[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-19 Terurut Topik ayeye
Mas Chodjim, saya meminta maaf karena telah
memperpanjang pembahasan ini hingga yang tidak perlu.
Itu karena saya baru memahami perbedaan posisi kita
:-)

Mas Chodjim berpendapat bahwa usulan deposit tersebut
perlu dikaji sedalam-dalamnya. Saya mengakui itu
pendapat yang bijaksana dan dalam situasi yang
independen saya cenderung akan setuju.

Tetapi dalam kasus ini, saya langsung menolak usulan
baru itu, karena tidak menyentuh kepada hak dasar.
Menurut saya, hak dasar itu harus dikembalikan dulu
sebelum dilontarkan suatu persyaratan baru terhadap
pihak yang tidak diakui dan diperbolehkan untuk
bereksis. Jadi bukan sekedar soal siapa yang
dirugikan, tetapi soal pengakuan eksistensi dulu.

Mudah-mudahan lebih jelas sekarang dan terima kasih,
Mas Chodjim :-)

Salam,
ayeye

*

A) Mas Ayeye, saya usul agar usulan bisa
direalisasikan: setiap wacana yang
hendak digulirkan harus dibahas secara matang untung
ruginya. Bila dari
pembahasan tersebut kesimpulannya: mudaratnya lebih
besar. Maka, usulan tersebut
dicabut saja.

B) Makanya usulan deposit itu perlu dibahas sematang
mungkin, agar tidak
menimbulkan kerugian. Dan, tujuan untuk memberikan
perlindungan terpenuhi. Jadi,
kalau saya menyatakan bahwa perempuan sering dianggap
sebagai pihak yang lemah
dan harus mendapatkan perlindungan; itu tidak berarti
pria WNA tak perlu
dilindungi. Tidak demikian! Lindungi wanita, tapi
jangan merugikan pria. Itulah
yang saya harapkan dalam penerapan deposit itu.

Nah, justru karena itu "usulan deposit" itu harus
dikaji sedalam-dalamnya, dan
jangan dulu diberi label "strategi untuk menarik
keuntungan dari pria WNA dengan
dalih melindungi perempuan". Kita harus dewasa. Ada
usulan, tentu harus dikaji.
Jangan a priori dulu. Ya, kalau sudah a priori, itu
sama saja memberikan "fait a
comply" bahwa pemerintah RI buruk.

Dus, harapan saya, ketika muncul "wacana deposit", di
milis ini muncul analisis
sejauh mana deposit itu menguntungkan atau merugikan.
Sekali lagi, harapan saya
adalah diskusi, dan bukan debat untuk mempertahankan
pandangan. Jadi, semula
saya harapkan diskusi netral dan tidak memihak yang
pro atau yang anti terhadap
usulan deposit. Dari situ kita semua dapat belajar,
dan akhirnya kalau menolak
usulan itu kita berpegangan pada alasan yang kuat.
Begitu pula kalau menerima
usulan tersebut, kita berlandaskan pada argumen yang
sehat dan kuat.

Oke? Saya kira kita sudah sampai pada tahap pemahaman
terhadap argumen
masing-masing. Jadi, kita alih diskusi saja :-)

Saya mendukung perjuangan KARTINI!

Wassalam,
chodjim


-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
ayeye
Sent: Wednesday, October 19, 2005 1:20 AM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman?
Pay Rp 500m in
deposit


Terima kasih atas tanggapan lagi, Mas Chodjim :-)

Mas Chodjim, saya sependapat bahwa suatu usulan dikaji
serta dibahas dulu dengan tenang dan tidak langsung
dihakimi. Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu
pendapat dapat berubah atau usulan dapat dimodifikasi
sedemikian, sehingga versi baru nanti diterima.

1) Dalam kasus ini saya belum bisa setuju apabila
pemerintah RI menambah beban terhadap pria WNA yang
menikah dengan perempuan RI. Karena hingga sekarang
para pria WNA yang beristri WNI secara resmi tidak
memperoleh hak apapun dari pemerintah RI, termasuk hak
untuk bereksis di Indonesia bersama istrinya. Kondisi
ini mempunyai implikasi negatip yang serius terhadap
seluruh keluarga campuran. Jadi saya berpendapat bahwa
status pria WNA juga tidak boleh diperburuk lagi
melalui peraturan hukum baru yang diskriminatif.
Mungkin ada baiknya apabila Mas Chodjim bersedia untuk
menjelaskan di sini bagaimana usulan tersebut dapat
direalisasikan agar tidak merugikan siapa pun.

2) Menurut pengertian saya, ini bukan masalah lain,
tetapi menyangkut salah satu aspek stereotip, yaitu
stereotip terhadap anggota WNI maupun WNA pasangan
campuran. Tentunya ada banyak aspek stereotip lain
lagi, termasuk stereotip sesama bangsa Indonesia atau
masing-masing individual kita juga tidak terlepas dari
stereotip.

3) Mas Chodjim, saya sangat sadar bahwa kerugian tidak
hanya dialami oleh perempuan dalam perkawinan campuran
dan saya sungguh tidak ignoran terhadap fakta ini.
Tetapi apakah wajar jika hal itu dipakai sebagai
alasan untuk menjustifikasi hukuman tambahan terhadap
pihak lain yang sudah tidak memiliki hak sama sekali?

Jadi salah satu pertanyaan adalah mengapa hanya para
pria WNA yang dituntut untuk membayar deposit? Tetapi
di saat yang sama pihak yang bertanggung jawab atas
keberadaan aturan yang misalnya menyebabkan biaya bagi
anak WNA dari seorang ibu WNI menjadi tinggi di
Indonesia adalah pemerintah RI sendiri. Jadi mengapa
MA tidak berfokus dulu untuk mengurangi/menghilangkan
pemicu kerugian yang sudah ada secara nyata dan
malahan ingin menambah kerugian bagi pihak lain?

Apakah ini merupakan s

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-19 Terurut Topik ayeye
Mbak Mia, di Indonesia memang ada semi-permanent
(KITAS) dan permanent residency  permit (KITAP),
tetapi tidak diperkenakan kepada pasangan campuran WNA
yang pria. 

Tetapi seorang pria WNA yang karena alasan lain
seperti pekerjaan sebagai tenaga ahli memperoleh
KITAS, ia juga bisa mensponsori KITAS bagi istri WNA
dan anak-anak WNA.

Umpamanya seorang pria WNA bekerja sebagai tenaga ahli
di Indonesia dan menikah dengan perempuan RI, ia
misalnya mempunyai KITAS. Namun jika kontrak kerja
selesai atau kehilangan pekerjaan, pria WNA harus
angkat kaki dari Indonesia meskpin berstatus nikah
dengan seorang perempuan RI. Boleh WNA tersebut
kembali ke Indonesia dengan status baru sebagai turis
atau tamu sebagaimananya juga bisa dilakukan oleh WNA
lain.

Memang benar bahwa ide 500 juta tidak ketemu dengan
ide yang menolak usulan deposit itu. Karena itu memang
masalah prinsip. Kalau saya pribadi merasa usulan
deposit itu sebagai bentuk humilitasi. Tetapi demi
kesadaraan bahwa kita tidak hidup dalam dunia yang
sempurna dan tidak bisa melakukan semuanya berdasarkan
prinsip, saya pribadi bisa menerima usulan 1 dollar
itu atau boleh juga 1 Rupiah sebagai mata uang
Indonesia :-)

Salam,
ayeye

**

1) Apakah di Indonesia ada status semacam permanent
residency bagi
orang asing? Kemudian setelah beberapa tahun bisa
memilih menjadi
warga negara atau tetap PR. Diaplikasikan juga kepada
pasangan
campuran.

2) Stereotipe itu timbul bukan dari rasial
diskriminasi tapi dari
barrier yang tertinggal dari kolonialism, invasi dan
sekarang
globalism. Karena psikologi barrier itu juga hukum
imigrasinya belum
di-reform, padahal yang namanya hukum kan kudu
di-reform setiap
periode.

3) Menyangkut imigrasi, ini perlu kerjasama jangka
panjang hubungan
internasional, yaitu negara-negara mencapai
kesepakatan dalam
keimigrasian (a.l kawin campur), seperti tax treaty
gitu loh. Supaya
negara-negara berada kurang lebih pada level playing
field dalam
soal keimigrasiannya.

4) Ide 500 juta jelas nggak ketemu dengan ide yang
menolak
deposit,justru karena masalah prinsip dalam 500 juta
itu, bukan
karena jumlahnya.

5) Namun kita emang deal dengan imperfect world. Jelas
kalau saya
Ratna Batara Munti, saya akan tolak ide itu dulu. Tapi
kalau harus
kompromi, saya usul dengan nominal satu dollar, yang
dalam istilah
hukum melambangkan goodwill. Kok nggak ada yang komen
tentang satu
dollar ini???

Salam
Mia




__ 
Meet your soulmate!
Yahoo! Asia presents Meetic - where millions of singles gather
http://asia.yahoo.com/meetic



 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-19 Terurut Topik Dana Pamilih
Bung Chodjim

Intinya ialah kalau ingin memperkuat posisi perlindungan perempuan 
Indonesia, perbaiki legislasi mengenai perkawinan bukan pakai uang 
jaminan segala.

Legislasi perkawinan berkaitan dg legislasi kewarganegaraan dan 
lainnya sehingga memang perlu perombakan total vis-a-vis the best 
practices in the world.

Banyak legislasi mengenai kewarganegaraan, kepemilikan tanah 
bangunan, perkawinan, dsb merupakan ketentuan pasca penjajahan yg 
waktu itu memperkuat posisi WNI thd warganegara Belanda di Indonesia.

Sekarang sudah enggak relevan lagi sehingga perlu diperbaiki supaya 
menambah competitiveness secara global.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mas Dana,
> 
> Tidak ada praktik tidak berarti tidak boleh ada. :-)
> 
> Sudah saya katakan, deposit tidak untuk menjual atau jualan 
perempuan. Silakan baca uraian saya sebelum-sebelumnya. Deposit hanya 
sekadar "jaminan", jadi bukan untuk KAS negara.
> 
> Semoga semua penjelasan saya tidak dibuang begitu saja, sehingga 
kabur permasalahannya.
> 
> Salam,
> chodjim
> 
> 
> 
> -Original Message-
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Dana Pamilih
> Sent: Tuesday, October 18, 2005 7:13 PM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m 
in
> deposit
> 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada perbedaan 
> maqesut antara saya dan sampeyan.
> > 
> > 1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan langsung 
> ditolak, tapi dikaji dengan jernih besarnya dan siapa yang 
> diwajibkan. Di awal diskusi saya sudah menyebut bahwa 500 jt itu 
> terlalu besar dan tidak rasional, maka kalau kewajiban deposit 
> diterima besarnya harus ditentukan yang TERUKUR, artinya yang tidak 
> merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus dikenakan bagi 
> mereka WNA yang mengawini WNI di Indonesia.
> 
> DP: Tidak ada praktek dimanapun bahwa perlu deposit kalau mau 
menikah.
> Kalau mahar kan diberikan kpd di pengantin perempuan, bukan 
> didepositokan utk kas negara.
> 
> Bagi saya konyol sekali.  Apakah kita ingin membuktikan bahwa 
> perempuan Indonesia itu bisa dijual?  Atau apakah perempuan 
Indonesia 
> itu terlalu bodoh utk menilai calon suaminya?  Apakah perkawinan 
itu 
> spt tindakan kriminal sehingga harus ada 'bail'?
> 
> > 3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
> > Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat dan hukum itu tidak hanya 
dialami 
> oleh perempuan karena perkawinan campur. Perempuan di Indonesia ini 
> banyak menderita kerugian oleh birokrat dan hukum untuk banyak hal. 
> Dan, bahkan bukan hanya perempuan, laki-laki pun demikian. Namun, 
> kita tidak boleh/pantang menyerah terhadap keadaan ini. Anak bangsa 
> harus dididik agar bangkit kesadaran dirinya sehingga bisa 
menjunjung 
> tinggi martabat individu, masyarakat dan bangsanya.
> > 
> > Jadi, saya tidak menutup mata terhadap pelbagai kenagatifan di 
> negeri ini. Kita tentu tahu bahwa mutu DPR kami, kabinet kami, dan 
> jajaran pelaksana hukum di negeri ini masih sangat menyedihkan. 
Tapi, 
> hal ini tidak boleh membuat surut langkah kita untuk menghasilkan 
UU 
> perlindungan perempuan yang benar-benar bisa melindungi perempuan 
> dari berbagai hal yang negatif.
> > 
> > Saya paham bahwa perilaku pemerintah sangat mengecewakan dalam 
hal 
> perkawinan campuran. Perlu diketahui, perilaku yang mengecewakan 
itu 
> tidak hanya terjadi pada perkawinan campuran, tapi terhadap banyak 
> hal. Dan, inilah yang membuat prihatin banyak orang di negeri ini.
> > 
> > Let's struggle for the welfare of woman in this country. :-)
> > 
> 
> DP: Bukankah lebih mudah memberikan kesetaraan status bagi 
siapapun?  
> Atau kesempatan utk dual citizenship?  Dengan kesetaraan status 
pasti 
> akan lebih tidak bermasalah.
> 
> 
> 
> 
> 
>  Yahoo! Groups Sponsor 
~--> 
> Click here to rescue a little child from a life of poverty.
> http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
> 
~-> 
> 
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-
muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
> Milis 

RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-18 Terurut Topik achmad.chodjim
A) Mas Ayeye, saya usul agar usulan bisa direalisasikan: setiap wacana yang 
hendak digulirkan harus dibahas secara matang untung ruginya. Bila dari 
pembahasan tersebut kesimpulannya: mudaratnya lebih besar. Maka, usulan 
tersebut dicabut saja.

B) Makanya usulan deposit itu perlu dibahas sematang mungkin, agar tidak 
menimbulkan kerugian. Dan, tujuan untuk memberikan perlindungan terpenuhi. 
Jadi, kalau saya menyatakan bahwa perempuan sering dianggap sebagai pihak yang 
lemah dan harus mendapatkan perlindungan; itu tidak berarti pria WNA tak perlu 
dilindungi. Tidak demikian! Lindungi wanita, tapi jangan merugikan pria. Itulah 
yang saya harapkan dalam penerapan deposit itu. 

Nah, justru karena itu "usulan deposit" itu harus dikaji sedalam-dalamnya, dan 
jangan dulu diberi label "strategi untuk menarik keuntungan dari pria WNA 
dengan dalih melindungi perempuan". Kita harus dewasa. Ada usulan, tentu harus 
dikaji. Jangan a priori dulu. Ya, kalau sudah a priori, itu sama saja 
memberikan "fait a comply" bahwa pemerintah RI buruk.

Dus, harapan saya, ketika muncul "wacana deposit", di milis ini muncul analisis 
sejauh mana deposit itu menguntungkan atau merugikan. Sekali lagi, harapan saya 
adalah diskusi, dan bukan debat untuk mempertahankan pandangan. Jadi, semula 
saya harapkan diskusi netral dan tidak memihak yang pro atau yang anti terhadap 
usulan deposit. Dari situ kita semua dapat belajar, dan akhirnya kalau menolak 
usulan itu kita berpegangan pada alasan yang kuat. Begitu pula kalau menerima 
usulan tersebut, kita berlandaskan pada argumen yang sehat dan kuat.

Oke? Saya kira kita sudah sampai pada tahap pemahaman terhadap argumen 
masing-masing. Jadi, kita alih diskusi saja :-)

Saya mendukung perjuangan KARTINI!

Wassalam,
chodjim
  

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of ayeye
Sent: Wednesday, October 19, 2005 1:20 AM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Terima kasih atas tanggapan lagi, Mas Chodjim :-)

Mas Chodjim, saya sependapat bahwa suatu usulan dikaji
serta dibahas dulu dengan tenang dan tidak langsung
dihakimi. Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu
pendapat  dapat berubah atau usulan dapat dimodifikasi
sedemikian, sehingga versi baru nanti diterima. 

1) Dalam kasus ini saya belum bisa setuju apabila
pemerintah RI menambah beban terhadap pria WNA yang
menikah dengan perempuan RI. Karena hingga sekarang
para pria WNA yang beristri WNI secara resmi tidak
memperoleh hak apapun dari pemerintah RI, termasuk hak
untuk bereksis di Indonesia bersama istrinya. Kondisi
ini mempunyai implikasi negatip yang serius terhadap
seluruh keluarga campuran. Jadi saya berpendapat bahwa
status pria WNA juga tidak boleh diperburuk lagi
melalui peraturan hukum baru yang diskriminatif.
Mungkin ada baiknya apabila Mas Chodjim bersedia untuk
menjelaskan di sini bagaimana usulan tersebut dapat
direalisasikan agar tidak merugikan siapa pun.

2) Menurut pengertian saya, ini bukan masalah lain,
tetapi menyangkut salah satu aspek stereotip, yaitu
stereotip terhadap anggota WNI maupun WNA pasangan
campuran. Tentunya ada banyak aspek stereotip lain
lagi, termasuk stereotip sesama bangsa Indonesia atau
masing-masing individual kita juga tidak terlepas dari
stereotip.

3) Mas Chodjim, saya sangat sadar bahwa kerugian tidak
hanya dialami oleh perempuan dalam perkawinan campuran
dan saya sungguh tidak ignoran terhadap fakta ini.
Tetapi apakah wajar jika hal itu dipakai sebagai
alasan untuk menjustifikasi hukuman tambahan terhadap
pihak lain yang sudah tidak memiliki hak sama sekali?

Jadi salah satu pertanyaan adalah mengapa hanya para
pria WNA yang dituntut untuk membayar deposit? Tetapi
di saat yang sama pihak yang bertanggung jawab atas
keberadaan aturan yang misalnya menyebabkan biaya bagi
anak WNA dari seorang ibu WNI menjadi tinggi di
Indonesia adalah pemerintah RI sendiri. Jadi mengapa
MA tidak berfokus dulu untuk mengurangi/menghilangkan
pemicu kerugian yang sudah ada secara nyata dan
malahan ingin menambah kerugian bagi pihak lain? 

Apakah ini merupakan salah satu strategi guna menarik
sebanyak-banyak keuntungan materi dari pria WNA atas
nama melindungi perempuan RI atau cuma hoax?

Saya rasa pihak MA perlu menglarifikasikan maksud
usulan tersebut secara rinci dan komprehensip kepada
publik luas. Terima kasih.

Salam,
ayeye



Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada
perbedaan maqesut antara
saya dan sampeyan.

1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan
langsung ditolak, tapi dikaji
dengan jernih besarnya dan siapa yang diwajibkan. Di
awal diskusi saya sudah
menyebut bahwa 500 jt itu terlalu besar dan tidak
rasional, maka kalau kewajiban
deposit diterima besarnya harus ditentukan yang
TERUKUR, artinya yang tidak
merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus
dikenak

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-18 Terurut Topik Mia
1) Apakah di Indonesia ada status semacam permanent residency bagi 
orang asing? Kemudian setelah beberapa tahun bisa memilih menjadi 
warga negara atau tetap PR. Diaplikasikan juga kepada pasangan 
campuran.

2) Stereotipe itu timbul bukan dari rasial diskriminasi tapi dari 
barrier yang tertinggal dari kolonialism, invasi dan sekarang 
globalism. Karena psikologi barrier itu juga hukum imigrasinya belum 
di-reform, padahal yang namanya hukum kan kudu di-reform setiap 
periode.  

3) Menyangkut imigrasi, ini perlu kerjasama jangka panjang hubungan 
internasional, yaitu negara-negara mencapai kesepakatan dalam 
keimigrasian (a.l kawin campur), seperti tax treaty gitu loh. Supaya 
negara-negara berada kurang lebih pada level playing field dalam 
soal keimigrasiannya.

4) Ide 500 juta jelas nggak ketemu dengan ide yang menolak 
deposit,justru karena masalah prinsip dalam 500 juta itu, bukan 
karena jumlahnya. 

5) Namun kita emang deal dengan imperfect world. Jelas kalau saya 
Ratna Batara Munti, saya akan tolak ide itu dulu.  Tapi kalau harus 
kompromi,  saya usul dengan nominal satu dollar, yang dalam istilah 
hukum melambangkan goodwill.  Kok nggak ada yang komen tentang satu 
dollar ini???

Salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, ayeye <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Terima kasih atas tanggapan lagi, Mas Chodjim :-)
> 
> Mas Chodjim, saya sependapat bahwa suatu usulan dikaji
> serta dibahas dulu dengan tenang dan tidak langsung
> dihakimi. Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu
> pendapat  dapat berubah atau usulan dapat dimodifikasi
> sedemikian, sehingga versi baru nanti diterima. 
> 
> 1) Dalam kasus ini saya belum bisa setuju apabila
> pemerintah RI menambah beban terhadap pria WNA yang
> menikah dengan perempuan RI. Karena hingga sekarang
> para pria WNA yang beristri WNI secara resmi tidak
> memperoleh hak apapun dari pemerintah RI, termasuk hak
> untuk bereksis di Indonesia bersama istrinya. Kondisi
> ini mempunyai implikasi negatip yang serius terhadap
> seluruh keluarga campuran. Jadi saya berpendapat bahwa
> status pria WNA juga tidak boleh diperburuk lagi
> melalui peraturan hukum baru yang diskriminatif.
> Mungkin ada baiknya apabila Mas Chodjim bersedia untuk
> menjelaskan di sini bagaimana usulan tersebut dapat
> direalisasikan agar tidak merugikan siapa pun.
> 
> 2) Menurut pengertian saya, ini bukan masalah lain,
> tetapi menyangkut salah satu aspek stereotip, yaitu
> stereotip terhadap anggota WNI maupun WNA pasangan
> campuran. Tentunya ada banyak aspek stereotip lain
> lagi, termasuk stereotip sesama bangsa Indonesia atau
> masing-masing individual kita juga tidak terlepas dari
> stereotip.
> 
> 3) Mas Chodjim, saya sangat sadar bahwa kerugian tidak
> hanya dialami oleh perempuan dalam perkawinan campuran
> dan saya sungguh tidak ignoran terhadap fakta ini.
> Tetapi apakah wajar jika hal itu dipakai sebagai
> alasan untuk menjustifikasi hukuman tambahan terhadap
> pihak lain yang sudah tidak memiliki hak sama sekali?
> 
> Jadi salah satu pertanyaan adalah mengapa hanya para
> pria WNA yang dituntut untuk membayar deposit? Tetapi
> di saat yang sama pihak yang bertanggung jawab atas
> keberadaan aturan yang misalnya menyebabkan biaya bagi
> anak WNA dari seorang ibu WNI menjadi tinggi di
> Indonesia adalah pemerintah RI sendiri. Jadi mengapa
> MA tidak berfokus dulu untuk mengurangi/menghilangkan
> pemicu kerugian yang sudah ada secara nyata dan
> malahan ingin menambah kerugian bagi pihak lain? 
> 
> Apakah ini merupakan salah satu strategi guna menarik
> sebanyak-banyak keuntungan materi dari pria WNA atas
> nama melindungi perempuan RI atau cuma hoax?
> 
> Saya rasa pihak MA perlu menglarifikasikan maksud
> usulan tersebut secara rinci dan komprehensip kepada
> publik luas. Terima kasih.
> 
> Salam,
> ayeye
> 
> 
> 
> Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada
> perbedaan maqesut antara
> saya dan sampeyan.
> 
> 1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan
> langsung ditolak, tapi dikaji
> dengan jernih besarnya dan siapa yang diwajibkan. Di
> awal diskusi saya sudah
> menyebut bahwa 500 jt itu terlalu besar dan tidak
> rasional, maka kalau kewajiban
> deposit diterima besarnya harus ditentukan yang
> TERUKUR, artinya yang tidak
> merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus
> dikenakan bagi mereka WNA
> yang mengawini WNI di Indonesia.
> 
> 2)Masalah Stereotip
> Ini masalah lain. Hal semacam ini tidak hanya
> stereotip terhadap orang asing,
> sesama bangsa Indonesia saja juga terjadi stereotip.
> Putri kami yang pertama
> menerima pinangan orang Padang. Banyak temannya yang
> berusaha membubarkan
> pinangan tersebut karena mereka melontarkan stereotip.
> Namun, kami sebagai
> ortunya memberikan semangat untuk tidak menerima
> stereotip. Apa pun yang telah
> dipilihnya harus dilakukan dengan penuh tanggung
> jawab.
> 
> 3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
> Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat 

RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-18 Terurut Topik achmad.chodjim
Mas Dana,

Tidak ada praktik tidak berarti tidak boleh ada. :-)

Sudah saya katakan, deposit tidak untuk menjual atau jualan perempuan. Silakan 
baca uraian saya sebelum-sebelumnya. Deposit hanya sekadar "jaminan", jadi 
bukan untuk KAS negara.

Semoga semua penjelasan saya tidak dibuang begitu saja, sehingga kabur 
permasalahannya.

Salam,
chodjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Dana Pamilih
Sent: Tuesday, October 18, 2005 7:13 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada perbedaan 
maqesut antara saya dan sampeyan.
> 
> 1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan langsung 
ditolak, tapi dikaji dengan jernih besarnya dan siapa yang 
diwajibkan. Di awal diskusi saya sudah menyebut bahwa 500 jt itu 
terlalu besar dan tidak rasional, maka kalau kewajiban deposit 
diterima besarnya harus ditentukan yang TERUKUR, artinya yang tidak 
merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus dikenakan bagi 
mereka WNA yang mengawini WNI di Indonesia.

DP: Tidak ada praktek dimanapun bahwa perlu deposit kalau mau menikah.
Kalau mahar kan diberikan kpd di pengantin perempuan, bukan 
didepositokan utk kas negara.

Bagi saya konyol sekali.  Apakah kita ingin membuktikan bahwa 
perempuan Indonesia itu bisa dijual?  Atau apakah perempuan Indonesia 
itu terlalu bodoh utk menilai calon suaminya?  Apakah perkawinan itu 
spt tindakan kriminal sehingga harus ada 'bail'?

> 3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
> Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat dan hukum itu tidak hanya dialami 
oleh perempuan karena perkawinan campur. Perempuan di Indonesia ini 
banyak menderita kerugian oleh birokrat dan hukum untuk banyak hal. 
Dan, bahkan bukan hanya perempuan, laki-laki pun demikian. Namun, 
kita tidak boleh/pantang menyerah terhadap keadaan ini. Anak bangsa 
harus dididik agar bangkit kesadaran dirinya sehingga bisa menjunjung 
tinggi martabat individu, masyarakat dan bangsanya.
> 
> Jadi, saya tidak menutup mata terhadap pelbagai kenagatifan di 
negeri ini. Kita tentu tahu bahwa mutu DPR kami, kabinet kami, dan 
jajaran pelaksana hukum di negeri ini masih sangat menyedihkan. Tapi, 
hal ini tidak boleh membuat surut langkah kita untuk menghasilkan UU 
perlindungan perempuan yang benar-benar bisa melindungi perempuan 
dari berbagai hal yang negatif.
> 
> Saya paham bahwa perilaku pemerintah sangat mengecewakan dalam hal 
perkawinan campuran. Perlu diketahui, perilaku yang mengecewakan itu 
tidak hanya terjadi pada perkawinan campuran, tapi terhadap banyak 
hal. Dan, inilah yang membuat prihatin banyak orang di negeri ini.
> 
> Let's struggle for the welfare of woman in this country. :-)
> 

DP: Bukankah lebih mudah memberikan kesetaraan status bagi siapapun?  
Atau kesempatan utk dual citizenship?  Dengan kesetaraan status pasti 
akan lebih tidak bermasalah.





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links



 






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 






[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-18 Terurut Topik ayeye
Terima kasih atas tanggapan lagi, Mas Chodjim :-)

Mas Chodjim, saya sependapat bahwa suatu usulan dikaji
serta dibahas dulu dengan tenang dan tidak langsung
dihakimi. Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu
pendapat  dapat berubah atau usulan dapat dimodifikasi
sedemikian, sehingga versi baru nanti diterima. 

1) Dalam kasus ini saya belum bisa setuju apabila
pemerintah RI menambah beban terhadap pria WNA yang
menikah dengan perempuan RI. Karena hingga sekarang
para pria WNA yang beristri WNI secara resmi tidak
memperoleh hak apapun dari pemerintah RI, termasuk hak
untuk bereksis di Indonesia bersama istrinya. Kondisi
ini mempunyai implikasi negatip yang serius terhadap
seluruh keluarga campuran. Jadi saya berpendapat bahwa
status pria WNA juga tidak boleh diperburuk lagi
melalui peraturan hukum baru yang diskriminatif.
Mungkin ada baiknya apabila Mas Chodjim bersedia untuk
menjelaskan di sini bagaimana usulan tersebut dapat
direalisasikan agar tidak merugikan siapa pun.

2) Menurut pengertian saya, ini bukan masalah lain,
tetapi menyangkut salah satu aspek stereotip, yaitu
stereotip terhadap anggota WNI maupun WNA pasangan
campuran. Tentunya ada banyak aspek stereotip lain
lagi, termasuk stereotip sesama bangsa Indonesia atau
masing-masing individual kita juga tidak terlepas dari
stereotip.

3) Mas Chodjim, saya sangat sadar bahwa kerugian tidak
hanya dialami oleh perempuan dalam perkawinan campuran
dan saya sungguh tidak ignoran terhadap fakta ini.
Tetapi apakah wajar jika hal itu dipakai sebagai
alasan untuk menjustifikasi hukuman tambahan terhadap
pihak lain yang sudah tidak memiliki hak sama sekali?

Jadi salah satu pertanyaan adalah mengapa hanya para
pria WNA yang dituntut untuk membayar deposit? Tetapi
di saat yang sama pihak yang bertanggung jawab atas
keberadaan aturan yang misalnya menyebabkan biaya bagi
anak WNA dari seorang ibu WNI menjadi tinggi di
Indonesia adalah pemerintah RI sendiri. Jadi mengapa
MA tidak berfokus dulu untuk mengurangi/menghilangkan
pemicu kerugian yang sudah ada secara nyata dan
malahan ingin menambah kerugian bagi pihak lain? 

Apakah ini merupakan salah satu strategi guna menarik
sebanyak-banyak keuntungan materi dari pria WNA atas
nama melindungi perempuan RI atau cuma hoax?

Saya rasa pihak MA perlu menglarifikasikan maksud
usulan tersebut secara rinci dan komprehensip kepada
publik luas. Terima kasih.

Salam,
ayeye



Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada
perbedaan maqesut antara
saya dan sampeyan.

1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan
langsung ditolak, tapi dikaji
dengan jernih besarnya dan siapa yang diwajibkan. Di
awal diskusi saya sudah
menyebut bahwa 500 jt itu terlalu besar dan tidak
rasional, maka kalau kewajiban
deposit diterima besarnya harus ditentukan yang
TERUKUR, artinya yang tidak
merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus
dikenakan bagi mereka WNA
yang mengawini WNI di Indonesia.

2)Masalah Stereotip
Ini masalah lain. Hal semacam ini tidak hanya
stereotip terhadap orang asing,
sesama bangsa Indonesia saja juga terjadi stereotip.
Putri kami yang pertama
menerima pinangan orang Padang. Banyak temannya yang
berusaha membubarkan
pinangan tersebut karena mereka melontarkan stereotip.
Namun, kami sebagai
ortunya memberikan semangat untuk tidak menerima
stereotip. Apa pun yang telah
dipilihnya harus dilakukan dengan penuh tanggung
jawab.

3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat dan hukum itu tidak
hanya dialami oleh
perempuan karena perkawinan campur. Perempuan di
Indonesia ini banyak menderita
kerugian oleh birokrat dan hukum untuk banyak hal.
Dan, bahkan bukan hanya
perempuan, laki-laki pun demikian. Namun, kita tidak
boleh/pantang menyerah
terhadap keadaan ini. Anak bangsa harus dididik agar
bangkit kesadaran dirinya
sehingga bisa menjunjung tinggi martabat individu,
masyarakat dan bangsanya.

Jadi, saya tidak menutup mata terhadap pelbagai
kenagatifan di negeri ini. Kita
tentu tahu bahwa mutu DPR kami, kabinet kami, dan
jajaran pelaksana hukum di
negeri ini masih sangat menyedihkan. Tapi, hal ini
tidak boleh membuat surut
langkah kita untuk menghasilkan UU perlindungan
perempuan yang benar-benar bisa
melindungi perempuan dari berbagai hal yang negatif.

Saya paham bahwa perilaku pemerintah sangat
mengecewakan dalam hal perkawinan
campuran. Perlu diketahui, perilaku yang mengecewakan
itu tidak hanya terjadi
pada perkawinan campuran, tapi terhadap banyak hal.
Dan, inilah yang membuat
prihatin banyak orang di negeri ini.

Let's struggle for the welfare of woman in this
country. :-)

Salam,
chodjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
ayeye
Sent: Monday, October 17, 2005 9:44 PM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman?
Pay Rp 500m in
deposit


Terima kasih Mas Chodjim :-) Saya sepakat bahwa
konsern pertama adalah bagaimana pihak yang bera

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-18 Terurut Topik Dana Pamilih
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada perbedaan 
maqesut antara saya dan sampeyan.
> 
> 1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan langsung 
ditolak, tapi dikaji dengan jernih besarnya dan siapa yang 
diwajibkan. Di awal diskusi saya sudah menyebut bahwa 500 jt itu 
terlalu besar dan tidak rasional, maka kalau kewajiban deposit 
diterima besarnya harus ditentukan yang TERUKUR, artinya yang tidak 
merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus dikenakan bagi 
mereka WNA yang mengawini WNI di Indonesia.

DP: Tidak ada praktek dimanapun bahwa perlu deposit kalau mau menikah.
Kalau mahar kan diberikan kpd di pengantin perempuan, bukan 
didepositokan utk kas negara.

Bagi saya konyol sekali.  Apakah kita ingin membuktikan bahwa 
perempuan Indonesia itu bisa dijual?  Atau apakah perempuan Indonesia 
itu terlalu bodoh utk menilai calon suaminya?  Apakah perkawinan itu 
spt tindakan kriminal sehingga harus ada 'bail'?

> 3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
> Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat dan hukum itu tidak hanya dialami 
oleh perempuan karena perkawinan campur. Perempuan di Indonesia ini 
banyak menderita kerugian oleh birokrat dan hukum untuk banyak hal. 
Dan, bahkan bukan hanya perempuan, laki-laki pun demikian. Namun, 
kita tidak boleh/pantang menyerah terhadap keadaan ini. Anak bangsa 
harus dididik agar bangkit kesadaran dirinya sehingga bisa menjunjung 
tinggi martabat individu, masyarakat dan bangsanya.
> 
> Jadi, saya tidak menutup mata terhadap pelbagai kenagatifan di 
negeri ini. Kita tentu tahu bahwa mutu DPR kami, kabinet kami, dan 
jajaran pelaksana hukum di negeri ini masih sangat menyedihkan. Tapi, 
hal ini tidak boleh membuat surut langkah kita untuk menghasilkan UU 
perlindungan perempuan yang benar-benar bisa melindungi perempuan 
dari berbagai hal yang negatif.
> 
> Saya paham bahwa perilaku pemerintah sangat mengecewakan dalam hal 
perkawinan campuran. Perlu diketahui, perilaku yang mengecewakan itu 
tidak hanya terjadi pada perkawinan campuran, tapi terhadap banyak 
hal. Dan, inilah yang membuat prihatin banyak orang di negeri ini.
> 
> Let's struggle for the welfare of woman in this country. :-)
> 

DP: Bukankah lebih mudah memberikan kesetaraan status bagi siapapun?  
Atau kesempatan utk dual citizenship?  Dengan kesetaraan status pasti 
akan lebih tidak bermasalah.





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 






RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-17 Terurut Topik achmad.chodjim
Saya terima penjelasan sampeyan Mas Ayeye. Tapi ada perbedaan maqesut antara 
saya dan sampeyan.

1) Menurut saya, deposit sebesar 500 jt itu jangan langsung ditolak, tapi 
dikaji dengan jernih besarnya dan siapa yang diwajibkan. Di awal diskusi saya 
sudah menyebut bahwa 500 jt itu terlalu besar dan tidak rasional, maka kalau 
kewajiban deposit diterima besarnya harus ditentukan yang TERUKUR, artinya yang 
tidak merugikan siapa pun. Kemudian, deposit itu pun harus dikenakan bagi 
mereka WNA yang mengawini WNI di Indonesia.

2)Masalah Stereotip
Ini masalah lain. Hal semacam ini tidak hanya stereotip terhadap orang asing, 
sesama bangsa Indonesia saja juga terjadi stereotip. Putri kami yang pertama 
menerima pinangan orang Padang. Banyak temannya yang berusaha membubarkan 
pinangan tersebut karena mereka melontarkan stereotip. Namun, kami sebagai 
ortunya memberikan semangat untuk tidak menerima stereotip. Apa pun yang telah 
dipilihnya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

3)Kerugian oleh Birokrasi dan Hukum RI
Mas Ayeye, kerugian oleh birokrat dan hukum itu tidak hanya dialami oleh 
perempuan karena perkawinan campur. Perempuan di Indonesia ini banyak menderita 
kerugian oleh birokrat dan hukum untuk banyak hal. Dan, bahkan bukan hanya 
perempuan, laki-laki pun demikian. Namun, kita tidak boleh/pantang menyerah 
terhadap keadaan ini. Anak bangsa harus dididik agar bangkit kesadaran dirinya 
sehingga bisa menjunjung tinggi martabat individu, masyarakat dan bangsanya.

Jadi, saya tidak menutup mata terhadap pelbagai kenagatifan di negeri ini. Kita 
tentu tahu bahwa mutu DPR kami, kabinet kami, dan jajaran pelaksana hukum di 
negeri ini masih sangat menyedihkan. Tapi, hal ini tidak boleh membuat surut 
langkah kita untuk menghasilkan UU perlindungan perempuan yang benar-benar bisa 
melindungi perempuan dari berbagai hal yang negatif.

Saya paham bahwa perilaku pemerintah sangat mengecewakan dalam hal perkawinan 
campuran. Perlu diketahui, perilaku yang mengecewakan itu tidak hanya terjadi 
pada perkawinan campuran, tapi terhadap banyak hal. Dan, inilah yang membuat 
prihatin banyak orang di negeri ini.

Let's struggle for the welfare of woman in this country. :-)

Salam,
chodjim

   

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of ayeye
Sent: Monday, October 17, 2005 9:44 PM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Terima kasih Mas Chodjim :-) Saya sepakat bahwa
konsern pertama adalah bagaimana pihak yang berada di
posisi lebih lemah bisa dibantu / dilindungi. Dalam
hal ini usulan setoran deposit maksud pihak perempuan
RI yang nikah dengan pria WNA.

Hanya, usulan setoran deposit di sini adalah salah
satu ide di antara kemungkinan-kemungkinan lain dan
ide itu memang perlu dikaji dari segi maksud dan
tujuan hingga ke pelaksanaan yang real. Tetapi harus
pula dilihat dalam seluruh konteks yang menyangkut
situasi para keluarga campuran.

Ide deposit itu kan khusus mau diwajibkan kepada pria
WNA yang hendak menikah dengan perempuan RI. Sedangkan
pihak yang ingin diperuntungkan dalam ide tersebut
adalah pihak perempuan RI jika terjadi perselisihan
dengan suami yang WNA. Sejauh ini saya tidak menentang
ide tersebut.

Meskipun demikian, kita perlu berhati-hati agar tidak
terjebak dengan stereotype dimana pria WNA dianggap by
default sebagai orang yang ber’dollar’, tua, berkulit
putih, bau keringat, serta berasal dari Amerika,
Inggris, Australi, Perancis, Belanda, Jerman, atau
Jepang :-) dan perempuan RI dianggap sebagai miskin,
lugu, tidak berpendikikan, pembantu, dst. :-(
Masalahnya, ide itu justru cenderung memperkuat
stereotipe seperti itu dan ini salah satu alasan
mengapa sampai ide itu ditentang habis-habisan oleh
para perempuan RI sendiri yang bersuami WNA.

Maka kita mesti bertanya mengapa suatu usulan yang
bertujuan untuk melindungi golongan tertentu, malahan
ditolak keras oleh golongan yang sebenarnya ingin
diuntungkan. Apakah ini bukan ironis? Tetapi ada
alasan yang lebih krusial lagi seperti akan disinggung
berikut di bawah ini sekarang.

Dalam diskusi dengan Mas Chodjim saya bermaksud untuk 
menjelaskan bahwa perempuan RI dalam perkawinan
campuran malahan merasa lebih dirugikan oleh sistim
birokrasi dan hukum RI sendiri.

Hal itu sebenarnya sudah lama dan sering pernah
dikomunikasikan kepada pemerintah RI, baik melalui
media massa maupun secara langsung. Sayangnya, selama
ini tindakan nyata dari pemerintah RI masih
mengecewakan. Sepertinya minat serius untuk
memperbaiki situasi legal para keluarga campuran masih
kurang. Padahal secara lisan pemerintah RI sudah
menyadari serta mengakui itu. 

Saya kira ini yang merupakan salah satu permasalahan
pokok untuk mempopulerkan usulan setoran deposit.
Karena selama sistim birokrasi dan status hukum
terhadap para keluarga campuran belum direvisi dan
masih diskriminatif, usulan itu akan tetap dianggap
sebagai penghinaan, beban dan hukuman ekstra ter

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-17 Terurut Topik ayeye
Terima kasih Mas Chodjim :-) Saya sepakat bahwa
konsern pertama adalah bagaimana pihak yang berada di
posisi lebih lemah bisa dibantu / dilindungi. Dalam
hal ini usulan setoran deposit maksud pihak perempuan
RI yang nikah dengan pria WNA.

Hanya, usulan setoran deposit di sini adalah salah
satu ide di antara kemungkinan-kemungkinan lain dan
ide itu memang perlu dikaji dari segi maksud dan
tujuan hingga ke pelaksanaan yang real. Tetapi harus
pula dilihat dalam seluruh konteks yang menyangkut
situasi para keluarga campuran.

Ide deposit itu kan khusus mau diwajibkan kepada pria
WNA yang hendak menikah dengan perempuan RI. Sedangkan
pihak yang ingin diperuntungkan dalam ide tersebut
adalah pihak perempuan RI jika terjadi perselisihan
dengan suami yang WNA. Sejauh ini saya tidak menentang
ide tersebut.

Meskipun demikian, kita perlu berhati-hati agar tidak
terjebak dengan stereotype dimana pria WNA dianggap by
default sebagai orang yang ber’dollar’, tua, berkulit
putih, bau keringat, serta berasal dari Amerika,
Inggris, Australi, Perancis, Belanda, Jerman, atau
Jepang :-) dan perempuan RI dianggap sebagai miskin,
lugu, tidak berpendikikan, pembantu, dst. :-(
Masalahnya, ide itu justru cenderung memperkuat
stereotipe seperti itu dan ini salah satu alasan
mengapa sampai ide itu ditentang habis-habisan oleh
para perempuan RI sendiri yang bersuami WNA.

Maka kita mesti bertanya mengapa suatu usulan yang
bertujuan untuk melindungi golongan tertentu, malahan
ditolak keras oleh golongan yang sebenarnya ingin
diuntungkan. Apakah ini bukan ironis? Tetapi ada
alasan yang lebih krusial lagi seperti akan disinggung
berikut di bawah ini sekarang.

Dalam diskusi dengan Mas Chodjim saya bermaksud untuk 
menjelaskan bahwa perempuan RI dalam perkawinan
campuran malahan merasa lebih dirugikan oleh sistim
birokrasi dan hukum RI sendiri.

Hal itu sebenarnya sudah lama dan sering pernah
dikomunikasikan kepada pemerintah RI, baik melalui
media massa maupun secara langsung. Sayangnya, selama
ini tindakan nyata dari pemerintah RI masih
mengecewakan. Sepertinya minat serius untuk
memperbaiki situasi legal para keluarga campuran masih
kurang. Padahal secara lisan pemerintah RI sudah
menyadari serta mengakui itu. 

Saya kira ini yang merupakan salah satu permasalahan
pokok untuk mempopulerkan usulan setoran deposit.
Karena selama sistim birokrasi dan status hukum
terhadap para keluarga campuran belum direvisi dan
masih diskriminatif, usulan itu akan tetap dianggap
sebagai penghinaan, beban dan hukuman ekstra terhadap
para keluarga campuran.

Sekarang saya menanggapi poin-poin yang dikemukakan
oleh Mas Chodjim:

a.) Dalam status hukum RI yang menyangkut para
keluarga campuran, para pihak yang berada di posisi
yang sangat lemah adalah istri WNI dan istri WNA,
anak-anak campuran, serta suami WNA. Jadi bukan hanya
para istri WNI.

b.) Poin ini justru lebih relevan untuk para istri WNI
yang telah kawin kontrak, kawin sirri atau para
perempuan RI yang melakukan kumpul kebo dengan pria
WNA hingga terjadi kehamilan atau lain-lain.

c.) Lembaga penentu itu kan lembaga pemerintah.
Sedangkan pemerintah belum bisa mengakomodasikan
hak-hak dasar para keluarga campuran. Bagaimana
mungkin ketetapan itu bisa disambut dengan baik?

d.) Oleh karena seperti apa yang dikemukakan Mas
Chodjim di sini, saya belum sampai menyinggung soal
hal itu di sini. Meskipun hal itu menjadi kriteria
penting ketika membahas dalam tahap pelaksanaan. 

Mas Chodjim, saya rasa kita perlu mengingat bahwa
banyak produk hukum pernah diberlakukan di Indonesia
dengan tujuan sementara serta agar nanti dicabut
kembali setelah keadaannya berubah. Namun pengalaman
menunjukkan bahwa justru peraturan-peraturan yang
sangat trivial sepertinya sulit sekali dicabut.
Contohnya, persyaratan SBKRI yang masih suka diminta
oleh berbagai instansi pemerintah ketika seorang WNI
(keturunan) ingin mengurus surat-surat tertentu. Baru
kemarin saya sempat cek di situs web dari Catatan
Sipil di Jakarta. Masih ada saja catatan SBKRI sebagai
salah satu persyaratan. Memang ada hotline di Dept
Kehakiman & HAM soal pengaduan mengenai SBKRI, tetapi
barang siapa akan memikirkan soal itu ketika membaca
persyaratan resmi di instansi pemerintah yang
bersangkutan?

Kemudian bagaimana kita bisa membicarakan essensi
perlindungan kalau hal itu sudah diabaikan secara
dasar seperti saya tadi menjelaskan di atas? Keadaan
inilah yang menjadi rasional saya mengapa saya sebut
kontrovers ketimbang kepentingan saya sendiri yang
hanya bersifat emosional.

Mengenai poin terakhir, yang perlu disingkirkan lebih
dulu justru status hukum lemah serta diskriminasi
legal terhadap para keluarga campuran. Kemudian
masalah TKI, pekerja rumah tangga dan poin d.).
Setelah itu, anggapan seperti “pemerintah menjual
perempuan RI dan mencari dana dengan mengada-ada” akan
hilang dengan sendiri :-)

Salam,
ayeye

**

Mas Ayeye, dari awal saya sepakat dengan argumen yang
disampaik

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-17 Terurut Topik Mia
Pak Chodjim,
Satu kata saja sih cukup tentang usulan peraturan itu 'stupid idea'.

Pak Ayeye dan Pak Chodjim sudah berdiskusi dengan cerdas dan 
komprehensif mengenai that stupid idea. Apa yang ingin saya katakan 
sudah terwakili disitu.  Saya bilang 'stupid idea' dalam bahasa 
Inggris, karena saya nggak bisa mengekspressikannya dalam bahasa 
Indonesia, dimaksutkan untuk ungkapan yang ekspressif tapi sedikit 
jenaka.
Istilah 'stupid idea' dalam ungkapan Inggris nggak jelek-jelek amat 
dibandingkan kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Nggak jelek-jelek amat, karena emang kita sering bikin peraturan 
atau hukum yang aneh-aneh kok, dimana-mana begitu. Kalau baca hukum 
Amerika yang kuno dan kadaluwarsa tapi masih belum direvisi karena 
nggak ada keperluan, banyak yang aneh dan lucu and...stupid...:-)

Makanya saya usulin, kalau nggak bisa dibendung, usulan saya sebagai 
bentuk kompromi adalah nominal pembayarannya satu dollar --> saya 
serius dengan yang ini. Satu dollar adalah nominal sebagai tanda 
goodwill.

Eh, jangan-jangan kalau beneran satu dollar pada nggak mau ngurusin 
pp-nya, habis kering duitnyah

Salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mbak Mia,
> 
> Seharusnya kita berpikir "one by one". Ada muth'ah, sirri, kompol 
kebo and ing eng itu masing-masing harus mendapatkan penanganannya. 
Kontrol reproduksi ya harus melalui KB, jangan disamakan 
dengan "usaha memberikan perlindungan". Lembaga juga jangan 
disamakan dengan "patriarki".
> 
> Kalau, saya lho..., semua saya lihat... jadi kita harus "broad 
spectrum". Lalu, bila ada usulan atau wacana, maka kita tidak harus 
menentangnya begitu saja. Kita coba lihat, kita pelajari, kita 
analisis, lalu kita telusuri untung-ruginya, sejahtera atau aniaya 
yang ada. Bilamana aturan deposit itu lebih banyak mudaratnya yang 
akan timbul, MAKA kita stop wacana tersebut dan tidak perlu 
digulirkan lebih lanjut.
> 
> Lha, kita ini belum apa-apa sudah alergi, gitu lho Maka jangan 
heran bila di zaman Umar bin Khattab, para pria Arab dilarang 
mengawini non-Arab. Umar tahu kalau pria Muslim halal mengawini 
perempuan non-Muslim. Tapi, mengingat mudaratnya lebih besar untuk 
membangun kekhalifahan yang jaya, maka laki-laki muslim hanya 
diwajibkan mengawini perempuan muslim sahaja
> 
> Salam,
> chodjim
>  
> 






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 






RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-16 Terurut Topik achmad.chodjim
Mbak Mia,

Seharusnya kita berpikir "one by one". Ada muth'ah, sirri, kompol kebo and ing 
eng itu masing-masing harus mendapatkan penanganannya. Kontrol reproduksi ya 
harus melalui KB, jangan disamakan dengan "usaha memberikan perlindungan". 
Lembaga juga jangan disamakan dengan "patriarki".

Kalau, saya lho..., semua saya lihat... jadi kita harus "broad spectrum". Lalu, 
bila ada usulan atau wacana, maka kita tidak harus menentangnya begitu saja. 
Kita coba lihat, kita pelajari, kita analisis, lalu kita telusuri 
untung-ruginya, sejahtera atau aniaya yang ada. Bilamana aturan deposit itu 
lebih banyak mudaratnya yang akan timbul, MAKA kita stop wacana tersebut dan 
tidak perlu digulirkan lebih lanjut.

Lha, kita ini belum apa-apa sudah alergi, gitu lho Maka jangan heran bila 
di zaman Umar bin Khattab, para pria Arab dilarang mengawini non-Arab. Umar 
tahu kalau pria Muslim halal mengawini perempuan non-Muslim. Tapi, mengingat 
mudaratnya lebih besar untuk membangun kekhalifahan yang jaya, maka laki-laki 
muslim hanya diwajibkan mengawini perempuan muslim sahaja

Salam,
chodjim
 

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Mia
Sent: Saturday, October 15, 2005 9:23 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Emang mbak. Ini kan reaksi panik gara-gara ekses globalism. Budaya 
patriarki tentu saja bereaksi 'melindungi' perempuannya. Alih-alih 
melindungi, sebenarnya ini adalah strategi kontrol reproduksi.  

Mestinya negara-negara berembuk bagaimana memfasilitasi perkawinan 
antar bangsa, termasuk concern dengan dampak perkawinan mutah, 
sirri, kumpul kebo, women traficking,bukannya mempersulit dan 
meninggikan barrier perkawinan antar bangsa. Lha buat apa ada Deplu, 
UN, INGO, dll?.  Quran Ar Rum itu mo dikemanain...kami ciptakan kamu 
bersuku-bangsa untuk saling mengenal satu sama 
laindst...dudududu...mikirnya gimana sih..

Mudah-mudahan nggak ada yang kecolongan dengan stupid rule like this.

Salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, devi josephine 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> kenapa yaa cinta antar bangsa selalu kebentur dgn mslh 
hukum..apalg skrg ini co wna kudu byr 500jt utk nikah ma ce wni
(kesannya ce wni jd komoditi perjual beli deh)..sama aja mempersulit 
dunk..knp yaa ga permudah aja...
> bs2 ntar ce wni berubah status jd ce wna n tinggal di luar negri 
deh..pgnnya aturan yg jelas aja degh ,yg bnr2 bisa ngelindungi ce 
wni..bukan ajang komoditi jual beli apalg ada unsur 
korupsinya...mdh2an hukumnya ttg kawin campur jelas degh..
> 
> 






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links



 





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 






RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-16 Terurut Topik achmad.chodjim
Mas Ayeye, dari awal saya sepakat dengan argumen yang disampaikan Mas Ayeye. 
Yang perlu dibahas di sini saya kira bukan peniadaan depositnya. Justru 
bagaimana deposit itu bisa efektif untuk memberikan perlindungan bagi yang 
lemah. Yang saya maksud yang lemah ialah "kasunyataan" yaitu pihak perempuan 
yang seringkali "dijadikan" sebagai pihak yang lemah. 

Bahwa ada kemungkinan deposit sebagai pemerasan, merugikan perempuannya, atau 
bahkan merugikan laki-lakinya etc.. itu bisa saya terima. Bahawa ada 
kemungkinan, alih-alih melindungi perempuan tapi malah merugikannya... itu pun 
saya terima.

Dus, kita harus "break-down" dulu:

(a) Dalam perkawinan campuran perempuan "sering kali" sebagai pihak yang lemah.
Maka perlu ada perlindungan terhadap yang lemah. Di sini kita tidak boleh 
curiga terlebih
dahulu. Dan, sama sekali tak ada anggapan bahwa perempuan disebut sebagai 
pihak yg lemah.
fokus: "perempuan seringkali diposisikan lemah"

(b) Biasanya, perempuan sebagai pihak yang lemah itu, yang tidak memiliki akses 
untuk 
menentukan nasibnya sendiri. Nah, deposit itu sebenarnya jaminan bagi yang 
ini.
Deposit bukan untuk perempuan Indonesia yang sudah mandiri.

(c) Penentu ketetapan deposit itu pemerintah. Jadi, ini lembaga, dan bukan 
masalah laki-laki
hendak menguasai perempuan. 

(d) Masalah penyelewengan, korup, penindasan dengan dalih deposit itu "hal" 
lain. 
Hal itu tidak boleh dicampuradukkan dengan tujuan deposit itu.

Nah, dengan breakdown tsb, semua hal yang dikemukan Mas Ayeye merupakan aturan 
komplimenmtarinya. Sebab, apa yang dikemukakan Mas Ayeye --bila semata-mata 
bertujuan meniadakan deposit-- akan meniadakan yang "khusus" itu. Padahal, 
sebuah peraturan, bila keadaannya berubah bisa dicabut dengan peraturan baru 
atau pencabutan tanpa penggantian dengan peraturan baru.

So, yang perlu kita pikirkan adalah "esensi perlindungannya". Kita memang 
sering tejebak kontroversial bila dihadapkan terhadap sesuatu yang menyangkut 
kebutuhan kita.. :-))

Jadi, yang perlu disingkirkan lebih dulu ialah anggapan deposit itu "menjual 
perempuan WNI", pemerintah mencari dana dengan mengada-ada dll. 

Salam,
chodjim

  

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of ayeye
Sent: Friday, October 14, 2005 12:46 AM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Saya juga berterima kasih kepada Mas Chodjim untuk
diskusi ini dan dengan senang hati saya memberi
komentar pribadi saya lebih lanjut.

Mas Chodjim, saya sepakat bahwa kita harus membedakan
antara kondisi umum dan kondisi khusus. Maka
pentingnya agar kebijaksanaan yang didasari atas
kondisi umum tidak hanya dilaksanakan terhadap
golongan terbatas, tetapi perlu pula diberlakukan
terhadap umum. Apabila tidak demikian, maka akan
terjadi distorsi antara kebijaksanaan dan realita
situasi kondisi lingkungan. Sedangkan produk hukum
yang kontrovers memiliki unsur destruktif terhadap
seluruh sistim hukum.  Namun di saat yang sama kita
juga tidak boleh menafsirkan golongan terbatas sebagai
sesuatu yang khusus dalam hal yang menyangkut yang
umum dan mendasar seperti pernikahan. Maka jangan
sampai perkawinan campuran dipandang secara terlalu
khusus, karena ini yang menjadi pemicu besar atas
terjadinya diskriminasi terhadap pasangan campuran.
Saya rasa dalam hal terakhir ini masih perlu ada
perubahan dalam paradigma :-)

Tentu kita harus membedakan antara diskriminasi yang
timbul di tengah masyarakat (dan lebih banyak lagi
akibat berbagai kebijaksanaan produk hukum mulai jaman
Walanda, ORLA dan ORBA) dan penempatan uang jaminan
yang legal. Tetapi, ketika penempatan uang jaminan
yang legal hanya ingin diwajibkan kepada pasangan
campuran, kita …seribu kali sayang… terpaksa kembali
lagi untuk melihatnya dalam konteks secara kesuluruhan
dan tidak boleh single out diskriminasi terhadap
pasangan campuran. Karena apabila demikian, kita
cenderung akan melakukan evaluasi terhadap situasi ini
secara berstandar ganda.

Kalau kita benar-benar serius soal perlindungan khusus
terhadap perempuan WNI yang kecantol pria WNA, saya
berpendapat bahwa meminta uang jaminan ekstra dari
pria WNA termasuk hal terburuk dan paling
kontra-produktif yang bisa dilakukan, istilah salah
jalan secara total :-) Seharusnya bukan semakin
mempersulit dan membebani para pasangan campuran,
tetapi justru berbalik arah dengan menghilangkan
berbagai halangan berupa tetek-bengek (red tape) agar
lebih banyak pernikahaan dicatat melalui prosedur
formal yang benar dan melibatkan para Kedutaan Besar
Asing yang bersangkutan sebagaimananya dituntut oleh
hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dalam hal
perkawinan campuran antar-bangsa. Yang sangat membantu
juga supaya para calon istri WNI diberikan akses
informasi yang akurat agar mereka dapat melakukan
keputusan yang tepat (informed decision).

K

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-13 Terurut Topik ayeye
Saya juga berterima kasih kepada Mas Chodjim untuk
diskusi ini dan dengan senang hati saya memberi
komentar pribadi saya lebih lanjut.

Mas Chodjim, saya sepakat bahwa kita harus membedakan
antara kondisi umum dan kondisi khusus. Maka
pentingnya agar kebijaksanaan yang didasari atas
kondisi umum tidak hanya dilaksanakan terhadap
golongan terbatas, tetapi perlu pula diberlakukan
terhadap umum. Apabila tidak demikian, maka akan
terjadi distorsi antara kebijaksanaan dan realita
situasi kondisi lingkungan. Sedangkan produk hukum
yang kontrovers memiliki unsur destruktif terhadap
seluruh sistim hukum.  Namun di saat yang sama kita
juga tidak boleh menafsirkan golongan terbatas sebagai
sesuatu yang khusus dalam hal yang menyangkut yang
umum dan mendasar seperti pernikahan. Maka jangan
sampai perkawinan campuran dipandang secara terlalu
khusus, karena ini yang menjadi pemicu besar atas
terjadinya diskriminasi terhadap pasangan campuran.
Saya rasa dalam hal terakhir ini masih perlu ada
perubahan dalam paradigma :-)

Tentu kita harus membedakan antara diskriminasi yang
timbul di tengah masyarakat (dan lebih banyak lagi
akibat berbagai kebijaksanaan produk hukum mulai jaman
Walanda, ORLA dan ORBA) dan penempatan uang jaminan
yang legal. Tetapi, ketika penempatan uang jaminan
yang legal hanya ingin diwajibkan kepada pasangan
campuran, kita …seribu kali sayang… terpaksa kembali
lagi untuk melihatnya dalam konteks secara kesuluruhan
dan tidak boleh single out diskriminasi terhadap
pasangan campuran. Karena apabila demikian, kita
cenderung akan melakukan evaluasi terhadap situasi ini
secara berstandar ganda.

Kalau kita benar-benar serius soal perlindungan khusus
terhadap perempuan WNI yang kecantol pria WNA, saya
berpendapat bahwa meminta uang jaminan ekstra dari
pria WNA termasuk hal terburuk dan paling
kontra-produktif yang bisa dilakukan, istilah salah
jalan secara total :-) Seharusnya bukan semakin
mempersulit dan membebani para pasangan campuran,
tetapi justru berbalik arah dengan menghilangkan
berbagai halangan berupa tetek-bengek (red tape) agar
lebih banyak pernikahaan dicatat melalui prosedur
formal yang benar dan melibatkan para Kedutaan Besar
Asing yang bersangkutan sebagaimananya dituntut oleh
hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dalam hal
perkawinan campuran antar-bangsa. Yang sangat membantu
juga supaya para calon istri WNI diberikan akses
informasi yang akurat agar mereka dapat melakukan
keputusan yang tepat (informed decision).

Kemudian setelah pencatatan pernikahan selesai, para
pria WNA seharusnya langsung diberikan izin tinggal
menetap oleh Keimigrasian dan bukan diberlakukan
sebagai tamu atau turis asing lagi, apalagi sebagai
musuh atau kriminal :-), tetapi diberikan status dan
kepastian hukum yang selayaknya dinikmati oleh seorang
penduduk R.I. Jika hal-hal tersebut diberikan, saya
rasa penetapan uang jaminan atau persyaratan investasi
dalam ekonomi R.I. terhadap para pria WNA lebih bisa
dipertanggungjawabkan, karena berprinsip ’give and
take’, sehingga bisa saling menguntungkan. Sebagai
efek sampingan, status serta kepastian hukum akan
mendorong warga WNA untuk berinvestasi dalam
pembangunan berjangka panjang. Saya sendiri ingin
sekali memindahkan sebagian besar investasi kembali 
ke Indonesia apabila status hukum sudah  jelas dan
fair dan tidak harus bersembunyi atau melalui belokan
melulu. Tetapi kalau baru satu tangan yang bergerak
belum bisa klop tentunya :-)

Mas Chodjim, bukannya semua pria WNA meninggalkan
istri WNI karena ingin melarikan diri dari tanggung
jawab (meskipun diakui ada juga), tetapi ada juga yang
terpaksa akibat habis dipersulit terus atau bahkan
diusir. Saya mengenal banyak pria WNA yang dulu pindah
ke Indonesia bersama istrinya yang WNI untuk membangun
eksistensi bersama di sana. Mereka tidak datang dengan
tangan kosong, tetapi setelah mereka tidak memperoleh
hak yang semestinya dan bahkan dipersulit secara
kontinyu, lama-lama harta mereka yang sebesar
berapapun akhirnya habis juga hingga mereka jatuh
bankrut.

Sedangkan pria WNA yang ingin melarikan diri dari
tanggung jawab suatu saat, tidak perlu melakukan
pencatatan pernikahan secara formal, tetapi bisa saja
kawin kontrak, kawin sirih atau kumpul kebo. Tidak
akan tersentuh oleh hukum, termasuk usulan baru yang
mengharuskan pria WNA menyetor uang deposit. Bukan
saya ingin mengatakan bahwa semua pria WNA yang kawin
secara tidak formal nanti melarikan diri dari tanggung
jawab. Sama sekali tidak, ada juga yang tetap
bertangggung jawab meskipun tidak terikat oleh hukum.
Hanya resiko tentunya lebih besar. Karena apabila
pernikahanya dicatat secar formal terus dalam keadaan
suami WNA nanti meninggalkan istri WNI, istri masih
bisa mengadu ke Kedutaan Besar Asing sang suami dan
memproses gugatan kompensasi biaya hidup dan lain
sebagainya. Masih mending daripada tidak mengetahui
identitas yang sebenarnya dari suami.

Sayangnya juga bahwa selama ini pemerintah R.I. juga
tidak pernah berpihak kepada istri WNI dari keluarga
ca

RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-12 Terurut Topik achmad.chodjim
Terima kasih atas tanggapan Mas Ayeye. Tapi, saya ingin menanggapi lebih lanjut 
dengan mengurai paragraf-paragraf sanggahan Mas Ayeye.


Ayeye: "Masalahnya, semestinya kita tidak mengkompensasikan, apalagi 
menghilangkan, hal negatif
yang bersifat umum ini dengan membebani atau ‘menghukum’ hanya para pasangan 
campuran."

chodjim: Kita harus dapat membedakan kondisi umum dan kondisi khusus. Dalam 
penjelasan saya, untuk negara-negara "underdevelop, atau developing" kedudukan 
perempuan amat lemah. Konsep inilah yang mendasari adanya perlindungan, jadi 
bukan konpensasi. Perlindungan itu tentu saja harus konkret dan tidak bersifat 
abstrak berdasarkan hukum. Jadi, deposito sejumlah uang yang terukur oleh pihak 
laki-laki sebagai calon pendamping, sebenarnya menyangkut perlindungan terhadap 
perempuan calon pendamping. 

Dengan demikian, deposito itu jangan disamakan dengan menghukum, tapi harus 
dilihat dari sisi perlindungan secara hukum. Ini bisa disamakan kalau kita 
menyekolahkan anak ke luar negeri, meski sekolah sudah memberikan beasiswa, 
tapi kita sebagai orangtua diwajibkan menyerahkan uang jaminan. Anak kami 
pernah mendapat tawaran beasiswa masuk Nederland Business School. Uang sekolah 
gratis dan diberi hak untuk kerja part time 10 jam per minggu di Belanda untuk 
uang akomodasinya. Tapi, saya harus menyetor uang jaminan yang pada saat itu 
saya tidak mampu. Mengapa pemerintah Belanda tidak membebaskan uang jaminan 
itu, kan universitasnya memberikan beasiswa? Jawabnya: Pemerintah Belanda tidak 
ingin mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.

Dus, uang jaminan, bukanlah sebuah hukuman. Kecuali kalau deposito itu untuk 
pemerintah, itu namanya membebani atau menghukum Ini kan sekadar 
perlindungan terhadap perempuan yang di negara "semacam Indonesia" masih lemah 
kedudukannya.

Tentu ini bisa dikecualikan dengan wanita Indonesia yang pergi ke negara maju 
dan bermukim di sana, lalu kecantol orang sana. Hukum Indonesia tidak dapat 
menjangkaunya. Dus tak perlu ada uang jaminan.  

Ayeye: "Sebenarnya sejak dulu para keluarga pasangan campuran terlalu dibebani 
dan didiskriminasikan karena bermacam-2 bias. Masa mereka mesti dibebani lagi 
sampai harus membayar double atau triple untuk hal-2 yang bersifat umum? 
Bukannya dicari solusi yang lebih proporsional?"

chodjim: Kita harus bisa membedakan antara diskriminasi yang timbul di tengah 
masyarakat dan penempatan uang jaminan yang legal. Saya juga sangat tidak 
setuju diskriminasi terhadap mereka yang kawin campur. Itu jelas melanggar HAM. 
Yang kita diskusikan itu kan usaha memberikan perlindungan terhadap perempuan 
secara nyata. Dan, perempuan ini memang bermukim di Indonesia lalu ada 
laki-laki asing yang kecantol. Kalau tidak ada jaminan apa-apa, lalu 
laki-lakinya pergi begitu saja --mungkin pulang ke negaranya-- tentu 
prempuannya akan lebih menderita daripada diperlakukan yang sama oleh sesama 
WNI. Itu disebabkan adanya diskriminasi di tengah masyarakat. maka, untuk 
mengurangi beban diskriminasi, perempuan harus dilindungi secara konkret.

Jika bagi perempuan dari keluarga kaya, dia bisa lakukan perkawinan di luar 
negeri, sehingga dengan demikian bebas dari jangkauan hukum positif Indonesia.

Saudara persepupuan saya --perempuan-- bersuamikan orang Inggris. Suaminya 
waktu itu bertugas sebagai staf kedutaan Inggris di Indonesia. Jodoh tiba. 
Langsung terus ikut suami tugas ke berbagai negara hingga sang suami pensiun. 
Lalu, istrinya minta kembali ke Indonesia, dan singkat kata beli rumah di 
Jakarta Selatan. Kalau kasusnya seperti ini ya tidak apa-apa, malah 
menguntungkan si istri. Selama menikmati masa pensiun, anaknya yang semata 
wayang itu tetap diakukan sebagai WN Inggris. Sehingga anak gadis tersebut 
sekarang sudah selesai pendidikan sarjananya di Inggris dan memilih hidup di 
UK. Kalau begini ya oke-oke saja, Bos. :-))

Ayeye: "Ini juga menyangkut harga diri para perempuan WNI yang diinjak secara 
tidak etis dengan memasang label “USD 50’000.-“

chodjim: Hukum itu untuk memberikan perlindungan yang lemah. Dan, besarnya pun 
masih harus didiskusikan agar tidak membebani. Justru harga diri perempuan itu 
akan diinjak-injak bila ia dianggap sebagai orang yang mudah dijadikan istri, 
sedangkan perjanjian untuk perlindungannya tidak ada. So.., label USD itu suatu 
saat bisa dihentikan bilamana republik ini sudah makmur. Jadi, peraturan jangan 
dianggap sebagai sesuatu yang baku dan absolut yang tidak bisa ditinjau 
bilamana keadaan telah berubah. :-)) Peraturan atau UU tentu harus didasarkan 
pada faktor penyebabnya yang konkret.

Jadi, uang jaminan harus didasarkan "fairness" and "justice". :-)

Salam,
chodjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of ayeye
Sent: Thursday, October 13, 2005 12:40 AM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Terima kasih at

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-12 Terurut Topik ayeye
Terima kasih atas penjelasan, Mas Chodjim :-)

Mengenai bias gender yang terjadi apabila ada pihak
yang dirugikan, saya mengartikannya sebagai tindakan
atau kebijaksanaan nyata yang diskriminatif gender,
karena sudah ada efeknya dimana salah satu pihak
dirugikan.

Tentu saya tidak membantah bahwa perempuan masih
sering berada di pihak yang dirugikan dan saya kira
hal itu menjadi perhatian kita semua hingga dalam
konteks global. Masalahnya, semestinya kita tidak
mengkompensasikan, apalagi menghilangkan, hal negatif
yang bersifat umum ini dengan membebani atau
‘menghukum’ hanya para pasangan campuran.

Sebenarnya sejak dulu para keluarga pasangan campuran
terlalu dibebani dan didiskriminasikan karena
bermacam-2 bias. Masa mereka mesti dibebani lagi
sampai harus membayar double atau triple untuk hal-2
yang bersifat umum? Bukannya dicari solusi yang lebih
proporsional?

Ini juga menyangkut harga diri para perempuan WNI yang
diinjak secara tidak etis dengan memasang label “USD
50’000.-“. Seandainyapun harganya akan ditingkatkan
sampai berapapun, kesannya tetap akan murahan, karena
menyangkut hal yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Kemudian ada unsur pengaturan secara sepihak dimana
para perempuan WNI yang hendak menikah dengan pria WNA
dianggap seperti obyek yang tidak mampu untuk
mengambil keputusan dan melakukan tindakan hukum
sendiri.

Ini bukan soal uang atau diri saya, Mas Chodjim :-)
Tetapi soal harga diri dan fairness secara umumnya,
para keluarga campuran tentunya termasuk.

Saya pribadi percaya bahwa untuk perspektif menengah
ke panjang malahan fairness (give and take; don't take
only), sifat berbesar hati dan transparensi yang akan
mendukung kemajuan yang fundamental.

Tidak akan rugi :-)

Salam,
ayeye

**

Apa yang disampaikan Mas Ayeye, tentu saya setuju.
Hanya saja ada titik tolak
yang berbeda antara saya dan Mas Ayeye. Jika Mas Ayeye
bertitik tolak dari
pandangan, saya bertitik tolak dari pelaksanaan.
Karena saya melihat kata "bias"
itu berhubungan dengan amalan/kerja/tindakan/praktik
maka masalah gender
dianggap bias bila sudah merugikan lawan jenis. Kalau
masih dalam pandangan,
karena tidak terjadi efek apa-apa, maka kita belum
bisa mencegah atau mengambil
tindakan untuk melarang pandangan tentang bias gender.
Kita baru pada tahap
melakukan kritik pada pandangan yang bias gender.

Bias memang merupakan pandangan subjektif. Karena Mbak
Lina mengungkapkan
perihal "usulan agar
setiap pria WNA yang hendak menikah dengan seorang
perempuan WNI harus
mendepositkan jumlah uang sebesarIDR 500 juta kepada
pemerintah" itu
memungkinkan bias gender, maka saya menimpali makna
bias gender itu terjadi bila
ada pihak yang dirugikan.

So, bias gender tak akan ada bila tidak ada gender
yang dirugikan. Sedangkan hak
bersama untuk menikah antara WNI dan WNA itu masalah
lain. Jadi, yang saya
kemukakan ialah "generally" wanita dari negara "under
develop atau developping"
ada di pihak yang dirugikan. Kondisi demikianlah yang
menjadi perhatian saya.
Sedangkan masalah bagaimana menggunakan uang jaminan
itu, dan berapa besarnya
tentu harus dikalkulasi secara "Terukur". Saya tidak
ingin karena adanya
kemungkinan penyelewengan oleh pemerintah, lalu kita
membiarkan terjadinya
perkawinan pr. WNI dgn lk WNA sehingga banyak terjadi
kemudaratan terhadap
wanita WNI. Dengan kata lain, "bermain-main itu hak
anak kecil" lalu kita
biarkan anak bermain api. Akibatnya, bisa terjadi
kebakaran.

Tapi, Mas Ayeye tidak perlu takut, dong, kan
sesuatu tidak harus berlaku
surut? :-))

Ada prinsip yang harus kita pegang, perlindungan
terhadap perempuan. Sedangkan
besaran 500 juta itu memang terlalu besar untuk ukuran
sekarang. Sebenarnya
jaminan itu harus terukur dan tidak mengandung niat
untuk mengahalangi
terjadinya perkawinan pr WNI dgn lk WNA pilihannya.
Dus, yang perlu kita
perhatikan adalah niat baiknya untuk membangun
rumahtangga.

Istri saya sebatas "menasehati" putri gadis kami.
Jadi, tidak melarang.
Menasehati artinya istri saya menjelaskan
untung-ruginya perkawinan antar bangsa
secara argumentatif. Tentu, pilihan itu hak putri
kami. Jadi, yang saya dengar
sendiri kalau istri menasehati putrinya: "ibu hanya
memberikan pandangan pada
kamu. semuanya pada akhirnya terserah kamu. namun,
begitu kamu menetapkan
pilihanmu itu suami asing, jangan sekali-kali mengeluh
kepada ortumu bila
terjadi kerugian akibat hubungan perkawinan itu."
Menurut saya, itu bijak. Lain
halnya bilamana istri memang melarang. Makanya putri
kami dinasehati untuk
"tidak mudah" kecantol laki-laki asing. Jadi, ada
tekanan pada "TIDAK MUDAH".

So, Mas Ayeye tidak perlu kecewa... hahaha...

Salam,
chodjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
ayeye
Sent: Tuesday, October 11, 2005 6:45 PM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry R

Re: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-11 Terurut Topik devi josephine
kenapa yaa cinta antar bangsa selalu kebentur dgn mslh hukum..apalg skrg ini co 
wna kudu byr 500jt utk nikah ma ce wni(kesannya ce wni jd komoditi perjual beli 
deh)..sama aja mempersulit dunk..knp yaa ga permudah aja...
bs2 ntar ce wni berubah status jd ce wna n tinggal di luar negri deh..pgnnya 
aturan yg jelas aja degh ,yg bnr2 bisa ngelindungi ce wni..bukan ajang komoditi 
jual beli apalg ada unsur korupsinya...mdh2an hukumnya ttg kawin campur jelas 
degh..


Lina Dahlan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Pak Chodjim, saya gak bisa bayangken kalau hal ini diberlakuken di 
Indonesia dan yang kelola pemerintah. Ini sumber korupsi atau 
penyelewengan dana lagi euy. Seperti dana sosial, dana kompensasi 
BBM, dll nya deh. Nah mulai mules kalo dah inget yang begini nih..:-)

Niat sih bagus tuk melindungi wanita, tapinya ntar malah bangsanya 
sendiri yg jadi garong, tetep aja wanitanya gak terlindungi...:-(

Yang penting hukumnya harus jelas dan ditegakkan. Soal berapa 
duitnya memang harus diukur oleh banyak pihak. Saya gak ikutan 
ngukur ah.

wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bias gender itu bisa disebut kalau suatu tindakan merugikan 
perempuan. Ada istilah "bias gender" karena selama ini perempuan 
merupakan pihak yang paling mudah dirugikan atau dizalimi. Nanti, 
kalau posisi laki-laki yang selalu dirugikan, ya tentu akan muncul 
bias gender terhadap laki-laki. Namun, saat ini perempuanlah yang 
harus mendapatkan perhatian ekstra. Karena, di dunia berkembang --
underdevelop atau debelopping-- perempuan yang dinistakan.
> 
> Perkawinan antar negara/bangsa dihadapkan oleh perbedaan hukum 
yang menyangkut hak dan kewajiban. Kalau tidak ada perlindungan 
terhadap wanita, biasanya yang dirugikan itu wanita. Tentu, besarnya 
uang yang harus terukur oleh banyak pihak. Sebab, bila besarnya uang 
itu membuat orang asing sulit dengan wanita Indonesia, itu namanya 
melarang wanita Indonesia kawin dengan orang asing dengan cara 
membangun "barrier" yang sulit dilompati!
> 
> Istri saya rajin menasehati anak gadis kami agar tidak mudah 
kecantol orang asing. Tidak ada maksud buruk terhadap orang asing. 
Hanya saja kami tidak ingin anak kami teraniaya hidupnya gara-gara 
berada di pihak yang lemah.
> 
> Wassalam,
> chodjim
> 
> 
> -Original Message-
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Lina Dahlan
> Sent: Tuesday, October 11, 2005 9:20 AM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m 
in
> deposit
> 
> 
> kok gak ada yang teriak bias gender neh!...:-)
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, ayeye <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Sebagai tambahan informasi, persyaratan khusus untuk
> > para pria non-Mesir yang ingin menikah dengan
> > perempuan WN Mesir seperti dikutip di bawah ini hanya
> > berlaku jika calon suami berumur lebih dari 25 tahun
> > daripada calon istri.
> > 
> > Contohnya, calon suami berumur 55 tahun dan calon
> > istri berumur di bawah 29 tahun.
> > 
> > "...In a bid to protect women, the state of Egypt
> > requires every (male) foreigner who plans to marry an
> > Egyptian citizen to pay 25,000 Egyptian pounds into
> > the Nasser Bank as a bond," said the document, a copy
> > of which was made available to The Jakarta Post over
> > the weekend."
> > 
> > Di samping itu, ada pebedaan besar antara biaya yang
> > berlaku di Mesir dengan biaya yang diusulkan di
> > Indonesia:
> > 
> > EGP 25'000   = USD 4'300
> > IDR 500'000'000  = USD 49'600 !!!
> > 
> > Belum lagi Mesir memberikan izin tinggal selama 3
> > tahun kepada suami WNA yang telah nikah dengan
> > perempuan WN Mesir.
> > 
> > Sumber:
> > 
> > Departemen Luar Negri Mesir
> > 
> > 
> > Egypt grants legitimate foreign nationals the right
> > for temporary residence in the country. There are two
> > main cases of residpermits in Egypt: 
> > 
> >  Special Residence: is usually granted for a period of
> > 10 years, renewable. Special residence is granted to
> > those born in Egypt prior to 26/5/1952 or those having
> > resided in the country for the 20 years preceding
> > 26/5/1952 and whose stay has been uninterrupted; it is
> > also granted to their wives and minor children. 
> >  
> >  Ordinary Residence: is granted for a period of either
> > 3 or 5 years. 
> >  
> > 
> > 
> > Three-Year Residence
> > 
> > Non-nationals are entitled to obtain temporary 3-year
> > residence (renewable) in Egypt if they belong to any
> > of

RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-11 Terurut Topik achmad.chodjim
Apa yang disampaikan Mas Ayeye, tentu saya setuju. Hanya saja ada titik tolak 
yang berbeda antara saya dan Mas Ayeye. Jika Mas Ayeye bertitik tolak dari 
pandangan, saya bertitik tolak dari pelaksanaan. Karena saya melihat kata 
"bias" itu berhubungan dengan amalan/kerja/tindakan/praktik maka masalah gender 
dianggap bias bila sudah merugikan lawan jenis. Kalau masih dalam pandangan, 
karena tidak terjadi efek apa-apa, maka kita belum bisa mencegah atau mengambil 
tindakan untuk melarang pandangan tentang bias gender. Kita baru pada tahap 
melakukan kritik pada pandangan yang bias gender.

Bias memang merupakan pandangan subjektif. Karena Mbak Lina mengungkapkan 
perihal "usulan agar
setiap pria WNA yang hendak menikah dengan seorang perempuan WNI harus 
mendepositkan jumlah uang sebesarIDR 500 juta kepada pemerintah" itu 
memungkinkan bias gender, maka saya menimpali makna bias gender itu terjadi 
bila ada pihak yang dirugikan.

So, bias gender tak akan ada bila tidak ada gender yang dirugikan. Sedangkan 
hak bersama untuk menikah antara WNI dan WNA itu masalah lain. Jadi, yang saya 
kemukakan ialah "generally" wanita dari negara "under develop atau developping" 
ada di pihak yang dirugikan. Kondisi demikianlah yang menjadi perhatian saya. 
Sedangkan masalah bagaimana menggunakan uang jaminan itu, dan berapa besarnya 
tentu harus dikalkulasi secara "Terukur". Saya tidak ingin karena adanya 
kemungkinan penyelewengan oleh pemerintah, lalu kita membiarkan terjadinya 
perkawinan pr. WNI dgn lk WNA sehingga banyak terjadi kemudaratan terhadap 
wanita WNI. Dengan kata lain, "bermain-main itu hak anak kecil" lalu kita 
biarkan anak bermain api. Akibatnya, bisa terjadi kebakaran.

Tapi, Mas Ayeye tidak perlu takut, dong, kan sesuatu tidak harus berlaku 
surut? :-))

Ada prinsip yang harus kita pegang, perlindungan terhadap perempuan. Sedangkan 
besaran 500 juta itu memang terlalu besar untuk ukuran sekarang. Sebenarnya 
jaminan itu harus terukur dan tidak mengandung niat untuk mengahalangi 
terjadinya perkawinan pr WNI dgn lk WNA pilihannya. Dus, yang perlu kita 
perhatikan adalah niat baiknya untuk membangun rumahtangga.

Istri saya sebatas "menasehati" putri gadis kami. Jadi, tidak melarang. 
Menasehati artinya istri saya menjelaskan untung-ruginya perkawinan antar 
bangsa secara argumentatif. Tentu, pilihan itu hak putri kami. Jadi, yang saya 
dengar sendiri kalau istri menasehati putrinya: "ibu hanya memberikan pandangan 
pada kamu. semuanya pada akhirnya terserah kamu. namun, begitu kamu menetapkan 
pilihanmu itu suami asing, jangan sekali-kali mengeluh kepada ortumu bila 
terjadi kerugian akibat hubungan perkawinan itu." Menurut saya, itu bijak. Lain 
halnya bilamana istri memang melarang. Makanya putri kami dinasehati untuk 
"tidak mudah" kecantol laki-laki asing. Jadi, ada tekanan pada "TIDAK MUDAH".

So, Mas Ayeye tidak perlu kecewa... hahaha...

Salam,
chodjim

 

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of ayeye
Sent: Tuesday, October 11, 2005 6:45 PM
To: WM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


Mas Chodjim, menurut pengertian saya, kalau ’bias
gender’ sendiri belum sampai menjadi tindakan konkrit
yang merugikan perempuan atau pria karena jenis
kelamin, tetapi memang sering menjadi dasar pembenar
atau pemicu tindakan yang merugikan.

Bias bisa diartikan sebagai pandangan subyektif yang
sempit, berpihak atau berprasangka, bisa jadi positip
atau negatip, tetapi jarang menjadi akurat, setidaknya
jika dilihat dari segi teori probabilitas :-)
Sedangkan pandangan berprasangka terjadi karena
kekurangan informasi dan/atau karena pengalaman yang
hanya sepintas tentang suatu subyek tertentu. Kemudian
sifat ignoran menyebabkan terjadinya kesimpulan miring
tentang subyek yang tadi, karena kekurangan
informasi/pengalaman sepintas dipakai sebagai ukuran
penentu terhadap semua hal yang memiliki kemiripan
luar dengan subyek tadi, sehingga terjadilah pemukulan
secara rata yang bersifat dangkal. Langkah berikutnya
adalah pembentukan dan implementasi kebijaksanaan yang
bersifat miring.

Dalam kasus spesifik ini yang menyangkut usulan agar
setiap pria WNA yang hendak menikah dengan seorang
perempuan WNI harus mendepositkan jumlah uang sebesar
IDR 500 juta kepada pemerintah, perlu dipertanyakan
juga dalam konteks persatuan calon istri dan calon
suami yang seharusnya memiliki hak bersama untuk
menikah seperti para pasangan WNI + WNI lainnya.
Apakah hak tersebut boleh diambil atau dibatasi secara
arbitrer oleh pemerintah dengan hanya membangun barrir
terhadap calon pasangan campuran atas dasar melindungi
pihak perempuan? It smells very fishy for me. Karena
tujuannya untuk melindungi pihak perempuan (katanya),
tetapi persyaratan hanya berlaku untuk para calon
suami WNA. Sepertinya setiap suami, tetapi anehnya
hanya yang 

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-11 Terurut Topik ayeye
Mas Chodjim, menurut pengertian saya, kalau ’bias
gender’ sendiri belum sampai menjadi tindakan konkrit
yang merugikan perempuan atau pria karena jenis
kelamin, tetapi memang sering menjadi dasar pembenar
atau pemicu tindakan yang merugikan.

Bias bisa diartikan sebagai pandangan subyektif yang
sempit, berpihak atau berprasangka, bisa jadi positip
atau negatip, tetapi jarang menjadi akurat, setidaknya
jika dilihat dari segi teori probabilitas :-)
Sedangkan pandangan berprasangka terjadi karena
kekurangan informasi dan/atau karena pengalaman yang
hanya sepintas tentang suatu subyek tertentu. Kemudian
sifat ignoran menyebabkan terjadinya kesimpulan miring
tentang subyek yang tadi, karena kekurangan
informasi/pengalaman sepintas dipakai sebagai ukuran
penentu terhadap semua hal yang memiliki kemiripan
luar dengan subyek tadi, sehingga terjadilah pemukulan
secara rata yang bersifat dangkal. Langkah berikutnya
adalah pembentukan dan implementasi kebijaksanaan yang
bersifat miring.

Dalam kasus spesifik ini yang menyangkut usulan agar
setiap pria WNA yang hendak menikah dengan seorang
perempuan WNI harus mendepositkan jumlah uang sebesar
IDR 500 juta kepada pemerintah, perlu dipertanyakan
juga dalam konteks persatuan calon istri dan calon
suami yang seharusnya memiliki hak bersama untuk
menikah seperti para pasangan WNI + WNI lainnya.
Apakah hak tersebut boleh diambil atau dibatasi secara
arbitrer oleh pemerintah dengan hanya membangun barrir
terhadap calon pasangan campuran atas dasar melindungi
pihak perempuan? It smells very fishy for me. Karena
tujuannya untuk melindungi pihak perempuan (katanya),
tetapi persyaratan hanya berlaku untuk para calon
suami WNA. Sepertinya setiap suami, tetapi anehnya
hanya yang berstatus WNA, melakukan tindakan kriminal
terhadap istri WNI tanpa kecuali, karena jumlah uang
yang minta didepositkan bukan premi lagi. Kemudian ada
unsur pelecehan dalam usulan itu, karena pihak
perempuan WNI sepertinya dianggap sebagai property
yang bisa diperjual-belikan. Seandainya usulan
tersebut akan menjadi peraturan resmi, saya khawatir
bahwa malahan praktek seperti nikah sihir antara
pasangan campuran akan meningkat secara drastis. Dan
bagaimana pihak pemerintah nanti mau menjamin agar
istri WNI yang dilecehkan oleh suami WNA cepat dapat
ditolong, masih menjadi tanda tanya besar bagi saya.
Demikian pandangan pribadi terhadap usulan tersebut.
Sulit menahan untuk tidak menjadi sinis, tetapi
berhubung lagi musim puasa :-) 

Meskipun agak kecewa juga, namun saya dapat memahami
sepenuhnya mengapa istri Mas Chodjim harus menasehati
anak gadis agar tidak mudah kecantol pria WNA. Itu
saya menilai sebagai sikap pragmatis dan mungkin saya
akan melakukan yang sama dalam posisi itu, meskipun
bukan cara yang ideal.

Salam,
ayeye

**

Bias gender itu bisa disebut kalau suatu tindakan
merugikan perempuan. Ada
istilah "bias gender" karena selama ini perempuan
merupakan pihak yang paling
mudah dirugikan atau dizalimi. Nanti, kalau posisi
laki-laki yang selalu
dirugikan, ya tentu akan muncul bias gender terhadap
laki-laki. Namun, saat ini
perempuanlah yang harus mendapatkan perhatian ekstra.
Karena, di dunia
berkembang --underdevelop atau debelopping-- perempuan
yang dinistakan.

Perkawinan antar negara/bangsa dihadapkan oleh
perbedaan hukum yang menyangkut
hak dan kewajiban. Kalau tidak ada perlindungan
terhadap wanita, biasanya yang
dirugikan itu wanita. Tentu, besarnya uang yang harus
terukur oleh banyak pihak.
Sebab, bila besarnya uang itu membuat orang asing
sulit dengan wanita Indonesia,
itu namanya melarang wanita Indonesia kawin dengan
orang asing dengan cara
membangun "barrier" yang sulit dilompati!

Istri saya rajin menasehati anak gadis kami agar tidak
mudah kecantol orang
asing. Tidak ada maksud buruk terhadap orang asing.
Hanya saja kami tidak ingin
anak kami teraniaya hidupnya gara-gara berada di pihak
yang lemah.

Wassalam,
chodjim







__ 
Meet your soulmate!
Yahoo! Asia presents Meetic - where millions of singles gather
http://asia.yahoo.com/meetic



 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment  
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wa

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-11 Terurut Topik Lina Dahlan
Pak Chodjim, saya gak bisa bayangken kalau hal ini diberlakuken di 
Indonesia dan yang kelola pemerintah. Ini sumber korupsi atau 
penyelewengan dana lagi euy. Seperti dana sosial, dana kompensasi 
BBM, dll nya deh. Nah mulai mules kalo dah inget yang begini nih..:-)

Niat sih bagus tuk melindungi wanita, tapinya ntar malah bangsanya 
sendiri yg jadi garong, tetep aja wanitanya gak terlindungi...:-(

Yang penting hukumnya harus jelas dan ditegakkan. Soal berapa 
duitnya memang harus diukur oleh banyak pihak. Saya gak ikutan 
ngukur ah.

wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bias gender itu bisa disebut kalau suatu tindakan merugikan 
perempuan. Ada istilah "bias gender" karena selama ini perempuan 
merupakan pihak yang paling mudah dirugikan atau dizalimi. Nanti, 
kalau posisi laki-laki yang selalu dirugikan, ya tentu akan muncul 
bias gender terhadap laki-laki. Namun, saat ini perempuanlah yang 
harus mendapatkan perhatian ekstra. Karena, di dunia berkembang --
underdevelop atau debelopping-- perempuan yang dinistakan.
> 
> Perkawinan antar negara/bangsa dihadapkan oleh perbedaan hukum 
yang menyangkut hak dan kewajiban. Kalau tidak ada perlindungan 
terhadap wanita, biasanya yang dirugikan itu wanita. Tentu, besarnya 
uang yang harus terukur oleh banyak pihak. Sebab, bila besarnya uang 
itu membuat orang asing sulit dengan wanita Indonesia, itu namanya 
melarang wanita Indonesia kawin dengan orang asing dengan cara 
membangun "barrier" yang sulit dilompati!
> 
> Istri saya rajin menasehati anak gadis kami agar tidak mudah 
kecantol orang asing. Tidak ada maksud buruk terhadap orang asing. 
Hanya saja kami tidak ingin anak kami teraniaya hidupnya gara-gara 
berada di pihak yang lemah.
> 
> Wassalam,
> chodjim
> 
> 
> -Original Message-
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Lina Dahlan
> Sent: Tuesday, October 11, 2005 9:20 AM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m 
in
> deposit
> 
> 
> kok gak ada yang teriak bias gender neh!...:-)
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, ayeye <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Sebagai tambahan informasi, persyaratan khusus untuk
> > para pria non-Mesir yang ingin menikah dengan
> > perempuan WN Mesir seperti dikutip di bawah ini hanya
> > berlaku jika calon suami berumur lebih dari 25 tahun
> > daripada calon istri.
> > 
> > Contohnya, calon suami berumur 55 tahun dan calon
> > istri berumur di bawah 29 tahun.
> > 
> > "...In a bid to protect women, the state of Egypt
> > requires every (male) foreigner who plans to marry an
> > Egyptian citizen to pay 25,000 Egyptian pounds into
> > the Nasser Bank as a bond," said the document, a copy
> > of which was made available to The Jakarta Post over
> > the weekend."
> > 
> > Di samping itu, ada pebedaan besar antara biaya yang
> > berlaku di Mesir dengan biaya yang diusulkan di
> > Indonesia:
> > 
> > EGP 25'000   = USD 4'300
> > IDR 500'000'000  = USD 49'600 !!!
> > 
> > Belum lagi Mesir memberikan izin tinggal selama 3
> > tahun kepada suami WNA yang telah nikah dengan
> > perempuan WN Mesir.
> > 
> > Sumber:
> > 
> > Departemen Luar Negri Mesir
> > 
> > 
> > Egypt grants legitimate foreign nationals the right
> > for temporary residence in the country. There are two
> > main cases of residpermits in Egypt: 
> > 
> >  Special Residence: is usually granted for a period of
> > 10 years, renewable. Special residence is granted to
> > those born in Egypt prior to 26/5/1952 or those having
> > resided in the country for the 20 years preceding
> > 26/5/1952 and whose stay has been uninterrupted; it is
> > also granted to their wives and minor children. 
> >  
> >  Ordinary Residence: is granted for a period of either
> > 3 or 5 years. 
> >  
> > 
> > 
> > Three-Year Residence
> > 
> > Non-nationals are entitled to obtain temporary 3-year
> > residence (renewable) in Egypt if they belong to any
> > of the following categories: 
> > 
> >  Non-national husbands of Egyptians. 
> > 
> >  
> >  
> >   Children: 
> >Minor children entitled to special or ordinary
> > residence in like manner to their deceased father.  
> >  
> >  Adult children whose father is entitled to special,
> > ordinary or 3-year residence provided a source of
> > income is available to them.  
> >  
> >  Adult Palestinian male children of those employed

RE: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-10 Terurut Topik achmad.chodjim
Bias gender itu bisa disebut kalau suatu tindakan merugikan perempuan. Ada 
istilah "bias gender" karena selama ini perempuan merupakan pihak yang paling 
mudah dirugikan atau dizalimi. Nanti, kalau posisi laki-laki yang selalu 
dirugikan, ya tentu akan muncul bias gender terhadap laki-laki. Namun, saat ini 
perempuanlah yang harus mendapatkan perhatian ekstra. Karena, di dunia 
berkembang --underdevelop atau debelopping-- perempuan yang dinistakan.

Perkawinan antar negara/bangsa dihadapkan oleh perbedaan hukum yang menyangkut 
hak dan kewajiban. Kalau tidak ada perlindungan terhadap wanita, biasanya yang 
dirugikan itu wanita. Tentu, besarnya uang yang harus terukur oleh banyak 
pihak. Sebab, bila besarnya uang itu membuat orang asing sulit dengan wanita 
Indonesia, itu namanya melarang wanita Indonesia kawin dengan orang asing 
dengan cara membangun "barrier" yang sulit dilompati!

Istri saya rajin menasehati anak gadis kami agar tidak mudah kecantol orang 
asing. Tidak ada maksud buruk terhadap orang asing. Hanya saja kami tidak ingin 
anak kami teraniaya hidupnya gara-gara berada di pihak yang lemah.

Wassalam,
chodjim


-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Lina Dahlan
Sent: Tuesday, October 11, 2005 9:20 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in
deposit


kok gak ada yang teriak bias gender neh!...:-)

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, ayeye <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Sebagai tambahan informasi, persyaratan khusus untuk
> para pria non-Mesir yang ingin menikah dengan
> perempuan WN Mesir seperti dikutip di bawah ini hanya
> berlaku jika calon suami berumur lebih dari 25 tahun
> daripada calon istri.
> 
> Contohnya, calon suami berumur 55 tahun dan calon
> istri berumur di bawah 29 tahun.
> 
> "...In a bid to protect women, the state of Egypt
> requires every (male) foreigner who plans to marry an
> Egyptian citizen to pay 25,000 Egyptian pounds into
> the Nasser Bank as a bond," said the document, a copy
> of which was made available to The Jakarta Post over
> the weekend."
> 
> Di samping itu, ada pebedaan besar antara biaya yang
> berlaku di Mesir dengan biaya yang diusulkan di
> Indonesia:
> 
> EGP 25'000   = USD 4'300
> IDR 500'000'000  = USD 49'600 !!!
> 
> Belum lagi Mesir memberikan izin tinggal selama 3
> tahun kepada suami WNA yang telah nikah dengan
> perempuan WN Mesir.
> 
> Sumber:
> 
> Departemen Luar Negri Mesir
> 
> 
> Egypt grants legitimate foreign nationals the right
> for temporary residence in the country. There are two
> main cases of residpermits in Egypt: 
> 
>  Special Residence: is usually granted for a period of
> 10 years, renewable. Special residence is granted to
> those born in Egypt prior to 26/5/1952 or those having
> resided in the country for the 20 years preceding
> 26/5/1952 and whose stay has been uninterrupted; it is
> also granted to their wives and minor children. 
>  
>  Ordinary Residence: is granted for a period of either
> 3 or 5 years. 
>  
> 
> 
> Three-Year Residence
> 
> Non-nationals are entitled to obtain temporary 3-year
> residence (renewable) in Egypt if they belong to any
> of the following categories: 
> 
>  Non-national husbands of Egyptians. 
> 
>  
>  
>   Children: 
>Minor children entitled to special or ordinary
> residence in like manner to their deceased father.  
>  
>  Adult children whose father is entitled to special,
> ordinary or 3-year residence provided a source of
> income is available to them.  
>  
>  Adult Palestinian male children of those employed by
> the Department for the Governor General of Gaza, or of
> those retired therefrom, who have completed their
> studies and are not working in the country.
>  
> 
>  
>  Those employed by the government, public
> institutions, public sector companies and public
> business sector.
>  
>  Palestinians employed by the Department for the
> Governor General of Gaza and those retired therefrom. 
>  
>  Palestinians in possession of travel documents issued
> solely by Egyptian authorities who have been resident
> in Egypt for a period of 10 years. 
>  
>  Non-nationals who receive a monthly pension from the
> National Authority for Insurance and Pensions.
>  
>  Non-national residents of homes for the elderly and
> disabled. 
>  
>  Political refugees. 
>  
>  Refugees registered at the UN Higher Commission for
> Refugees (UNHCR). 
>  
>  Spouses of those non-nationals entitled to special or
> ordinary residence. 
>  
>  Egyptian spouses who forfeited their nationality of

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-10 Terurut Topik Lina Dahlan
kok gak ada yang teriak bias gender neh!...:-)

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, ayeye <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Sebagai tambahan informasi, persyaratan khusus untuk
> para pria non-Mesir yang ingin menikah dengan
> perempuan WN Mesir seperti dikutip di bawah ini hanya
> berlaku jika calon suami berumur lebih dari 25 tahun
> daripada calon istri.
> 
> Contohnya, calon suami berumur 55 tahun dan calon
> istri berumur di bawah 29 tahun.
> 
> "...In a bid to protect women, the state of Egypt
> requires every (male) foreigner who plans to marry an
> Egyptian citizen to pay 25,000 Egyptian pounds into
> the Nasser Bank as a bond," said the document, a copy
> of which was made available to The Jakarta Post over
> the weekend."
> 
> Di samping itu, ada pebedaan besar antara biaya yang
> berlaku di Mesir dengan biaya yang diusulkan di
> Indonesia:
> 
> EGP 25'000   = USD 4'300
> IDR 500'000'000  = USD 49'600 !!!
> 
> Belum lagi Mesir memberikan izin tinggal selama 3
> tahun kepada suami WNA yang telah nikah dengan
> perempuan WN Mesir.
> 
> Sumber:
> 
> Departemen Luar Negri Mesir
> 
> 
> Egypt grants legitimate foreign nationals the right
> for temporary residence in the country. There are two
> main cases of residpermits in Egypt: 
> 
>  Special Residence: is usually granted for a period of
> 10 years, renewable. Special residence is granted to
> those born in Egypt prior to 26/5/1952 or those having
> resided in the country for the 20 years preceding
> 26/5/1952 and whose stay has been uninterrupted; it is
> also granted to their wives and minor children. 
>  
>  Ordinary Residence: is granted for a period of either
> 3 or 5 years. 
>  
> 
> 
> Three-Year Residence
> 
> Non-nationals are entitled to obtain temporary 3-year
> residence (renewable) in Egypt if they belong to any
> of the following categories: 
> 
>  Non-national husbands of Egyptians. 
> 
>  
>  
>   Children: 
>Minor children entitled to special or ordinary
> residence in like manner to their deceased father.  
>  
>  Adult children whose father is entitled to special,
> ordinary or 3-year residence provided a source of
> income is available to them.  
>  
>  Adult Palestinian male children of those employed by
> the Department for the Governor General of Gaza, or of
> those retired therefrom, who have completed their
> studies and are not working in the country.
>  
> 
>  
>  Those employed by the government, public
> institutions, public sector companies and public
> business sector.
>  
>  Palestinians employed by the Department for the
> Governor General of Gaza and those retired therefrom. 
>  
>  Palestinians in possession of travel documents issued
> solely by Egyptian authorities who have been resident
> in Egypt for a period of 10 years. 
>  
>  Non-nationals who receive a monthly pension from the
> National Authority for Insurance and Pensions.
>  
>  Non-national residents of homes for the elderly and
> disabled. 
>  
>  Political refugees. 
>  
>  Refugees registered at the UN Higher Commission for
> Refugees (UNHCR). 
>  
>  Spouses of those non-nationals entitled to special or
> ordinary residence. 
>  
>  Egyptian spouses who forfeited their nationality of
> origin following marriage to non-nationals and the
> acquisition of the latter's citizenship. 
>  
>  Spouses and children of those non-nationals exempt
> from residence permits and restrictions.
>  
>  Non-nationals who, for any reason, waived their
> entitlement to special or ordinary residence. 
>  
>  Those non-nationals employed by the Swiss Institute
> for Architectural and Archeological Research in Egypt.
> 
>  
>  Non-nationals who, according to international
> treaties, are entitled to obtain 3-year residence.
>  
>  Those granted approval on 3-year residence from the
> Ministry of Interior. 
>  
>  Spouses and children of those non-nationals entitled
> to 3-year residence under any of the previous cases.
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> Five-Year Residence
> 
> Non-nationals are entitled to obtain temporary 5-year
> residence (renewable) in Egypt if they belong to any
> of the following categories: 
> 
>  Investors. 
>  
>  Egyptians and their minor children who forfeited
> their nationality of origin due to their admission to
> a foreign citizenship. 
>  
>  Children:  Of Egyptian mother.  
>  
>  Whose father was granted Egyptian citizenship.  
>  
>  Adult children whose mother is entitled to special,
> ordinary or 5-year residence in case of the death of
> the father. 
>  
> 
>  
>  Those of age 60 or more who have been resident in
> Egypt for 10 years provided that a source of income is
> available to them. 
>  
>  Non-nationals who, according to international
> treaties, are entitled to obtain 5-year residence.
>  
>  Spouses and widows of Egyptians. 
>  
>  Spouses of those non-nationals entitled to ordinary
> residence. 
>  
>  Spouses and children of those non-nationals entitled
> to 5-year residence under any of the previous cases. 
> 
> ***

[wanita-muslimah] Re: Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit

2005-10-10 Terurut Topik ayeye
Sebagai tambahan informasi, persyaratan khusus untuk
para pria non-Mesir yang ingin menikah dengan
perempuan WN Mesir seperti dikutip di bawah ini hanya
berlaku jika calon suami berumur lebih dari 25 tahun
daripada calon istri.

Contohnya, calon suami berumur 55 tahun dan calon
istri berumur di bawah 29 tahun.

"...In a bid to protect women, the state of Egypt
requires every (male) foreigner who plans to marry an
Egyptian citizen to pay 25,000 Egyptian pounds into
the Nasser Bank as a bond," said the document, a copy
of which was made available to The Jakarta Post over
the weekend."

Di samping itu, ada pebedaan besar antara biaya yang
berlaku di Mesir dengan biaya yang diusulkan di
Indonesia:

EGP 25'000   = USD 4'300
IDR 500'000'000  = USD 49'600 !!!

Belum lagi Mesir memberikan izin tinggal selama 3
tahun kepada suami WNA yang telah nikah dengan
perempuan WN Mesir.

Sumber:

Departemen Luar Negri Mesir


Egypt grants legitimate foreign nationals the right
for temporary residence in the country. There are two
main cases of residpermits in Egypt: 

 Special Residence: is usually granted for a period of
10 years, renewable. Special residence is granted to
those born in Egypt prior to 26/5/1952 or those having
resided in the country for the 20 years preceding
26/5/1952 and whose stay has been uninterrupted; it is
also granted to their wives and minor children. 
 
 Ordinary Residence: is granted for a period of either
3 or 5 years. 
 


Three-Year Residence

Non-nationals are entitled to obtain temporary 3-year
residence (renewable) in Egypt if they belong to any
of the following categories: 

 Non-national husbands of Egyptians. 

 
 
  Children: 
   Minor children entitled to special or ordinary
residence in like manner to their deceased father.  
 
 Adult children whose father is entitled to special,
ordinary or 3-year residence provided a source of
income is available to them.  
 
 Adult Palestinian male children of those employed by
the Department for the Governor General of Gaza, or of
those retired therefrom, who have completed their
studies and are not working in the country.
 

 
 Those employed by the government, public
institutions, public sector companies and public
business sector.
 
 Palestinians employed by the Department for the
Governor General of Gaza and those retired therefrom. 
 
 Palestinians in possession of travel documents issued
solely by Egyptian authorities who have been resident
in Egypt for a period of 10 years. 
 
 Non-nationals who receive a monthly pension from the
National Authority for Insurance and Pensions.
 
 Non-national residents of homes for the elderly and
disabled. 
 
 Political refugees. 
 
 Refugees registered at the UN Higher Commission for
Refugees (UNHCR). 
 
 Spouses of those non-nationals entitled to special or
ordinary residence. 
 
 Egyptian spouses who forfeited their nationality of
origin following marriage to non-nationals and the
acquisition of the latter's citizenship. 
 
 Spouses and children of those non-nationals exempt
from residence permits and restrictions.
 
 Non-nationals who, for any reason, waived their
entitlement to special or ordinary residence. 
 
 Those non-nationals employed by the Swiss Institute
for Architectural and Archeological Research in Egypt.

 
 Non-nationals who, according to international
treaties, are entitled to obtain 3-year residence.
 
 Those granted approval on 3-year residence from the
Ministry of Interior. 
 
 Spouses and children of those non-nationals entitled
to 3-year residence under any of the previous cases.
 





Five-Year Residence

Non-nationals are entitled to obtain temporary 5-year
residence (renewable) in Egypt if they belong to any
of the following categories: 

 Investors. 
 
 Egyptians and their minor children who forfeited
their nationality of origin due to their admission to
a foreign citizenship. 
 
 Children:  Of Egyptian mother.  
 
 Whose father was granted Egyptian citizenship.  
 
 Adult children whose mother is entitled to special,
ordinary or 5-year residence in case of the death of
the father. 
 

 
 Those of age 60 or more who have been resident in
Egypt for 10 years provided that a source of income is
available to them. 
 
 Non-nationals who, according to international
treaties, are entitled to obtain 5-year residence.
 
 Spouses and widows of Egyptians. 
 
 Spouses of those non-nationals entitled to ordinary
residence. 
 
 Spouses and children of those non-nationals entitled
to 5-year residence under any of the previous cases. 

*

http://www.thejakartapost.com/detailheadlines.asp?fileid=20051010.A03&irec=2


Want to marry RI woman? Pay Rp 500m in deposit


Muninggar Sri Saraswati, The Jakarta Post, Jakarta

If you happen to be a not-so-rich foreign gentleman
who plans to marry an
Indonesian lady here, you'd better tie the knot
quickly as the authorities may
put an expensive price tag on Indonesian women in the
future.

Unknown