[wanita-muslimah] Fwd: SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3)
pak asahan semakin dalam menggali ingatanya atas sejarah kehidupan sobron aidit. salam, heri latief amsterdam, 12/02/2007 BISAI <[EMAIL PROTECTED]> wrote: To: "AKSARA SASTRA" <[EMAIL PROTECTED]>, "SASTRA PEMBEBASAN" <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]> From: "BISAI" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Mon, 12 Feb 2007 00:17:47 +0100 Subject: #sastra-pembebasan# SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3) asahan aidit: SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3) Sebelum meninggalkan Belitung (1948) Sobron dididik dalam lingkungan agama Islam yang juga dalam keluarga sendiri. Ia belajar mengaji dan sembahyang pada seorang tante kami Siti Jahara (adik perempuan ayah kami) yang tinggalnya bersebelahan dengan rumah kami di kota Tanjung Pandan yang ketika itu rumah kami terletak di jalan Belantu no. 3 Pangkallalang. Masa pendidikan Islam ini, Sobron sangat aktif melakukan sebagian rukun Islam kecuali naik haji tentunya. Ia berpuasa selalu genap 30 hari, mengaji setiap hari dan pada hari-hari menjelang lebaran ia selalu mengaji di Surau yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah kami. Karena kebetulan ia punya suara yang bagus dan lantang, ia hampir selalu menyuarakan adzan yang gema suaranya hampir berkumandang ke seluruh kampung kami yang kecil. Ia tamat mengaji 30 juz dan sempat menikmati diarak dan diselamati sebagai murid yang baru tamat sekolah. Tapi setelah ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pelajaran ( ini merupakan tradisi dalam keluarga kami, setiap telah tamat sekolah dasar, segera dikirim ayah saya ke luar Jawa, tidak ada kecualinya hingga giliran saya yang terahir sebagai adik bungsu), semua pendidikan Islam yang didapatkannya tidak berlanjutan dan seperti hilang begitu saja. Suasana dan kehidupan di ibu kota mungkin sudah sangat kurang menguntungkan untuk tetap menjadi penganut agama yang setia dan berdisiplin. Tapi entahlah, itu hanya Sobron sendirilah yang mengetahui, kita sudah tak bisa lagi menanyainya. Tapi ini juga menunjukkan dan membuktikan, keluarga kami bukan keluarga atheis, sebaliknya adalah dari keluarga Islam yang sudah turun temurun yang seluruh isi kampung kami bisa membuktikannya. Ayah kami adalah seorang ayah yang sangat keras mengawasi pelajaran keagamaan, semua kami anak-anaknya yang bahkan dengan pukulan rotan bagi siapa saja di antara kami yang berani melalaikan pengajian dan sembahyang. Tapi perkembangan selajutnya bagi setiap kami, terutama setelah dewasa adalah sudah di luar pengawasan ayah kami. Ayah kami memperlakukan setiap kami yang sudah menginjak dewasa dengan penuh respek, tidak ada paksaan, bahkan memberikan kebebasan yang hampir mutlak pada setiap anaknya jalan apa yang akan mereka tempuh. Kami semua anak-anaknya merasa sangat bahagia mempunyai Ayah seperti itu. Seperti diketahui, pada menjelang hari tuanya, Sobron pindah agama menjadi penganut agama Kristen (Protestan). Seluruh keluarga kami yang tetap memegang tradisi Islam tidak ada masaalah atas kepindahan Sobron menjadi Kristen dan dia merasa bahagia dan tenang dengan agama baru yang dipindahinya itu. Tapi tentu ada juga cerita-cerita khusus yang dialaminya akibat pindah agama itu seperti putus cinta dengan yang beragama Islam, putus janji dengan para pengagumnya yang di pulau Belitung ketika mengetahui Sobron sudah pindah agama lain sedangkan yang akan menyambut Sobron ke pulau kelahirannya adalah semuanya beragama Islam. Sobron menerima kenyataan itu, juga sebagai kenyataan hidup yang harus diterimanya. Tapi di tengah ummat Kristen dia diterima dengan baik dan hangat dan dia bersungguh-sunguh dengan keyakinannya yang baru itu. Banyak orang menuduh keluarga Aidit itu anti agama atau tidak beragama. Tapi tuduhan yang asli tuduhan Orba ini tidak pernah memberikan kesan apa-apa pada kami dan juga pada orang banyak lainnya: Gone with the wind! Di samaping sebagai pemeluk agama, pernah Islam maupun kemudian menjadi Kristen, Sobron tidak bebas dari kepercayaan tahayul lainnya. Ini juga menunjukkan, Sobron termasuk produk asli made in Indonesia. Dia juga pernah ke dukun, minum ramuan yang dibikin oleh bermacam-macam dukun disamping pernah menjadi guru MDH. Orang boleh tertawa yang tentunya sambil mentertawakan watak bangsa sendiri. Sobron juga adalah sebuah figur dari i figur umum bangsanya sendiri bahkan hingga telah tinggal di Eropah, di Perancis, di Paris hingga ahir hidupnya. Di tengah-tengah tulisannya yang ribuan itu kita akan menemukan kepercayaan tahayul ataupun banyak kepercayaan magis lainnya yang membuat keragaman ceritanya begitu kaya dan juga menarik. Sebagai Komunis, Sobron tidak akan pernah bisa menjadi seorang Komunis sejati, begitu pula sebagai penganut agama apapun Sobron tidakakan bisa menjadi penganut sejati meskipun mungkin menjadi fanatik. Hanya sebagai pengarang, ia memang tampak sebagai pengarang sejati, setia hingga ahir hayatnya mengarang dan menjadi pengarang. Karenanya So
Re: [wanita-muslimah] Fwd: SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3)
maap bos, ini dalam rangka apresiasi karya tulis tentang sobron aidit, yang juga seorang penulis humanis yang sangat mencintai perempuan... salam, heri latief Rye Woo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Boss.Tolong dong liat sikon kalo posting email... Mungkin Cukuplah info tg Sorbon ini.. OOT Rgds heri latief <[EMAIL PROTECTED]> wrote: pak asahan semakin dalam menggali ingatanya atas sejarah kehidupan sobron aidit. salam, heri latief amsterdam, 12/02/2007 BISAI <[EMAIL PROTECTED]> wrote: To: "AKSARA SASTRA" <[EMAIL PROTECTED]>, "SASTRA PEMBEBASAN" <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]> From: "BISAI" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Mon, 12 Feb 2007 00:17:47 +0100 Subject: #sastra-pembebasan# SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3) asahan aidit: SOBRON AIDIT IN MEMORIAM (3) Sebelum meninggalkan Belitung (1948) Sobron dididik dalam lingkungan agama Islam yang juga dalam keluarga sendiri. Ia belajar mengaji dan sembahyang pada seorang tante kami Siti Jahara (adik perempuan ayah kami) yang tinggalnya bersebelahan dengan rumah kami di kota Tanjung Pandan yang ketika itu rumah kami terletak di jalan Belantu no. 3 Pangkallalang. Masa pendidikan Islam ini, Sobron sangat aktif melakukan sebagian rukun Islam kecuali naik haji tentunya. Ia berpuasa selalu genap 30 hari, mengaji setiap hari dan pada hari-hari menjelang lebaran ia selalu mengaji di Surau yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah kami. Karena kebetulan ia punya suara yang bagus dan lantang, ia hampir selalu menyuarakan adzan yang gema suaranya hampir berkumandang ke seluruh kampung kami yang kecil. Ia tamat mengaji 30 juz dan sempat menikmati diarak dan diselamati sebagai murid yang baru tamat sekolah. Tapi setelah ia pindah ke Jakarta untuk melanjutkan pelajaran ( ini merupakan tradisi dalam keluarga kami, setiap telah tamat sekolah dasar, segera dikirim ayah saya ke luar Jawa, tidak ada kecualinya hingga giliran saya yang terahir sebagai adik bungsu), semua pendidikan Islam yang didapatkannya tidak berlanjutan dan seperti hilang begitu saja. Suasana dan kehidupan di ibu kota mungkin sudah sangat kurang menguntungkan untuk tetap menjadi penganut agama yang setia dan berdisiplin. Tapi entahlah, itu hanya Sobron sendirilah yang mengetahui, kita sudah tak bisa lagi menanyainya. Tapi ini juga menunjukkan dan membuktikan, keluarga kami bukan keluarga atheis, sebaliknya adalah dari keluarga Islam yang sudah turun temurun yang seluruh isi kampung kami bisa membuktikannya. Ayah kami adalah seorang ayah yang sangat keras mengawasi pelajaran keagamaan, semua kami anak-anaknya yang bahkan dengan pukulan rotan bagi siapa saja di antara kami yang berani melalaikan pengajian dan sembahyang. Tapi perkembangan selajutnya bagi setiap kami, terutama setelah dewasa adalah sudah di luar pengawasan ayah kami. Ayah kami memperlakukan setiap kami yang sudah menginjak dewasa dengan penuh respek, tidak ada paksaan, bahkan memberikan kebebasan yang hampir mutlak pada setiap anaknya jalan apa yang akan mereka tempuh. Kami semua anak-anaknya merasa sangat bahagia mempunyai Ayah seperti itu. Seperti diketahui, pada menjelang hari tuanya, Sobron pindah agama menjadi penganut agama Kristen (Protestan). Seluruh keluarga kami yang tetap memegang tradisi Islam tidak ada masaalah atas kepindahan Sobron menjadi Kristen dan dia merasa bahagia dan tenang dengan agama baru yang dipindahinya itu. Tapi tentu ada juga cerita-cerita khusus yang dialaminya akibat pindah agama itu seperti putus cinta dengan yang beragama Islam, putus janji dengan para pengagumnya yang di pulau Belitung ketika mengetahui Sobron sudah pindah agama lain sedangkan yang akan menyambut Sobron ke pulau kelahirannya adalah semuanya beragama Islam. Sobron menerima kenyataan itu, juga sebagai kenyataan hidup yang harus diterimanya. Tapi di tengah ummat Kristen dia diterima dengan baik dan hangat dan dia bersungguh-sunguh dengan keyakinannya yang baru itu. Banyak orang menuduh keluarga Aidit itu anti agama atau tidak beragama. Tapi tuduhan yang asli tuduhan Orba ini tidak pernah memberikan kesan apa-apa pada kami dan juga pada orang banyak lainnya: Gone with the wind! Di samaping sebagai pemeluk agama, pernah Islam maupun kemudian menjadi Kristen, Sobron tidak bebas dari kepercayaan tahayul lainnya. Ini juga menunjukkan, Sobron termasuk produk asli made in Indonesia. Dia juga pernah ke dukun, minum ramuan yang dibikin oleh bermacam-macam dukun disamping pernah menjadi guru MDH. Orang boleh tertawa yang tentunya sambil mentertawakan watak bangsa sendiri. Sobron juga adalah sebuah figur dari i figur umum bangsanya sendiri bahkan hingga telah tinggal di Eropah, di Perancis, di Paris hingga ahir hidupnya. Di tengah-tengah tulisannya yang ribuan itu kita akan menemukan kepercayaan tahayul ataupun banyak kepercayaan magis lainnya yang membuat keragaman ceritanya begitu kaya dan juga menarik. Sebagai Komunis, Sobron tidak akan pernah bis