[wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai

2009-03-26 Terurut Topik adindatitiana
Meruntuhkan tradisi poligami kiai

Oleh: Farid Muttaqin
Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta


Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di kalangan kiai. 
Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar tradisi ini sudah terbangun 
sangat kuat hingga sulit direkonstruksi. Apalagi dalam tradisi taklid terhadap 
tokoh yang masih berkembang kuat dalam masyarakat kita, yang tidak jarang 
dianut secara irasional, poligami para kiai justru diakui sebagai kebenaran 
yang layak diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara kritis bahwa 
tindakan tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan upaya 
kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak jarang dinilai sebagai hujatan 
yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga harus ditentang.

Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba 
memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk mengatasi 
hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami di kalangan kiai. 
Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok kiai sebagai pemangku 
tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam yang sulit diruntuhkan, bukan 
pada diskursus tafsir agama tentang persoalan ini.

Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak terlepas 
dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk berbuat kebenaran 
bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan sikap kritis atas tindakan 
(yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai berkaitan dengan poligami, dengan 
sikap tidak sopan dan hujatan terhadap mereka. Sikap kritis sama sekali bukan 
hujatan, melainkan jalan untuk membangun kesepahaman bersama menuju kebenaran 
melalui tindakan saling menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi dengan 
menganalisis dua persoalan mendasar, yaitu gambaran keharmonisan keluarga 
poligami kiai, dan fanatisme terhadap kiai yang sering menutup penilaian 
rasional terhadap tindakan mereka.

Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan kiai 
tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah adanya 
kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis tanpa konflik. 
Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang meneladankan poligami kiai 
menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami kiai, para istri justru membantu satu 
sama lain dan bertindak sesuai dengan peran masing-masing tanpa rasa iri 
terhadap yang lainnya. Mereka saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. 
Tujuan keadilan yang dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi 
persoalan rumit bagi para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, bagaimana 
bisa muncul persoalan kekerasan terhadap perempuan?

Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi 
laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan perempuan pada 
sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi pada hampir semua sisi 
kehidupan manusia saat ini. Dalam ketimpangan gender, perempuan yang tidak 
berdaya akan kesulitan untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan 
keinginannya. Ketidakberdayaan tidak hanya secara sosial-ekonomi, tapi juga 
dari segi kesadaran terkait dengan keberanian untuk menentukan pilihan yang 
diinginkannya.

Sebaliknya, bagi laki-laki, posisinya yang dominan--baik dengan legitimasi 
sebagai tokoh agama, kedekatan dengan Tuhan, maupun keluhuran ilmu dan 
budinya--akan dengan mudah menaklukkan kaum perempuan agar tunduk pada 
pilihan yang sudah disediakannya. Karena itu, gambaran keharmonisan keluarga 
poligami kiai dapat dianalisis secara kritis dengan dasar argumentasi pemikiran 
ini, sehingga diperoleh kesimpulan apakah keharmonisan tersebut sejati atau 
hanya semu belaka. Dan sekali lagi, dengan dasar pemikiran di atas, kita akan 
cenderung membuat kesimpulan bahwa poligami, siapa pun yang melakukannya, lebih 
potensial menghadirkan ketidakadilan dan kekerasan atau, minimalnya, 
melanggengkan dominasi laki-laki atas perempuan.

Meski demikian, kita juga perlu menyadari bahwa ada banyak perempuan yang 
(mungkin) tidak berdaya, memilih rela, bahkan merasa bangga, untuk hidup dalam 
keluarga poligami bersama kiai sebagai keyakinan religius untuk meraih jalan 
instan menuju kebahagiaan ukhrawi. Kaum perempuan tersebut mempunyai hak untuk 
memilih jalan itu, tapi mereka juga mempunyai hak untuk mengetahui dan 
menyadari bahwa dalam kehidupan poligami sangat rentan muncul kekerasan 
terhadap perempuan.

Di luar kerangka pemikiran di atas, yang lebih sulit adalah ketika kita 
berhadapan dengan pandangan yang mengabsolutkan ketokohan kiai. Pandangan 
fanatis ini menganggap segala hal yang dilakukan kiai benar dan harus 
diteladankan, termasuk poligami. Maka tidak sedikit masyarakat yang mendukung 
poligami kiai, termasuk dengan menawarkan anak perempuan mereka.

Kita bisa memanfaatkan salah satu adagium yang sangat populer dalam tradisi 
Islam, yaitu 

Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM

2009-03-26 Terurut Topik jano ko
Info dari Adindatitiana :
 
Oleh: Farid Muttaqin
Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
Islam, adalah meruntuhkan tradisi . yang berkembang di kalangan kiai. 
 
--
 
ko_jano :
 
Tolong Adindatitiana jelaskan apakah hal tersebut bertentangan atau tidak 
dengan HAM dibawah ini ?
 
Universal Declaration of Human Rights
 
Article 16.

(1) Men and women of full age, without any limitation due to race, nationality 
or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled 
to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution. 
(2) Marriage shall be entered into only with the free and full consent of the 
intending spouses. 
(3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is 
entitled to protection by society and the State.
 
Article 18.

Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion.
 
Pertanyaan kedua, gerakan tersebut merupakan gerakan dari kelompok non Islam 
atau bukan ?, apakah hal tersebut tidak memecah belah persatuan bangsa 
Indonesia yang telah terbina antara umat Islam dan umat non Islama selama ini ?
 
Pertanyaan ketiga, PSK itu merupakan bentuk poliandri bukan ?, kalau hal 
tersebut merupakan bentuk poliandri lalu pendapat Adinda bagaimana ?
 
Pertanyaan keempat, bagaimana perasaan anda seandainya agama dan keyakinan anda 
diganggu gugat oleh penganut agama lain ?
 
Silahkan Adinda menjawab dengan jelas dan benar.
 
Salam
 
Note:
Sangat disayangkan sekali dimana pemerintah Amerikan sekarang bergerak 
mendekatkan diri untuk merangkul Islam tapi didalam negeri malah 
paradigma-paradigma lama dimunculkan lagi.
 
-o0o- 


--- On Fri, 27/3/09, adindatitiana adindatiti...@yahoo.com wrote:


From: adindatitiana adindatiti...@yahoo.com
Subject: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Friday, 27 March, 2009, 5:37 AM






Meruntuhkan tradisi poligami kiai

Oleh: Farid Muttaqin
Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di kalangan kiai. 
Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar tradisi ini sudah terbangun 
sangat kuat hingga sulit direkonstruksi. Apalagi dalam tradisi taklid terhadap 
tokoh yang masih berkembang kuat dalam masyarakat kita, yang tidak jarang 
dianut secara irasional, poligami para kiai justru diakui sebagai kebenaran 
yang layak diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara kritis bahwa 
tindakan tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan upaya 
kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak jarang dinilai sebagai hujatan 
yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga harus ditentang.

Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba 
memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk mengatasi 
hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami di kalangan kiai. 
Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok kiai sebagai pemangku 
tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam yang sulit diruntuhkan, bukan 
pada diskursus tafsir agama tentang persoalan ini.

Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak terlepas 
dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk berbuat kebenaran 
bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan sikap kritis atas tindakan 
(yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai berkaitan dengan poligami, dengan 
sikap tidak sopan dan hujatan terhadap mereka. Sikap kritis sama sekali bukan 
hujatan, melainkan jalan untuk membangun kesepahaman bersama menuju kebenaran 
melalui tindakan saling menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi dengan 
menganalisis dua persoalan mendasar, yaitu gambaran keharmonisan keluarga 
poligami kiai, dan fanatisme terhadap kiai yang sering menutup penilaian 
rasional terhadap tindakan mereka.

Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan kiai 
tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah adanya 
kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis tanpa konflik. 
Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang meneladankan poligami kiai 
menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami kiai, para istri justru membantu satu 
sama lain dan bertindak sesuai dengan peran masing-masing tanpa rasa iri 
terhadap yang lainnya. Mereka saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. 
Tujuan keadilan yang dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi 
persoalan rumit bagi para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, bagaimana 
bisa muncul persoalan kekerasan terhadap perempuan?

Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi 
laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan perempuan pada 
sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi pada hampir

Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM

2009-03-26 Terurut Topik Dwi Soegardi
Kok berhari-hari ini mengutip dalil dari DUHAM, DUIHAM, apa itu ayat suci ya?

Coba baca lagi pasal 16 itu. Jano setuju isinya?

Pasal 16 itu termasuk yang paling ditentang umat Islam,
karena apa? Karena tidak membatasi pernikahan antar agama!
Jadi Jano setuju nikah antar agama?
Wah ini pasti agenda non-muslim ya?

Selain itu pasal 16 itu tidak membatasi pernikahan sesama jenis.
Jadi Jano mendukung pernikahan homoseksual?
Sudah baca Deklarasi PBB tentang Homoseksualitas?

Diam-diam Jano punya agenda rahasia nih 

Silakan Jano menjawab dengan jelas, benar, dan tegas.
Jangan mencla-mencle heheheh




2009/3/26 jano ko ko_j...@yahoo.com:
 Info dari Adindatitiana :

 Oleh: Farid Muttaqin
 Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

 Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis 
 Islam, adalah meruntuhkan tradisi . yang berkembang di kalangan kiai.

 --

 ko_jano :

 Tolong Adindatitiana jelaskan apakah hal tersebut bertentangan atau tidak 
 dengan HAM dibawah ini ?

 Universal Declaration of Human Rights

 Article 16.

 (1) Men and women of full age, without any limitation due to race, 
 nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They 
 are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its 
 dissolution.
 (2) Marriage shall be entered into only with the free and full consent of the 
 intending spouses.
 (3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is 
 entitled to protection by society and the State.

 Article 18.

 Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion.

 Pertanyaan kedua, gerakan tersebut merupakan gerakan dari kelompok non Islam 
 atau bukan ?, apakah hal tersebut tidak memecah belah persatuan bangsa 
 Indonesia yang telah terbina antara umat Islam dan umat non Islama selama ini 
 ?

 Pertanyaan ketiga, PSK itu merupakan bentuk poliandri bukan ?, kalau hal 
 tersebut merupakan bentuk poliandri lalu pendapat Adinda bagaimana ?

 Pertanyaan keempat, bagaimana perasaan anda seandainya agama dan keyakinan 
 anda diganggu gugat oleh penganut agama lain ?

 Silahkan Adinda menjawab dengan jelas dan benar.

 Salam

 Note:
 Sangat disayangkan sekali dimana pemerintah Amerikan sekarang bergerak 
 mendekatkan diri untuk merangkul Islam tapi didalam negeri malah 
 paradigma-paradigma lama dimunculkan lagi.

 -o0o-




Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM

2009-03-26 Terurut Topik Dwi Soegardi
Sabar?
Hehe, emang ada gitu yang mengharap Anda menghormati tata krama diskusi?

Mending bersabar menunggu hujan emas ;)



On 3/26/09, jano ko ko_j...@yahoo.com wrote:
 Mas Dwi :

 Kok berhari-hari ini mengutip dalil dari DUHAM, DUIHAM, apa itu ayat suci
 ya?

 --

 ko_jano :

 Yang sabar mas, karena sabar adalah kekasih Tuhan.
 Kita tunggu dulu jawaban dari  Adinda, setuju ?

 Salam

 -o0o-



 --- On Fri, 27/3/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote:

 From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com
 Subject: Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan tradisi poligami kiai - HAM
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Date: Friday, 27 March, 2009, 9:05 AM












 Kok berhari-hari ini mengutip dalil dari DUHAM, DUIHAM, apa itu
 ayat suci ya?



 Coba baca lagi pasal 16 itu. Jano setuju isinya?



 Pasal 16 itu termasuk yang paling ditentang umat Islam,

 karena apa? Karena tidak membatasi pernikahan antar agama!

 Jadi Jano setuju nikah antar agama?

 Wah ini pasti agenda non-muslim ya?



 Selain itu pasal 16 itu tidak membatasi pernikahan sesama jenis.

 Jadi Jano mendukung pernikahan homoseksual?

 Sudah baca Deklarasi PBB tentang Homoseksualitas?



 Diam-diam Jano punya agenda rahasia nih 



 Silakan Jano menjawab dengan jelas, benar, dan tegas.

 Jangan mencla-mencle heheheh



 2009/3/26 jano ko ko_j...@yahoo. com:

 Info dari Adindatitiana :



 Oleh: Farid Muttaqin

 Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta



 Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang berbasis
 Islam, adalah meruntuhkan tradisi .  yang berkembang di kalangan
 kiai.



 --



 ko_jano :



 Tolong Adindatitiana jelaskan apakah hal tersebut bertentangan atau tidak
 dengan HAM dibawah ini ?



 Universal Declaration of Human Rights



 Article 16.



 (1) Men and women of full age, without any limitation due to race,
 nationality or religion, have the right to marry and to found a family.
 They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at
 its dissolution.

 (2) Marriage shall be entered into only with the free and full consent of
 the intending spouses.

 (3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is
 entitled to protection by society and the State.



 Article 18.



 Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion
 .



 Pertanyaan kedua, gerakan tersebut merupakan gerakan dari kelompok non
 Islam atau bukan ?, apakah hal tersebut tidak memecah belah persatuan
 bangsa Indonesia yang telah terbina antara umat Islam dan umat non Islama
 selama ini ?



 Pertanyaan ketiga, PSK itu merupakan bentuk poliandri bukan ?, kalau hal
 tersebut merupakan bentuk poliandri lalu pendapat Adinda bagaimana ?



 Pertanyaan keempat, bagaimana perasaan anda seandainya agama dan keyakinan
 anda diganggu gugat oleh penganut agama lain ?



 Silahkan Adinda menjawab dengan jelas dan benar.



 Salam



 Note:

 Sangat disayangkan sekali dimana pemerintah Amerikan sekarang bergerak
 mendekatkan diri untuk merangkul Islam tapi didalam negeri malah
 paradigma-paradigma lama dimunculkan lagi.



 -o0o-












   
   
   
   








   


   
   


   New Email addresses available on Yahoo!
 Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and
 @rocketmail.
 Hurry before someone else does!
 http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

 [Non-text portions of this message have been removed]



 

 ===
 Milis Wanita Muslimah
 Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
 Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
 ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
 Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
 Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
 Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

 This mailing list has a special spell casted to reject any attachment
 Yahoo! Groups Links






Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai - cemeng

2006-01-26 Terurut Topik Aisha
begitulah hidup, sejak buka mata kita bisa memilih tapi kita tidak pernah
tahu apa akibat pilihan kita, maka kita sering terheran-heran - kok jadi
begini? supaya gak sakit hati waktu kita ada di sikon yang gak nyaman -
mikir baik aja (gak boleh kan ada prasangka buruk ke Allah), Allah tahu yang
terbaik untuk kita.  Terima aja proses 'dipilihkan' itu, sambil usaha
semampunya dan berdo'a.  Ulangan mohon dikasih jalan setiap baca al Fatihah
itu juga supaya kita bisa milih yang bener yang baik - milih aja kan kita
butuh Allah ya.  Masih nyambung nggak? ...:)

salam
Aisha
--
From: Ary Setijadi Prihatmanto [EMAIL PROTECTED]
 --
 From: Ferona Yulia [EMAIL PROTECTED]
  Iya memang.. kisah hidupnya udah layak jadi sinetron juga :D
 
  Kadang2 aku mikir, aku suka ngerasa bahwa hidup itu pilihan
 (---dilanjutkan:
  sisanya pembenaran) hehehe... tapi setelah dipikir lebih lanjut lagi,
  kayaknya hidup itu dipilihkan deh ... hehehe...

 Wuhdualeeem euy...

 mbak Ferona,
 dari berbagai sebab terutama dari pengalaman sepanjang hidup
 sekarang saya juga sampe pada kesimpulan yang sama...
 susah dijelasin...tapi kok kayaknya seperti itu...

 Salam
 Ary

Send instant messages to your online friends http://asia.messenger.yahoo.com 


 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~- 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

2006-01-24 Terurut Topik SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO
Mas DWS,
   
  Kalau misalnya pemuda indonesia Traveling di Amrik lalu hunging around dengan 
banyak wanita Amrik itu kira-kira juga harus diruntuhkan engga tingkah lakunya ?
   
  Namanya jadi  Meruntuhkan tradisi hunging around Prindo 
  Prindo = pria indonesia.
   
  Sebaliknya, misalnya juga banyak touris Asing , pria atau wanita, kemudian 
hunging around di Indonesia dengan pria atau wanita indonesia, harus 
diruntuhkan engga ?
   
  Jawabannya pasti bingung.
   
  :)
   
  wassalam.
   
  

Dwi W. Soegardi [EMAIL PROTECTED] wrote:
  http://www.korantempo.com/korantempo/2006/01/24/Opini/krn,20060124,61.id.html

Selasa, 24 Januari 2006
Opini
Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang 
berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di 
kalangan kiai.

Farid Muttaqin
# Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang 
berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di 
kalangan kiai. Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar 
tradisi ini sudah terbangun sangat kuat hingga sulit direkonstruksi. 
Apalagi dalam tradisi taklid terhadap tokoh yang masih berkembang kuat 
dalam masyarakat kita, yang tidak jarang dianut secara irasional, 
poligami para kiai justru diakui sebagai kebenaran yang layak 
diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara kritis bahwa tindakan 
tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan upaya 
kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak jarang dinilai sebagai 
hujatan yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga harus ditentang.

Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba 
memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk 
mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami 
di kalangan kiai. Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok 
kiai sebagai pemangku tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam 
yang sulit diruntuhkan, bukan pada diskursus tafsir agama tentang 
persoalan ini.

Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak 
terlepas dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk 
berbuat kebenaran bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan 
sikap kritis atas tindakan (yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai 
berkaitan dengan poligami, dengan sikap tidak sopan dan hujatan terhadap 
mereka. Sikap kritis sama sekali bukan hujatan, melainkan jalan untuk 
membangun kesepahaman bersama menuju kebenaran melalui tindakan saling 
menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi dengan menganalisis dua persoalan 
mendasar, yaitu gambaran keharmonisan keluarga poligami kiai, dan 
fanatisme terhadap kiai yang sering menutup penilaian rasional terhadap 
tindakan mereka.

Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan 
kiai tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah 
adanya kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis 
tanpa konflik. Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang 
meneladankan poligami kiai menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami 
kiai, para istri justru membantu satu sama lain dan bertindak sesuai 
dengan peran masing-masing tanpa rasa iri terhadap yang lainnya. Mereka 
saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. Tujuan keadilan yang 
dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi persoalan rumit bagi 
para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, bagaimana bisa muncul 
persoalan kekerasan terhadap perempuan?

Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi 
laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan 
perempuan pada sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi 
pada hampir semua sisi kehidupan manusia saat ini. Dalam ketimpangan 
gender, perempuan yang tidak berdaya akan kesulitan untuk menentukan 
pilihan yang sesuai dengan keinginannya. Ketidakberdayaan tidak hanya 
secara sosial-ekonomi, tapi juga dari segi kesadaran terkait dengan 
keberanian untuk menentukan pilihan yang diinginkannya.

Sebaliknya, bagi laki-laki, posisinya yang dominan--baik dengan 
legitimasi sebagai tokoh agama, kedekatan dengan Tuhan, maupun keluhuran 
ilmu dan budinya--akan dengan mudah menaklukkan kaum perempuan agar 
tunduk pada pilihan yang sudah disediakannya. Karena itu, gambaran 
keharmonisan keluarga poligami kiai dapat dianalisis secara kritis 
dengan dasar argumentasi pemikiran ini, sehingga diperoleh kesimpulan 
apakah keharmonisan tersebut sejati atau hanya semu belaka. Dan sekali 
lagi, dengan dasar pemikiran di atas, kita akan cenderung membuat 
kesimpulan bahwa poligami, siapa pun yang melakukannya, lebih potensial 
menghadirkan ketidakadilan dan kekerasan atau, minimalnya, melanggengkan 
dominasi laki-laki atas perempuan.

Meski demikian, kita juga perlu menyadari bahwa ada banyak perempuan 
yang (mungkin) tidak berdaya, memilih rela, bahkan merasa 

Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

2006-01-24 Terurut Topik Ari Condro
Setahu saya golongan kyai di jatim baru rame rame poligami sejak jaman
sekitar kemerdekaan, setelah golongan kyai naik peringkat jadi priyayi baru.
sebelum sebelumnya mah budayanya pada monogami ...

Banyak kisah sukses beranak banyak, banyak juga yg berantakan.  sama lah ama
poligaminya orang biasa.  dari kalangan santri dan keluarga kai sendiri da
yg pro ada yg kontra.

Untuk kalangan kyai di tulung agung malah dikaitkan dengan kisah mistik,
tentang istri salah seorang kyai sepuh di sana yg pencemburu dan selalu
cerewet kepada suaminya.  Intinya dia tidak mau suaminya poligami.  Saking
sebelnya sang kyai berucap bahwa dia tidak akan berpoligami, namun lihat
anak anakmu akan berpoligami semua.  Sampai saat ini rata rata kyai di
Tulung agung rata rata berpoligami.

Dan setiap ada yang menggugat masalah ini, kisah magis diatas senantiasa
diulang dan diulang seolah menjadi suatu keniscayaan.  Dan menurut saya,
kisah magis macam inilah yg mendorong budaya patriarkis dalam berpoligami
menjadi kuat.  :)

Kisah gak jelas macam diataslah yg seharusnya dibasuh dengan pemahaman yg
jelas masalah komitmen pernikahan bukan dipertahankan dengan ikon harokah
bahwa berpoligami adalah sunnah.  bahkan kyai ketiban sampur harus
mencontohkan poligami yg baik.

Mohon tanya, diantara kyai yg berpoligami, berapa banyak yg mengambil janda
tua dan beranak banyak menjadi istri kedua dan seterusnya ? setahu saya
ambil santriwati yg caem dan bahenol.  atau anak kyai atau gurunya.  memang
sih mengikat genealogi antar kyai, kan jeruk makan jeruk.

namun jadna beranak banyak katakan korban bencana alam ?  tsunami dan
seterusnya ...  konteks perang dan mengikat hubungan antar suku dah gak ada
lagi lho di Indonesia.  kalo untuk meningkatkan genealogi sesama kyai, apa
bedanya dengan mebuat golongan eksklusif ?  yg diindonesia kan perkawinan
antar sesama kelaurga kyai dah demikian ketat sampai hampir seketat gaya
kawinnya orang arab.  yg hanya sesama arab aja yg bisa kawin.  bahkan untuk
golongan syarif dan syarifah lebih ketat lagi ?


salam,
Ari Condro

- Original Message -
From: satriyo [EMAIL PROTECTED]

Seolah -- at least buat saya -- poligami itu sama saja dengan prostitusi dan
harus diruntuhkan tradisi itu dari muka bumi. Lha kok mulai dari para kyai?
Yang tepat menurut saya, justru para kyai itu dituntut untuk memberikan
teladan, ini lho poligami yang sesuai tuntunan Islam, contoh dari baginda
Rasul. Jadi ketika ummat ada yang salah kaprah, maka kyai atau siapa saja
dari kalangan ulama yang memang adalah juga sebagai tauladan ummat, tidak
repot cuap2. Bukti saja cukup. Tinggallah anda, mas Farid, membantu
menjelaskan ...





 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~- 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[wanita-muslimah] Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

2006-01-23 Terurut Topik Dwi W. Soegardi
http://www.korantempo.com/korantempo/2006/01/24/Opini/krn,20060124,61.id.html

Selasa, 24 Januari 2006
Opini
Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang 
berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di 
kalangan kiai.

Farid Muttaqin
# Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang 
berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di 
kalangan kiai. Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar 
tradisi ini sudah terbangun sangat kuat hingga sulit direkonstruksi. 
Apalagi dalam tradisi taklid terhadap tokoh yang masih berkembang kuat 
dalam masyarakat kita, yang tidak jarang dianut secara irasional, 
poligami para kiai justru diakui sebagai kebenaran yang layak 
diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara kritis bahwa tindakan 
tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan upaya 
kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak jarang dinilai sebagai 
hujatan yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga harus ditentang.

Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba 
memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk 
mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami 
di kalangan kiai. Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok 
kiai sebagai pemangku tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam 
yang sulit diruntuhkan, bukan pada diskursus tafsir agama tentang 
persoalan ini.

Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak 
terlepas dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk 
berbuat kebenaran bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan 
sikap kritis atas tindakan (yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai 
berkaitan dengan poligami, dengan sikap tidak sopan dan hujatan terhadap 
mereka. Sikap kritis sama sekali bukan hujatan, melainkan jalan untuk 
membangun kesepahaman bersama menuju kebenaran melalui tindakan saling 
menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi dengan menganalisis dua persoalan 
mendasar, yaitu gambaran keharmonisan keluarga poligami kiai, dan 
fanatisme terhadap kiai yang sering menutup penilaian rasional terhadap 
tindakan mereka.

Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan 
kiai tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah 
adanya kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis 
tanpa konflik. Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang 
meneladankan poligami kiai menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami 
kiai, para istri justru membantu satu sama lain dan bertindak sesuai 
dengan peran masing-masing tanpa rasa iri terhadap yang lainnya. Mereka 
saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. Tujuan keadilan yang 
dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi persoalan rumit bagi 
para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, bagaimana bisa muncul 
persoalan kekerasan terhadap perempuan?

Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi 
laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan 
perempuan pada sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi 
pada hampir semua sisi kehidupan manusia saat ini. Dalam ketimpangan 
gender, perempuan yang tidak berdaya akan kesulitan untuk menentukan 
pilihan yang sesuai dengan keinginannya. Ketidakberdayaan tidak hanya 
secara sosial-ekonomi, tapi juga dari segi kesadaran terkait dengan 
keberanian untuk menentukan pilihan yang diinginkannya.

Sebaliknya, bagi laki-laki, posisinya yang dominan--baik dengan 
legitimasi sebagai tokoh agama, kedekatan dengan Tuhan, maupun keluhuran 
ilmu dan budinya--akan dengan mudah menaklukkan kaum perempuan agar 
tunduk pada pilihan yang sudah disediakannya. Karena itu, gambaran 
keharmonisan keluarga poligami kiai dapat dianalisis secara kritis 
dengan dasar argumentasi pemikiran ini, sehingga diperoleh kesimpulan 
apakah keharmonisan tersebut sejati atau hanya semu belaka. Dan sekali 
lagi, dengan dasar pemikiran di atas, kita akan cenderung membuat 
kesimpulan bahwa poligami, siapa pun yang melakukannya, lebih potensial 
menghadirkan ketidakadilan dan kekerasan atau, minimalnya, melanggengkan 
dominasi laki-laki atas perempuan.

Meski demikian, kita juga perlu menyadari bahwa ada banyak perempuan 
yang (mungkin) tidak berdaya, memilih rela, bahkan merasa bangga, untuk 
hidup dalam keluarga poligami bersama kiai sebagai keyakinan religius 
untuk meraih jalan instan menuju kebahagiaan ukhrawi. Kaum perempuan 
tersebut mempunyai hak untuk memilih jalan itu, tapi mereka juga 
mempunyai hak untuk mengetahui dan menyadari bahwa dalam kehidupan 
poligami sangat rentan muncul kekerasan terhadap perempuan.

Di luar kerangka pemikiran di atas, yang lebih sulit adalah ketika kita 
berhadapan dengan pandangan yang mengabsolutkan ketokohan kiai. 
Pandangan fanatis ini menganggap segala hal yang 

Re: [wanita-muslimah] Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

2006-01-23 Terurut Topik satriyo
ini saya tujukan buat penulis artikel:

Farid Muttaqin,

Apa tidak salah priritas? Atau memang yang anda tulis ini jadi main job
anda, sedangkan mencoba meruntuhkan tradisi prostitusi dan
pornografi/pornoaksi di masyarakat jadi side job?

Saya tidak membela kyai yang poligami (maksudnya poligini kalee..., karena
poliandri ndak ada tu dalam Islam), sebagaimana saya juga tidak membela
mereka yang monogami. Keduanya ada dalam koridor Islam selama para pelaku
kedua praktek halal itu tanggung-jawab dan tentu adil.

Seolah -- at least buat saya -- poligami itu sama saja dengan prostitusi dan
harus diruntuhkan tradisi itu dari muka bumi. Lha kok mulai dari para kyai?
Yang tepat menurut saya, justru para kyai itu dituntut untuk memberikan
teladan, ini lho poligami yang sesuai tuntunan Islam, contoh dari baginda
Rasul. Jadi ketika ummat ada yang salah kaprah, maka kyai atau siapa saja
dari kalangan ulama yang memang adalah juga sebagai tauladan ummat, tidak
repot cuap2. Bukti saja cukup. Tinggallah anda, mas Farid, membantu
menjelaskan ...

Tapi kan anda ya yang memimpin lembaga Islam. Jadi anda pasti punya sasaran
khusus, tidak asal gebyah uyah semua kyai. Kalo itu sih silakan saja.
Artinya anda memang menargetkan para kyai yang 'mbelot' dalam melaksanakan
sebuah tuntunan Allah dan Rasul. Bagi kyai yang lurus, bisa tuh diajak
kerjasama buat meluruskan kyai yang bengkok!

:-)

allahu a'lam

satriyo

On 1/24/06, Dwi W. Soegardi [EMAIL PROTECTED] wrote:


 http://www.korantempo.com/korantempo/2006/01/24/Opini/krn,20060124,61.id.html

 Selasa, 24 Januari 2006
 Opini
 Meruntuhkan Tradisi Poligami Kiai

 Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang
 berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di
 kalangan kiai.

 Farid Muttaqin
 # Koordinator Program PUAN Amal Hayati, Ciganjur, Jakarta

 Salah satu tugas terberat gerakan perempuan kita, khususnya yang
 berbasis Islam, adalah meruntuhkan tradisi poligami yang berkembang di
 kalangan kiai. Basis pandangan sosial-keagamaan yang menjadi dasar
 tradisi ini sudah terbangun sangat kuat hingga sulit direkonstruksi.
 Apalagi dalam tradisi taklid terhadap tokoh yang masih berkembang kuat
 dalam masyarakat kita, yang tidak jarang dianut secara irasional,
 poligami para kiai justru diakui sebagai kebenaran yang layak
 diteladankan, lalu ditiru, tanpa melihat secara kritis bahwa tindakan
 tersebut rentan menimbulkan kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan upaya
 kritis terhadap tindakan kiai tersebut tidak jarang dinilai sebagai
 hujatan yang tidak sopan terhadap sang tokoh, sehingga harus ditentang.

 Tulisan ini mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan. Pertama, mencoba
 memperkuat basis gerakan antipoligami dengan menawarkan upaya untuk
 mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh masih kuatnya tradisi poligami
 di kalangan kiai. Dalam hal ini, tulisan ini lebih terfokus pada sosok
 kiai sebagai pemangku tradisi poligami di kalangan masyarakat Islam
 yang sulit diruntuhkan, bukan pada diskursus tafsir agama tentang
 persoalan ini.

 Kedua, mencoba mendudukkan kiai pada porsi kemanusiaannya yang tidak
 terlepas dari kekeliruan dan kealpaan, meskipun kecenderungannya untuk
 berbuat kebenaran bisa jadi lebih kuat. Kita harus dapat membedakan
 sikap kritis atas tindakan (yang mungkin) keliru yang dilakukan kiai
 berkaitan dengan poligami, dengan sikap tidak sopan dan hujatan terhadap
 mereka. Sikap kritis sama sekali bukan hujatan, melainkan jalan untuk
 membangun kesepahaman bersama menuju kebenaran melalui tindakan saling
 menasihati. Tujuan tersebut dipenuhi dengan menganalisis dua persoalan
 mendasar, yaitu gambaran keharmonisan keluarga poligami kiai, dan
 fanatisme terhadap kiai yang sering menutup penilaian rasional terhadap
 tindakan mereka.

 Salah satu hal yang sering menjadi alasan bahwa poligami yang dilakukan
 kiai tidak menimbulkan persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah
 adanya kenyataan kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis
 tanpa konflik. Gambaran yang sering diungkapkan masyarakat yang
 meneladankan poligami kiai menyebutkan bahwa dalam keluarga poligami
 kiai, para istri justru membantu satu sama lain dan bertindak sesuai
 dengan peran masing-masing tanpa rasa iri terhadap yang lainnya. Mereka
 saling asah, asih, dan asuh satu sama lain. Tujuan keadilan yang
 dituntut dalam poligami sama sekali tidak menjadi persoalan rumit bagi
 para kiai. Dalam kondisi yang akur seperti itu, bagaimana bisa muncul
 persoalan kekerasan terhadap perempuan?

 Kita harus menyadari bahwa tindakan poligami merupakan ekspresi dominasi
 laki-laki terhadap perempuan pada satu sisi dan ketidakberdayaan
 perempuan pada sisi yang lain. Inilah ketimpangan gender yang terjadi
 pada hampir semua sisi kehidupan manusia saat ini. Dalam ketimpangan
 gender, perempuan yang tidak berdaya akan kesulitan untuk menentukan
 pilihan yang sesuai dengan keinginannya. Ketidakberdayaan tidak hanya
 secara sosial-ekonomi, tapi juga dari segi kesadaran