Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir
Hasibullah Satrawi menulis: pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya dalam tiga hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati. --- HMNA: Apa ini Hasibullah Satrawi orang Islam? , pengikut Nasr Hamid Abu Zayd ? Adanya kehidupan sesudah mati itu adalah pengaruh paganisme, itukan hasil hermeneutika. Adanya kehidupan sesudah mati itu ada dalam Al Quran: -- WALDzYN YUaWMNWN BMA ANZL ALYK WMA ANZL MN QBLK WBALAKhRt HM YWQNWN (S. ALBQRt, 2:4), dibaca: walladzi-na yu'minu-na bima- unzila ilaika wama- unzila min qablika wabil a-khirati hum yu-qinu-n, artinya: Dan orang-orang yang beriman kepada (Kitab) yang diturunkan kepada engkau (hai Muhammad) dan (Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau dan dengan (hari) akhirat mereka itu yakin. Yang benner aje itu hasil ilmu setan hermeneutika, kok bilang ayat [2:4] dibilangin pengaruh keyakinan Mesir Kuno. Apa ini Hasibullah Satrawi shalat? Setiap 1 x 24 jam ummat Islam yang shalat sekurang-kurangnya 17 kali membaca: -- MLK YWM ALDYN (S. ALFATht, 1:4), dibaca: maliki yaumid di-n, artinya Raja atau Pemilik Hari Pengadilan. Apa ayat [1:4] ini juga pengarus agama Mesir Kuno? Jangan karena berkampanye pluralisme lalu secara licik menyelipkan hasil ilmu setan hermeneutika yang menjadi racun aqidah, yaitu mencoba merusak aqidah ABG pembaca tulisannya yang belum mantap aqidahnya. Pantaslah keluar farwa MUI mengharamkan pluralisme yang mengancam aqidah ummat Islam grass root. Howgh *** - Original Message - From: Ambon To: Undisclosed-Recipient:; Sent: Friday, August 12, 2005 05:54 Subject: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir MEDIA INDONESIA Jum'at, 12 Agustus 2005 Panorama Pluralisme Mesir M Hasibullah Satrawi, alumnus Al-Azhar Kairo, Mesir, peneliti di Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). ISLAM di Mesir berwajah Suni, berdarah Syiah, berhati Koptik, dan bertulang peradaban Firaun. Begitu dikatakan tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad Hana, dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). Pernyataan pemikir asal Mesir di atas menggambarkan wujud dan perjalanan pluralisme di Negeri Piramid ini. Seseorang yang berkunjung ke Mesir dengan mudah bisa membuktikan kebenaran pernyataan di atas. Begitu turun dari pesawat, Anda akan menemukan masyarakat Mesir dalam ragam warnanya. Baik dalam berpakaian, warna kulit, atau tingkah laku. Anda juga bisa menyaksikan peninggalan berwarna di sana sini. Dari yang paling kuno hingga yang modern. Mulai peninggalan Islam, Kristen Koptik, hingga Mesir kuno. Tak jauh dari Sungai Nil yang terbentang luas di tengah Kota Kairo, Anda akan menemukan masjid dengan model bangunan kuno. Itulah Masjid Amru bin 'Ash, masjid pertama di Mesir. Di seberang sungai sana, Anda akan menemukan tiga Piramid yang dibangun antara tahun 2778 dan 2263 SM. Ke selatan dari Kairo (sekitar 6 jam perjalanan darat), Anda akan menemukan Gunung Musa yang disucikan oleh tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam). Di lereng gunung ini, terdapat gereja yang menjadi tempat berlindung para pendeta dari kejaran orang-orang Romawi. Ke arah barat dari Kairo (sekitar 200 kilometer), Anda akan menemukan Kota Alexandria yang mengombinasikan model modern dengan gaya lokal. Apalagi dengan diresmikannya kembali Perpustakaan Alexandria (pada 18 April 2003) yang menjadi simbol dari setiap peradaban yang pernah tumbuh di sana. Dan 10 jam lagi dengan berkendaraan darat ke arah utara, Anda akan sampai ke Kota Fir'un, Luxor. Di kota ini, Anda akan menemukan peninggalan sejarah yang mencerminkan hakikat pluralitas dan kebersamaan masyarakat Mesir kuno. Di Istana Fir'un terdapat dinding-dinding tinggi menjulang yang terbuat dari batu. Dinding-dinding ini bertuliskan hal-hal penting bagi masyarakat Mesir kuno. Seperti nama-nama Tuhan, cara melakukan ritual dan kalender. Di samping juga tiang penyangga yang tak kalah tingginya. Di halamannya terdapat patung-patung hewan yang dipercayai sebagai Tuhan penjaga mereka. Dapat dipahami bila Will Durant, sejarawan dunia dari Amerika Latin, model pembangunan (arsitektur), dari dulu hingga sekarang, pertama kalinya ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Sejarah Peradaban: II: 577). Di hari-hari keagamaan seperti Lebaran dan kenaikan Isa Al-Masih, Anda akan menonton tayangan pluralisme yang cukup menyejukkan. Ketika umat Islam berlebaran, masyarakat Kristen Koptik mengucapkan selamat kepada mereka. Begitu juga sebaliknya. Suasana kebersamaan dan persaudaraan ini dicontohkan oleh pimpinan dua agama di Mesir ini. Media massa di pelbagai bentuknya melansir berita kunjungan Baba Syanudah (pemimpin spiritual tertinggi kalangan Kristen Koptik di Mesir) ke kediaman Grand Syaikh Al-Azhar. Begitu juga ketika umat Kristen Koptik
Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir
Wah sampai sebegitu sensitifnya Abah hingga mempertanyakan agama seseorang yang jelas Islam. Saya kira ini adalah persoalan kebahasaan sehingga yang tergambar dalam benak Abah, pengaruh dalam makna adanya suatu bentuk tertentu karena disebabkan yang lain. Jujur saja, ini merupakan salah penanda yang sampai kini saya tidak menemukan padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, ini biasa digunakan kata Aatsaar, dan khususnya akan banyak muncul dalam kajian-kajian perbandingan lintas bidang, lintas sejarah, lintas sosio-kultural. Saya sendiri tidak menemukan dalam artikel tersebut bahwa keyakinan Mesir Kuno mempengaruhi ayat [2:4] selain kesimpulan Abah sendiri. Malah di akhir bagian ketiga, penulisnya mengutarakan dengan kata diakui oleh al-Qur`an .. sebagai prasa yang cukup memberikan gambaran bahwa maksud pengaruh di sini bukanlah bermakna keyakinan Mesir Kuno punya andil dalam turunnya ayat. Saya tidak tahu apa kata yang tepat untuk menggantikan kata pengaruh ini. Kata Aatsaar juga bisa diartikan peninggalan, tapi dalam kontek ini juga tidak tepat menggunakan kata itu. Atau maknanya yang lain bekas atau kesan juga tidak tepat. Dalam salah satu diktatnya, Dosen saya Dr. Sayyid Taqiyuddin pernah mengkhususkan pembahasan tentang pengaruh dan terpengaruh ini. Saya bisa memahaminya secara konteks, tapi tidak bisa menemukan satuan katanya yang tepat. Dan begitupun, penjelasan yang beliau berikan tentang bagian ini tidak lebih dari 2 lembar setengah buku yang beliau gambarkan semacam gaung atau pantulan dimana tempat pantulan itu berada tetap berdiri sendiri. Hal-hal semacam ini biasanya karena adanya suatu bentuk kesamaan sesuatu di sana dan di sini. Seperti contoh, Abdul Quddus al-Anshari adalah salah seorang sastrawan Saudi yang rajin menulis berbagai jenis karya. Dan salah satu dari jenis tulisannya adalah semacam artikel dialogis (bukan ala Plato) yang memuat banyak kritikan terhadap kondisi sosial dan politik kekuasaan. Ini merupakan jenis baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya sebelumnya di Saudi. Namun di Mesir sebelum Abdul Quddus, jenis tulisan ini sudah pernah dikembangkan oleh Thaha Husain. Dalam konteks seperti ini muncul kajian yang mencoba mencari bentuk kesamaan dan bentuk keterhubungan antara keduanya. Karena Thaha Husain lebih dahulu dari Abdul Quddus, maka disebut dengan Aatsaar Thaha Husain fi A'maal Abdul Quddus. Dan itu bukan bermakna bahwa Thaha Husain punya andil mempengaruhi Abdul Quddus untuk menulis dalam jenis itu. Kebetulan memang buku-buku yang disebutkan oleh artikel itu saya miliki sendiri baik Fajr al-Dhamir atau Qabul al-Akhar Dr. Milad Hana. Penggunaan kehidupan sesudah mati saya pikir memang istilah penulis sendiri. Karena yang digunakan dalam buku bahasa Arab itu sendiri adalah Akhirat. Tetapi tentu saja dalam penelitian terhadap keyakinan Mesir Kuno, dijelaskan dalam bentuk penjabaran yang lebih panjang bagaimana masyarakat Mesir Kuno itu sendiri menjalani kehidupan mereka berkenaan dengan adanya keyakinan ini. Itulah yang disimpulkan dengan keyakinan adanya kehidupan setelah mati. Selain keyakinan adanya kehidupan setelah mati pada masyarakat Mesir Kuno, ada aatsaar lain yaitu ajaran tauhid yang biasa disebut monotheisme pada masa Akhenaten. Adalah lucu kalau kita artikan aatsar itu sebagai pengaruh dalam makna ajaran itu yang mempengaruhi atau punya andil pada ajaran samawi. Penelitian masih terus berlanjut sehingga ada yang menduga bahwa Akhenaten ada hubungannya dengan Nabi Ibrahim. Namun saya pikir itu masih terlalu jauh meski di harian al-Ahram dulu pernah saya baca artikel berseri yang memaparkan pembahasan ini secara lebih detail, baik dari sudut kepercayaan yang lain, perayaan, budaya, geografis dan hal-hal lain. Intinya, maksud pengaruh di sini adalah adanya sesuatu yang berlangsung dimana sesuatu itu kemudian juga ada di kemudian hari. Bisa jadi karena memang itu benar sehingga oleh Islam dikukuhkan seperti halnya masalah-masalah dalam masa Jahiliyah yang bagus sehingga tetap diteruskan dalam masa Islam dan bahkan dikukuhkan, baik tetap seperti itu adanya atau dengan beberapa perubahan. Jadi pengaruh di sini sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan asbab nuzul atau mirip-miriplah dengannya. -:) Demikian, Terima Kasih Aman http://aman.kinana.or.id - Original Message - From: H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, August 12, 2005 6:35 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Panorama Pluralisme Mesir Hasibullah Satrawi menulis: pengaruh keyakinan Mesir kuno dalam agama-agama samawi. Setidaknya dalam tiga hal. Pertama, adanya kehidupan setelah mati. --- HMNA: Apa ini Hasibullah Satrawi orang Islam? , pengikut Nasr Hamid Abu Zayd ? Adanya kehidupan sesudah mati itu adalah pengaruh paganisme, itukan hasil hermeneutika. Adanya kehidupan sesudah mati itu ada dalam Al Quran: -- WALDzYN YUaWMNWN