Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir

2005-08-12 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
Hasibullah Satrawi menulis:
pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya dalam tiga 
hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati.
---
HMNA:
Apa ini Hasibullah Satrawi orang Islam? , pengikut Nasr Hamid Abu Zayd ? Adanya 
kehidupan sesudah mati itu adalah pengaruh paganisme, itukan hasil 
hermeneutika. Adanya kehidupan sesudah mati itu ada dalam Al Quran:  
-- WALDzYN YUaWMNWN BMA ANZL ALYK WMA ANZL MN QBLK WBALAKhRt HM YWQNWN (S. 
ALBQRt, 2:4), dibaca: walladzi-na yu'minu-na bima- unzila ilaika wama- unzila 
min qablika wabil a-khirati hum yu-qinu-n, artinya: Dan orang-orang yang 
beriman kepada (Kitab) yang diturunkan kepada engkau (hai Muhammad) dan 
(Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau dan dengan (hari) akhirat mereka 
itu yakin.
Yang benner aje itu hasil ilmu setan hermeneutika, kok bilang ayat [2:4] 
dibilangin pengaruh keyakinan Mesir Kuno.

Apa ini Hasibullah Satrawi  shalat? Setiap 1 x 24 jam ummat Islam yang shalat 
sekurang-kurangnya 17 kali membaca:
-- MLK YWM ALDYN (S. ALFATht, 1:4), dibaca: maliki yaumid di-n, artinya Raja 
atau Pemilik Hari Pengadilan. 
Apa ayat [1:4] ini juga pengarus agama Mesir Kuno?

Jangan karena berkampanye pluralisme lalu secara licik menyelipkan hasil ilmu 
setan hermeneutika yang menjadi racun aqidah, yaitu mencoba merusak aqidah ABG 
pembaca tulisannya yang belum mantap aqidahnya. Pantaslah keluar farwa MUI 
mengharamkan pluralisme yang mengancam aqidah ummat Islam grass root.

Howgh
***

  - Original Message - 
  From: Ambon 
  To: Undisclosed-Recipient:; 
  Sent: Friday, August 12, 2005 05:54
  Subject: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir


  MEDIA INDONESIA
  Jum'at, 12 Agustus 2005

  Panorama Pluralisme Mesir
  M Hasibullah Satrawi, alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir, peneliti di Perhimpunan 
  Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).



  ISLAM di Mesir berwajah Suni, berdarah Syiah, berhati Koptik, dan bertulang 
  peradaban Firaun. Begitu dikatakan tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad 
  Hana, dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). 
  Pernyataan pemikir asal Mesir di atas menggambarkan wujud dan perjalanan 
  pluralisme di Negeri Piramid ini.

  Seseorang yang berkunjung ke Mesir dengan mudah bisa membuktikan kebenaran 
  pernyataan di atas. Begitu turun dari pesawat, Anda akan menemukan 
  masyarakat Mesir dalam ragam warnanya. Baik dalam berpakaian, warna kulit, 
  atau tingkah laku. Anda juga bisa menyaksikan peninggalan berwarna di sana 
  sini. Dari yang paling kuno hingga yang modern. Mulai peninggalan Islam, 
  Kristen Koptik, hingga Mesir kuno.

  Tak jauh dari Sungai Nil yang terbentang luas di tengah Kota Kairo, Anda 
  akan menemukan masjid dengan model bangunan kuno. Itulah Masjid Amru bin 
  'Ash, masjid pertama di Mesir. Di seberang sungai sana, Anda akan menemukan 
  tiga Piramid yang dibangun antara tahun 2778 dan 2263 SM. Ke selatan dari 
  Kairo (sekitar 6 jam perjalanan darat), Anda akan menemukan Gunung Musa yang 
  disucikan oleh tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam). Di lereng 
  gunung ini, terdapat gereja yang menjadi tempat berlindung para pendeta dari 
  kejaran orang-orang Romawi. Ke arah barat dari Kairo (sekitar 200 
  kilometer), Anda akan menemukan Kota Alexandria yang mengombinasikan model 
  modern dengan gaya lokal. Apalagi dengan diresmikannya kembali Perpustakaan 
  Alexandria (pada 18 April 2003) yang menjadi simbol dari setiap peradaban 
  yang pernah tumbuh di sana. Dan 10 jam lagi dengan berkendaraan darat ke 
  arah utara, Anda akan sampai ke Kota Fir'un, Luxor. Di kota ini, Anda akan 
  menemukan peninggalan sejarah yang mencerminkan hakikat pluralitas dan 
  kebersamaan masyarakat Mesir kuno. Di Istana Fir'un terdapat dinding-dinding 
  tinggi menjulang yang terbuat dari batu. Dinding-dinding ini bertuliskan 
  hal-hal penting bagi masyarakat Mesir kuno. Seperti nama-nama Tuhan, cara 
  melakukan ritual dan kalender. Di samping juga tiang penyangga yang tak 
  kalah tingginya. Di halamannya terdapat patung-patung hewan yang dipercayai 
  sebagai Tuhan penjaga mereka. Dapat dipahami bila Will Durant, sejarawan 
  dunia dari Amerika Latin, model pembangunan (arsitektur), dari dulu hingga 
  sekarang, pertama kalinya ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Sejarah 
  Peradaban: II: 577).

  Di hari-hari keagamaan seperti Lebaran dan kenaikan Isa Al-Masih, Anda akan 
  menonton tayangan pluralisme yang cukup menyejukkan. Ketika umat Islam 
  berlebaran, masyarakat Kristen Koptik mengucapkan selamat kepada mereka. 
  Begitu juga sebaliknya. Suasana kebersamaan dan persaudaraan ini dicontohkan 
  oleh pimpinan dua agama di Mesir ini. Media massa di pelbagai bentuknya 
  melansir berita kunjungan Baba Syanudah (pemimpin spiritual tertinggi 
  kalangan Kristen Koptik di Mesir) ke kediaman Grand Syaikh Al-Azhar. Begitu 
  juga ketika umat Kristen Koptik

Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir

2005-08-12 Terurut Topik Aman FatHa
Wah sampai sebegitu sensitifnya Abah hingga mempertanyakan agama seseorang 
yang jelas Islam.
Saya kira ini adalah persoalan kebahasaan sehingga yang tergambar dalam 
benak Abah, pengaruh dalam makna adanya suatu bentuk tertentu karena 
disebabkan yang lain. Jujur saja, ini merupakan salah penanda yang sampai 
kini saya tidak menemukan padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia. 
Dalam bahasa Arab, ini biasa digunakan kata Aatsaar, dan khususnya akan 
banyak muncul dalam kajian-kajian perbandingan lintas bidang, lintas 
sejarah, lintas sosio-kultural.

Saya sendiri tidak menemukan dalam artikel tersebut bahwa keyakinan Mesir 
Kuno mempengaruhi ayat [2:4] selain kesimpulan Abah sendiri. Malah di akhir 
bagian ketiga, penulisnya mengutarakan dengan kata diakui oleh al-Qur`an 
.. sebagai prasa yang cukup memberikan gambaran bahwa maksud pengaruh di 
sini bukanlah bermakna keyakinan Mesir Kuno punya andil dalam turunnya 
ayat.

Saya tidak tahu apa kata yang tepat untuk menggantikan kata pengaruh ini. 
Kata Aatsaar juga bisa diartikan peninggalan, tapi dalam kontek ini juga 
tidak tepat menggunakan kata itu. Atau maknanya yang lain bekas atau 
kesan juga tidak tepat. Dalam salah satu diktatnya, Dosen saya Dr. Sayyid 
Taqiyuddin pernah mengkhususkan pembahasan tentang pengaruh dan 
terpengaruh ini. Saya bisa memahaminya secara konteks, tapi tidak bisa 
menemukan satuan katanya yang tepat. Dan begitupun, penjelasan yang beliau 
berikan tentang bagian ini tidak lebih dari 2 lembar setengah buku yang 
beliau gambarkan semacam gaung atau pantulan dimana tempat pantulan itu 
berada tetap berdiri sendiri. Hal-hal semacam ini biasanya karena adanya 
suatu bentuk kesamaan sesuatu di sana dan di sini. Seperti contoh, Abdul 
Quddus al-Anshari adalah salah seorang sastrawan Saudi yang rajin menulis 
berbagai jenis karya. Dan salah satu dari jenis tulisannya adalah semacam 
artikel dialogis (bukan ala Plato) yang memuat banyak kritikan terhadap 
kondisi sosial dan politik kekuasaan. Ini merupakan jenis baru yang tidak 
pernah dikenal sebelumnya sebelumnya di Saudi. Namun di Mesir sebelum Abdul 
Quddus, jenis tulisan ini sudah pernah dikembangkan oleh Thaha Husain. Dalam 
konteks seperti ini muncul kajian yang mencoba mencari bentuk kesamaan dan 
bentuk keterhubungan antara keduanya. Karena Thaha Husain lebih dahulu dari 
Abdul Quddus, maka disebut dengan Aatsaar Thaha Husain fi A'maal Abdul 
Quddus. Dan itu bukan bermakna bahwa Thaha Husain punya andil mempengaruhi 
Abdul Quddus untuk menulis dalam jenis itu.

Kebetulan memang buku-buku yang disebutkan oleh artikel itu saya miliki 
sendiri baik Fajr al-Dhamir atau Qabul al-Akhar Dr. Milad Hana. Penggunaan 
kehidupan sesudah mati saya pikir memang istilah penulis sendiri. Karena 
yang digunakan dalam buku bahasa Arab itu sendiri adalah Akhirat. Tetapi 
tentu saja dalam penelitian terhadap keyakinan Mesir Kuno, dijelaskan dalam 
bentuk penjabaran yang lebih panjang bagaimana masyarakat Mesir Kuno itu 
sendiri menjalani kehidupan mereka berkenaan dengan adanya keyakinan ini. 
Itulah yang disimpulkan dengan keyakinan adanya kehidupan setelah mati.

Selain keyakinan adanya kehidupan setelah mati pada masyarakat Mesir Kuno, 
ada aatsaar lain yaitu ajaran tauhid yang biasa disebut monotheisme pada 
masa Akhenaten. Adalah lucu kalau kita artikan aatsar itu sebagai pengaruh 
dalam makna ajaran itu yang mempengaruhi atau punya andil pada ajaran 
samawi. Penelitian masih terus berlanjut sehingga ada yang menduga bahwa 
Akhenaten ada hubungannya dengan Nabi Ibrahim. Namun saya pikir itu masih 
terlalu jauh meski di harian al-Ahram dulu pernah saya baca artikel berseri 
yang memaparkan pembahasan ini secara lebih detail, baik dari sudut 
kepercayaan yang lain, perayaan, budaya, geografis dan hal-hal lain.

Intinya, maksud pengaruh di sini adalah adanya sesuatu yang berlangsung 
dimana sesuatu itu kemudian juga ada di kemudian hari. Bisa jadi karena 
memang itu benar sehingga oleh Islam dikukuhkan seperti halnya 
masalah-masalah dalam masa Jahiliyah yang bagus sehingga tetap diteruskan 
dalam masa Islam dan bahkan dikukuhkan, baik tetap seperti itu adanya atau 
dengan beberapa perubahan. Jadi pengaruh di sini sama sekali tidak bisa 
dikaitkan dengan asbab nuzul atau mirip-miriplah dengannya. -:)

Demikian,
Terima Kasih

Aman
http://aman.kinana.or.id


- Original Message - 
From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Friday, August 12, 2005 6:35 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir


Hasibullah Satrawi menulis:
pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya dalam 
tiga hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati.
---
HMNA:
Apa ini Hasibullah Satrawi orang Islam? , pengikut Nasr Hamid Abu Zayd ? 
Adanya kehidupan sesudah mati itu adalah pengaruh paganisme, itukan hasil 
hermeneutika. Adanya kehidupan sesudah mati itu ada dalam Al Quran:
-- WALDzYN YUaWMNWN