RE: [Urang Sunda] Syeh Kuro

2005-09-27 Terurut Topik R. Joni Wirawan
 Loji, dan Radeb Martanegara atau Panatayuda III 
menjabat antara tahun 1732 - 1752 M, juga berkantor diWaru Pangkalan. Rupanya 
Masjid Agung yang telah direnovasi oleh Adipati Singaperbangsa, tidak lagi 
diadakan penambahan dimasa pemerintahan Bupaati Karawang II,III,dan IV. Pada 
masa Bupati V yaitu Raden Muhamad Soleh atau Panatayuda IV,Kantor bupati 
dipindahkan kembali ke Babakan kertayasa. Bupati V  ini memerintah antara tahun 
1752 - 1786 M, dikenal sebagai dalem Balon. Rupanya Bupati ini mendapat 
kehormatan naik nalon. Dari pemerintahan Kolonial Belanda, dan pada waktu itu 
hal tersebut  jarang terjadi.Ia termasuk pembina Masjid Agung, dan waktu 
meninggal Dunia ia dimakam kan dekat Masjid ini, tahun 1993 atas persetujuan 
para sesepuh, kerangka jenazahnya dipindahkan dan dimakamkan kembali dikomplek 
makam Bupati Karawang di Desa Manggung Jaya Cilamaya.  

Sejak masa Bupati Karawang VI  sampai Bupati Karawang IX yakni antara 
tahun 1786 - 1827, tidak ada petunjuk dilakukannya perbaikan yang berarti 
apalagi perluasan bangunan dan sebagainya.Sebab sejak tahun 1827 para Bupati 
Karawang IX sampai bupati XXI atas kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda 
tidak lagi berkantor dikota Karawang melainkan keWanayasa dan Purwakarta, 
Sehingga sapat dipahami apabila para Bupati yang berkedudukan di Wanayasa dan 
Purwakarta perhatiannya kurang terhadap pembinaan Masjid Agung secara langsung, 
kemunginan dipercayakan kepada wedana atau camat yang bertugas dikota Karawang. 

Setelahberlakunya Undang Undang no 14 tahun 1950 tentang pembentukan 
daerah daerah Kabupaten dilingkungan Propinsi Jawa Barat maka kabupaten 
Karawang terpisah dari kabupaten Purwakarta dan Ibukotanya kembali di Karawang. 
Sedangkan BUpati Karawang masa itu dijabat oleh Raden Tohir Mangkudijoyo yang 
memerintah tahun 1950 - 1959, pada tahun 1950 atas persetujuan para Ulama dan 
Umat Islam, Mesjid Agung diperluas pada arah bagian depan dengan bangunan 
permanen ukuran 13 x 20 m ditambah menara ukuran kecil dan satu Kubah ukuran  3 
x 3 m dengan tinggi 12 m, atap dari seng adapun luas tanah mesjd termasuk makam 
adalah 2.230 m.  

-Original Message-
From: urangsunda@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Behalf Of :: Yayan Mulyana ::
Sent: Tuesday, 27 September, 2005 7:58 AM
To: kisunda@yahoogroups.com; urangsunda@yahoogroups.com
Subject: [Urang Sunda] Syeh Kuro


Islamisasi Dinasti Prabu Siliwangi
Oleh AHMAD MANSUR SURYANEGARA
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/22/teropong/lainnya2.htm

DINASTI Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15,
menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dan
damai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan kedua
Sang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri Ki
Gedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalah
santri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin dengan
pesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangi
dari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlah
tiga orang putra putri. Pertama, Pangeran
Walangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketiga
Raja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.

Pesantren Syekh Kuro

Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh
Hasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknya
pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu
Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh
Kuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren di
Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapa
adalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan Ki
Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa
dikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.

Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya
Pangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasar
Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng
Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak
hanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyata
juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden
Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan
gelar Sang Prabu Siliwangi.

Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah Nyi
Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih.
Istri kedua, Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa.
Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki Dampu
Awang.

Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini,
antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangi
memiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperoleh
kekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelah
wafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan dengan
pertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangi
mempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni Subang
Larang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalah
menantu Ki Gedeng Tapa.

Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kekuasaan politik yang sedang diemban oleh
Sang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancaran
kehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja sama
ekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa.
Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkin
aman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpa
perlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi

Re: [Urang Sunda] Syeh Kuro

2005-09-27 Terurut Topik sara raka





punten abdi rada teu nyambung yeuh...

sanggeus maca artikel sajarah di handap ieu, na pikiran aya ngajorelat kieu: kumaha nya mun nami2 elit2 sunda eta misalna dijadikeun ID imel?.

katinngalna teh mani keren, wibawa, kasep, sederhana jrrd..

nu jelas urang ulah ngotoran nami2 ieu... ampun teuing abdi Ki !!!..

taya lian meh loma dina cepil oge paninggal hehe..

oge terang sajarahna saha sih anu teh?... saha nami ieu teh sajarahna?... jrrd...

sapertos misal aya ID: jalak pakuan, mojangk akank, jeung lain2 deui sakapeung gampang ngingetna jeung alus deuih, kadang gumujeung sorangan hehe.. alus euy...

nami teh ciciren, identitas jiwa jeung kapribadian. atuh sugan2 kuring2 teh nu teu siga aki urang nu gede wibawa... teh sahantena tiasa nginget..


sanes hartosna nami nu sanes goreng !!... sumangga abdi mah sunda nu I Ketut Gedhe toleransi hehe...haha...



mangga...etom ethom [EMAIL PROTECTED] wrote:

apa bener yaaa...

apakah syeh Kuro dengan syeh lukman itu sama?
di mana pesantrennya syeh lukman dan dimana makamnya
apakah ada hubungannya dengan yang di cirebon (syeh syarif hidayatuloh)
makasih ah: Yayan Mulyana: : Mon Sep 26 17: 58: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED];, ":: Yayan Mulyana ::" [EMAIL PROTECTED] wrote:
Islamisasi Dinasti Prabu SiliwangiOleh AHMAD MANSUR SURYANEGARAhttp://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/22/teropong/lainnya2.htmDINASTI Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15,menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dandamai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan keduaSang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri KiGedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalahsantri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin denganpesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangidari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlahtiga orang putra putri. Pertama, PangeranWalangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketigaRaja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.Pesantren Syekh KuroSyekh Kuro yang dikenal pula dengan nama
 SyekhHasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknyapengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang PrabuSiliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan SyekhKuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren diPesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapaadalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan KiGedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapadikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karyaPangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasarNegarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki GedengSinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidakhanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyatajuga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, RadenPamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengangelar Sang Prabu Siliwangi.Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah NyiAmbet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih.Istri kedua, Subang
 Larang putri Ki Gedeng Tapa.Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki DampuAwang.Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini,antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangimemiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperolehkekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelahwafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan denganpertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangimempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni SubangLarang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalahmenantu Ki Gedeng Tapa.Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besarterhadap kekuasaan politik yang sedang diemban olehSang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancarankehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja samaekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa.Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkinaman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpaperlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi. Gunamemperkuat
 power of relation antar keduanya, makadiikat dengan tali pernikahan.Pengaruh eksternalPengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang PrabuSiliwangi tidak dapat dilepaskan hubungan denganpengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah,Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudahtiada digantikan oleh kekuasaan Mamluk di Mesir danMongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti KhuBilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudianmembangun kekaisaran Mongol Islam di India.Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengahdi bawah Turki semakin berjaya. Konstantinopel dapatdikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming (1363-1644)memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk dudukdalam pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim ChengHo ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo memimpin misimuhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah danNusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000dengan 62 kapal. Demikian
 penuturan Lee Khoon Choy,dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di CirebonLaksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di Semarangmendirikan Kelenteng Sam Po Kong.Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukanperampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuanmembangun 

Re: [Urang Sunda] Syeh Kuro

2005-09-26 Terurut Topik etom ethom



apa bener yaaa...

apakah syeh Kuro dengan syeh lukman itu sama?
di mana pesantrennya syeh lukman dan dimana makamnya
apakah ada hubungannya dengan yang di cirebon (syeh syarif hidayatuloh)
makasih ah: Yayan Mulyana: : Mon Sep 26 17: 58: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED];, ":: Yayan Mulyana ::" [EMAIL PROTECTED] wrote:
Islamisasi Dinasti Prabu SiliwangiOleh AHMAD MANSUR SURYANEGARAhttp://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/22/teropong/lainnya2.htmDINASTI Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15,menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dandamai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan keduaSang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri KiGedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalahsantri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin denganpesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangidari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlahtiga orang putra putri. Pertama, PangeranWalangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketigaRaja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.Pesantren Syekh KuroSyekh Kuro yang dikenal pula dengan nama
 SyekhHasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknyapengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang PrabuSiliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan SyekhKuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren diPesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapaadalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan KiGedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapadikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karyaPangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasarNegarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki GedengSinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidakhanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyatajuga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, RadenPamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengangelar Sang Prabu Siliwangi.Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah NyiAmbet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih.Istri kedua, Subang
 Larang putri Ki Gedeng Tapa.Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki DampuAwang.Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini,antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangimemiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperolehkekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelahwafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan denganpertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangimempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni SubangLarang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalahmenantu Ki Gedeng Tapa.Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besarterhadap kekuasaan politik yang sedang diemban olehSang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancarankehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja samaekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa.Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkinaman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpaperlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi. Gunamemperkuat
 power of relation antar keduanya, makadiikat dengan tali pernikahan.Pengaruh eksternalPengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang PrabuSiliwangi tidak dapat dilepaskan hubungan denganpengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah,Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudahtiada digantikan oleh kekuasaan Mamluk di Mesir danMongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti KhuBilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudianmembangun kekaisaran Mongol Islam di India.Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengahdi bawah Turki semakin berjaya. Konstantinopel dapatdikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming (1363-1644)memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk dudukdalam pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim ChengHo ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo memimpin misimuhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah danNusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000dengan 62 kapal. Demikian
 penuturan Lee Khoon Choy,dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di CirebonLaksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di Semarangmendirikan Kelenteng Sam Po Kong.Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukanperampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuanmembangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yangdidatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya.Oleh karena itu, kedatangan Laksamana Cheng Hodisambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa sebagaiSyahbandar Cirebon.Perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yangdipengaruhi oleh Islam seperti di atas, berdampakbesar dalam keluarga Sang Prabu Siliwangi. Terutamasekali pengaruhnya terhadap Ki Gedeng Tapa sebagaiSyahbandar di Cirebon.Karena sangat banyak kapal niaga muslim yang berlabuhdi pelabuhan Cirebon, kapal niaga dari India Islam,Timur Tengah Islam dan Cina Islam. Pembangunanmercusuar di pelabuhan Cirebon memungkinkan tumbuhnyarasa simpati
 Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebonterhadap Islam. Dapat dilihat dari putrinya SubangLarang, sebelum dinikahkan dengan Sang PrabuSiliwangi, dipesantrenkan terlebih dahulu ke SyekhKuro. Di bawah kondisi keluarga dan pengaruh eksternalyang demikian ini, putra putri Sang Prabu Siliwangimencoba lebih 

[Urang Sunda] Syeh Kuro

2005-09-26 Terurut Topik :: Yayan Mulyana ::
Islamisasi Dinasti Prabu Siliwangi
Oleh AHMAD MANSUR SURYANEGARA
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/22/teropong/lainnya2.htm

DINASTI Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15,
menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dan
damai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan kedua
Sang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri Ki
Gedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalah
santri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin dengan
pesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangi
dari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlah
tiga orang putra putri. Pertama, Pangeran
Walangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketiga
Raja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.

Pesantren Syekh Kuro

Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh
Hasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknya
pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu
Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh
Kuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren di
Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapa
adalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan Ki
Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa
dikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.

Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya
Pangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasar
Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng
Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak
hanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyata
juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden
Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan
gelar Sang Prabu Siliwangi.

Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah Nyi
Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih.
Istri kedua, Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa.
Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki Dampu
Awang.

Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini,
antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangi
memiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperoleh
kekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelah
wafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan dengan
pertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangi
mempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni Subang
Larang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalah
menantu Ki Gedeng Tapa.

Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kekuasaan politik yang sedang diemban oleh
Sang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancaran
kehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja sama
ekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa.
Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkin
aman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpa
perlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi. Guna
memperkuat power of relation antar keduanya, maka
diikat dengan tali pernikahan.

Pengaruh eksternal

Pengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang Prabu
Siliwangi tidak dapat dilepaskan hubungan dengan
pengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah,
Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudah
tiada digantikan oleh kekuasaan Mamluk di Mesir dan
Mongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti Khu
Bilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudian
membangun kekaisaran Mongol Islam di India.

Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengah
di bawah Turki semakin berjaya. Konstantinopel dapat
dikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming (1363-1644)
memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk duduk
dalam pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim Cheng
Ho ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo memimpin misi
muhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah dan
Nusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000
dengan 62 kapal. Demikian penuturan Lee Khoon Choy,
dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di Cirebon
Laksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di Semarang
mendirikan Kelenteng Sam Po Kong.

Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukan
perampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuan
membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang
didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya.
Oleh karena itu, kedatangan Laksamana Cheng Ho
disambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa sebagai
Syahbandar Cirebon.

Perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yang
dipengaruhi oleh Islam seperti di atas, berdampak
besar dalam keluarga Sang Prabu Siliwangi. Terutama
sekali pengaruhnya terhadap Ki Gedeng Tapa sebagai
Syahbandar di Cirebon.

Karena sangat banyak kapal niaga muslim yang berlabuh
di pelabuhan Cirebon, kapal niaga dari India Islam,
Timur Tengah Islam dan Cina Islam. Pembangunan
mercusuar di pelabuhan Cirebon memungkinkan tumbuhnya
rasa simpati Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon
terhadap Islam. Dapat dilihat dari putrinya Subang
Larang, sebelum dinikahkan dengan Sang Prabu
Siliwangi, dipesantrenkan terlebih dahulu ke Syekh
Kuro. Di bawah kondisi keluarga dan pengaruh eksternal
yang demikian ini, putra putri Sang Prabu Siliwangi
mencoba lebih mendalami Islam dengan berguru ke Syekh
Datuk Kahfi dan Naik Haji.

Gunung dan guru

Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari kelanjutannya
menuturkan, setiap dalam upaya pencarian guru pasti
tempat tinggalnya ada di Gunung.