Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
Lurahnya nambahin seekor, 19 + 1 = 20. istri saya 1/2 bagian = 1/2 x 20 = 10 anak lelaki 1/4 bgn = 1/4 x 20 = 5 anak frfuan 1/5 bgn = 1/5 x 20 = 4 -- + 19 Yang seekor yang sis 20 - 19 = 1 kembali kepada PakLur Wassalam, HMNA - Original Message - From: "SIR BATS" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Monday, February 26, 2007 22:10 Subject: Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers > kang Chodjim, > ente masih apal saja pembagian gituan :=)) saya jadi ingat waktu jadi > santri kalong dulu (santri kalong bukan karena tempatnya di > pekalongan) tapi jadi santri pas waktu malam saja, kalo siang sekolah > biasa hehehe. Biasanya santri kalong kalo pulang (suka lewat tengah > malam) pada nyolong rambutan, nangka, atau singkong milik tetangga dan > dimakan rame2. > > senior saya memberikan 'guyonan' soal pembagian waris begini : seorang > ayah meninggal dunia, meninggalkan seorang Ibu, 1 anak perempuan dan 1 > anak lelaki. warisan ayah ini cuma 19 ekor sapi dalam wasiatnya kepada > Pak Lurah demikian : > > "Bagikan 19 sapi ini pada istri saya 1/2 bagian, anak lelaki 1/4 > bagian dan anak perempuan 1/5 bagian : dengan catatan sapi tidak boleh > dijual atau dipotong" wah Lurahnya agak mumet : > > Barangkali ada yang tahu bagaimana cara membantu Pak Lurah > menyelesaikan wasiat waris ini. > > salam __ Apakah Anda Yahoo!? Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam http://id.mail.yahoo.com
Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
wah guyonan lama nih Pak ... Pak Lurahnya nambahin dulu 1 sapi punya dia, tar abis diitung sapinya diambil lagi. he he :) (itu kalau Pak Lurahnya punya sapi, kalau nggak punya musti pinjam ke Pak Sabri :) ) salam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 2/26/07, SIR BATS <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > kang Chodjim, > ente masih apal saja pembagian gituan :=)) saya jadi ingat waktu jadi > santri kalong dulu (santri kalong bukan karena tempatnya di > pekalongan) tapi jadi santri pas waktu malam saja, kalo siang sekolah > biasa hehehe. Biasanya santri kalong kalo pulang (suka lewat tengah > malam) pada nyolong rambutan, nangka, atau singkong milik tetangga dan > dimakan rame2. > > senior saya memberikan 'guyonan' soal pembagian waris begini : seorang > ayah meninggal dunia, meninggalkan seorang Ibu, 1 anak perempuan dan 1 > anak lelaki. warisan ayah ini cuma 19 ekor sapi dalam wasiatnya kepada > Pak Lurah demikian : > > "Bagikan 19 sapi ini pada istri saya 1/2 bagian, anak lelaki 1/4 > bagian dan anak perempuan 1/5 bagian : dengan catatan sapi tidak boleh > dijual atau dipotong" wah Lurahnya agak mumet : > > Barangkali ada yang tahu bagaimana cara membantu Pak Lurah > menyelesaikan wasiat waris ini.
Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
kang Chodjim, ente masih apal saja pembagian gituan :=)) saya jadi ingat waktu jadi santri kalong dulu (santri kalong bukan karena tempatnya di pekalongan) tapi jadi santri pas waktu malam saja, kalo siang sekolah biasa hehehe. Biasanya santri kalong kalo pulang (suka lewat tengah malam) pada nyolong rambutan, nangka, atau singkong milik tetangga dan dimakan rame2. senior saya memberikan 'guyonan' soal pembagian waris begini : seorang ayah meninggal dunia, meninggalkan seorang Ibu, 1 anak perempuan dan 1 anak lelaki. warisan ayah ini cuma 19 ekor sapi dalam wasiatnya kepada Pak Lurah demikian : "Bagikan 19 sapi ini pada istri saya 1/2 bagian, anak lelaki 1/4 bagian dan anak perempuan 1/5 bagian : dengan catatan sapi tidak boleh dijual atau dipotong" wah Lurahnya agak mumet : Barangkali ada yang tahu bagaimana cara membantu Pak Lurah menyelesaikan wasiat waris ini. salam On 2/26/07, Achmad Chodjim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Ada kesalahpahaman umum tentang pengertian hukum waris. Dikiranya hukum waris > itu suatu pembagian yang eksak. Kalau memang eksak, ya tak ada informasi dari > Kanjeng Nabi bahwa orang yang paling ahli dalam menghitung pembagian waris > itu Ibnu Mas'ud. > > Dan, ketika kita bicara hukum waris, kita cuma berkutat pada 2:1, padahal > varian di dalamnya cukup majemuk. Cobalah kita lihat QS 4:11-12, ibu-bapa > punya bagian 2/6 dari harta yang ditinggalkan bila mereka punya anak. > > Bila seorang istri meninggal dan punya anak, maka ortu sebagai ahli waris > menerima 2/6 dari harta yang ditinggalkan istri. Lalu, suami sebagai ahli > waris menerima 1/4nya. Bila anaknya 3 perempuan semua, maka anaknya menerima > 2/3nya. Total harta yang dibagi habis setelah dipenuhi wasiat atau pelunasan > hutang = 2/6+1/4+2/3= 4/12 + 3/12 + 8/12 = 15/12. Lha, yang 3/12 ini > diperoleh dari mana? > > Bila seorang suami meninggal dunia dan anaknya ada 3, maka harta bersihnya > dibagi 2/6 untuk ortunya, istri 1/8nya dan anak-anak 2/3nya, sehingga total > yang dibagi 8/24 + 3/24 + 16/24 = 27/24. Lho, yang 3/24 atau 1/8nya > diambilkan dari harta siapa? > > Suami meninggal tanpa ada ortu dan punya anak 1 perempuan dan saudara lebih > dari satu, maka pembagiannya 1/2 untuk anak perempuan, 1/8 untuk istri dan > 1/3 untuk saudara-saudaranya, sehingga 12/24 + 3/24 + 8/24 = 23/24. Lalu, > untuk siapa yang 1/24? Bila anaknya seorang laki-laki, menjadi 2/3 + 1/8 + > 1/3 = 16/24 + 3/24 + 8/24 = 1 3/24. Diambilkan dari mana yang 1/8? > > Makanya kita harus mikir, dan keliru pula kalau hitung-hitungan itu > merupakan pembagian eksak dari Allah. Mosok sih Allah sampai salah hitung? > Jadi, hitung-hitungan itu berdasarkan kemudahannya saja menurut keadilan yang > ada pada waktu itu untuk bangsa Arab!! > > Wassalam, > chodjim
Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
Ada kesalahpahaman umum tentang pengertian hukum waris. Dikiranya hukum waris itu suatu pembagian yang eksak. Kalau memang eksak, ya tak ada informasi dari Kanjeng Nabi bahwa orang yang paling ahli dalam menghitung pembagian waris itu Ibnu Mas'ud. Dan, ketika kita bicara hukum waris, kita cuma berkutat pada 2:1, padahal varian di dalamnya cukup majemuk. Cobalah kita lihat QS 4:11-12, ibu-bapa punya bagian 2/6 dari harta yang ditinggalkan bila mereka punya anak. Bila seorang istri meninggal dan punya anak, maka ortu sebagai ahli waris menerima 2/6 dari harta yang ditinggalkan istri. Lalu, suami sebagai ahli waris menerima 1/4nya. Bila anaknya 3 perempuan semua, maka anaknya menerima 2/3nya. Total harta yang dibagi habis setelah dipenuhi wasiat atau pelunasan hutang = 2/6+1/4+2/3= 4/12 + 3/12 + 8/12 = 15/12. Lha, yang 3/12 ini diperoleh dari mana? Bila seorang suami meninggal dunia dan anaknya ada 3, maka harta bersihnya dibagi 2/6 untuk ortunya, istri 1/8nya dan anak-anak 2/3nya, sehingga total yang dibagi 8/24 + 3/24 + 16/24 = 27/24. Lho, yang 3/24 atau 1/8nya diambilkan dari harta siapa? Suami meninggal tanpa ada ortu dan punya anak 1 perempuan dan saudara lebih dari satu, maka pembagiannya 1/2 untuk anak perempuan, 1/8 untuk istri dan 1/3 untuk saudara-saudaranya, sehingga 12/24 + 3/24 + 8/24 = 23/24. Lalu, untuk siapa yang 1/24? Bila anaknya seorang laki-laki, menjadi 2/3 + 1/8 + 1/3 = 16/24 + 3/24 + 8/24 = 1 3/24. Diambilkan dari mana yang 1/8? Makanya kita harus mikir, dan keliru pula kalau hitung-hitungan itu merupakan pembagian eksak dari Allah. Mosok sih Allah sampai salah hitung? Jadi, hitung-hitungan itu berdasarkan kemudahannya saja menurut keadilan yang ada pada waktu itu untuk bangsa Arab!! Wassalam, chodjim [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
Dear akhi Sir yang berbahagia. ===> Wrote : Istilah "memelintir" sepertinya kurang pas dalam kasus ini. Juga makna"ketaatan". Karena pada prinsipnya, secara umum bisa difahami bahwa kita semua 'taat'; hanya 'cara' menaatinya berbeda. Misalnya begini :Perintah dasarnya adalah memberikan derma (shodaqoh) ada yang memberikan derma setengah dari penghasilan bulanannya, ada yang seprapat ada yang sepuluh persen dan lain2. Lebih jauh lagi, ada yg suka berderma kepada fakir miskin di jalanan, pada pelajar yatim piatu/miskin, ada yg suka membangun mesjid bahkan dilapisi emas :=)) Her : Tidak mungkin ada cara lain untuk menunjukkan ketaatan terhadap suatu hukum, hanya ada satu cara yaitu sesuai dengan textnya. Terlebih dalam hal hukum waris yang sangat jelas text qur'annya dan tidak bisa ditafsirkan lain bahwa 2:1 ya 2:1. Jadi satu2nya cara mentaati hukum waris ya membagi waris menjadi 2:1. Dalam hal perintah shodaqoh memang dalam text qur'an tidak disebutkan besarnya shodaqoh yang harus diberikan kepada yang berhak, jadi ketika akhi Sir mengeluarkan shodaqoh 1%, 10%, 30% atau 50% dari harta milik akhi Sir sendiri itu tidak bisa disebut sebagai " cara lain " dalam mentaati perintah. Akhi Sir punya kekuasaan penuh terhadap harta milik anda sendiri termasuk berapa besar anda mau keluarkan shodaqohnya, ini berbeda dengan harta waris dimana ahli waris tidak/belum punya hak penguasaan terhadap harta waris kecuali setelah harta tersebut dibagikan. Tindakan pembagian harta waris mendahului hak penguasaan ahli waris terhadap harta tersebut, jadi sebelum ada pembagian harta waris maka para ahli waris tidak berhak mengatur / menguasai harta tersebut karena pada hakekatnya harta tersebut bukan milik mereka. ===> Wrote : Yang membagi warisan secara 2:1 (pa/pi) secara ketat dengan yg setelah membagi dan berembug lagi untuk berhibah; dua-dua-nya TAAT. Saya selalu mengingatkan pada diri sendiri, kehidupan ini TIDAK SELURUHNYA bisa diakomodir oleh fiqih, apalagi fiqih tahun jebot. Tidak ada aturan yg bisa mengantisipasi 'masa depan' karena 'masa depan' termasuk keghaiban dimana manusia hanya sedikit mengetahuinya. Her : Apakah menurut akhi Sir masalah waris termasuk masalah ghoib??...tentu saja tidak bukan? masalah waris ini sangat jelas dan sederhana. Dan terkait dengan tindakan para ahli waris yang saling menghibahkan, menurut saya itu bagus dengan catatan bahwa yang melatar belakangi tindakan itu adalah semata mata karena melihat kondisi ekonomi anggota ahli waris lainnya yang kurang baik dibandingkan dengan anggota lainnya dan bukan karena adanya anggapan bahwa pembagiannya tidak adil. ===> Wrote : kembali ke masalah TAAT; ketaatan kepada aturan lalu lintas juga beda, misal aturannya kecepatan maksimal 80 km per jam; tidak semua orang memacu mobilnya 79 km per jam, tentu ada yg 50, 55, 60, 65 dst. Semuanya taat dan tidak ada tujuan memelintir aturan. Her : Bagaimana jika peraturan kecepatanannya tertulis 80Km/jam? kata"max" dihilangkan...bisakah suatu kendaraan melaju dengan kecepatan dibawah atau diatas 80Km/jam disebut taat?. Akhi Sir jangan menyandingkan antara ketetapan waris 2:1 dengan kecepatan max 80Km/jam, keduanya bisa disandingkan jika didepan angka 2 ditambahi kata "max" sehingga menjadi " max 2:1 ". Maka ketika harta waris dibagi menjadi misalnya 1:1, 1/4:1, 3/4:1 atau 1 3/4:1 maka pembagian tersebut bisa disebut taat. Cuma masalahnya text qur'an tidak menyebutkan kata "max" didepan angka 2. Salam Her SIR BATS <[EMAIL PROTECTED]> wrote: On 2/21/07, sriwening herpribadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Dear akhi Sir Bats > > ===> Akhi Sir wrote : dari diskusi marathon dengan aktor/aktris pak her, > chae, mia, rani, wikan, arcon, hmna dan rekan lain. Saya menangkap pak her > tetap merasa tentram menjalankan semua ketentuan teks terlebih dahulu. Misal > dalam soal warisan 2:1 pak her tidak ingin menggugatnya, meski setelah teks > terlaksana para penerima waris berembug lagi dan menghibahkan warisan masing2 > sesuai rasa keadilan yg dianut. > === > Bagi saya ini bukan masalah merasa tentram atau tidak.tetapi ini masalah > bagaimana seharusnya saya bersikap terhadap pilihan dan konsekuensi yang > timbul dari pilihan tsb ketika saya memilih islam sebagai agama > sayatepatnya ini masalah ketaatan terhadap hukum agama dan sikap ini juga > akan berimbas pada ketaatan terhadap hukum lainnya ( baca : hukum positip ) > yang berlakukalau terhadap hukum agama saja kita sudah berani memelintir > sana sini maka bisa dipastikan kita juga tidak segan2 memelintir hukum > positip yang berlaku... Dear Pak Her, Istilah "memelintir" sepertinya kurang pas dalam kasus ini. Juga makna "ketaatan". Karena pada prinsipnya, secara umum bisa difahami bahwa kita semua 'taat'; hanya 'cara' menaatinya berbeda. Misalnya begini : Perintah dasarnya adalah memberikan derma (shodaqoh) ada yang memberikan derma setengah dari
Re: [wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
Bung Sir berkata = kembali ke masalah TAAT; ketaatan kepada aturan lalu lintas juga beda, misal aturannya kecepatan maksimal 80 km per jam; tidak semua orang memacu mobilnya 79 km per jam, tentu ada yg 50, 55, 60, 65 dst. Semuanya taat dan tidak ada tujuan memelintir aturan. === Jano - ko koq makin pucing aja nich, Jano-ko bertanya, apakah bung sir mau mencoba menjelaskan bahwa peraturan yang ada didalam kitab suci itu sama dengan peraturan - peraturan lalu - lintas buatan manusia ? jano - ko tambah pusing dech. selamat sore. ---ooo0ooo--- SIR BATS <[EMAIL PROTECTED]> wrote: On 2/21/07, sriwening herpribadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Dear akhi Sir Bats > > ===> Akhi Sir wrote : dari diskusi marathon dengan aktor/aktris pak her, > chae, mia, rani, wikan, arcon, hmna dan rekan lain. Saya menangkap pak her > tetap merasa tentram menjalankan semua ketentuan teks terlebih dahulu. Misal > dalam soal warisan 2:1 pak her tidak ingin menggugatnya, meski setelah teks > terlaksana para penerima waris berembug lagi dan menghibahkan warisan masing2 > sesuai rasa keadilan yg dianut. > === > Bagi saya ini bukan masalah merasa tentram atau tidak.tetapi ini masalah > bagaimana seharusnya saya bersikap terhadap pilihan dan konsekuensi yang > timbul dari pilihan tsb ketika saya memilih islam sebagai agama > sayatepatnya ini masalah ketaatan terhadap hukum agama dan sikap ini juga > akan berimbas pada ketaatan terhadap hukum lainnya ( baca : hukum positip ) > yang berlakukalau terhadap hukum agama saja kita sudah berani memelintir > sana sini maka bisa dipastikan kita juga tidak segan2 memelintir hukum > positip yang berlaku... Dear Pak Her, Istilah "memelintir" sepertinya kurang pas dalam kasus ini. Juga makna "ketaatan". Karena pada prinsipnya, secara umum bisa difahami bahwa kita semua 'taat'; hanya 'cara' menaatinya berbeda. Misalnya begini : Perintah dasarnya adalah memberikan derma (shodaqoh) ada yang memberikan derma setengah dari penghasilan bulanannya, ada yang seprapat ada yang sepuluh persen dan lain2. Lebih jauh lagi, ada yg suka berderma kepada fakir miskin di jalanan, pada pelajar yatim piatu/miskin, ada yg suka membangun mesjid bahkan dilapisi emas :=)) Yang membagi warisan secara 2:1 (pa/pi) secara ketat dengan yg setelah membagi dan berembug lagi untuk berhibah; dua-dua-nya TAAT. Saya selalu mengingatkan pada diri sendiri, kehidupan ini TIDAK SELURUHNYA bisa diakomodir oleh fiqih, apalagi fiqih tahun jebot. Tidak ada aturan yg bisa mengantisipasi 'masa depan' karena 'masa depan' termasuk keghaiban dimana manusia hanya sedikit mengetahuinya. kembali ke masalah TAAT; ketaatan kepada aturan lalu lintas juga beda, misal aturannya kecepatan maksimal 80 km per jam; tidak semua orang memacu mobilnya 79 km per jam, tentu ada yg 50, 55, 60, 65 dst. Semuanya taat dan tidak ada tujuan memelintir aturan. salam -- ST SABRI No Anti Microsoft, No against Apple, Just a linux lover. Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] TAAT ATURAN (WAS : "Men are the protectors and maintainers
On 2/21/07, sriwening herpribadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Dear akhi Sir Bats > >===> Akhi Sir wrote : dari diskusi marathon dengan aktor/aktris pak her, > chae, mia, rani, wikan, arcon, hmna dan rekan lain. Saya menangkap pak her > tetap merasa tentram menjalankan semua ketentuan teks terlebih dahulu. Misal > dalam soal warisan 2:1 pak her tidak ingin menggugatnya, meski setelah teks > terlaksana para penerima waris berembug lagi dan menghibahkan warisan masing2 > sesuai rasa keadilan yg dianut. >=== >Bagi saya ini bukan masalah merasa tentram atau tidak.tetapi ini > masalah bagaimana seharusnya saya bersikap terhadap pilihan dan konsekuensi > yang timbul dari pilihan tsb ketika saya memilih islam sebagai agama > sayatepatnya ini masalah ketaatan terhadap hukum agama dan sikap ini juga > akan berimbas pada ketaatan terhadap hukum lainnya ( baca : hukum positip ) > yang berlakukalau terhadap hukum agama saja kita sudah berani memelintir > sana sini maka bisa dipastikan kita juga tidak segan2 memelintir hukum > positip yang berlaku... Dear Pak Her, Istilah "memelintir" sepertinya kurang pas dalam kasus ini. Juga makna "ketaatan". Karena pada prinsipnya, secara umum bisa difahami bahwa kita semua 'taat'; hanya 'cara' menaatinya berbeda. Misalnya begini : Perintah dasarnya adalah memberikan derma (shodaqoh) ada yang memberikan derma setengah dari penghasilan bulanannya, ada yang seprapat ada yang sepuluh persen dan lain2. Lebih jauh lagi, ada yg suka berderma kepada fakir miskin di jalanan, pada pelajar yatim piatu/miskin, ada yg suka membangun mesjid bahkan dilapisi emas :=)) Yang membagi warisan secara 2:1 (pa/pi) secara ketat dengan yg setelah membagi dan berembug lagi untuk berhibah; dua-dua-nya TAAT. Saya selalu mengingatkan pada diri sendiri, kehidupan ini TIDAK SELURUHNYA bisa diakomodir oleh fiqih, apalagi fiqih tahun jebot. Tidak ada aturan yg bisa mengantisipasi 'masa depan' karena 'masa depan' termasuk keghaiban dimana manusia hanya sedikit mengetahuinya. kembali ke masalah TAAT; ketaatan kepada aturan lalu lintas juga beda, misal aturannya kecepatan maksimal 80 km per jam; tidak semua orang memacu mobilnya 79 km per jam, tentu ada yg 50, 55, 60, 65 dst. Semuanya taat dan tidak ada tujuan memelintir aturan. salam -- ST SABRI No Anti Microsoft, No against Apple, Just a linux lover.