Re: [wanita-muslimah] Menghina Allah dan Rasul?
Selamat pagi, Marilah kita belajar bersama untuk kebaikan kita semua, ada artikel dari SUARA MERDEKA, untuk bisa dijadikan masukan untuk mendapatkan pencerahan. Semoga insan-insan yang berniat mendapat hidayah dari Allah dapat dikabulkan niatnya oleh Allah. Wassalam SUARA MERDEKA. Jumat, 26 Agustus 2005 TRUTH CLAIM DAN PLURALISME AGAMA Oleh Ibnu Djarir. Musyawarah Nasional ( M U N A S ) VII Majelis Ulama Indonesia di Jakarta 25-29/7/2005 yang antara lain telah mengeluarkan 11 butir fatwa, ternyata menimbulkan reaksi pro dan kontra. Di antaranya ialah fatwa yang menyatakan haramnya paham pluralisme, sekularisme, dan liberalisme dalam bidang agama. Tidak tanggung-tanggung, di antara yang menentang adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan kawan-kawannya yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Madani. Semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia, sebenarnya kita telah mengakui dan menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural, majemuk, dan heterogen, baik ditinjau dari segi kesukuan, bahasa, adat istiadat, budaya, maupun agama. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Wawasan Nusantara telah diakui keberadaannya oleh bangsa kita. ''Beraneka ragam tetapi satu'' merupakan ciri khas bangsa kita yang sekaligus merupakan kebanggaannya. Segenap komponen bangsa, termasuk para pimpinan dan anggota MUI pun mengakui hak hidup dari semua agama dan para pemeluknya. Namun setelah keluarnya fatwa pengharaman pluralisme agama oleh MUI itu, lalu timbul reaksi pro dan kontra, di antaranya ada yang menunjukkan sikap menentang dengan keras terhadap fatwa dan keberadaan MUI dan dengan kata-kata yang kurang sopan pula, Mengapa terjadi demikian? Jika direnungkan dengan mendalam, tampaknya yang menimbulkan persoalan adalah karena adanya perbedaan persepsi dan definisi istilah antara MUI dan pihak-pihak yang menentangnya. Memang tidak jarang terjadi, satu istilah dipahami dengan pengertian yang berbeda. Misalnya saja, pengertian istilah konsumerisme, menurut Jaya Suprana berbeda dengan pengertian orang-orang lain. Sejak beberapa tahun yang lalu, pengurus MUI di pusat maupun daerah, sebenarnya telah dipusingkan oleh lontaran pendapat Ulil Abshar Abdalla dan kawan-kawannya, yang tergabung dalam kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL). Mereka adalah pemikir-pemikir muda yang terpengaruh dengan pemikiran liberal, misalnya pemikiran Charles Kuzman. Mereka aktif mengadakan diskusi-diskusi dan menyebarkan pandangan-pandangan barunya melalui internet, buku-buku, radio, majalah dan surat kabar. Mari kita simak beberapa pokok pikirannya yang menghebohkan dalam artikel yang dimuat di harian Kompas dengan judul ''Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam'' (18/11/2002). Di antaranya, Ulil menyinggung masalah pluralisme, sekularisme, dan liberalisme. Tulisan itu menjadi topik bahasan yang hangat di kalangan aktivis organisasi-organisasi Islam, termasuk MUI. Pengertian Islam Di antara isi artikel tersebut ialah, pertama Ulil menerjemahkan Surat Ali Imran ayat 19 (Innaddiina 'indal - Lahil Islam) sebagai berikut: ''Sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah proses yang tak pernah selesai menuju ketundukan kepada Yang Maha Benar''. Terjemahan Ulil itu berbeda dengan terjemahan dalam kibat ''Alquran dan Terjemahannya'' terbitan Departemen Agama, yang berbunyi: ''Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam''. Di sini Ulil sengaja menga-burkan istilah Islam, bukan secara tegas sebagai agama yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW, yang kebetulan dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia, melainkan sebagai proses ketundukan kepada Tuhan yang bisa direpresentasikan oleh agama/kepercayaan apa saja. Ulil menyebut: ''Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama ada-lah tepat berjalan pada jalan seperti itu.'' Mengapa Ulil berpendapat demikian? Karena dia berpendirian bahwa semua agama adalah benar. Bagi umat Islam yang belum ketularan paham JIL, pasti menilai pendapat Ulil itu aneh, merugikan dan menyesatkan umat Islam. Pendirian Ulil itu rupanya karena terdorong oleh obsesinya untuk mewujudkan masyarakat plural, sehingga segenap warga masyarakat pun harus berpola pikir pluralis pula. Di samping itu, memang pernah terdengar ide-ide tentang global ethics dan global theology di kalangan para pemikir liberal. Pernyataan ''semua agama adalah benar'' amemang kede-ngarannya indah. Tetapi konsekuensinya bisa-bisa mempermudah orang-orang untuk berganti-ganti agama, toh sama saja. Hal ini bisa menimbulkan kekacauan dalam status keberagamaan tiap-tiap orang. Bagi orang-orang yang benar-benar memahami dan meyakini agamanya, pernyataan yang tepat adalah ''semua agama adalah benar menurut pemeluknya masing-masing''. Misalnya bagi umat Nasrani, agama yang benar adalah agama yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Orang-orang yang tidak mengikuti ajaran Yesus Kristus tidak akan me
[wanita-muslimah] Menghina Allah dan Rasul?
Mas Satriyo, hehehe ... kembali lagi tanggapannya per alinea, malah jadi mbingungin untuk saya ..:) Alhamdulillah kalau memang hatinya mas Satriyo mengatakan tidak benci Cak Nur karena mas Satriyo sendiri kan belum baca semua tulisan atau berdiskusi secara langsung dengan alm, rasanya tidak adil jika ada orang yang langsung mencap ini itu sesuatu yang jelek hanya karena ada orang lain misalnya Adian Husaini yang katanya sudah membaca semua tulisan dan buku alm dan berdiskusi langsung - apakah pak Adian ini selalu bersama Cak Nur, dalam arti selalu berdialog dalam waktu yang panjang selama bertahun-tahun sehingga tahu persis perkembangan pemikiran Cak Nur setiap saat? atau hanya karena satu perguruan dan pernah ngobrol beberapa kali saja? Maaf saya tanya tentang pa Adian ini sebab saya rasanya tidak pernah dengar nama ini di level nasional. Jika Cak Nur pernah di Gontor, lulusan Gontor tentu saja banyak sekali dan tidak semuanya pemikirannya bisa dikenal di level nasional kan? Apakah ada pemikiran pak Adian ini yang bergaung secara nasional untuk kepentingan bangsa? Sampai sekarang saya masih belum mengerti, pemikiran Cak Nur seperti apa yang bisa membuat rusak umat Islam di Indonesia? Apakah Cak Nur itu kriminal yang dalam ceramah2nya mengobarkan semangat untuk menipu, membunuh, mencuri, memperkosa, melacur, mabuk2an, membom, seks bebas, dll yang dilarang agama dan menyebabkan kerugian bagi manusia lainnya? Tentang rasa marah karena menghina Allah dan Rasul itu seperti apa mas Satriyo? Apakah Cak Nur melakukan hal tersebut karena anak istrinya tidak berjilbab? apakah cak Nur menghina Allah dan Rasul karena anaknya nikah dengan Yahudi walaupun masuk Islam? bagi saya - saya marah (tentu saja marah saya ini tidak dengan physical violence) jika seseorang itu menghina Allah dan Rasul karena melakukan apa yang dilarang agama - misalnya membunuh, maling, korupsi, dll. Yang dilarang agama itu (dilarang Allah & Rasul) kan untuk kebaikan manusia karena perbuatan2 itu merugikan harta, nyawa, dll punya orang lain. Urusan tidak berjilbab dan nikah dengan Yahudi itu urusan pribadi orang lain, jika tidak berjilbab dalam arti tidak menutup kepala dengan kerudung - apakah anak istri Cak Nur memang serba terbuka bajunya memperlihatkan dada, pahanya? Saya tidak kenal secara pribadi tapi pernah lihat di tv atau koran - mereka berbaju tertutup - apakah gaya berbaju mereka itu merugikan orang lainnya? Jika perempuan tidak berjilbab dianggap merusak moral orang lain - apakah gaya berbaju mereka membuat laki2 lain terangsang lalu memperkosa? Menikah dengan Yahudi itu merugikan orang lain? Bagi saya koruptor2 yang menghina Allah dan Rasul - jelas2 ngambil uang rakyat sementara banyak rakyat yang sampai kurang gizi - busung lapar, kena lumpuh layuh, kena flu burung, kena DBD, dll, tapi kenapa umat Islam diam2 saja? Kenapa ada kelompok orang-orang yang ribut tentang pemikiran orang lain tapi tidak ribut dengan perbuatan2 umat Islam yang jelas2 merugikan dan dilarang agama? Satu lagi yang ingin saya tanyakan, mas Satriyo mengatakan "...adapun penafisiran beliau tentang suatu ayat atau surat atau ibadah mahdah, selama itu 'bagus',... ya 'bagus.' bagus untuk Cak Nur itu dalam tanda kutip, maksudnya apa? kenapa tidak bagus tanpa tanda kutip? btw, mas Satriyo pernah melihat mas Ulil bicara secara langsung atau di tv atau baca tulisan dan bukunya? apakah dia bicara dan menulis dengan vulgar dan selebor? seperti apa vulgar & slebornya? pakai kata2 kasar? wajahnya beringas? atau bagaimana? salam Aisha -- From: "satriyo" <[EMAIL PROTECTED]> mba Aisha, ... On 1/19/06, Aisha <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mas AC & mas Satriyo, > Masalah kebencian itu memang bisa saja kita mengatakan bahwa kita tidak > membenci dan kita tidak menggunakan kata benci itu dalam tulisan kita, tapi > rasa benci atau rasa tidak suka itu akan tergambar dalam tulisan kita, dan > yang lain mungkin hanya menganggap 'eh orang ini kok benci banget ya ke mr > X, segitu sewotnya, dll", orang hanya sebatas mengira berdasarkan apa2 yang > tertulis dalam milis. Tapi rasanya ada hadis yang mengatakan "tanyalah > hatimu" (cmiiw) - kita yang menilai diri sendiri, apa iya kita membenci > sesuatu? atau iya kita suka sesuatu? dll. alhamdulillah, saya pribadi mengatakan sejujurnya apa yang ada di hati saya ... tapi sulit ya, kan tetap saja tidak memenuhi kriteria ilmiah yang cukup dituntut dari sementara kalangan di sini ... Bukan hanya berseberangan pendapat, tapi marahpun kan kita boleh saja - tapi > yang harus dijaga itu bagaimana caranya, cara marah yang baik dan cara > berseberangan pendapat yang baik. Kemampuan ini tidak datang begitu saja, > perlu ilmunya dan latihan, di milis kita akan bisa belajar kemampuan2 > tersebut. yang saya tahu, marah itu hanya ketika Allah dan Rasulnya dihina, dan bukan karena pribadi kita tersinggung. nah memang cara marahnya pun sebaiknya yang patut artinya tetap pada jalur emosi yang terkendali. dan itu dicontohkan oleh