Re: [wanita-muslimah] Menghina Allah dan Rasul?

2006-01-20 Terurut Topik SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO
Selamat pagi,
   
  Marilah kita belajar bersama untuk kebaikan kita semua, ada artikel dari 
SUARA MERDEKA, untuk bisa dijadikan masukan untuk mendapatkan pencerahan. 
Semoga insan-insan yang berniat mendapat hidayah dari Allah dapat dikabulkan 
niatnya oleh Allah.
   
  Wassalam
   
   
   
   
  SUARA MERDEKA.
  Jumat, 26 Agustus 2005
  TRUTH CLAIM DAN PLURALISME AGAMA
  Oleh Ibnu Djarir.
  Musyawarah Nasional ( M U N A S ) VII Majelis Ulama Indonesia di Jakarta 
25-29/7/2005 yang antara lain telah mengeluarkan 11 butir fatwa, ternyata 
menimbulkan reaksi pro dan kontra. Di antaranya ialah fatwa yang menyatakan 
haramnya paham pluralisme, sekularisme, dan liberalisme dalam bidang agama. 
Tidak tanggung-tanggung, di antara yang menentang adalah KH Abdurrahman Wahid 
(Gus Dur) dan kawan-kawannya yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Madani.
  Semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia, sebenarnya kita telah mengakui 
dan menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural, majemuk, dan 
heterogen, baik ditinjau dari segi kesukuan, bahasa, adat istiadat, budaya, 
maupun agama. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Wawasan Nusantara telah diakui 
keberadaannya oleh bangsa kita. ''Beraneka ragam tetapi satu'' merupakan ciri 
khas bangsa kita yang sekaligus merupakan kebanggaannya. Segenap komponen 
bangsa, termasuk para pimpinan dan anggota MUI pun mengakui hak hidup dari 
semua agama dan para pemeluknya.
  Namun setelah keluarnya fatwa pengharaman pluralisme agama oleh MUI itu, lalu 
timbul reaksi pro dan kontra, di antaranya ada yang menunjukkan sikap menentang 
dengan keras terhadap fatwa dan keberadaan MUI dan dengan kata-kata yang kurang 
sopan pula, 
  Mengapa terjadi demikian? Jika direnungkan dengan mendalam, tampaknya yang 
menimbulkan persoalan adalah karena adanya perbedaan persepsi dan definisi 
istilah antara MUI dan pihak-pihak yang menentangnya. Memang tidak jarang 
terjadi, satu istilah dipahami dengan pengertian yang berbeda. Misalnya saja, 
pengertian istilah konsumerisme, menurut Jaya Suprana berbeda dengan pengertian 
orang-orang lain.
  Sejak beberapa tahun yang lalu, pengurus MUI di pusat maupun daerah, 
sebenarnya telah dipusingkan oleh lontaran pendapat Ulil Abshar Abdalla dan 
kawan-kawannya, yang tergabung dalam kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL). 
Mereka adalah pemikir-pemikir muda yang terpengaruh dengan pemikiran liberal, 
misalnya pemikiran Charles Kuzman. Mereka aktif mengadakan diskusi-diskusi dan 
menyebarkan pandangan-pandangan barunya melalui internet, buku-buku, radio, 
majalah dan surat kabar.
  Mari kita simak beberapa pokok pikirannya yang menghebohkan dalam artikel 
yang dimuat di harian Kompas dengan judul ''Menyegarkan Kembali Pemahaman 
Islam'' (18/11/2002). Di antaranya, Ulil menyinggung masalah pluralisme, 
sekularisme, dan liberalisme. Tulisan itu menjadi topik bahasan yang hangat di 
kalangan aktivis organisasi-organisasi Islam, termasuk MUI.
  Pengertian Islam
  Di antara isi artikel tersebut ialah, pertama Ulil menerjemahkan Surat Ali 
Imran ayat 19 (Innaddiina 'indal - Lahil Islam) sebagai berikut: ''Sesungguhnya 
jalan religiusitas yang benar adalah proses yang tak pernah selesai menuju 
ketundukan kepada Yang Maha Benar''. Terjemahan Ulil itu berbeda dengan 
terjemahan dalam kibat ''Alquran dan Terjemahannya'' terbitan Departemen Agama, 
yang berbunyi: ''Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah 
Islam''. 
  Di sini Ulil sengaja menga-burkan istilah Islam, bukan secara tegas sebagai 
agama yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW, 
yang kebetulan dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia, melainkan sebagai 
proses ketundukan kepada Tuhan yang bisa direpresentasikan oleh 
agama/kepercayaan apa saja. 
  Ulil menyebut: ''Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua 
agama ada-lah tepat berjalan pada jalan seperti itu.'' 
  Mengapa Ulil berpendapat demikian? Karena dia berpendirian bahwa semua agama 
adalah benar. Bagi umat Islam yang belum ketularan paham JIL, pasti menilai 
pendapat Ulil itu aneh, merugikan dan menyesatkan umat Islam. Pendirian Ulil 
itu rupanya karena terdorong oleh obsesinya untuk mewujudkan masyarakat plural, 
sehingga segenap warga masyarakat pun harus berpola pikir pluralis pula. Di 
samping itu, memang pernah terdengar ide-ide tentang global ethics dan global 
theology di kalangan para pemikir liberal.
  Pernyataan ''semua agama adalah benar'' amemang kede-ngarannya indah. Tetapi 
konsekuensinya bisa-bisa mempermudah orang-orang untuk berganti-ganti agama, 
toh sama saja. Hal ini bisa menimbulkan kekacauan dalam status keberagamaan 
tiap-tiap orang. Bagi orang-orang yang benar-benar memahami dan meyakini 
agamanya, pernyataan yang tepat adalah ''semua agama adalah benar menurut 
pemeluknya masing-masing''. Misalnya bagi umat Nasrani, agama yang benar adalah 
agama yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Orang-orang yang tidak mengikuti 
ajaran Yesus Kristus tidak akan me

[wanita-muslimah] Menghina Allah dan Rasul?

2006-01-20 Terurut Topik Aisha
Mas Satriyo,
hehehe ... kembali lagi tanggapannya per alinea, malah jadi mbingungin untuk
saya ..:)

Alhamdulillah kalau memang hatinya mas Satriyo mengatakan tidak benci Cak
Nur karena mas Satriyo sendiri kan belum baca semua tulisan atau berdiskusi
secara langsung dengan alm, rasanya tidak adil jika ada orang yang langsung
mencap ini itu sesuatu yang jelek hanya karena ada orang lain misalnya Adian
Husaini yang katanya sudah membaca semua tulisan dan buku alm dan berdiskusi
langsung - apakah pak Adian ini selalu bersama Cak Nur, dalam arti selalu
berdialog dalam waktu yang panjang selama bertahun-tahun sehingga tahu
persis perkembangan pemikiran Cak Nur setiap saat? atau hanya karena satu
perguruan dan pernah ngobrol beberapa kali saja? Maaf saya tanya tentang pa
Adian ini sebab saya rasanya tidak pernah dengar nama ini di level nasional.
Jika Cak Nur pernah di Gontor, lulusan Gontor tentu saja banyak sekali dan
tidak semuanya pemikirannya bisa dikenal di level nasional kan? Apakah ada
pemikiran pak Adian ini yang bergaung secara nasional untuk kepentingan
bangsa?

Sampai sekarang saya masih belum mengerti, pemikiran Cak Nur seperti apa
yang bisa membuat rusak umat Islam di Indonesia?  Apakah Cak Nur itu
kriminal yang dalam ceramah2nya mengobarkan semangat untuk menipu, membunuh,
mencuri, memperkosa, melacur, mabuk2an, membom, seks bebas, dll yang
dilarang agama dan menyebabkan kerugian bagi manusia lainnya?

Tentang rasa marah karena menghina Allah dan Rasul itu seperti apa mas
Satriyo? Apakah Cak Nur melakukan hal tersebut karena anak istrinya tidak
berjilbab? apakah cak Nur menghina Allah dan Rasul karena anaknya nikah
dengan Yahudi walaupun masuk Islam?  bagi saya - saya marah (tentu saja
marah saya ini tidak dengan physical violence) jika seseorang itu menghina
Allah dan Rasul karena melakukan apa yang dilarang agama - misalnya
membunuh, maling, korupsi, dll. Yang dilarang agama itu (dilarang Allah &
Rasul) kan untuk kebaikan manusia karena perbuatan2 itu merugikan harta,
nyawa, dll punya orang lain.  Urusan tidak berjilbab dan nikah dengan Yahudi
itu urusan pribadi orang lain, jika tidak berjilbab dalam arti tidak menutup
kepala dengan kerudung - apakah anak istri Cak Nur memang serba terbuka
bajunya memperlihatkan dada, pahanya? Saya tidak kenal secara pribadi tapi
pernah lihat di tv atau koran - mereka berbaju tertutup - apakah gaya
berbaju mereka itu merugikan orang lainnya? Jika perempuan tidak berjilbab
dianggap merusak moral orang lain - apakah gaya berbaju mereka membuat laki2
lain terangsang lalu memperkosa?  Menikah dengan Yahudi itu merugikan orang
lain? Bagi saya koruptor2 yang menghina Allah dan Rasul - jelas2 ngambil
uang rakyat sementara banyak rakyat yang sampai kurang gizi - busung lapar,
kena lumpuh layuh, kena flu burung, kena DBD, dll, tapi kenapa umat Islam
diam2 saja?  Kenapa ada kelompok orang-orang yang ribut tentang pemikiran
orang lain tapi tidak ribut dengan perbuatan2 umat Islam yang jelas2
merugikan dan dilarang agama?

Satu lagi yang ingin saya tanyakan, mas Satriyo mengatakan "...adapun
penafisiran beliau tentang suatu ayat atau surat atau ibadah mahdah, selama
itu 'bagus',... ya 'bagus.'  bagus untuk Cak Nur itu dalam tanda kutip,
maksudnya apa? kenapa tidak bagus tanpa tanda kutip?

btw, mas Satriyo pernah melihat mas Ulil bicara secara langsung atau di tv
atau baca tulisan dan bukunya? apakah dia bicara dan menulis dengan vulgar
dan selebor? seperti apa vulgar & slebornya? pakai kata2 kasar? wajahnya
beringas? atau bagaimana?

salam
Aisha
--
From: "satriyo" <[EMAIL PROTECTED]>
mba Aisha,
...
On 1/19/06, Aisha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>  Mas AC & mas Satriyo,
> Masalah kebencian itu memang bisa saja kita mengatakan bahwa kita tidak
> membenci dan kita tidak menggunakan kata benci itu dalam tulisan kita,
tapi
> rasa benci atau rasa tidak suka itu akan tergambar dalam tulisan kita, dan
> yang lain mungkin hanya menganggap 'eh orang ini kok benci banget ya ke mr
> X, segitu sewotnya, dll", orang hanya sebatas mengira berdasarkan apa2
yang
> tertulis dalam milis. Tapi rasanya ada hadis yang mengatakan "tanyalah
> hatimu" (cmiiw) - kita yang menilai diri sendiri, apa iya kita membenci
> sesuatu? atau iya kita suka sesuatu? dll.

alhamdulillah, saya pribadi mengatakan sejujurnya apa yang ada di hati saya
... tapi sulit ya, kan tetap saja tidak memenuhi kriteria ilmiah yang cukup
dituntut dari sementara kalangan di sini ...

Bukan hanya berseberangan pendapat, tapi marahpun kan kita boleh saja - tapi
> yang harus dijaga itu bagaimana caranya, cara marah yang baik dan cara
> berseberangan pendapat yang baik.  Kemampuan ini tidak datang begitu saja,
> perlu ilmunya dan latihan, di milis kita akan bisa belajar kemampuan2
> tersebut.

yang saya tahu, marah itu hanya ketika Allah dan Rasulnya dihina, dan bukan
karena pribadi kita tersinggung. nah memang cara marahnya pun sebaiknya yang
patut artinya tetap pada jalur emosi yang terkendali. dan itu dicontohkan
oleh