[wanita-muslimah] notes harian seorang awam: tentang stoic
Notes Harian Seorang Awam: TENTANG STOIC Siang ini, ketika membuka laptop, di layar komputer, muncul tulisan Danielle Belle berjudul Stoic disiarkan melalui milis [EMAIL PROTECTED] Lengkap tulisan tersebut sebagai berikut: STOIC Aku kebas tapi tak juga puas Aku tak peduli tapi kunikmati kebahagiaan kesakitan Seperti para stoic yang mendidik perasaannya memastikan bahwa dunia akan baik-baik saja walaupun ada satu hati yang patah bah, aku tak menyerah! -- Danielle, deus iudex meus est http://daniellebelle.blogspot.com . [Sumber: Gabriel Garcia Marquez [EMAIL PROTECTED], in: milis [EMAIL PROTECTED] , Sun, 17 Feb 2008 17:51:10 +0700] sSD D[_,_.___ . Oleh rasa ingin tahu lebih lanjut, maka saya pun membuka blogspot Danielle di mana saya dapatkan serangkaian tulisan-tulisannya dengan tema beragam. Yang banyak menarik perhatian saya, bahwa tulisan-tulisan Danielle, adalah kesan bahwa ia lebih banyak menggeluti bidang perenungan atau pemikiran, mencoba menangkap sari gejala dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Menjadi sederhana memang tidak mudah, tapi pada kesederhanaan terdapat keindahan karena ia barangkali merupakan pohon dengan bunga indah wangi, yang tumbuh di ranah pencarian dan pendalaman. Pencarian dan kembara jiwa yang tak lelah dan tak punya sampai, jika menggunakan istilah Pelukis Salim -- pelukis Indonesia yang sejak usia 17 tahun sudah tinggal di Paris, kini berusia 101 tahun. Indahnya kesederhanaan, barangkali, di dalamnya terdapat kebenaran, dan tidakkah kebenaran itu indah? [Tentu saja saya sadar bahwa soal kebenaran dan indah itu sendiri, dari dulu sampai sekarang, membuka gerbang lebar buat suatu perbincangan panjang]. Kesederhanaan akan menjadi makin indah jika ia sekaligus mengangkat universalitas nilai sebagaimana universalitas konsep wolak-waliké zaman. Kesederhanaan dipadani oleh universalitas ini, kudapatkan pada tulisan Stoic di atas. Di tulisan ini, Danielle Belle antara lain menulis: dunia akan baik-baik saja walaupun ada satu hati yang patah Kesederhanaan dan universalitas begini juga telah melahirkan puitisitas yang kuat pada tulisan di atas. Karena itu sederhana itu indah tapi tak mudah. Sebagai contoh lain dari kesederhanaan itu indah, guna menjelaskan apa yang kumaksud terdapat pada baris Chairil Anwar : sekali berarti sudah itu mati atau, baris-baris puisi Ho Chi Minh: bulan memancing syair tunnggu sampai besok aku sibuk dengan urusan perang atau larik-larik Mao Zedong dalam puisinya Kembali Ke Shaosan: pengorbanan pahit membulatkan tekad yang kuasa menempa surya dan candra bercahya di cakrawala baru Ciri kesederhanaan ini agaknya membuat Danielle tampil rada beda dengan penulis-penulis lain yang muncul di berbagai milis termasuk di milis apresiasi sastra. Tampil dengan wajah perempuan lebih alami, seadanya, tanpa banyak dipulas oleh make-up atau dandanan bergincu dan berbedak. Pergulatan Danielle lebih bertumpu pada menangkap hakiki dari gejala dari dari tumpuan ini Anda mencari puitisitas. Dengan cara begini, tentu saja tidak nampak padaku bahwa Danielle berpuisi dengan bermain-main dengan kata, bermain-main dengan estetika, walau pun memang, unsur estetika itu penting untuk suatu karya sastrawi. Betul pula, bahwa kata alat kerja utama penyair. Danielle agaknya memilih pendekatan lain dalam berpuisi. Ia tidak berangkat dari dermaga estetika murni sehingga sering karya [puisi] yang lahir, kemudian sering tidak mengatakan apa-apa . Tentu saja, saya tidak memutlakkan bahwa yang berangkat dari dermaga estetika, tak pernah sampai ke pantai hakiki ketika melayari samudera gejala. Tapi sering terjadi, karena misalnya kurang tenaga, sang penyair bermain-main di permukaan, seperti seekor angsa putih anggun merenangi air danau. Sesekali mencelupkan kepala ke dalam air. Kepala angsa putih anggun itu tak mengenal dasar telaga atau danau. Pasti saja, adalah hak masing-masing penyair memilih metode pendekatan mana yang akan digunakan dalam bersastra. Dari karya sastrawi masing-masing, pembaca yang berdaulat pun apa-siapa dan bagaimana sastrawan tersebut. Karya adalah diri jiwa sastrawan sendiri dalam proses usahanya mencari diri dan meraih makna. Sebagai seorang awam dan selalu merasa diri sebagai pelajar awal di dunia sastra-seni, saya tidak mengatakan mana yang baik dan mana yang buruk dari dua metode tersebut. Bagaikan seorang busana seorang peragawati-peragawan, karya yang telah disiarkan tak obah busana yang yang diperagakan itu berhadapan langsung dengan penonoton yaitu pembaca yang berdaulat. Dengan alasan-alasan di ataslah maka terkesengsem pada baris-baris: dunia akan baik-baik saja walaupun ada satu hati yang patah Berkata banyak dan terasa bisa kupungut
[wanita-muslimah] Kenapa Mesti Halal?
http://batampos.co.id/Kenapa-Mesti-Halal.html Kenapa Mesti Halal? Jumat, 15 Pebruari 2008 Oleh: Laksmi Widajanti Dosen Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Mahmudi Asyari Kandidat Doktor UIN Jakarta Legalisasi halal di Indonesia semestinya tidak menimbulkan kontroversi. Bahkan, semestinya semua pihak memandang persoalan itu sebagai sebuah keniscayaan mengingat 89 persen penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah umat Islam, di mana semestinya mereka menganggap persoalan halal sebagai haluannya dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Jika, kita melakukan surving di internet kontroversi seputar legalisasi halal melalui pembuatan undang-undang sebagaimana rencana Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama untuk mengajukan RUU Jaminan Produk Halal sungguh sangat marak. Marak, karena penolakan tidak hanya datang dari produsen yang merasa akan terbebani melalui legalisasi itu, tapi juga dari sejumlah kalangan umat Islam sendiri. Namun, jika ditilik lebih jauh penolakan dari sejumlah kalangan umat Islam adalah persoalan jatah untuk menerbitkan sertifikat halal. Artinya mereka minta jatah agar tidak hanya Majlis Ulama Indonesia (MUI) saja yang ketibanan rezeki melalui pelabelan halal tersebut. Terlepas dari, kontroversi itu semestinya semua pihak menghormati upaya itu mengingat persoalan makanan bagi umat Islam sangat terkait dengan keyakinan agama mereka di mana hal itu sesungguhnya hal itu dijamin oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pancasila, Undang-Undang Dasar, dan beberapa peraturan di bawahnya telah menegaskan hak untuk mengekspresikan keyakinan agama (Islam) bagi pemeluknya. Hanya, peraturan berkaitan dengan pangan dan produksi yang sudah ada baru sebatas menganjurkan saja. Akibatnya, hanya produsen yang sangat perhatian terhadap masalah itu yang mau memintakan fatwa kepada MUI. Kenapa mesti ada fatwa halal? Persoalan pangan bagi umat Islam sebenarnya tidak hanya menyangkut apakah itu bergizi atau baik bagi tubuh (thayyib), namun ada kriteria lain yang mesti diperhatikan yaitu halal atau tidak. Persoalan terakhir, tidak sepenuhnya terkait dengan makanan atau obat-obatan aman bagi tubuh sehingga apa yang diakreditasi lembaga POM belum cukup, karena masih ada aspek halal yang menjadi kompetensi ahli fikih. Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang sangat advokatif terhadap persoalan pangan tidak mempunyai perhatian sama sekali terhadap persoalan halal. Mungkin mereka menganggap jika sebuah pangan dinilai aman berarti halal juga hukumnya. Jika ada anggapan seperti itu, maka sungguh keliru mengingat aman tidak sepenuhnya bisa disepadankan dengan halal. Daging babi misalnya aman karena dianggap mempunyai kandungan nutrisi yang baik. Akan tetapi, dalam syariah itu tidak halal sehingga harus dijauhi oleh umat Islam. Begitu juga dengan sejumlah makanan yang oleh Alquran dan Sunnah Rasulullah dikategorikan haram untuk dimakan. Di samping itu sejumlah yang tidak disebutkan keharaman itu, ada sejumlah makanan yang mesti dikaji termasuk hasil produksi apakah dalam produksi terdapat unsur yang diharamkan bagi umat Islam untuk dimakan atau tidak. Berkaitan dengan jenis makanan dan hasil produksi yang masih mungkin mengandung unsur haram itulah fatwa MUI dirasa sangat penting guna memberikan rasa aman kepada umat Islam ketika meraka menyantap makanan. Mengingat persoalan makanan bagi umat Islam tidak bisa dilepaskan dari keyakinan agama, sudah semestinya semua pihak mendukung upaya legalisasi itu, karena tindakan itu merupakan sebuah sebuah amanat hukum positif di Indonesia. Kriteria Halal? Alquran dalam beberapa ayat menekankan persoalan halal, meskipun masih terkesan agak umum. Perihal ini, kemudian dijelaskan oleh Nabi ke dalam ungkapan yang lebih detail. Ungkapan mengenai hal itu, dimulai oleh Nabi dengan penjelasan-penjelasan jenis makanan yang halal dan haram dan jenis yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi. Di antaranya, makanan tersebut harus bebas dari, pertama, sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, kedua, kandungan racun dan zat lain yang bisa membayakan kehidupan umat Islam, dan ketiga, unsur najis. Kriteria pertama, seperti larangan memakan babi di mana kita tidak mengetahui persis sebab larangan itu. Ada kalangan yang mengatakan, dikarenakan mengandung cacing pita yang sukar untuk dimatikan. Namun, ketika aspek ini bisa dijawab oleh teknologi moderen saat ini, aspek keharaman tetap saja tidak bisa diabaikan. Termasuk dalam kriteria ini, hewan buas, dan lainnya yang telah dijelaskan secara relatif detil oleh Nabi. Adapun kriteria kedua, saya kira sudah jelas, karena mengkonsumsi makanan itu sendiri untuk menjaga kelangsungan hidup, sedangkan mengkonsumsi racun merupakan kebalikan dari tujuan itu. Begitu juga dengan zat yang
[wanita-muslimah] Mengatasi Trauma Berbahasa Inggris
http://batampos.co.id/Mengatasi-Trauma-Berbahasa-Inggris.html Mengatasi Trauma Berbahasa Inggris Sabtu, 16 Pebruari 2008 Oleh : Condra Antoni Dosen Bahasa Inggris FT Teknik UMRAH/Politeknik Batam, Koordinator Polybatam Language Centre. Trauma berasal dari kata Yunani tramatos yang berarti luka dari sumber luar. Pada dasarnya trauma adalah luka emosi, rohani dan fisik yang disebabkan oleh keadaan yang mengancam diri kita. Trauma adalah luka batin yang tersimpan sehingga berpotensi menggerogoti seluruh diri kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa belajar bahasa Inggris berpotensi menimbulkan trauma-dalam artian takut atau was-was untuk practice. Tanpa bermaksud berprasangka, trauma ini disebabkan oleh masa lalu pembelajaran bahasa yang setiap hari berhadapan dengan guru yang berkiblat to be-isme. Di sini guru justru berperan sebagai pengabar ideologi tentang grammar correctness yang tidak bisa ditawar dalam berbahasa Inggris. Guru cenderung berperan sebagai hakim agung yang setiap saat siap sedia menghukum muridnya dengan aturan-aturan kaku manakala murid tersebut mencoba berekspresi atau berujar dalam bahasa Inggris dengan grammar yang tidak tepat. Murid kemudian di cekoki dengan to be yang berpengaruh pada imej bahwa bahasa Inggris itu sulit dipelajari, dipahami, dan dikuasai. Sebagai orang Indonesia yang rata-rata mengawali pembelajaran bahasa Inggris ketika SMP, maka berhadapan langsung dengan to be seringkali merupakan suatu ketakutan. Bagaimana tidak, ketika kita sebagai pemilik sah bahasa ibu (mother's tongue) bukan bahasa Inggris, saat berhadapan pertama kali dengan bahasa Inggris itu sendiri pada waktu pertama kali, yang disuguhkan adalah hamparan peraturan berbahasa. Barangkali hari ini masih banyak ditemukan guru yang menerapkan pola yang sama; mengutamakan grammar dibanding memotivasi siswa untuk menggunakan bahasa inggris itu sendiri. Hari T. Kisdi mengistilahkan pembelajaran seperti ini dengan knowledge oriented. Kita disuguhkan pengetahuan tentang bagaimana cara berbahasa, alih-alih skill oriented yang berupa keterampilan berbahasa. Bisa kita bayangkan dan rasakan bagaimana suasana yang kita hadapi dan dapati ketika kita belajar bahasa Inggris untuk tahap awal, kita diharuskan memiliki pengetahuan berbahasa. Kita diharuskan memahami grammar dalam artian pola-pola formal dan terbatas yang digunakan dalam berujar bahasa Inggris. Bahasa Inggris, lanjut Hari T. Kisdi adalah sebuah keterampilan (skill). Ia merupakan suatu pembelajaran untuk memakai bukan mengetahui. Akibat trauma berbahasa di masa lalu, maka ketika mereka belajar bahasa inggris di usia dewasa, mereka mengalami kesulitan. Banyak kasus ditemukan bahwa pembelajar bahasa Inggris dewasa pada batasan-batasan tertentu, bisa memahami orang lain yang berbicara bahasa Inggris. Tapi ketika diminta merespon, mereka mengalami kesulitan. Justru persoalannya bukan karena mereka tidak tahu jawabannya, tapi mereka takut salah dalam meresponnya. Di kelas-kelas bahasa Inggris yang pernah saya tangani, model pembelajar seperti ini biasanya memilih menjawab dengan bahasa Indonesia, padahal saya bertanya dalam bahasa Inggris. Ini membuktikan bahwa mereka mengerti tentang apa yang saya katakan dalam bahasa Inggris, tetapi mereka kesulitan untuk meresponnya dalam bahasa Inggris. Pada situasi tertentu, mereka justru memilih diam atau mengatakan no comment. Ini adalah bentuk trauma yang dialami oleh pembelajar bahasa Inggris di usia dewasa, yang dipicu oleh to be oriented di usia sekolah. Trauma ini seyogyanya bisa diatasi dengan mengubah paradigma pembelajarnya. Paradigma ini bisa dirubah dengan cara memahami fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Ketika pembelajar yang mengalami trauma tersebut memahamai konsep ini, maka mereka lantas akan menyadari bahwa bahasa Inggris-sebagaimana bahasa-bahasa lain-adalah sebuah alat untuk bisa saling berkomunikasi dan saling memahami satu sama lain, alih-alih show off tentang tatabahasa antara satu dengan yang lain. Dalam berbahasa Inggris misalnya, orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi (English speaking people) ketika berkomunikasi dengan orang yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris (non-native speaker) cenderung lebih pada keinginan untuk memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya, alih-alih berupaya memperbaiki English grammar nya. Contoh sederhana ini meniscayakan bahwa tobe-isme bukanlah syarat mutlak yang mesti dianut dalam berbahasa Inggris. Metode to be oriented yang diaplikasikan oleh guru-guru di tingkat sekolah menengah terutama, ternyata dalam prakteknya justru menyulitkan para pembelajar bahasa Inggris tersebut. Lebih jauh, pengajar bahasa inggris menciptakan trauma berbahasa Inggris ketimbang mendorong (encourage) para pembelajar untuk berbahasa Inggris. [Non-text portions of this
[wanita-muslimah] Valentine Haram + Valentine Yes Valentine N
Jambi Express Saturday, 16 February 2008 Valentine Haram (Tanggapan Atas Tulisan Valentine Yes, Valentine No Hermanto Harun* Agaknya, ruang pemikiran kita tidak pernah berhenti dari gerogotan virus budaya impor yang tanpa disadari telah mewabah dalam perilaku kesaharian kita. Virus tersebut menularkan pelbagai bentuk penyakit sosial yang semakin hari terus kumat, bahkan tularannya menjangkiti ruang pemahaman keberagamaan. Sehingga tak jarang, fatwa ulama terkecoh oleh realitas, yang seakan menganggap bahwa segala sesuatu memiliki nilai positif dan negatif. Akhirnya, para ustaz, ulama dan Intelektual Islam, harus mencari argumentasi yang sedikit lunak, agar terkesan familiar dan bersahabat dengan zaman. Ini setidaknya bisa ditelisik dalam kasus Valentine's day yang sampai saat ini menjadi icon dan tren baru generasi muda dalam menyalurkan kasih sayang. Valentine's day menjadi momen yang seakan 'rugi' untuk dilewati, dengan warna pink dan makanan coklatnya yang khas, hari ini dianggap sebagai ruang waktu berkasih sayang, terutama kepada sang kekasih. Seiring paksaan media mencekoki opini publik dengan tayangan perayaan hari Valentine, budaya 'impor' ini seakan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan romantisme kaula muda. Unik dan anehnya, di tengah kesan 'kontroversial' MUI yang memfatwakan haramnya perayaan hari Valentine, tulisan Bahrul Ulum, seorang intelektual dan akademisi Islam, dengan Judul Valentine Yes Valentine No di harian Jambi Ekspres (Kamis 14 Februari 2008), seolah ingin menjawab polemik keharaman perayaan Valentine tersebut. Walau, dalam tulisannya itu, tidak memiliki standar, juga rujukan argumentasi hukum yang jelas antara Valentiene yes atau no. Ketidak jelasan argumentasi hukum tersebut, menurut penulis, akhirnya menjadi jebakan argumentasi relativitas yang akhirnya tidak memiliki kelamin hukum yang valid dan tegas. Ketidak-tegasan sekaligus kegamangan dalam menyikapi Valentine tersebut, setidaknya terlihat dari beberapa uraian tulisan Bahrul Ulum (selanjutnya ditulis Bahrul) tersebut, diantaranya: Pertama, bahwa Bahrul terlihat sangat substantif. Ia berusaha memisahkan antara makna Valentine yang menurutnya sesuai makna dasar sejarah Valentine itu sendiri. Dalam ungkapan Valentine Yes-nya, Bahrul seakan berusaha memberi alibi, ternyata di dalam Valentine sendiri tersirat makna positif seperti memberikan kado, saling berbagi cerita dan pengalaman pribadi atau reuni teman/sahabat lama sesuai dengan makna dasar Valentine. Juga, Bahrul menambahkan perayaan Valentine yang minimal dapat ditolerir bila dilakukan dengan bertukar kado sebagai tanda perhatian terhadap kawan spesial atau sahabat, dengan kado yang sederhana, dirayakan ditempat terbuka, tidak ditempat tertutup yang memungkinkan dapat berbuat maksiat, memilih tempat yang sederhana, tidak mengganggu orang lain, tidak berpoya-poya, tidak merayakan dengan waktu yang tidak terbatas dan tentu saja berpakaian sopan sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat. Dalam uraian di atas, terkesan bahwa semua perilaku tadi merupakan suatu perbuatan positif, sehingga menjadi legitimasi akan yesnya perayaan Valentine. Persoalan kemudian adalah, jika perilaku tadi tidak dalam ruang waktu Valentine, mungkin masih debatable. Akan tetapi, jika dalam ruang perayaan yang masih berembelkan Valentine, maka disitulah letak persoalannya. Karena bagaimanapun, penamaan Valentine sangat kental dengan misi dan nilai agama Kristiani, bahkan termasuk persoalan teologis Kristen. Hal ini dapat dilihat dari asal sejarah lahirnya perayaan Valentine. Kisahnya bermula dari raja Claudius II (268-270 M) yang mempunyai kebijakan melarang bala tentaranya untuk menikah. Karena, bagi Claudius II, dengan tidak menikah, para prajurit akan menjadi agresif dan siaga dalam berperang. Kebijakan ini mendapat perlawanan dari Santo Valentine dan Santo Marius dengan melakukan perkawinan secara diam-diam. Akhirnya, perilaku kedua Santo tersebut diketahui oleh raja Claudius II, kemudian memberi hukuman mati kepada Valentine dan Marius. Akhirnya, kematian kedua pejuang cinta tersebut diresmikan oleh Paus Galasius pada 14 Pebruari 469 M sebagai hari Valentine. Jika demikian, maka sangat jelas, bahwa perayaan Valentine bagi umat Islam sangat bermasalah, mengingat persoalan teologis merupakan doktrin ajaran suatu agama yang sudah berada dalam ranah hitam-putih dan tidak mempunyai ruang untuk dinegosiasikan. Kedua, dalam ulasan Bahrul, terdapat ungkapan setidaknya tidak dianggap ketinggalan. Ungkapan ini sekilas sangat sederhana. Namun, menurut penulis, menyimpan kandungan inferiority yang sangat dahsyat. Sikap inferoiritas ini bahkan telah mewabah ke paradigma pemahaman keberagamaan intelektual Islam. Sehingga, banyak ditemukan para cendekiawan Islam menganggap bahwa Islam menjadi kerikil dari sains dan kemajuan. Agama Islam hanya dijadikan
Re: [wanita-muslimah] Waspada Ayam Potong Tanpa Nama Allah
Kalau dibaca terjemahan surat Al Maidah ayat 3 bunyinya sebagai berikut Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah , daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah , (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Kalau pemahaman saya, yang haram adalah daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, misal disembelih atas nama Latta, Uza atau Mana'at, atau berhala-berhala lain. Kalau misalnya tidak menyebut apa2 pada saat penyembelihan, mestinya tidak apa2 kan? Saya pernah baca, bahwa selama yang menyembelih adalah muslim, maka daging hewan itu adalah halal, tentunya dengan penyembelihan yang benar. Karena syahadat orang muslim ada di dalam hatinya. Mohon koreksi jika salah. salam, -- wikan 2008/2/17 Sunny [EMAIL PROTECTED]: http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/17637/180/ Waspada Ayam Potong Tanpa Nama Allah Laporan: Serambi Ummah/AM Ramadhani Minggu, 17-02-2008 | 22:19:55 BANJARMASIN, BPOST - Diperkirakan 80 persen pembeli ayam potong di pasar jarang menanyakan kepada penjual apakah hewan tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak. Hal ini dikemukakan ustadz Reza Rahmani Lc Minggu (17/2) usai shalat Maghrib di hadapan jamaah Masjid Ar Rahim, Sultan Adam, Banjarmasin Utara. Padahal, lanjutnya, dalam Alquran surah Al Maidah dikatakan bahwa menyembelih hewan tanpa menyebut nama Allah hukumnya haram dimakan.
[wanita-muslimah] Perempuan Pekerja Malam Dieksploitasi Seks
Assalamu'alaikum wr wb, Beberapa bulan tidak ngobrol di WM, kangen berat..:) Jadi, saya ikutan nimbrung ya, atau tepatnya mau cerita tentang aku dan pelacur hehehe, mungkin lebih baik pakai istilah pelacur daripada WTS (wanita tuna susila) atau PSK (pekerja seks komersial). Saat saya kecil, usia-usia SD, saya sering mendengar istilah pelacur dari lingkungan atau dari guru ngaji di mesjid yang mengatakan kata ini dengan penuh kebencian, sepertinya makhluk yang disebut pelacur ini adalah setan yang benar-benar menjijikan. Sebagai anak kecil dengan ilmu agama dan pengetahuan kehidupan yang masih amat dangkal, saya juga ikut-ikutan membenci yang namanya pelacur ini. Saat itu dalam bayangan saya, pelacur itu adalah setan yang menggoda laki- laki baik yang menularkan penyakit kelamin. Dengan berjalannya waktu, dari obrolan orang, dari bacaan, dll - saya mulai tahu bahwa TIDAK SEMUA pelacur harus dibenci. Saya punya seorang teman di masa kecil yang kita sebut saja namanya Ayu karena anak itu memang ayu - kulitnya putih, tubuhnya tinggi langsing, wajahnya juga ayu-cantik bener. Ayu ini seorang bayi yang ditinggalkan ibunya yang kabur dari rumah sakit setelah melahirkan, tidak jelas apakah ibunya Ayu ini meninggalkan RS karena tidak bisa membayar biaya rumah sakit atau bayi itu hasil hubungan terlarang. Yang jelas, bayi itu dirawat di RS itu sambil menunggu orang tuanya. Setelah setahun, bayi itu diambil dan dirawat seorang perawat yang kebetulan seorang janda (suaminya meninggal) tanpa anak. Ayu tumbuh baik, dia teman sepengajian saya dan juga teman sekolah saya. Semua orang kagum melihat kecantikan dan kesolehannya, gadis solehah. Saya pindah kota untuk sekolah lagi dan saya tidak tahu nasib Ayu kemudian. Ketika saya kembali lagi ke kota asal, saya mendengar dari orang-orang bahwa Ayu sudah menjadi pelacur. Orang- orang itu (laki-laki dan perempuan)menceritakan Ayu lengkap dengan ejekan dan wajah yang menghina, seolah-olah mereka manusia paling suci dan Ayu manusia paling hina di dunia. Saya bertemu Ayu lagi saat menunggu KA di Gambir, wajah dan tubuhnya masih cantik, malah terlihat lebih cantik, tapi wajahnya sedih. Dia cerita bahwa ibu angkatnya yang perawat itu menikahkan dia dengan seorang laki-laki setelah lulus SMU. Tetapi suaminya meninggal dalam satu kecelakaan lalu lintas saat dia hamil anak pertama tanpa meninggalkan harta, malah dia harus meminjam ke banyak orang untuk membiayai suaminya saat koma di RS. Ibu angkatnya meninggal dan karena dia tidak diadopsi, maka dia juga terusir dari rumah warisan ibu angkatnya. Dalam kondisi tanpa rumah + utang banyak, saat ada orang yang menawarinya bekerja sebagai pelayan restoran di Batam, dia menitipkan anaknya ke orang tua suaminya yang seorang buruh tani di satu desa, lalu dia pergi dengan orang yang menawarinya bekerja di Batam itu dengan niat mencari uang untuk membayar utang dan membiayai anak + keluarga mertuanya yang miskin itu. Di Batam ternyata dia ditipu, bukan bekerja di restoran tapi harus jadi pelacur. Dia tidak bisa kabur karena di rumah tempat dia dilacurkan itu dia dijaga ketat, ada beberapa satpam' di rumah itu. Dia bisa keluar dari rumah itu karena dia tidak laku, dia terkena penyakit kelamin, organ reproduksinya sudah rusak borok bernanah, tidak jelas apakah dia juga sudah positif HIV. Kami berpisah di stasiun itu karena saya naik KA ke Surabaya sementara dia ke arah Bandung, saya memberi tahu alamat saya dengan pesan bahwa setiap saat saya bisa didatangi, tapi sampai sekarang saya tidak pernah bertemu Ayu lagi. Sejak itu saya tidak membenci semua pelacur, karena ternyata ada juga pelacur yang terpaksa menjalani pelacuran bukan karena dia mau uang secara cepat dan dengan sengaja melacurkan diri, tapi dia korban human traficking, dia masuk dalam jaringan jual beli manusia di kota atau negara lain. Dunia kan tidak hitam putih. Dan kalau melihat obrolan teman-teman di bawah ini, saya menjadi heran dengan gaya ngobrol bu Rachma dan pak Genukin, sebetulnya anggota lain itu mau menjelaskan bahwa tidak semua pelacur itu adalah manusia yang sengaja melacurkan diri untuk mencari uang secara cepat, banyak juga pelacur yang terpaksa karena dilacurkan orang lain seperti kasus Ayu itu. Jadi, cobalah berdiskusi dengan jernih, tidak main tuduh terhadap orang lain yang mencoba menceritakan tentang pelacur dengan sebutan orang yang menghalalkan atau membiarkan perempuan lain jadi pelacur. Dan tentu saja, pelacuran tidak akan hilang hanya dengan sibuk memaki, menghina pelacur. Ada banyak faktor yang membuat pelacuran berkembang. Justru di milis ini kita bisa ngobrol tentang faktor2 itu sehingga tahu persis cara menyelesaikannya. Milis kan tempat ngobrol/diskusi, beda di dunia nyata, setiap orang bisa membantu orang lainnya termasuk para pelacur ini supaya mereka tidak menjadi pelacur lagi dengan berbagai cara yang tiap orang beda-beda kemampuannya. salam Aisha -- From :
[wanita-muslimah] Undangan Diskusi YJP: Demokrasi A la Feminis
UNDANGAN Diskusi Yayasan Jurnal Perempuan Demokrasi A la Feminis Gadis Arivia, Musdah Mulia, Nur Iman Subono Jumat, 22 Februari 2008 Pukul 15.00-17.00 WIB Yayasan Jurnal Perempuan Jl. Tebet Barat VIII No. 27 Jakarta Selatan 12810 Telp 021. 8370-2005 Demokrasi di Indonesia adalah peluang bagi setiap pihak untuk menyalurkan aspirasinya. Tak terkecuali bagi mereka yang memanfaatkan prosedur demokrasi yang pada akhirnya beriktikad membunuh demokrasi. Seperti munculnya Perda-perda dan undang-undang yang diskriminatif, khususnya terhadap perempuan, yang mayoritas berbasis syariat. Sedangkan demokrasi di negri baru dimaknai sebagai penguasaan dan kemenangan terhadap prosedur demokrasi yang juga dihitung sebagai target dari tercapainya proses demokratisasi. Melalui penguasaan dan kemenangan itu segala bentuk peraturan yang diskriminatif seolah-olah lahir dari rahim demokrasi. Tak ada riwayat bagi kelompok minoritas yang tidak mungkin bisa menang dalam demokrasi yang maskulin macam ini: yang lebih mementingkan kemenangan dan menciptakan konsituen sebanyak-banyaknya dan sekuat-kuatnya. Sedangkan para feminis memandang demokrasi adalah peluang bagi terciptanya kepedulian, tolak-ukur demokrasi bukanlah kemenangan dan penguasaan, namun tercapainya tatanan masyarakat yang bebas dari diskriminasi, kesetaraan (tak ada yang mayoritas dan minoritas) dan pengakuan terhadap keragaman. Untuk bahasan lebih lanjut tentang tema ini, ikuti diskusi Yayasan Jurnal Perempuan yang menghadirkan pembicara: Gadis Arivia (Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan), Musdah Muliah (Ketua Umum ICRP) dan Nur Iman Subono (Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan, Pemimpin Redaksi Jurnal Demokrasi Sosial) Untuk informasi lebih lanjut kontak: Nur Azizah 0818-064-884-63 e-mail: [EMAIL PROTECTED] Diskusi ini tidak memungut biaya sedikit pun, selain datang untuk diskusi anda bisa juga mendapatkan terbitan Yayasan Jurnal Perempuan: jurnal, buku, kliping tentang isu perempuan (dari tahun 1996), video, kaset untuk program radio jurnal perempuan, dll - Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] laman bacaan qur'an
Assalamualaikum, sila tekan kat http://quranexplorer.com/ http://quranexplorer.com/Quran/Default.aspx dan minta sebarkan!!! - Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] aku dan anjing itu - di pantai
Jam enam pagi, aku sudah berada di tepi pantai depan penginapan, duduk sebentar di dermaga kayu sederhana memandang matahari yang sudah terbit. Lalu jalan di sepanjang pantai, niatnya jalan sejauh- jauhnya. tapi baru 500 meteran terhalang muara sungai kecil. Aku berniat menyusuri sungai mencari tempat yang rada kering, barangkali saja bisa menyebrangi. Tapi baru ngliat-ngliat pemiliknya menggonggong, seekor anjing yang mungkin marah teritorinya terganggu. Aku kan takut sama anjing, seperti banyak orang Indonesia, apalagi sendirian di pantai jauh dari penduduk, mau teriak pun nggak kedengaran ditelan ombak. Jadi aku langsung balik badan, jalan sambil menunduk ke pantai menjauh dari pasir. Hikkss celanaku basah, tapi apa boleh buat. Anjing terus menggonggong mengikutiku dari pasir. Aku terus melangkah menunduk, di air, celanaku basah hiksss...sambil nyeret- nyerat dahan pohon, kalau-kalau si anjing menyerang. Jadi bayangkan kalo di foto, anjing menggonggong dari pasir ngikutin diriku, aku jalan di air laut, nyeret2 batang pohon, sambil menunduk ketakutan campur kesel karena celana basah. Aku bener2 takut, soale jauh dari kampung. Pada sampai suatu titik, anjing pun berhenti, rupanya sampai disitu daerah kekuasaannya. Dalam hatiku, duh anjing..aku kan cuma mo jalan- jalan di pantai...:-( salam Mia
[wanita-muslimah] Yahudi dan Islam Liberal
Yahudi dan Islam Liberal Oleh : Nur Faizin Muhith Mahasiswa Pascasarjana di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir Liberalisme adalah suatu kepercayaan tentang nilai-nilai kebebasan individu dengan intervensi minimal dari negara dalam kehidupan pribadi. Liberalisme adalah teori kontrak sosial yang menyatakan atau menegaskan bahwa otoritas politik secara orsinil tersusun dari kebebasan dan rasionalitas individu sebagai media untuk memadukan kebebasan dengan hasil-hasil kerja sama sosial. Dalam sejarahnya sebagai gagasan, liberalisme berhubungan dengan gagasan kebebasan (liberty) atau pembebasan (liberation) karena esensi gagasan liberalisme adalah untuk menuju pembebasan. Dengan demikian, liberalisme mengekspresikan spirit manusia sebagai individu. 'Man is born to free' adalah asumsi dasar para pemikir liberal. Dalam artikulasinya, liberalisme menjadi sebuah keyakinan, filsafat, dan gerakan yang memegang teguh kebebasan sebagai sebuah metode dan kebijakan, sebuah prinsip yang terorganisasi dalam masyarakat dan menjadi jalan hidup bagi individu maupun komunitas (Ida Rohmawati, 2004). Yahudi liberal Liberalisme juga merambah pola hidup keberagamaan menghadapi akselerasi perubahan atas tuntutan globalisasi dan moderinitas. Dengan demikian, kata liberal akhirnya juga menjadi dan dijadikan sebuah atribut gerakan keagamaan, di antaranya gerakan keberagamaan dalam agama Yahudi dan juga Islam. Kemunculan Yahudi liberal (Liberal Judaism) adalah karena kegelisahan sekelompok Yahudi atas kegagalan gerakan pembaharuan keagamaan yang dilakukan gerakan Yahudi reformis belum dapat mencapai cita-cita reformasi yang diharapkan dan hanya menyentuh isu-isu luar, bukan menyeselaikan problem-problem yang sebenarnya. Dengan liberalisme ini, mereka ingin memenuhi kekurangan-kekurangan tersebut. Gerakan Yahudi liberal muncul pada tahun 1902 M, persis ketika dirilisnya Persatuan Keagamaan Yahudi yang kemudian berkembang menjadi Persatuan Yahudi Liberal. Gerakan Yahudi liberal mucul di Inggris pada tahun-tahun pertama abad ke-20, perkembangan yang dipelopori oleh Laely Montagu (1873-1963) dan Claude Montefiore (1851-1938), seorang agamawan Yahudi yang terpengaruh oleh salah seorang pemikir Kristen liberal di Oxford, Benjamin G (Al-Masiriy: 1999). Misi dari gerakan mengupayakan agar dasar-dasar ajaran agama Yahudi dapat sesuai dengan nilai-nilai zaman pencerahan Eropa (enlightement) tentang pemikiran rasional dan bukti-bukti sains. Mereka berharap untuk menyesuaikan agamanya dengan masyarakat modern. Kaum Yahudi liberal juga percaya bahwa kitab-kitab Yahudi (Hebrew Scripture), termasuk Taurat, adalah upaya manusia untuk memahami kehendak Tuhan. Karena itu, mereka menggunakan kitab-kitab itu sebagai titik awal dalam pengambilan keputusan. Mereka pun sadar akan kemungkinan kesalahan kitab mereka dan menghargai nilai-nilai pengetahuan di luar kitab agam mereka (Adian Husaini: 2007). Titik tolak Yahudi liberal adalah wujud manusia dan kebutuhan-kebutuhannya (humanis), bukan lagi mempermasalahkan akidah (teosentris). Tidak heran jika mereka menganggap old statement sebagai ijtihad manusia dan bukan wahyu Tuhan. Mereka mengembangkan ide-ide pencerahan dan berhukum kepada hati nurani: kebaikan dan kesalehan harus dinilai dengan ukuran nurani yang tercerahkan dan bukannya dengan tolak ukur wahyu lagi. Istilah Yahudi liberal juga sering digunakan untuk menunjukkan gerakan Yahudi progersif dan juga Yahudi reformis. Ketiga istilah itu seakan menjadi istilah yang satu meskipun titik tekan pada semangat pembaharuan dan reformasi lebih radikal di dalam gerakan Yahudi liberal dan kadang juga untuk gerakan pembaharuan yang sedikit masih berpegang kepada tradisi, sementara Yahudi progresif sering digunakan untuk gerakan pembaharuan secara umum (Al-Masiriy: 1999) Islam liberal Tidak jauh dengan Liberal Judaism adalah gerakan yang dinamakan atau menamakan dirinya dengan gerakan Islam liberal, baik secara individual maupun kelompok. Berangkat dari semangat pembaharuan dan keinginan membawa Islam agar selalu relevan dengan zaman modern yang berubah maju begitu cepat, gerakan Islam liberal muncul. Selain itu, ada semacam keyakinan bahwa Allah SWT akan mengutus mujaddid pembaharu setiap tahun, baik pembaharuannya bersifat individu maupun kolektif. Istilah Islam liberal sebenarnya sudah dikenal beberapa dasawarsa yang lalu meskipun tidak secara tegas menyandangkan kata Islam di belakangnya. Albert Honnani pada tahun 1960-an dalam karyanya yang berjudul Arabic Thought in The Liberal Age memperkenalkan istilah Islam liberal untuk menunjukkan suatu ragam pemikiran yang berkembang di dunia Islam (Ida Rohmawati: 2004). Sementara secara tegas, orang yang menggunakan istilah liberal Islam (Islam liberal) adalah Charles Khurzman pada tahun 1998 melalui bukunya Liberal Islam: A Sourcebook. Sebelum Khurzman, juga sudah ada Leonardo Binder yang juga berbicara tentang Islam liberal dalam bukunya Islamic Liberalisme di mana dia berusaha memetakan tokoh-tokoh yang
Re: [wanita-muslimah] Re: Perempuan Pekerja Malam Dieksploitasi Seks
Gimana kalo mau jadi PRT, ada yang nawari tetapi ternyata diperdagangkan? Sudah memilih, ternyata diselewengkan... Terus? apakah itu sebuah pilihan, adan apakah mereka punya pilihan untuk tidak menjadi PSK? Jadi PSK., Mau?? regards, Donnie On Feb 15, 2008, at 5:57 PM, Lina Dahlan wrote: Mau ? 3 Seluler GSM mu. Setuju wan! Semua kan pilihan ya? Apa memang sudah gak ada pilihan lain? Mau jadi pengemis ato pembokat? Mau jadi PSK ato mo jadi PRT/Babby Sitter/dll ? Semua ada halangan, semua ada jalannya: jalan halal atau jalan haram. Pilihan lagi kan? Kata orang Jawa Where is a will there is a way. wassalam, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote: Cara yang halal masih banyak.. kalau mau.. Maaf kalau belum bisa memberi solusi.. Sekedar inspirasi bagi yang mau menerima.. Kata kuncinya adalah mau/tidak.. CMIIW.. Wassalam, Irwan.K -- Forwarded message -- From: Yuliati Soebeno [EMAIL PROTECTED] Date: 2008/2/15 Subject: Dua manusia super Sungguh mengharukan cerita ini. Saya juga selalu membeli hal-hal yang dijual oleh anak-anak dipasar Mayestik, seperti serbet dapur, dsb; yang mereka tawarkan. Karena saya lebih menghargai orang-orang yang berusaha, bukan hanya mengemis meminta-minta tanpa ada usaha untuk berbuat sesuatu. Mungkin adik- adik penjual tersebut hanya mendapatkan 2 ribu rupiah untuk imbalan menjual serbet dapur tersebut, setiap satu serbet nya. Tetapi mereka mau bekerja keras untuk mendapatkan haknya yang halal. Salam, Yuli - Forwarded Message Dua manusia super Siang ini February 6, 2008, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk-mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan SetiaBudi , dua sosok kecil berumur kira kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan , dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan Terima kasih Oom !. Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka. Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya. Lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka . Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu , duapertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan . Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang menggayut langit Jakarta . Terima kasih ya mbak �semuanya dua ribu lima ratus rupiah! tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah . Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter. Oom boleh tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ? suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka . Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah . Nggak punya, tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata Ambil saja kembaliannya, dik ! sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur. Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang sudah buat kamu saja , nggak apa..apa ambil saja !, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. maaf mbak , cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan ! Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !. eeh �nggak usah .nggak usah ..biar aja ..nih ! saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya