[wanita-muslimah] Re: Satriyo Kandidat 'Master' - nabi palsu ... boeat Mas Ahmadi Suryaw
Hmmm ..., untuk singkatnya dan mudahnya, ya artinya saya yang ga ngerti. ya kan? thanks for your kind attention and gesture ... tapi tidak salah kalo saya masih menunggu tanggapan langsung dari Dwi kan? salam, satriyo PS: nah alinea pertama ini yang selalu menggelitik saya Aisha, yaitu kesan yang saya tangkap bahwa saya tidak boleh EMOSI NEGATIF (wah ada yagn POSITIF toh, cinta, rindu, kangen, mungkin...?) ketita saya tersinggung atau dituding yang macam-macam (=negatif)? aneh benar ...! but spt saya bilang di atas, saya memang bodoh dengan gaya anda dan yang lain spt anda berdiskusi, walau dengan yang lain yang tidak spt anda alhamdulillah nyambung tu ... :-) PSS: ekor yang panjang dan irrelevant potong saja ya ... reminder lho --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Aisha [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Satriyo, Saya rasa anda tahu persis bahwa milis adalah ajang untuk anggotanya mengeluarkan pendapatnya. Setiap anggota mempunyai hak untuk menanggapi apa saja topik yang ada di milis, caranya bagaimana! DENGAN SANTUN, BISA MENGENDALIKAN DIRI ALIAS TIDAK DENGAN EMOSI NEGATIF. Oleh karena itu di milis ini saya menggunakan hak saya untuk menanggapi topik-topik yang ada di milis ini, kebetulan salah satunya topik yang berisi obrolan antara anda dan pak Dwi. Dari hasil membaca tanggapan anda, saya menyimpulkan bahwa anda tidak mengerti maksud pak Dwi, itu sebabnya saya ikut menanggapi. Dan jelas disitu bahwa saya tidak mengatakan bahwa saya menjadi wakil atau jadi jubir atau jadi perantara dari pak Dwi. Anda kok mikir buruk terus ke orang lain ya? Saya hanya mengetikkan pendapat saya pribadi tentang isi obrolan anda dan pak Dwi. Anda bisa memahami ini sekarang pak Satriyo? Atau masih kurang jelas? Jadi saya atau anda yang tidak mengerti cara berdiskusi di milis?..:) salam Aisha
[wanita-muslimah] In Nigeria, the Quest for a 'Humane Shariah'
http://www.nytimes.com/2007/12/01/world/africa/01shariah.html?_r=1hporef=slogin In Nigeria, the Quest for a 'Humane Shariah' Candace Feit for The New York Times Girls in Kano distributed textbooks to their classmates. More Photos By LYDIA POLGREEN Published: December 1, 2007 KANO, Nigeria- Just last year, the morality police roamed these streets in dusky blue uniforms and black berets, brandishing cudgels at prayer shirkers and dragging fornicators into Islamic courts to face stiff sentences like death by public stoning. Multimedia Slide Show A 'Humane Shariah' But these days, the fearsome police officers, known as the Hisbah, are little more than glorified crossing guards. They have largely been confined to their barracks and assigned to anodyne tasks like directing traffic and helping fans to their seats at soccer games. The Islamic revolution that seemed so destined to transform northern Nigeria in recent years appears to have come and gone - or at least gone in a direction few here would have expected. When Muslim-dominated states like this one adopted Islamic law after the fall of military rule in 1999, radical clerics from the Arabian peninsula arrived in droves to preach a virulent brand of fundamentalism, and newly empowered religious judges handed down tough punishments like amputation for theft. Kano became a center of anti-American sentiment in one of the most reliably pro-American countries in Africa. But since then, much of the furor has died down, and the practice of Islamic law, or Sharia, which had gone on for centuries in the private sphere before becoming enshrined in public law, has settled into a distinctively Nigerian compromise between the dictates of faith and the chaotic realities of modern life in an impoverished, developing nation. Shariah needs to be practical, said Bala Abdullahi, a civil servant in Kano. We are a developing country so there is a kind of moderation between the ideas of the West and traditional Islamic values. We try to weigh it so there is no contradiction. The federal government cracked down on Hisbah last year, enforcing a national ban on religious and ethnic militias, and the secular, federally controlled police force has little interest in enforcing the harshest strictures of Shariah. Violence between Muslims and Christians has also begun to subside in the north. But even before then, the feared mutilations and death sentences never really materialized. Public floggings are quite common and at least one man in Zamfara State, the first to adopt Sharia as the basis of its criminal code, had his hand amputated in 2000 for stealing a cow, but other sentences of mutilation have rarely been carried out. And despite several internationally known adultery convictions calling for death by stoning in a public square - including that of Amina Lawal, a woman from Katsina State who gave birth to a child out of wedlock that a Shariah court in 2002 took as evidence of the crime - not one stoning sentence has been carried out. Ms. Lawal's conviction was overturned the following year, and she is now active in local politics, living freely with her daughter Wasila in her hometown. The change has little to do with religious attitudes - northern Nigeria remains one of the most pious Muslim regions in Africa, as it has been since the camel caravans across the Sahara first brought Islam here centuries ago. Thousands of men spill out in neat rows onto the city's main boulevards on Friday afternoon, an overflow of devotion for the week's most important prayer, and virtually all Muslim women are veiled. The shift reflects the fact that religious law did not transform society - indeed, some of the most ardent Shariah-promoting politicians now find themselves under investigation for embezzling millions of dollars. Many early proponents of Shariah feel duped by politicians who rode its popular wave but failed to live by its tenets, enriching themselves and neglecting to improve the lives of ordinary people. Politicians started seeing Shariah as a gateway to political power, said Abba Adam Koki, a conservative cleric in Kano who has criticized the local government's application of Shariah. But they were insincere. We have been disappointed and never got what we had hoped. Facing backlash from ordinary citizens and criticism from human rights groups at home and abroad, state governments that had swiftly enacted Shariah and embraced its harshest tenets are now shifting the emphasis from the punishments and prohibitions to a softer approach that emphasizes other tenets of Muslim law, like charity, women's rights and the duty of Muslims to keep their environment clean. Shariah is not only about the cutting off of wrists, said Muzammil Sani Hanga, a member of Kano State's Shariah Commission and a legal expert who helped draft the state's Islamic code. It is a complete way of life. New programs have
Re: Quran-nya berbeda Re: [wanita-muslimah] Re: Nabi s.a.w. tidak pernah....
Mohon maaf, saya rasa postingan dari RSA untuk topik ini sangat mengganggu jalannya diskusi antara Mas Suryawan dengan Mas Rizal. Kami semua di WM ini sedang mengikuti diskusi yang cukup menarik mengenai ada tidaknya WAHYU setelah nabi Muhammad saw. Harap postingan selanjutnya membicarakan argumen-argumen bagi yang mengatakan ADA atau TIDAKnya WAHYU setelah Nabi Muhammad saw, dan mengurangi hal-hal yang tidak langsung berkaitan dengan masalah tersebut. Walupun memang hak semua anggota milis untuk ngomong apa saja, namun seyogyanya dan sebaiknya kita lebih fokus pada topik diskusi. Sekedar tambahan untuk topik WAHYU setelah Nabi Muhammad saw. Sebelumnya dalam hadits Muslim yang kami posting membahas masalah WAHYU, telah diriwayatkan bahwa ALLAH meWAHYUKAN kepada Nabi Isa as ketika Beliau turun untuk KEDUA KALInya di akhir zaman. Untuk membatasi area diskusi pada masalah WAHYUnya saja bukan pada masalah Isa asnya, maka pertanyaan kemudian adalah WAHYU bagaimana yang turun kepada Isa as tersebut nanti? Apakah wahyu yang diberikan Allah kepada Nabi Isa as itu akan disebut KITAB Suci? Apakah WAHYU tersebut menyaingi al Quran? Terlepas dari bagaimanapun jawabannya, Jenis WAHYUnya apa, jika memperhatikan Hadits tersebut, memang dikatakan bahwa WAHYU ada SETELAH Rasulullah saw. Tentu saja hal ini diakui oleh kaum muslim yang mempercayai bahwa Nabi Isa as akan turun lagi ke bumi. Bagi yang tidak mempercayainya tentu Hadits tersebut dianggap Dhaif dan tidak diakui. Untuk Mas Suryawan dan Mas Rizal, terima kasih telah memberikan beberapa rujukan mengenai Ulama-Ulama Islam yang mendapatkan WAHYU dari Allah swt. Lumayan menambah Data-Data rujukan dalam Arsip File kami. Sekarang kami menunggu argumen-argumen dari yang menyatakan bahwa WAHYU tidak ada lagi setelah Nabi Muhammad saw. Mungkin ada orang MUI yang sudah mengeluarkan fatwa bahwa WAHYU tidak ada lagi dapat menyampaikannya di milis ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi semua anggota milis sebagai bahan studi banding. On 11/30/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Points taken...! Thanks ... Nah, justru krn saya sedikit banyak tahu bahasa, spt juga semua di sini -- krn ilmu saya ga terlalu nyambung ko kalo sudah di milis ini - - maka saya lakukan apa yang saya lakukan. Aneh juga kalo dengan menyatakan apa yang obvious itu jatuhnya malah mengolok-olok. Jelaskan deh, yang maksud mengolok-olok itu apa? Lalu hubungkan dengan sikap saya hanya menegaskan bahwa saya sekadar memanggil Suryawan dengan Mas Ahmadi semata spt yang sudah saya jelaskan. Ko tendensius sekali jadi mencap saya mengolok-olok? Saya terima ko keberatan Suryawan, tapi yang jadi masalah, dia menyatakan saya memanjangkan singkatan nama MA itu menjadi Mas Ahmadi. Wah tentu saya tidak terima. Begitu tanggapa saya ke dia di atas. Yang saya lakukan hanya memanggil, menyapa dia dengan honorifiks khas laki-laki jawa, 'mas' dan diikuti dengan 'aliran' yang ia yakini. Ko salah? Lain kalo memang terbukti saya mempermainkan nama dia. Dan memang itu memungkinkan tapi kan saya yang tahu. hehehe ... Nah, sekarang kenapa anda tidak mengacu gaya saya ke mas Rizal, atau ke member lain yang memang mereka tidak mulai dan tidak pernah duluan mengolok-olok saya? Mengapa malah antara Suryawan dan Rizal? Kan yang anda vonis di sini sikap saya bukan Suryawan? Ga konsisten dan relevan hemat saya. Apa ini artinya saya ke mas Rizal atau ke member lain spt ke bu Lina atau bu Meilany tidak santun dan punya pretensi mengolok-olok? :-) Siapa yang berpretensi dong? :-) satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, donnie ahmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Satriyo, Saya sudah membaca thread anda tentang alasan anda. Tapi sebagai orang yang berlatar belakang bahasa, saya rasa anda juga sangat paham tentang penggunaan bahasa. Bahasa mempunyai makna denotatif dan konotatif dan juga gaya bahasa. ketika anda melabeli Ahmadi pada mas Suryawan, meskipun anda mempunyai alasan seperti yang anda sampaikan, orang melihat anda menggunakan gaya bahasa peyoratif (bener gak yah? soalnya terakhir dapat pelajaran bahasa pas SMA). Anda melabeli Ahmadi dengan gaya bahasa yang stigmatis, apalagi dengan menyebutnya secara berlebihan dan berulang-ulang. Boleh saja anda berkilah bahwa saya tidak mengerti apa yang dihati anda. Tapi dalam berkomunikasi bukanya persepsi penerima pesan sama pentingnya dengan apa yang ingin pemberi pesan (anda) sampaikan. Apabila banyak orang mempunyai persepsi yang menurut anda keliru dengan yang anda maksudkan dalam pikiran anda. Berarti mungkin ada yang keliru dalam penyampaian pesan. Bukankah seseorang menulis tidak semata-mata untuk maaf bermasturbasi untuk kepuasan sendiri, tetapi juga agar orang lain/banyak mempunyai pemahaman tentang yang anda tuliskan. Jadi yah, kalau banyak orang (bisa juga anda mendebat siapa yang dimaksud banyak) merasa mempunyai persepsi yang keliru dengan apa yang
[wanita-muslimah] Materi Training Dasar : Tahapan Ilmu Pengetahuan dalam Al Quran
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bagaimana tahap-tahapan belajar dalam Al Quran, sebuah hikmah yang dapat kita petik dari indahnya perjalanan Nabiullah Ibrahim a.s. dalam menggapai hidayah. Materi Pelatihan ini bisa di download di : http://www.rezaervani.com/training/tahapan_ilmu_pengetahuan_dalam_al_quran.pdf File-file lainnya bisa juga didapat di www.rezaervani.com Semoga Bermanfaat, Salam, Rumah Ilmu Indonesia www.rezaervani.com gabung komunitas : http://groups.yahoo.com/group/rezaervani
[wanita-muslimah] 5 Golden Rules Choosing the Life Partner
A relationship coach lays out his 5 golden rules for evaluating the prospects of long-term success. When it comes to making the decision about choosing a life partner, no one wants to make a mistake. Yet, with a divorce rate of close to 50 percent, it appears that many are making serious mistakes in their approach to finding Mr/Ms Right! If you ask most couples who are engaged why they're getting married, they'll say: We're in love. I believe this is the #1 mistake people make when they date. Choosing a life partner should never be based on love (alone). Though this may sound not politically correct, there's a profound truth here. Love (alone) is not the basis for getting married. Rather, love is the result of a good marriage. When the other ingredients are right, then the love will come. Let me say it again: You can't build a lifetime relationship on love alone. You need a lot more. Here are five questions you must ask yourself if you're serious about finding and keeping a life partner. QUESTION #1: Do we share a common life purpose? Why is this so important? Let me put it this way: If you're married for 20 or 30 years, that's a long time to live with someone. What do you plan to do with each other all that time? Travel, eat and jog together? You need to share something deeper and more meaningful. You need a common life purpose. Two things can happen in a marriage: #61607;You can grow together, or #61607;you can grow apart. 50 percent of the people out there are growing apart. To make a marriage work, you need to know what you want out of life - bottom line - and marry someone who wants the same thing. QUESTION #2: Do I feel safe expressing my feelings and thoughts with this person? This question goes to the core of the quality of your relationship. Feeling safe means you can communicate openly with this person. The basis of having good communication is trust! i.e. trust that I won't get punished or hurt for expressing my honest thoughts and feelings. A colleague of mine defines an abusive person as someone with whom you feel afraid to express your thoughts and feelings. Be honest with yourself on this one. Make sure you feel emotionally safe with the person you plan to marry. QUESTION #3: Is s/he a mensch? A mensch is someone who is a refined and sensitive person. How can you test? Here are some suggestions: #61607;Do they work on personal growth on a regular basis? #61607;Are they serious about improving themselves? A teacher of mine defines a good person as someone who is always striving to be good and do the right thing. So, ask about your significant other: What do they do with their time? Is this person materialistic? Usually, a materialistic person is not someone whose top priority is character refinement. There are essentially two types of people in the world: #61607;People who are dedicated to personal growth, and #61607;People who are dedicated to seeking comfort. Someone whose goal in life is to be comfortable will put personal comfort ahead of doing the right thing. You need to know that before walking down the aisle. QUESTION #4: How does he/she treat other people? The one most important thing that makes any relationship work is the ability to give. By giving, we mean the ability to give another person pleasure. Ask: Is this someone who enjoys giving pleasure to others or are they wrapped up in themselves and self-absorbed? To measure this, think about the following: #61607;How do they treat people whom they do not have to be nice to, such as waiters, bus boys, taxi drivers, etc? #61607;How do they treat parents and siblings? Do they have gratitude and appreciation? #61607;Do they show respect? If they don't have gratitude for the people who have given them everything, you cannot expect that they'll have gratitude for you - who can't do nearly as much for them! #61607;Do they gossip and speak badly about others? Someone who gossips cannot be someone who loves others. You can be sure that someone who treats others poorly, will eventually treat you poorly as well. QUESTION #5: Is there anything I'm hoping to change about this person after we're married? Too many people make the mistake of marrying someone with the intention of trying to improve them after they're married. As a colleague of mine puts it, You can probably expect someone to change after marriage ... for the worse! If you cannot fully accept this person the way they are now, then you are not ready to marry them. In conclusion, dating doesn't have to be difficult and treacherous. The key is to try leading a little more with your head and less with your heart. It pays to be as objective as possible when you are dating, to be sure to ask questions that will help you get to the key issues. Falling in love is a great feeling, but when you wake up with a ring on your finger, you don't want to
[wanita-muslimah] Fw: Sebutir Kurma Pengganjal Doa
- Forwarded Message From: Donna Ardiani [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, November 28, 2007 4:27:24 PM Subject: Sebutir Kurma Pengganjal Doa Sebutir Kurma pengganjal Doa Selesai menunaikan ibadah haji,Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke Mesjidil Aqsa. Untuk bekal diperjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidilHaram. Setelah kurma ditimbang dandibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan.Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut danmemakannya. Setelah itu ia langsungberangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Sepertibiasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangandibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba iamendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya. Itu, Ibrahim bin Adham, ahliibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT, katamalaikat yang satu. Tetapi sekarang tidak lagi.doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuhdari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram, jawab malaikatyang satu lagi. Ibrahim bin adham terkejutsekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya danmungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWTgara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. Astaghfirullahal adzhimIbrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untukberangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk memintadihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai diMekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukanpedagang tua itu melainkan seorang anak muda. 4 bulan yang lalu saya membelikurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang? tanyaIbrahim. Sudah meninggal sebulan yanglalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma jawab anak mudaitu. Innalillahi wa innailaihiroji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?. Lantas ibrahimmenceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuhminat. Nah, begitulah kata ibrahim setelah bercerita, Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkaumenghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpaizinnya?. Bagi saya tidak masalah. InsyaALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yangjumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karenamereka mempunyai hak waris sama dengan saya. Dimana alamat saudara-saudaramu? biar saya temui mereka satu persatu. Setelah menerima alamat, ibrahimbin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semuasetuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan olehibrahim. 4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubahSakhra. Tiba tiba ia mendengar duamalaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. Itulahibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milikorang lain. O, tidak..,sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat halalan dari ahliwaris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali darikotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain.Sekarang ia sudah bebas. dari cerita diatas kita tarikkesimpulan, makanan akan menjadi darah dan daging, akan selau manunggal dengan jiwa kita, kalau makanan itutidak bersih semua aktifitas akan kena dampaknya Apabila anda mempunyai temanatau saudara yang anda sayangi forwardlah e-mail ini. Oleh sebab ituberhati-hatilah dgn makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? lebihbaik tinggalkan bila ragu-ragu... Nilaimanusia, bukan kenapa ia MATI, melainkan bagaimana ia HIDUP; bukan apa yangdi PEROLEH , melainkan apa yang telahdiBERIKAN; bukan apaPANGKATNYA, melainkanapa yang telah di PERBUAT dengan tugas yang diberikan TUHANkepadanya. Semoga bermanfaat. Allahu a'lam. Wassalam. http://yartati.multiply.com Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. http://overview.mail.yahoo.com/ [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Perempuan merawat bumi
http://www.indomedia.com/poskup/2007/11/29/edisi29/opini.htm Perempuan merawat bumi Oleh Pdt. Mery Kolimon BUMI adalah tempat di mana manusia mengalami seluruh kemanusiaannya. Di bumi kita lahir dan bertumbuh menjadi dewasa. Dari bumi kita mendapat makan dan minum kita. Kita hidup dari bumi. Di atas bumi kita jatuh cinta, menikah dan menjalankan fungsi prokreasi. Di bumi anak-anak kita lahir dan kemudian melahirkan anak-anak mereka. Di bumi manusia mengembangkan peradabannya, menjadi warga dari satu komunitas budaya, bangsa dan agama. Di bumi pula kita menjadi tua, mati dan dikuburkan. Seluruh hidup kita tergantung pada alam. Tanpa manusia, alam semesta dapat terus ada; tapi tanpa alam, tanpa bumi, manusia tiada. 'Manusia hidup dari roti,' dan roti dibuat dari gandum, jagung dan singkong yang hidup di atas bumi. Tanpa itu manusia tidak dapat mempertahankan keberlangsungannya. Itu sebabnya banyak bangsa di dunia menyebut bumi sebagai ibu, bunda yang memelihara dan menafkahi anak-anaknya.Bumi, bunda kehidupan yang terluka Tapi lihatlah apa yang terjadi pada bumi. Keserakahan manusia menghancurkan bumi. Seperti ibu yang senantiasa menyusu danmembesarkan anak-anaknya tubuh bumi letih menanggung beban memberi kehidupan bermiliar anaknya. Tubuhnya pun penuh luka, digali, dikuras dan dieksploitasi untuk kepentingan dan kerakusan anak-anaknya. Dan sebagai ibu yang letih, tak jarang kita melihat ibu kita bersusah hati, merintih dan mengaduh bahkan marah dan menghukum anak-anaknya. Ketika dunia tercipta, demikian teologi Kristen mengajarkan, semua baik adanya. Hutan hutan alami menjadi rumah bagi berjuta spesies tanaman dan binatang. Laut menjadi tempat yang nyaman bagi banyak jenis ikan dan biota laut lainnya. Sungai-sungai mengalir dari kaki gunung, jernih dan murni memberi kehidupan bagi mereka yang hidup di tepi alirannya. Sumber air dalam tanah menopang kehidupan mereka yang hidup di atasnya. Burung-burung terbang dan menari, merayakan kemurahan Allah yang menciptakan mereka dalam kebebasan untuk menikmati kasihNya. Bukan hanya makhluk yang merasakan keagungan penciptaan, bahkan sang Pencipta pun melihat semua itu baik, bahkan sungguh amat baik. Selanjutnya manusia diberi tugas untuk mengelola alam yang indah itu, mengaturnya baik-baik dengan kuasa yang diterimanya dari Allah. Tapi kerakusan manusia merusak keindahan itu. Kuasa yang diterimanya dari Allah disalahgunakannya. Bumi tidak dikelola dengan tanggung jawab. Keagungan Eden tercabik; hubungan harmonis dan mutualis antara manusia dan alam diganti dengan hubungan yang eksploitatif. Pandangan modernitas yang menepis sikap hormat dan respek terhadap otoritas bumi semakin memperparah kerusakan alam. Bumi dilihat sebagai obyek yang tersedia semata untuk kepentingan manusia. Otoritas alam sebagai sesama ciptaan yang indah dan mulia dihadapan pencipta dikangkangi. Dan bumi kita hari ini adalah bumi yang penuh luka. Hutan-hutan dijarah; isi laut dikeruk; bahan kimia beracun ditumpahkan ke laut memusnahkan beragam biota yang hidup di dalamnya; sungai dan sumur tercemar, gunung batu diratakan dengan tanah untuk kepentingan eksploitasi marmer. Ibu kita sedang bersedih, ia sedang merintih dan mengeluh. Negara kita, demikian pendapat banyak ahli, termasuk negara yang akan merasakan dampak paling besar perubahan iklim akibat pemanasan global. Peningkatan suhu bumi yang diakibatkan oleh rusaknya lapisan ozon akan menyebabkan berbagai bencana alam serta menimbulkan dan meningkatkan angka kasus penyakit seperti asma, kanker kulit, serta penyakit dengan vektor nyamuk (malaria, demam berdarah, chikungunya, radang otak dan filariasis). Karena itu tugas untuk menyelamatkan bumi bukan hanya tugas pihak atau badan tertentu. Ini tugas bersama kita. Semua pihak, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, lembaga pemerintah dan bukan pemerintah, komunitas agama dan masyarakat luas terpanggil untuk menyelamatkan bumi kita.Perempuan merawat bumi Syukurlah kesadaran akan pentingnya merawat dan memulihkan hubungan dengan bumi tetap terjaga dalam masyarakat suku-suku kita. Lihatlah perempuan-perempuan Mollo yang bertahan berminggu-minggu di kaki gunung batu Nuat Mollo di Desa Ajaobaki atau gunung batu Naetapan di Desa Tunua untuk menolak pertambangan di sana. Mereka meratapi gunung batu Nau Sus yang telah rata dengan tanah. Padahal gunung batu bagi orang Meto adalah tulang punggung pulau ini. Dan rakyatMollo sebagai saudari perempuan dari delapan komunitas suku di pulau ini memahami dirinya sebagai penjaga pulau ini. Mollo adalah hulu dan jantung bagi kehidupan di nusa ini karena di sana ada Mutis dan gunung-gunung batu lainnya yang menjadi sumber mata air bagi pulau Timor. Di berbagai komunitas adat respek terhadap alam masih terjaga, dan ini bisa menjadi kekuatan yang dimanfaatkan untuk mempertahankan kehidupan bumi yang berkualitas. Ada contoh lain dari India Utara, yakni dari kalangan penduduk asli daerah
[wanita-muslimah] HADIRI - MABIT YISC AL-AZHAR DATA
YISC AL AZHAR YOUTH ISLAMIC STUDY CLUB === Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh MABIT YISC AL-AZHAR DATA Hari : Sabtu-Ahad Tgl : 1-2 Desember 2007 Pukul: 19.00 - 06.00 WIB Tema : MENGGAPAI RIDHO ALLAH Oleh : 1. Ust. H. Ir. Tifatul Sembiring 2. K.H. DR. Ali Akhmadi, MA Al-Hafidz 3. Ust. Fadlil Usman Baharun Qiyamul Lail : K.H. DR. Ali Akhmadi, MA Al-Hafidz wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh = = = = === Informasi : YISC (724 7444) DATA (92921514) Sekretariat : Komplek Masjid Agung Al Azhar Sekretariat YISC Al-Azhar Komp. Masjid Agung AL-AZHAR Jl. Sisingamangaraja, Keb. Baru Jakarta Selatan 12110 Telp/Fax : 0217247444 --- HUMAS YISC - Get easy, one-click access to your favorites. Make Yahoo! your homepage. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] LP: Beda Orang Cerdas dan Tidak
Orang cerdas memahami kosnekwensi setiap jawaban dan menemukan bhw dibalik sebuah jawaban tersembunyi beberapa pertanyaan baru. Pertanyaan baru tsb memiliki pasangan sejumlah jawaban yang kembali akan membawa pertanyaan baru dalam deretan eksponensial. Sehingga mereka yang benar-benar cerdas kebanyakan rendah hati, sebab mereka gamang pada akibat dari sebuah jawaban. Konsekwensi-konsekwensi itu mereka termui dalam jalur-jalur seperti labirin, jalur yang jauh menjalar-jalar, jalur yang tak dikenal di lokuslokus antah berantah, tiada berujung. Mereka mengarungi jalur pemikiran ini, tersesat di jauh di dalamnya, sendirian. Godaan2 besar bersemayam di dalam kepala orang2 cerdas. Di dalamnya gaduh karena penuh dengan skeptitisme. Selesai menyerahkan tugas kepada dosen, mereka selalu merasa tidak puas, sellau merasa bisa berbuat lebih baik dari apa yang telah mereka presentasikan. Bahkan ketiaka mendapat nilai A plus tertinggi, mereka masih saja mengutuki dirinya sepanjang malam. Orang2 cerdas berdiri dalam gelap, sehingga mereka bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Mereka yang tak dipahami oleh lingkungannya, terperangkap dalam kegelapan itu. Semakin cerdas, semakin terkucil, semakin aneh mereka. Kita menyebut mereka: orang2 yang sulit. Orang2 sulit ini tidak berteman, dan mereka berteriak putus asa memohon pengertian. Ditambah sedikit saja dengan sikap introvert, maka orang2 cerdas semacam ini tak jarang berakhir di sebuah kamar dengan perabot berwarna teduh dan musik klasik yang terdengar lemat-lemat, itulah ruang terapi kejiwaan. Sebaian dari mereka amat menderita. Sebaliknya, orang yang tidak cerdas hidupnya lebih bahagia. Jiwanya sehat walafiat. Isi kepalanya damai, tenteram, sekaligus sepi, karena tak ada apa-apa disitu. Kosong. Jika ada suara memasuki telinga mereka, maka suara itu akan terpantul-pantul sendirian di dalam sebuah ruangan sempit, berdengung-dengung sebentar, lalu segera keluar kembali melalui mulut mereka. Jika menyerahkan tugas, mereka puas sekali karena telah berhasil memenuhi batas akhir, dan ketika mendapat nilai C, mereka tak henti- henti bersyukur karena telah lulus. Mereka hidup di dalam terang. Sebuah senter menyiramkan sinar tepat di atas kepala mereka dan pemikiran mereka hanya sampai pada batas lingkaran cahaya senter itu. Diluar itu gelap. Mereka selalu bicara keras-keras karena takut akan kegelapan yang mengepung mereka. Bagi sebagian orang, ketidaktahuan adalah berkah yang tak terkira. Aku pernah mengenal berbagai jenis orang cerdas. Ada orang genius yang jika menerangkan sesuatu .lebih bodoh dari orang yang paling bodoh. Semakin keras ia berusaha menjelaskan, semakin bingung kita dibuatnya. Hal ini biasanya dilakukan oleh mereka yang sangat cerdas. Ada pula yang kurang cerdas, bahkan bodoh sebenarnya, tapi kalau bicara ia terlihat paling pintar. Ada orang yang memiliki kecerdasan sesaat, kekuatan menghafal yang fotografis, namun tanpa kemampuan analitis. Ada pula yang cerdas tapi pura-pura bodoh, dan lebih banyak lagi yang bodoh tapi pura-pura cerdas. Namun, sahabatku Lintang memiliki hampir semua dimensi kecerdasan. Dia seperti toko serba ada kepandaian. Yang paling menonjol adalah kecerdasan spasialnya, sehingga ia sangat unggul dalam geometri multidimensional.Ia dengan cepat dapat membayangkan wajahs ebuah konstruksi suatu fungsi jika digerak-gerakan dalam variable derajat. Ia mampu memecahkan kasus-kasus dekomposisi modern yang runyam dan mengajari kami teknik menghitung luas polygon dengan cara membongkar sisi-sisinya sesuai Dalil Geometri Euclidian. Ingin kukatakan bahwa in sama sekali bukan perkara mudah. Â… Kecerdasannya yang lain adalah kecerdasan linguistic. Ia mudah memahami bahasa, efektif dalam berkomunikasi, memiliki nalar verbal dan logika kualitatifÂ… Saat itu aku mendapat kritikan tajam dari ayahku karena nilai bahasa Inggris yang tak kunjung membaik. Akupun akhirnya menghadap pemegang kunci ilmu filsafat untuk mendapat satu dua resep ajaib. Aku keluhkan kesulitanku memahami tense Kalau tak salah jumlahnya sampai enam belas, dan jika ia sudah berada dalam sebuah narasi aku kehilangan jejak dalam konteks tense apa aku berada? Pun ketika ingin membentuk sebuah kalimat, bingung aku menentukan tensenya. Bahasa Inggrisku tak maju-maju! Begini, kata Lintang sabar menghadapi ketololanku. Ketika ia sedang memaku sandal cunghainya yang menganga seperti buaya lapar. Kupikir ia pasti mengira bahwa aku mengalami disorientasi waktu dan akan menjelaskan makna tense secara membosankan. Tapi petuahnya sungguh tak kuduga. Memikirkan struktur dan dimensi waktu dalam sebuah bahasa asing yang baru saja kita kenal tidak lebih dari hanya akan merepotkan diri sendiri. Sadarkah kau bahwa bahasa apapun di dunia ini, di manapun, mulai dari bahasa Navajo yang dipakai sebagai sandi tak terpecahkan di perang dunia kedua, bahasa Gaelic yang amat langka, bahasa Melayu pesisir yang berayun-ayun,
[wanita-muslimah] (unknown)
buat para wanita,semoga bermanfaat http://yartati.multiply.com Never miss a thing. Make Yahoo your home page. http://www.yahoo.com/r/hs [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Ust CHODJIM ... playing god-Re: Di saat hujan turun -cinta tak bersyarat
Ustad Chodjim, Sekali lagi, ternyata milis/text tidak bisa menyampaikan semua nuansa komunikasi verbal dengan utuh, terlebih ketika unsur emosi, sekecil apapun sudah turut (dan sulit untuk tidak melibatkan emosi bagi manusia normal spt kita) dalam tiap ketikan kunci pada papan- kunci/keyboard. Untuk itu saya mohon maaf, sebagai yang lebih muda dan masih jauh dari menguasai ilmu-ilmu dalam islam, bahwa kata-kata saya di tanggapan sebelum ini jadi personal begitu. Ini murni kesalahpahaman saya atas penafsiran ini komentar kangmas. Sekali lagi mohon maaf. Saya juga terima kasih masih diingatkan bahwa saya emosional dalam menanggapi opini mas di atas. Ke depan saya akan lebih hati-hati lagi membaca tulisan kangmas ... :-) Untuk kesalahan dan kelemahan manusia, Rasulullah yang ma'shum pun tidak lepas dari alpa, lupa dan kesalahan minor manusiawi lainnya. Tapi kita tetap menuruti semua teladan baik yang beliau lakukan, belajar segala perikehidupan beliau yang bersandar pada riwayat yang accountable-valid-authoritative, bukan bualan atau palsu, termasuk belajar dari sisi manusiawi beliau yang lengkap dengan kelemahannya. Nah saya prihbadi melihat bahwa, setidaknya pada posisi saya, tidak mungkin mengabaikan pendapat para ulama masyhur (apa masyhur sama dengan selebritis, populer, kesohor mas?) macam para imam madzhab/fiqh, para muhadits, para faqih, para mujtahid, sedangkan segala yang mereka amalkan dan pelajari masih sangat jauh dibanding saya. Mungkin bagi kangmas, semua karya akbar mereka adalah sekadar dialektika tapi bagi saya yang awam ini sulit menerima itu. Jika berkenan, untuk konteks makna Rasul dan Nabi yang menurut kangmas tidak ditemui dalam al-Qur'an sehingga semua pendapat para ulama salaf itu tidak lagi terpakai, bisa mas jelaskan? Maaf, ini sama sekali bukan menguji mas apalagi sekadar basa-basi, karena saya ingin sekali tahu dari mas, belajar dari mas informasi yang mas maksud itu. Spt kata ibu Aisha, akan sulit bagi saya mengingat segala keterbatasan yang ada pada saya sekarang ini, untuk mencari sendiri semua informasi yang bermuara pada kesimpulan mas itu, sekiranya mas minta saya tidak disuapi. Jadi dengan segala kerendahan hati, mohon mas bersedia dengan singkat dan padat menyebutkan dalil-dalilnya atau mungkin cukup kitab-kitab yang mas temui dalil2 yang mas ambil dan saya akan coba cari langsung sumber2 itu semampu saya. asal jangan kitab bahasa arab ya mas, wuih ra mudheng aku mas ... yang terjemah saja, atau malah kalo memang ada yang di internet atau e-book. Matur nuwun sanget atas tanggapan mas nanti. Maaf baru balas karena tadi seharian muter2 bolak balik ke kuningan memperbaiki handset saya yang rusak agar data yang tersimpan tidak hapus ... salam taklim, al-faqir/dhaif, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote: Bukan ganti gaya, Mas Satriyo. Tanggapan kan harus mengikuti irama yang disampaikan. Mas Satriyo, kalau saya menyampaikan ungkapan Makanya, banyak mengaji Mas agar bawaannya tidak emongsional terus :)), itu berarti ajakan agar Mas Satriyo terus mengaji sehingga dalam bermilis ria tidak tampak emongsional. Sebuah ajakan bukankah baik sekali? Dan, nyatanya ajakan saya untuk fokus itu oleh Mas Satriyo diabaikan sehingga jawaban nggladrah ke sifat-sifat persona. Coba perhatikan sebaris kalimat yang saya petik tersebut. Lalu, lihat jawaban Mas Satriyo di bawah yang panjang lebar hanya sekadar ingin menunjukkan bahwa saya pun emongsional. Tapi, saya matur nuwun Mas bila masih ada yang mengingatkan bahwa saya orangnya emongsional. Makasih ya Rsa: #mas hanya ingin memakai makna rasul dan nabi sesuai keinginan mas dan mengabaikan olah fikir dan nalar para ulama, serta karena mas berlindung dibalik ayat-ayat Quran yang menurut mas tidak menegaskan beda rasul dan nabi? wah jadi para ulama masyhur yang tidak mas anggap itu ngambil dari mana ya?# Cho: Mas Satriyo, saya tetap beranggapan bahwa manusia tempatnya kesalahan dan kelalaian. Jadi, saya tidak pernah memandang kemasyhuran seseorang. Saya hanya menghormati mereka yang sepatutnya saja. Namun, kalau kenyataannya tak ada ayat Alquran yang dipakai sebagai landasan, tak ada dalil sama sekali, ya kita berhak meluruskan. Bukankah begitu? Jadi, Mas Satriyo tak perlu membenturkan dengan kemasyhuran seseorang. Yang penting, pertama kali ada tidak dalil yang diambil dari Alquran. Kalau ada, bagaimana mereka menafsirkan berdasarkan kaidah bahasanya... sudah betul atau dipaksakan? Nah, ternyata bila tidak ada dalilnya, ya tak perlu lagi kita mempertanyakan mengambil dari mana. Jadi, sederet ulama yang pernah mengisi dunia ini ya merupakan dielektika terhadap perjalanan agama Islam. Wasalam, chodjim