar (tidak hanya dalam pertemuan itu). Rekam jejak beberapa mereka sudah cukup dikenal dalam konteks pluralisme. Analoginya adalah seperti orang kafir di Barat yang berlagak memperjuangkan kebebasan, tetapi mencibir muslimah yang sepenuh hati mengenakan jilbab atau cadar. Tanggapan: Rasanya belum pernah mereka meng-claim bahwa pendapat mereka itu satu-satunya pendapat yang benar. Artinya, pendapat mereka itu masih bisa dibantah dengan argumen yang lebih kuat. Jadi masih terbuka peluang besar bagi Sanak Ahmad Ridha untuk mengoreksi mereka -- jika perlu -- dalam rangka 'amar makruf nahi munkar'. Apa bukan seperti itu yang diinginkan oleh kesediaan kita untuk ber-'fastabiqul khairaat' ? Tanggapan : seperti sudah saya jelaskan -- sebagai peserta -- walau resminya nama konferensi itu adalah 'revitalisasi Islam', namun yang dibahas memang 'revitalisasi umat Islam', yang terwujud dalam wacana tentang dimensi kultural dari umat Islam, yang kini sudah tersebar luas di dunia. Dalam hubungan ini, secara pribadi saya dapat menerima -- dan menghargai -- tesis Prof Azyumardi tentang sembilan 'Islamic cultural spheres', oleh karena mampu menerangkan kemajemukan umat Islam di dunia. Jika tesis itu dipandang sebagai gambaran keadaan umat Islam sekarang, itu mungkin masih dapat saya pahami, Pak. Yang saya khawatirkan adalah jika tesis itu dijadikan patokan dalam ber-Islam yakni budaya mengubah tuntunan agama seperti saya contohkan sebelumnya. Beberapa contoh lainnya, apakah homoseksualitas dihalalkan di Amerika Serikat karena sudah tidak dianggap tabu di sana? Apakah penyembelihan bisa diganti dengan setrum atau suntik mati di Eropa karena bagi mereka penyembelihan adalah kekejaman terhadap hewan? Atau malah, apakah shalat Zhuhur dan 'Ashr akan digeser waktunya dengan bentrok dengan budaya kerja manusia sekarang? (sayangnya sekarang sudah banyak orang menyepelekan shalat). Tanggapan : sudah barang tentu tesis ya tesis yang masih bisa dan harus diuji dengan kenyataan, bukan patokan yang sudah baku. Sudah barang tentu tesis dapat disanggah dengan anti-tesis, kan ? Yang kita inginkan adalah agar nilai-nilai teologi dan nilai-nilai moral agama itu yang meresapi budaya, bukan sebaliknya, Dalam konteks Minangkabau, hal ini dirumuskan dengan cantik sekali oleh Buya Hasan Byk Datuk Marajo dengan mengatakan agar pada suatu saat nanti " syarak menjadi adat'. [Sekedar catatan: dalam konteks kenegaraan, pidato Ir Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dan Penjelasan Pasal 29 UUD yang lama juga menganut pendirian ini.] Caranya sudah barang tentu bukan dengan melakukan kekerasan dan paksaan, tetapi 'bi'l hikmah'. Walau agak terlambat, setelah hampir dua generasi Minangkabau berdarah-darah dalam pertengahan pertama abad ke 19, Tuanku Imam Bonjol menyadari dan mengoreksi kekeliruan ini pada tahun 1832, sewaktu beliau mengembalikan kekuasaan kepada kaum adat. Kita yang datang menyusul sekarang ini -- dengan segala keterbatasan -- mencoba mengkonsolidasikan dan menuliskan 'islah Minangkabau' yang berbentuk ABS SBK itu. Seiring dengan itu agak susah bagi saya untuk mengerti dan menerima ajaran sebagian tokoh yang membenarkan kekerasan terhadap 'umat Islam lain. Mungkin oleh karena pengkajian saya belum 'semaju' pengajian beliau-beliau itu. Menurut pemahaman saya, Al Quran hanya mengizinkan perang dalam rangka membela diri atau kalau dizalimi. Sudah barang tentu mengenai masalah ini masih perlu didalami lagi lebih lanjut. Kalau saya tidak salah, Al Quran juga mengadakan klasifikasi ini, termasuk dalam membedakan antara umat Islam dengan orang Arab. Mungkin kalau bisa dirujukkan ayatnya agar bisa saya baca tafsirnya, Pak. Tanggapan : Saya menemukan substansi pembedaan antara umat Islam dan manusia secara umum, dengan orang Arab -- bukan secara umum, tetapi secara khusus -- dalam buku karangan Buya Fachruddin HS: "Petunjuk Al Quran dalam Berbagai Persoalan disusun Menurut Alfabet" (edisi kedua, Yayasan Sepuluh Agustus, Jakarta, 2010). Ayat-ayat Al Quran yang secara khusus mengeritik sifat-sifat buruk orang Arab sewaktu turun