Re: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay - Universal Islamic Declaration of Human Rights
Hehehe.. mas Arcon bertanya sama tembok yaah? :D On Mar 22, 2009, at 2:34 AM, Ari Condro wrote: Oom jano menyindir siapa ? Lha kata deklarasinya nggak boleh menyindir bukannya ? Tanya juga, kalo adian husaini tarafnya di level menyindir atau memfitnah atau menyampaikan kebenaran ? *curious karena gak ada bedanya* salam, -Original Message- From: jano ko ko_j...@yahoo.com Date: Sat, 21 Mar 2009 18:30:02 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay - Universal Islamic Declaration of Human Rights Mbak Herni : Dan mainstream posisi WM, koreksi kalau saya salah, adalah di posisi tengah ini :) Saya bilang mainstream, karena di WM juga ada yg berposisi berbeda dan itu kami hargai. Masih bisa komentar dan ikut diskusi, tanpa perlu takut dihakimi atau dimoderasi. ---ko_jano :Masukan untuk siapa saja. Perlu bagi siapa saja juga membaca Hukum Internasional dan Hak Asasi Dalam Islam - Universal Islamic Declaration of Human Rights.XII Right to Freedom of Belief, Thought and Speecha) Every person has the right to express his thoughts and beliefs so long as he remains within the limits prescribed by the Law. No one, however, is entitled to disseminate falsehood or to circulate reports which may outrage public decency, or to indulge in slander, innuendo or to cast defamatory aspersions on other persons. Terjemahan bebas :Setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan pikiran dan kepercayaannya tetapi dalam batas - batas yang ditentukan oleh Undang - Undang. Setiap orang tidak boleh menyebarkan kebohongan. Seseorang juga tidak boleh mengedarkan laporan yang mengganggu ketertiban umum serta tidak boleh menyindir, mencela, memfitnah orang lain. --Sebaiknya setiap orang memahami hal tersebut diatas, termasuk orang biasa, orang tidak biasa, orang umum, orang liberal, orang tidak liberal, sebaiknya membaca hal tersebut diatas.Salam-o0o- --- On Sat, 21/3/09, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com wrote: From: Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Saturday, 21 March, 2009, 11:11 PM Mbak Mei, apa kabar? :-) Saya teringat debat di milis islamlib. Kalau tidak salah, bertepatan juga dengan terbitnya jurnal perempuan edisi yg mengupas isu LGBTIQ ini. Waktu itu, ada debat di antara kaum liberalnya sendiri. Ulil pernah mengatakan bahwa dia gak berani mengkaji teks qur'an utk menjustifikasi kaum ini. Dia bilang, dia sepakat bahwa text itu multi-interpretasi, seperti karet yg bisa direnggangkan. Tapi, kalau terlalu direnggangkan, teks itu, layaknya karet, bisa putus... simplenya gitu :) Memang teks Qur'an tentang LGBTIQ, pada titik tertentu, terbatas. Sementara kaum liberal lain, memilih utk merenggangkan teks itu utk menjadi pembacaan baru thd teks (baca: justifikasi) , mencari akar sejarahnya di masyarakat Islam juga. Benarkan kalau saya salah, tapi yg saya tangkap diskusinya sih begitu. Jadi, perlindungan thd kaum LGBTIQ ini tidak perlu mendasarkan pada interpretasi teks qur'an thd isu ini secara khusus, cukuplah berdasarkan penghargaan terhadap manusia sehingga hak2 mereka sbg warga negara dipenuhi. Tidak semua bisa dan harus diselesaikan di ranah agama. Makanya saya tanya sama mbak lina, persoalannya mau dikaitkan di ranah apa? Kalau mau dikaitkan dng ranah agama, ya debat dng pak abdul muiz itu. Tapi kalau kita bicara di level kebijakan publik, nah itu baru saya bisa ikutan :) Kita bicara soal parameter obyektif. Karena hukum sbg sebuah kebijakan memang perlu parameter2 obyektif :) Terus terang, saya sependapat ma Ulil, hehehe. Secara personal, there is no way that I would change to LGBTIQ. Saya bukan tipe yg sok2 advokasi hak2 LGBTIQ tapi sebenarnya jauh di dalam heteroseksual abis :) Mending jujur ngaku, fundamentalis monogamist, heteroseksual :) Tapi menurut saya, orang perlu dihargai atas pilihannya, asal dia tidak merugikan orang lain. Dan buat saya, ini parameter pribadi saya utk bergaul. Sama halnya dng persoalan fundamentalis, bukan soal islamnya, misal pun kresten atau yahudi fundamentalis, sudah bisa dipastikan cara berpikirnya gak akan ketemu :) Kalau kita ngomong soal ini kaitannya dlm kebijakan di ruang publik, parameternya adalah bukan di orientasi seksualnya tapi apakah pilihan dan tindakannya merugikan yg lain atau tidak. Makanya, kita perlu paham dulu soal spektrum dari LGBTIQnya itu sendiri. Dan menanganinya bukan dng cara kekerasan dan tangan besi tapi dng cara yg baik. Berdakwah pun harus dengan cara yang baik, bukan? Soalnya, ketakutan saya yg paling besar adalah ketika kita merasa lebih suci dan bersih dari orang lain :) Jadi, tidak pantas rasanya menghakimi
Re: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay - Universal Islamic Declaration of Human Rights
Mbak Herni : Dan mainstream posisi WM, koreksi kalau saya salah, adalah di posisi tengah ini :) Saya bilang mainstream, karena di WM juga ada yg berposisi berbeda dan itu kami hargai. Masih bisa komentar dan ikut diskusi, tanpa perlu takut dihakimi atau dimoderasi. ---ko_jano :Masukan untuk siapa saja. Perlu bagi siapa saja juga membaca Hukum Internasional dan Hak Asasi Dalam Islam - Universal Islamic Declaration of Human Rights.XII Right to Freedom of Belief, Thought and Speecha) Every person has the right to express his thoughts and beliefs so long as he remains within the limits prescribed by the Law. No one, however, is entitled to disseminate falsehood or to circulate reports which may outrage public decency, or to indulge in slander, innuendo or to cast defamatory aspersions on other persons. Terjemahan bebas :Setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan pikiran dan kepercayaannya tetapi dalam batas - batas yang ditentukan oleh Undang - Undang. Setiap orang tidak boleh menyebarkan kebohongan. Seseorang juga tidak boleh mengedarkan laporan yang mengganggu ketertiban umum serta tidak boleh menyindir, mencela, memfitnah orang lain. --Sebaiknya setiap orang memahami hal tersebut diatas, termasuk orang biasa, orang tidak biasa, orang umum, orang liberal, orang tidak liberal, sebaiknya membaca hal tersebut diatas.Salam-o0o- --- On Sat, 21/3/09, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com wrote: From: Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Saturday, 21 March, 2009, 11:11 PM Mbak Mei, apa kabar? :-) Saya teringat debat di milis islamlib. Kalau tidak salah, bertepatan juga dengan terbitnya jurnal perempuan edisi yg mengupas isu LGBTIQ ini. Waktu itu, ada debat di antara kaum liberalnya sendiri. Ulil pernah mengatakan bahwa dia gak berani mengkaji teks qur'an utk menjustifikasi kaum ini. Dia bilang, dia sepakat bahwa text itu multi-interpretasi, seperti karet yg bisa direnggangkan. Tapi, kalau terlalu direnggangkan, teks itu, layaknya karet, bisa putus... simplenya gitu :) Memang teks Qur'an tentang LGBTIQ, pada titik tertentu, terbatas. Sementara kaum liberal lain, memilih utk merenggangkan teks itu utk menjadi pembacaan baru thd teks (baca: justifikasi) , mencari akar sejarahnya di masyarakat Islam juga. Benarkan kalau saya salah, tapi yg saya tangkap diskusinya sih begitu. Jadi, perlindungan thd kaum LGBTIQ ini tidak perlu mendasarkan pada interpretasi teks qur'an thd isu ini secara khusus, cukuplah berdasarkan penghargaan terhadap manusia sehingga hak2 mereka sbg warga negara dipenuhi. Tidak semua bisa dan harus diselesaikan di ranah agama. Makanya saya tanya sama mbak lina, persoalannya mau dikaitkan di ranah apa? Kalau mau dikaitkan dng ranah agama, ya debat dng pak abdul muiz itu. Tapi kalau kita bicara di level kebijakan publik, nah itu baru saya bisa ikutan :) Kita bicara soal parameter obyektif. Karena hukum sbg sebuah kebijakan memang perlu parameter2 obyektif :) Terus terang, saya sependapat ma Ulil, hehehe. Secara personal, there is no way that I would change to LGBTIQ. Saya bukan tipe yg sok2 advokasi hak2 LGBTIQ tapi sebenarnya jauh di dalam heteroseksual abis :) Mending jujur ngaku, fundamentalis monogamist, heteroseksual :) Tapi menurut saya, orang perlu dihargai atas pilihannya, asal dia tidak merugikan orang lain. Dan buat saya, ini parameter pribadi saya utk bergaul. Sama halnya dng persoalan fundamentalis, bukan soal islamnya, misal pun kresten atau yahudi fundamentalis, sudah bisa dipastikan cara berpikirnya gak akan ketemu :) Kalau kita ngomong soal ini kaitannya dlm kebijakan di ruang publik, parameternya adalah bukan di orientasi seksualnya tapi apakah pilihan dan tindakannya merugikan yg lain atau tidak. Makanya, kita perlu paham dulu soal spektrum dari LGBTIQnya itu sendiri. Dan menanganinya bukan dng cara kekerasan dan tangan besi tapi dng cara yg baik. Berdakwah pun harus dengan cara yang baik, bukan? Soalnya, ketakutan saya yg paling besar adalah ketika kita merasa lebih suci dan bersih dari orang lain :) Jadi, tidak pantas rasanya menghakimi orang lain. Apa sih ketakutan kita? Ditaksir? Misalnya pun, ada yg naksir kita, ya itu pilihan dia. Tapi kita punya pilihan juga. Ini kan sama aja kaya cowo/lawan jenis yg naksir kita, terus kita tolak? Simple aja gitu loh :) Takut anak kita ketularan? Karena saya dididik oleh ibu saya yg membuka informasi, diajari menanggung konsekuensi dari setiap pilihan, utk jaga diri, jadi menurut saya cara spt ini lebih baik. Termasuk percaya pada anaknya, meskipun mengandung resiko anaknya berbuat salah. Yg penting, anak bisa belajar dari kesalahan. Salah itu bukan aib, tapi sesuatu yg wajar dan yang bisa dijadikan pelajaran. Buat saya, cara pandang spt ini yg merupakan warisan terbesar dari orang tua saya. Tapi cara
Re: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay - Universal Islamic Declaration of Human Rights
Oom jano menyindir siapa ? Lha kata deklarasinya nggak boleh menyindir bukannya ? Tanya juga, kalo adian husaini tarafnya di level menyindir atau memfitnah atau menyampaikan kebenaran ? *curious karena gak ada bedanya* salam, -Original Message- From: jano ko ko_j...@yahoo.com Date: Sat, 21 Mar 2009 18:30:02 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay - Universal Islamic Declaration of Human Rights Mbak Herni : Dan mainstream posisi WM, koreksi kalau saya salah, adalah di posisi tengah ini :) Saya bilang mainstream, karena di WM juga ada yg berposisi berbeda dan itu kami hargai. Masih bisa komentar dan ikut diskusi, tanpa perlu takut dihakimi atau dimoderasi. ---ko_jano :Masukan untuk siapa saja. Perlu bagi siapa saja juga membaca Hukum Internasional dan Hak Asasi Dalam Islam - Universal Islamic Declaration of Human Rights.XII Right to Freedom of Belief, Thought and Speecha) Every person has the right to express his thoughts and beliefs so long as he remains within the limits prescribed by the Law. No one, however, is entitled to disseminate falsehood or to circulate reports which may outrage public decency, or to indulge in slander, innuendo or to cast defamatory aspersions on other persons. Terjemahan bebas :Setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan pikiran dan kepercayaannya tetapi dalam batas - batas yang ditentukan oleh Undang - Undang. Setiap orang tidak boleh menyebarkan kebohongan. Seseorang juga tidak boleh mengedarkan laporan yang mengganggu ketertiban umum serta tidak boleh menyindir, mencela, memfitnah orang lain. --Sebaiknya setiap orang memahami hal tersebut diatas, termasuk orang biasa, orang tidak biasa, orang umum, orang liberal, orang tidak liberal, sebaiknya membaca hal tersebut diatas.Salam-o0o- --- On Sat, 21/3/09, Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com wrote: From: Herni Sri Nurbayanti nurbaya...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: [Telah Terbit] Buku True Story Seorang Gay To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Saturday, 21 March, 2009, 11:11 PM Mbak Mei, apa kabar? :-) Saya teringat debat di milis islamlib. Kalau tidak salah, bertepatan juga dengan terbitnya jurnal perempuan edisi yg mengupas isu LGBTIQ ini. Waktu itu, ada debat di antara kaum liberalnya sendiri. Ulil pernah mengatakan bahwa dia gak berani mengkaji teks qur'an utk menjustifikasi kaum ini. Dia bilang, dia sepakat bahwa text itu multi-interpretasi, seperti karet yg bisa direnggangkan. Tapi, kalau terlalu direnggangkan, teks itu, layaknya karet, bisa putus... simplenya gitu :) Memang teks Qur'an tentang LGBTIQ, pada titik tertentu, terbatas. Sementara kaum liberal lain, memilih utk merenggangkan teks itu utk menjadi pembacaan baru thd teks (baca: justifikasi) , mencari akar sejarahnya di masyarakat Islam juga. Benarkan kalau saya salah, tapi yg saya tangkap diskusinya sih begitu. Jadi, perlindungan thd kaum LGBTIQ ini tidak perlu mendasarkan pada interpretasi teks qur'an thd isu ini secara khusus, cukuplah berdasarkan penghargaan terhadap manusia sehingga hak2 mereka sbg warga negara dipenuhi. Tidak semua bisa dan harus diselesaikan di ranah agama. Makanya saya tanya sama mbak lina, persoalannya mau dikaitkan di ranah apa? Kalau mau dikaitkan dng ranah agama, ya debat dng pak abdul muiz itu. Tapi kalau kita bicara di level kebijakan publik, nah itu baru saya bisa ikutan :) Kita bicara soal parameter obyektif. Karena hukum sbg sebuah kebijakan memang perlu parameter2 obyektif :) Terus terang, saya sependapat ma Ulil, hehehe. Secara personal, there is no way that I would change to LGBTIQ. Saya bukan tipe yg sok2 advokasi hak2 LGBTIQ tapi sebenarnya jauh di dalam heteroseksual abis :) Mending jujur ngaku, fundamentalis monogamist, heteroseksual :) Tapi menurut saya, orang perlu dihargai atas pilihannya, asal dia tidak merugikan orang lain. Dan buat saya, ini parameter pribadi saya utk bergaul. Sama halnya dng persoalan fundamentalis, bukan soal islamnya, misal pun kresten atau yahudi fundamentalis, sudah bisa dipastikan cara berpikirnya gak akan ketemu :) Kalau kita ngomong soal ini kaitannya dlm kebijakan di ruang publik, parameternya adalah bukan di orientasi seksualnya tapi apakah pilihan dan tindakannya merugikan yg lain atau tidak. Makanya, kita perlu paham dulu soal spektrum dari LGBTIQnya itu sendiri. Dan menanganinya bukan dng cara kekerasan dan tangan besi tapi dng cara yg baik. Berdakwah pun harus dengan cara yang baik, bukan? Soalnya, ketakutan saya yg paling besar adalah ketika kita merasa lebih suci dan bersih dari orang lain :) Jadi, tidak pantas rasanya menghakimi orang lain. Apa sih ketakutan kita? Ditaksir? Misalnya pun, ada yg naksir kita, ya itu pilihan dia. Tapi kita punya pilihan juga. Ini kan sama aja kaya cowo/lawan jenis yg naksir kita, terus kita tolak? Simple aja gitu loh :) Takut anak