Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah
Kalo baca buku 'laskar pelangi the phenomenon' ; ternyata kisah laskar pelangi ini mencerahkan. Banyak kesaksian dari orang2 yg mula2 terpuruk, putus asa, tidak semangat, yg malu jadi guru menjadi terbangkitkan rasa percaya dirinya setelah baca laskar pelangi. Bahkan kemudian orang2 tionghwa beramairamai pulang kampung ke Belitong. Rumah Bu Mus juga disambangi banyak orang untuk sekedar berfotoria, minta tanda tangan. Murid2nya selain Ikal, seperti Mahar, A Kiong, Kucai juga memberi kesaksian serupa tentang peranan Bu Mus dalam karir mereka selanjutnya. salam, l.meilany - Original Message - From: Ary Setijadi Prihatmanto To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, December 10, 2008 7:54 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas. Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya dengan politik. Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya karena kurangnya penghargaan terhadap guru. Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik. Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, terutama di tempat2 terpencil... Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa? Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja... Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata, minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih... Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah untung. Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2. Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk kampanye positif maupun negatif) ;-( Salam Ary - Original Message - From: Sunny To: Undisclosed-Recipient:; Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Jawa Pos Kamis, 04 Desember 2008 ] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan. Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan serupa. Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan hal tersebut. Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya! Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan? Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang semestinya. Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara. Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda. Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba berbaik sangk
Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah
Kalau ane sih ngejar ngejar andrea hiratanya :)) salam, -Original Message- From: "Ary Setijadi Prihatmanto" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Wed, 10 Dec 2008 07:54:57 To: Subject: Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas. Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya dengan politik. Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya karena kurangnya penghargaan terhadap guru. Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik. Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, terutama di tempat2 terpencil... Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa? Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja... Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata, minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih... Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah untung. Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2. Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk kampanye positif maupun negatif) ;-( Salam Ary - Original Message - From: Sunny To: Undisclosed-Recipient:; Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Jawa Pos Kamis, 04 Desember 2008 ] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan. Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan serupa. Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan hal tersebut. Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya! Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan? Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang semestinya. Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara. Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda. Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam. Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*) [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portio
Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah
Menurut saya artikelnya menggunakan sudut yang nggak pas. Jangan karena mau nembak SBY, malah nembak orang yang nggak ada urusannya dengan politik. Bukankah semua sepakat bahwa rendahnya kualitas pendidikan salah satunya karena kurangnya penghargaan terhadap guru. Jadi seharusnya bukan Ibu muslimahnya yang di-utak-utik. Tapi harusnya dipikirkan agar ada sebanyak mungkin penghargaan bg guru, terutama di tempat2 terpencil... Ayo Mega, SB, JK, HNW dll., berlomba-lomba dalam kebaikan... anda2 bisa apa? Bukan cuman ngurusin orang sholat dengan cara lain, punya nabi lain saja... Komunitas seharusnya malah nantang para calon itu untuk berbuat nyata, minimal buat JANJI tertulis, mereka mau buat apa kalo terpilih... Ada guru mau ngajar di pedalaman belitung, kalimantan atau papua saja sudah untung. Ini bertahun-tahun nggak dibayar, bayarannya kurang dan lain2. Baru dikasih penghargaan begitu saja sudah banyak yang mau memanfaatkan (utk kampanye positif maupun negatif) ;-( Salam Ary - Original Message - From: Sunny To: Undisclosed-Recipient:; Sent: Sunday, December 07, 2008 3:25 AM Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Jawa Pos Kamis, 04 Desember 2008 ] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan. Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan serupa. Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan hal tersebut. Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya! Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan? Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang semestinya. Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara. Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda. Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam. Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*) [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah
Memangnya andrian hirata beneran muridnya bu muslimah ? Ada yg memberikan info kalau roxanne atau istri andrian hirata lah yg menjadi tokoh flora yang merupakan penutur pertama dalam laskar pelangi yg benar benar murid asli bu muslimah. Andrian sendiri sekolah di sd pt timah. Reasonable jika di buku berikutnya, sang pemimpi, edensor dan maryamah karpov, jiwanya berbeda dengan laskar pelangi dan tidak lagi twisted. Cerita laskar pelangi adalah ttg lintang dan bu mus, tapi cerita yg lain adalah ttg andrian hirata him self. salam, -Original Message- From: "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Sat, 6 Dec 2008 21:25:57 To: Subject: [wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Jawa Pos Kamis, 04 Desember 2008 ] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan. Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan serupa. Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan hal tersebut. Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya! Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan? Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang semestinya. Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara. Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda. Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam. Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*) [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah
Jawa Pos Kamis, 04 Desember 2008 ] Pencitraan SBY dalam Ibu Guru Muslimah Tim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sungguh jeli dalam memanfaatkan momentum. Ibu Guru Muslimah yang kini sangat terkenal seiring dengan populernya novel dan film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dibawa ke Jakarta untuk dianugerahi Satyalancana Pendidikan. Sungguh, memberikan penghargaan kepada "nama top" seperti Ibu Guru Muslimah untuk saat ini akan lebih banyak bermanfaat daripada memberikannya kepada nama Ibu/Bapak Guru Anu yang namanya tidak populer. Rakyat akan mudah menengok peristiwa penghargaan tersebut. Dan, si pemberi penghargaan (SBY) pun akan mendapatkan tengokan serupa. Nah, di sinilah proses pencitraan akan terbangun. Bila dikaitkan dengan kepentingan popularitas menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, manfaat pencitraan positif seperti itu jelas akan banyak. Dan, SBY yang sudah membulatkan tekad untuk maju lagi dalam Pilpres 2009 jelas sangat membutuhkan hal tersebut. Kita tidak hendak mengatakan bahwa pemberian penghargaan kepada Ibu Guru Muslimah adalah berbau politis. Terlalu dini kalau kesimpulan itu ditarik. Hanya, ada sedikit ganjalan terkait dengan peristiwa tersebut. Ibu Guru Muslimah yang semula muncul dan populer dalam karya fiksi mendadak bisa muncul di alam nyata. Tidak tanggung-tanggung, kemunculannya langsung menyeruak di pusaran kekuasaan. Betapa hebatnya! Dalam konteks novel dan film Laskar Pelangi, sosok Ibu Guru Muslimah memang sangat luar biasa. Kreatif, inovatif, tangguh, dan penuh dedikasi. Namun, benarkah gambaran ideal itu sebanding lurus dengan kenyataan di lapangan? Bagi Andrea, si penulis novel, bisa jadi sosok Ibu Guru Muslimah mungkin sedemikian luar biasa. Dan, karena keluarbiasaan itulah, Andrea terilhami untuk membuat sebuah karya fiksi yang dilatarbelakangi kisah nyata. Namun, karena yang dibuat Andrea adalah karya fiksi, kendati mirip, ia tetap bukan yang sesungguhnya. Artinya, penggambaran di novel bisa jadi tidak luput dari emosi dan subjektivitas yang didorong perasaan cintanya yang begitu besar. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya penggambaran yang melebihi kadar yang semestinya. Jika asumsi itu benar, tentu Andrea tidak bisa dipersalahkan. Bukankah dia tetap mengategorikan hasil karyanya sebagai karya fiksi, bukan sejarah? Karena itu, beruntunglah Ibu Guru Muslimah yang kebetulan memiliki murid seperti Andrea. Sebab, dari karya fiksi muridnya itulah, dia kini menerima penghargaan sangat tinggi dari negara. Di sisi lain, bersabarlah guru yang kebetulan tidak seberuntung Ibu Guru Muslimah. Kendati perjuangan, kreasi, inovasi, dan dedikasinya bisa jadi sama atau bahkan melebihi Ibu Guru Muslimah. Namun, karena tidak memiliki murid yang sehebat Andrea, nasibnya menjadi berbeda. Untuk sekadar mengurangi "ganjalan", tidak ada salahnya bila kini kita mencoba berbaik sangka bahwa pemberian Satyalancana Pendidikan kepada Ibu Guru Muslimah tidak hanya dirujukkan pada karya fiksi Laskar Pelangi. Namun, didasarkan pada data-data akurat dan penelitian yang mendalam. Sungguh sangat sedihnya kita bila sampai pemberian penghargaan itu hanya didasarkan pada sebuah karya fiksi. Sebab, kalau hal tersebut sampai terjadi, sama artinya negara Indonesia -yang wujud di alam nyata ini- digeser dan dimasukkan ke alam fiksi. Sungguh, semoga hal itu tidak benar! (*) [Non-text portions of this message have been removed]