Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

2008-12-09 Terurut Topik L.Meilany
Kalo baca buku 'laskar pelangi the phenomenon' ; ternyata kisah laskar pelangi 
ini mencerahkan.
Banyak kesaksian dari orang2 yg mula2 terpuruk, putus asa, tidak semangat, yg 
malu jadi guru
menjadi terbangkitkan rasa percaya dirinya setelah baca laskar pelangi.

Bahkan kemudian orang2 tionghwa beramairamai pulang kampung ke Belitong.
Rumah Bu Mus juga disambangi banyak orang untuk sekedar berfotoria, minta tanda 
tangan.

Murid2nya selain Ikal, seperti Mahar, A Kiong, Kucai juga memberi kesaksian 
serupa tentang peranan
Bu Mus dalam karir mereka selanjutnya.

salam, 
l.meilany
  - Original Message - 
  From: Ary Setijadi Prihatmanto 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, December 10, 2008 7:54 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah


  Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas.
  Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya 
dengan politik.

  Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya 
karena kurangnya penghargaan terhadap guru.

  Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik.
  Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, 
terutama di tempat2 terpencil...
  Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa?
  Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja...

  Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata,
  minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih...

  Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah 
untung.
  Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2.
  Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk 
kampanye positif maupun negatif) ;-(

  Salam
  Ary

  - Original Message - 
  From: Sunny 
  To: Undisclosed-Recipient:; 
  Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

  Jawa Pos

  Kamis, 04 Desember 2008 ] 

  Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 

  Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan 
momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya 
novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk 
dianugerahi Satyalancana Pendidikan.

  Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah 
untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama 
Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok 
peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan 
mendapatkan tengokan serupa.

  Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan 
kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat 
pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah 
membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan 
hal tersebut.

  Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru 
Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. 
Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru 
Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul 
di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di 
pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya!

  Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang 
sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, 
benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan?

  Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin 
sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk 
membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. 

  Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap 
bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput 
dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. 
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar 
yang semestinya.

  Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia 
tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? 

  Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid 
seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima 
penghargaan sangat tinggi dari negara.

  Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru 
Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama 
atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang 
sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda.

  Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita 
mencoba berbaik sangk

Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

2008-12-09 Terurut Topik Ari Condro
Kalau ane sih ngejar ngejar andrea hiratanya :))


salam,



-Original Message-
From: "Ary Setijadi Prihatmanto" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Wed, 10 Dec 2008 07:54:57 
To: 
Subject: Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah


Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas.
Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya 
dengan politik.

Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya karena 
kurangnya penghargaan terhadap guru.

Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik.
Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, 
terutama di tempat2 terpencil...
Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa?
Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja...

Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata,
minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih...

Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah 
untung.
Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2.
Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk 
kampanye positif maupun negatif) ;-(

Salam
Ary


  - Original Message - 
  From: Sunny 
  To: Undisclosed-Recipient:; 
  Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah


  Jawa Pos

  Kamis, 04 Desember 2008 ] 

  Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 

  Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan 
momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya 
novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk 
dianugerahi Satyalancana Pendidikan.

  Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah 
untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama 
Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok 
peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan 
mendapatkan tengokan serupa.

  Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan 
kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat 
pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah 
membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan 
hal tersebut.

  Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru 
Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. 
Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru 
Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul 
di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di 
pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya!

  Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang 
sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, 
benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan?

  Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin 
sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk 
membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. 

  Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap 
bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput 
dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. 
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar 
yang semestinya.

  Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia 
tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? 

  Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid 
seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima 
penghargaan sangat tinggi dari negara.

  Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru 
Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama 
atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang 
sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda.

  Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita 
mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru 
Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, 
didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam.

  Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya 
didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, 
sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan 
dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*)

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portio

Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

2008-12-09 Terurut Topik Ary Setijadi Prihatmanto
Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas.
Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya 
dengan politik.

Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya karena 
kurangnya penghargaan terhadap guru.

Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik.
Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, 
terutama di tempat2 terpencil...
Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa?
Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja...

Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata,
minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih...

Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah 
untung.
Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2.
Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk 
kampanye positif maupun negatif) ;-(

Salam
Ary


  - Original Message - 
  From: Sunny 
  To: Undisclosed-Recipient:; 
  Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah


  Jawa Pos

  Kamis, 04 Desember 2008 ] 

  Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 

  Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan 
momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya 
novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk 
dianugerahi Satyalancana Pendidikan.

  Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah 
untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama 
Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok 
peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan 
mendapatkan tengokan serupa.

  Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan 
kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat 
pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah 
membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan 
hal tersebut.

  Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru 
Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. 
Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru 
Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul 
di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di 
pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya!

  Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang 
sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, 
benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan?

  Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin 
sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk 
membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. 

  Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap 
bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput 
dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. 
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar 
yang semestinya.

  Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia 
tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? 

  Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid 
seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima 
penghargaan sangat tinggi dari negara.

  Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru 
Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama 
atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang 
sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda.

  Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita 
mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru 
Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, 
didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam.

  Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya 
didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, 
sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan 
dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*)

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

2008-12-08 Terurut Topik Ari Condro
Memangnya andrian hirata beneran muridnya bu muslimah ?  

Ada yg memberikan info kalau roxanne atau istri andrian hirata lah yg menjadi 
tokoh flora yang merupakan penutur pertama dalam laskar pelangi yg benar benar 
murid asli bu muslimah.

Andrian sendiri sekolah di sd pt timah.

Reasonable jika di buku berikutnya, sang pemimpi, edensor dan maryamah karpov, 
jiwanya berbeda dengan laskar pelangi dan tidak lagi twisted.  Cerita laskar 
pelangi adalah ttg lintang dan bu mus, tapi cerita yg lain adalah ttg andrian 
hirata him self.







salam,



-Original Message-
From: "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Sat, 6 Dec 2008 21:25:57 
To: 
Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah


Jawa Pos

 Kamis, 04 Desember 2008 ] 

Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 


Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan 
momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya 
novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk 
dianugerahi Satyalancana Pendidikan.

Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah 
untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama 
Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok 
peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan 
mendapatkan tengokan serupa.

Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan 
kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat 
pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah 
membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan 
hal tersebut.

Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru 
Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. 
Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru 
Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul 
di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di 
pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya!

Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang 
sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, 
benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan?

Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin 
sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk 
membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. 

Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap 
bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput 
dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. 
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar 
yang semestinya.

Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia 
tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? 

Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid 
seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima 
penghargaan sangat tinggi dari negara.

Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru 
Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama 
atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang 
sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda.

Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba 
berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah 
tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada 
data-data akurat dan penelitian yang mendalam.

Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya 
didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, 
sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan 
dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*)


 

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah

2008-12-05 Terurut Topik Sunny
Jawa Pos

 Kamis, 04 Desember 2008 ] 

Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah 


Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan 
momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya 
novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk 
dianugerahi Satyalancana Pendidikan.

Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah 
untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama 
Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok 
peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan 
mendapatkan tengokan serupa.

Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan 
kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat 
pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah 
membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan 
hal tersebut.

Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru 
Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. 
Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru 
Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul 
di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di 
pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya!

Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang 
sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, 
benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan?

Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin 
sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk 
membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. 

Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap 
bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput 
dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. 
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar 
yang semestinya.

Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia 
tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? 

Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid 
seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima 
penghargaan sangat tinggi dari negara.

Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru 
Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama 
atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang 
sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda.

Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba 
berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah 
tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada 
data-data akurat dan penelitian yang mendalam.

Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya 
didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, 
sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan 
dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*)


 

[Non-text portions of this message have been removed]