[wanita-muslimah] Saya Berpikir, Maka Saya Muslim
Wawancara Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid Saya Berpikir, Maka Saya Muslim DUA pekan terakhir, sejumlah simpul kajian Islam di tanah air disemarakkan oleh kehadiran bintang tamu kondang: Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid, 61 tahun. Pakar studi Al-Qur'an asal Universitas Kairo Mesir yang tengah mengasingkan diri sebagai profesor di Universitas Leiden Belanda ini baru pertama bertandang ke Indonesia. Namun pikiran dan bukunya sudah dikenal luas di sini. Abu Zaid juga banyak membimbing mahasiswa Indonesia yang studi master atau doktor di Belanda dan Jerman. Kasus Abu Zaid pernah menjadi polemik luas di Mesir dan objek kajian akademik. Yakni ketika ia dinyatakan murtad oleh Prof. Dr. Abdu al-Sabur Syahin, Imam Masjid Amr bin Ash, pada April 1993. Setahun kemudian, Pengadilan Kasasi Mesir memutuskan Abu Zaid bercerai dengan istri yang baru setahun dinikahi, Dr. Ibtihal Yunis. Dalilnya, muslimah haram menikah dengan non-muslim. Buku-buku Abu Zaid dinilai bertentangan dengan aqidah Islam. Tesisnya bahwa teks Al Qur'an adalah produk budaya dinilai melucuti sakralitas kitab suci. Tiga buku utama Abu Zaid yang memicu fatwa kafir itu telah diterjemahkan dan beredar laris-bebas di pasaran buku Indonesia. Yaitu Mafhumun Nash (Konsep Nash), Naqd al-Khitab al-Dini (Kritik Wacana Agama), dan Al-Imam Al-Syafi'I wa Ta'sis al-Aidulujiyah al-Wasatiyah (Imam Syafi'i: Peletak Dasar Ideologi Moderat). Di pesantren di ujung timur Jawa Timur sana, saya justru menemukan buku saya yang tidak saya temukan lagi di Universitas Kairo, kata Abu Zaid haru, saat menyambut peluncuran The Wahid Institute, di Jakarta, Selasa malam (7/9). Itulah bedanya kebebasan akademik di Indonesia dan Mesir, kata Prof. Dr. Amin Abdullah, Rektor IAIN Yogyakarta, setengah meledek Abu Zaid, dalam workshop Jaringan Islam Liberal di Jakarta, 28-29 Agustus lalu. Senin, 30 Agustus lalu, Abu Zaid meluangkan waktu dua jam berbincang dengan wartawan Gatra Asrori S. Karni, Luqman Hakim Arifin, dan Zulkifli Marbun, di kantor ICIP (International Center for Islam and Pluralism) Jakarta, lembaga yang mengundangnya ke Indonesia. Petikannya: Apa respons yang pernah Anda berikan terhadap fatwa kafir dari Dr. Abdu al-Sabur Syahin yang dikuatkan vonis pengadilan Mesir? Saya merespon dengan kenyataan bahwa saya masih seorang muslim. (Islam-lah) yang membuat saya berpikir. Bila ada orang bilang, Saya berpikir maka saya ada. Saya membuat istilah, Karena saya berpikir, maka saya muslim. Tidak ada orang yang punya otoritas mencopot identitas Anda sebagai muslim. Jika Anda tidak setuju dengan sebuah opini, Anda tidak boleh mencapnya sebagai non-muslim. Saya tetap muslim walau semua pemimpin dunia mengatakan saya bukan muslim. Andalah yang menetapkan siapa Anda sendiri. Contohnya, saya adalah orang Mesir. Apakah ada orang yang berhak mencabut status tersebut? Apa dampak putusan itu bagi kehidupan Anda sehari-hari, khususnya vonis cerai bagi istri Anda? Beruntung, pemerintah tidak menerapkan keputusan itu, karena hal itu adalah skandal. Seseorang menulis buku, tapi tidak disetujui, apakah hidup istrinya harus diganggu? Istri saya adalah orang yang tahu persis apakah saya seorang muslim atau tidak karena kami selalu bersama-sama 24 jam sehari. Lalu datang orang mengklaim ingin melindungi istri saya karena menikah dengan orang yang dicap murtad. Wajar istri saya bertanya, Siapa yang memberi kalian hak melakukan itu? Dia juga langsung mengatakan, Saya adalah wanita muslimah, suami saya muslim, dan sayalah yang berhak memutuskan. Jadi ada banyak kelemahan dari keputusan ini. Yang berhubungan dengan hak beragama dan hak wanita. Karena perceraian bukan diputuskan oleh pengadilan. Oleh karena itu pemerintah menjauhkan posisi mereka dari fatwa ini. Mengapa Anda memutuskan hijrah ke Belanda? Saya semakin sulit melakukan kegiatan belajar mengajar di Mesir karena harus dikawal khusus. Setelah keluar fatwa itu, pemerintah menyediakan pengawalan untuk saya dengan orang-orang bersenjata mesin. Mereka takut bila ada orang yang membunuh saya atau istri saya. Ruang gerak saya menjadi terbatas. Bayangkan, saya harus mengajar sambil dikawal orang bersenjata. Makanya saya pergi ke Belanda. Bagaimana perlakuan Kedutaan Besar Mesir di Belanda pada Anda? Saya punya hubungan baik dengan pemerintah Mesir. Pemerintah tidak melakukan apapun untuk menerapkan vonis tersebut. Saya bahkan masih bersatus pengajar di Universitas Kairo. Jadi, masalah Anda hanya dengan pihak pengadilan? Saya juga tidak masalah dengan pengadilan, tapi dengan mereka yang mengadukan saya ke pengadilan. Anda berharap suatu saat akan kembali ke Mesir? Iya. Saya bahkan sudah pernah pulang ke Mesir. Tidak ingin mengubah kewarganegaraan Anda ke Belanda? Saya tidak akan menukar kewarganegaraan saya ke Belanda. Saya masih menggunakan paspor Mesir. Di Belanda saya punya Resident Card. Bisa dijelaskan secara ringkas, teori Anda mengenai Al Qur'an yang membuat pengadilan memvonis Anda murtad? Penyebab vonis itu adalah isu politik. Bukan
Re: [wanita-muslimah] Saya Berpikir, Maka Saya Muslim
terdiri dari 4 huruf, bukan tiga huruf, yaitu seharusnya BASM, oleh karena kata ini terdiri dari huruf jar B (bi) dan ism ASM (ismun), jadi dalam menuliskan BSM sebenarnya telah dicopot Alif, dari BASM menjadi BSM. Namun kritik ini ditahan (bukan: mana tahan) oleh alat kontrol sistem keterkaitan matematis 19. Coba lihat hasil kritik teks, yaitu BSM menjadi BASM, yakni BASM ALLH ALRHMN ALRHYM, silakan dihitung sendiri 20 jumlah huruf bukan? Dan coba hitung sendiri teks yang asli: BSM ALLH ALRHMN ALRHYM, 19 huruf bukan? Jadi bukan mana tahan tetapi ditahan oleh alat kontrol sistem keterkaitan matematis angka 19. Contoh Basmalah di atas juga untuk menjawab olah akal TAA: Rincian perjalanan historis kitab suci ini, terutama pada tahapan awalnya, telah ditempa serta dijalin dengan sejumlah fiksi dan mitos yang belakangan diterima secara luas sebagai fakta sejarah. Bagi rata-rata sarjana Muslim, 'keistimewaan' rasm utsmani merupakan misteri ilahi dan karakter kemukjizatan al-Quran. Tetapi, pandangan ini lebih merupakan mitos ketimbang prasangka dogmatis. Wahai TAA, ini bukan fiksi dan mitos, melainkan fakta sejarah dan karakter kemu'jizatan Al Quran, karena keotentikan teks Rasm 'Utsmaniy diperkuat oleh data numerik yang eksak.(*) Yang terakhir kritik TAA atas teks ibil dalam Rasm 'Utsmany dengan pendekatan qiraah, bahwa bacaan ibil (unta, 88:17) dalam konteks 88:17-20, sangat tidak koheren dengan ungkapan al-sama' (langit), al-jibal (gunung-2), dan al-ardl (bumi). Dalam bacaan Ibn Mas'ud, Aisyah, Ubay, kerangka grafis yang sama dibaca dengan mendobel lam, yakni ibill (awan). Bacaan pra-utsmani ini, jelas lebih koheren dan memberikan makna yang lebih logis ketimbang bacaan mutawatir ibil. Perkataan ibil (takhfif) mempunyai dua makna: pertama unta, dan yang kedua awan yang membawa hujan. Maka rasm ibil itu bisa memuat makna unta dan awan sekaligus, sedangkan rasm ibill (tatsqil) ia hanya memuat makna awan semata-mata. Lagi pula menurut Imam Al Qurthubi perkataan ibil itu muannats (gender perempuan), sesuai dengan pemakaian fi'il mabniy majhul khuliqat, dalam ayat: -- AFLA YNZHRWN ALY ALABL KYF KHLQT (S. ALGHASYYt, 88:17), dibaca: afala- yanzhuru-na ilal ibili kayfa khuliqat (s. algha-syiyah), artinya: Tidakkah mereka memperhatikan ibil bagaimana (ia) diciptakan. Jadi Rasm 'Utsmaniy ibil yang berarti awan yang mengandung hujan dan unta lebih komprehensif ketimbang qiraah ibill yang hanya berarti awan, yang dikemukakan TAA sebagai penyambung lidah Luthfi(**) tersebut. Alih-alih mau mengkitik/meluruskan rasm ibil dengan qiraah ibill, TAA dan sekaligus Luthfi jadinya tersungkur. Tulisan Masdar Farid Mas'udi Meninjau Ulang Waktu Pelaksanaan Haji, telah dibahas panjang lebar dalam Seri 614, berjudul Masalah Lempar Jamrah di Mina Tidak Perlu Fiqh Baru, jadi yang berminat silakan dibaca Seri 614 tersebut. WaLlahu a'lamu bisshawab. *** Makassar, 26 Desember 2004 [H.Muh.Nur Abdurrahman] -- (*) Tabulasi jumlah huruf alif+lam+mim dalam 8 surah yang dibuka dengan 3 huruf [alif, lam, mim] setelah Basmalah yang diikat oleh bilangan interlock 19, itu menunjukkan: 1. mu'jizat Al Quran, karena tidak mungkin jalinan interlock 19 itu buatan manusia. 2. keotentikan teks Rasm 'Utsmaniy, sebab kalau tidak otentik, tentu saja tabulasi itu tidak dapat bertahan terhadap mengalirnya sang waktu. 3. teks Rasm 'Utsmaniy bukan mitos, karena siapa bilang data numerik itu mitos. 4. teks Rasm 'Utsmaniy kebal terhadap hermeneutika. Surah mim lam alif Al Baqarah217532044592 Ali 'Imran125118852578 Al A'raf 116515232572 Ar Ra'd260 479 625 Al 'Ankabut347 554 784 Ar Rum 318 396 545 Luqman 177 298 348 As Sajadah 158 154 268 Jumlah 5871 + 8493 + 12312 = 26676 = 1404 x 19 - Original Message - From: ayeye1 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, July 16, 2005 20:44 Subject: [wanita-muslimah] Saya Berpikir, Maka Saya Muslim Wawancara Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid Saya Berpikir, Maka Saya Muslim DUA pekan terakhir, sejumlah simpul kajian Islam di tanah air disemarakkan oleh kehadiran bintang tamu kondang: Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid, 61 tahun. Pakar studi Al-Qur'an asal Universitas Kairo Mesir yang tengah mengasingkan diri sebagai profesor di Universitas Leiden Belanda ini baru pertama bertandang ke Indonesia. Namun pikiran dan bukunya sudah dikenal luas di sini. Abu Zaid juga banyak membimbing mahasiswa Indonesia yang studi master atau doktor di Belanda dan Jerman. Kasus Abu Zaid pernah menjadi polemik luas di Mesir dan objek kajian akademik. Yakni ketika ia dinyatakan murtad oleh Prof. Dr. Abdu al-Sabur Syahin, Imam Masjid Amr bin Ash, pada