RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-03-02 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
, baik yang
berkarakteristik eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan
approach yang sama: Orde atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena
yang lebih tinggi ordenya.

Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang
sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran.
Ilmu ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak
reflex, ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh
dalam ilmu eksakta.

Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan
dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan
individu. Ini contoh dalam ilmu non-
eksakta.

Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun
Thayyibah, Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus
mengadakan reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas
dijabarkan ke bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu.
Inilah yang sangat patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang
beretorika dan ngerumpi melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan
Pemerintah yang populis. (Saya ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar
Witular melontarkan kritik kebijakan populis Pemerintah itu dengan senyum
sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, yang betul-betul menikmati
kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu bishshwab.

*** Makassar, 12 Juli 1998
[H.Muh.Nur Abdurrahman]


- Original Message -
From: [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23
Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam
Melanggar HAM.


 Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang
dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang
dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering
diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha
Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa
dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi
dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat
dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah
diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana.

 Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala
kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada
yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya
digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang
dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian,
terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam
lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak
dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang
senantiasa melindungi.

 Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya.
Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di
malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian
di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari
colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan.

 Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan
sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah
ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk
bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49!

 Salam,
 chodjim



 -Original Message-
 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang
 Subiyantoro
 Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM
 To: jano ko
 Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam
 Melanggar HAM.


 rekan jano ko,
 Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh
Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak
 asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
 kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
 kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
 menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
 karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

 Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
 dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
 sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting
diperhatikan, karena akan
 ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
 mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
 tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
 tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
 diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
 itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
 kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan.
 Ketika para ulama ini

RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-03-02 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
 sekrang ini ialah setiap ilmu pengetahuan, baik yang berkarakteristik 
eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan approach yang sama: Orde 
atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena yang lebih tinggi ordenya.

Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang 
sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran. Ilmu 
ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak reflex, 
ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh dalam ilmu 
eksakta.

Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan 
dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan 
individu. Ini contoh dalam ilmu non- eksakta.

Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun Thayyibah, 
Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus mengadakan 
reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas dijabarkan ke 
bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu. Inilah yang sangat 
patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang beretorika dan ngerumpi 
melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan Pemerintah yang populis. (Saya 
ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar Witular melontarkan kritik kebijakan 
populis Pemerintah itu dengan senyum sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, 
yang betul-betul menikmati kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu 
bishshwab.

*** Makassar, 12 Juli 1998
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]


- Original Message -
From: [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23
Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam 
Melanggar HAM.


 Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang
dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang
dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering
diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha
Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa
dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi
dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat
dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah
diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana.

 Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala
kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada
yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya
digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang
dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian,
terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam
lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak
dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang
senantiasa melindungi.

 Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya.
Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di
malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian
di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari
colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan.

 Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan
sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah
ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk
bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49!

 Salam,
 chodjim



 -Original Message-
 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang
 Subiyantoro
 Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM
 To: jano ko
 Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam
 Melanggar HAM.


 rekan jano ko,
 Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh
Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak
 asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
 kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
 kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
 menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
 karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

 Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
 dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
 sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting
diperhatikan, karena akan
 ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
 mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
 tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
 tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
 diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
 itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
 kekerasan, maka kemuliaan Al

RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-03-02 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman
 sekrang ini ialah setiap ilmu pengetahuan, baik yang berkarakteristik 
eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan approach yang sama: Orde 
atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena yang lebih tinggi ordenya.

Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang 
sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran. Ilmu 
ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak reflex, 
ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh dalam ilmu 
eksakta.

Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan 
dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan 
individu. Ini contoh dalam ilmu non- eksakta.

Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun Thayyibah, 
Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus mengadakan 
reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas dijabarkan ke 
bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu. Inilah yang sangat 
patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang beretorika dan ngerumpi 
melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan Pemerintah yang populis. (Saya 
ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar Witular melontarkan kritik kebijakan 
populis Pemerintah itu dengan senyum sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, 
yang betul-betul menikmati kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu 
bishshwab.

*** Makassar, 12 Juli 1998
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]


- Original Message -
From: [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23
Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam 
Melanggar HAM.


 Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang
dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang
dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering
diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha
Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa
dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi
dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat
dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah
diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana.

 Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala
kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada
yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya
digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang
dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian,
terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam
lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak
dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang
senantiasa melindungi.

 Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya.
Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di
malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian
di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari
colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan.

 Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan
sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah
ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk
bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49!

 Salam,
 chodjim



 -Original Message-
 From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang
 Subiyantoro
 Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM
 To: jano ko
 Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam
 Melanggar HAM.


 rekan jano ko,
 Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh
Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak
 asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
 kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
 kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
 menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
 karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

 Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
 dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
 sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting
diperhatikan, karena akan
 ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
 mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
 tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
 tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
 diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
 itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
 kekerasan, maka kemuliaan Al

Re: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-02-21 Terurut Topik Wida . Kusuma
Pak Eko, jika sang istri berkerja di malam hari, bagaimana jika suaminya 
membutuhkan? Atau siapa yang akan menemani anak untuk tidur? Bukankah anak 
itu secara fitrahnya dekat dengan si ibu?

Berkerja memang hak setiap orang, termasuk wanita. Tetapi kenapa harus 
berkerja di malam hari? Masalah keamanan bisa menjadi pertimbangan 
suami-istri. Tetapi rasanya banyak hal lain yang harus seorang istri dan 
ibu pertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkerja di malam hari. 
Terutama menyangkut statusnya sebagai seorang istri dan ibu.

Salam,




Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] 
Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
02/22/2006 09:03 AM
Please respond to
wanita-muslimah@yahoogroups.com


To
jano ko wanita-muslimah@yahoogroups.com
cc

Subject
Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar 
HAM.






rekan jano ko,
Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh 
Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak
asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting 
diperhatikan, karena akan
ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan.
Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari
pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk
perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita
diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik
ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan
menafsirkan.

Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk
perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika
niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip
hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum.
Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam
hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi
bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar
perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi
hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu.

Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan
Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba 
menafsirkan AL-Quran
secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya.

Salam saya,

Eko Bambang S





Tuesday, February 21, 2006, 9:45:34 PM, you wrote:

 Mau bertanya saja,

   Kalau boleh sich mau diskusi,

   Kalau HAM melanggar Al Qur'an  bisa engga ya ?, Lebih tinggi
 mana HAM atau Al Qur'an ?  kalau ada pertentangan antara aturan HAM 
 yang satu dengan yang lain, kita harus memakai rujukan apa untuk
 menyelesaikan pertentangan tersebut ?

   tolong dong.


   
 Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] wrote:
   http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-513%7CX
 Selasa, 21 Februari 2006
 Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
 Jurnalis : Eko Bambang S
 Jurnalperempuan.com-Jakarta. Perempuan dilarang bekerja malam
 hari. Demikian fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan
 Ulama di Biureu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai bentuk
 penegakan Syariat Islam di NAD. Seperti yang ditulis oleh
 Rajapost.com, (20/02) dasar dikeluarkannya fatwa tersebut karena
 banyak pengaduan masyarakat tentang pekerja perempuan di berbagai
 NGO wilayah Biuren hingga malam hari. 

 Ketua MPU Bireuen, Drs. Tgk. H. Jamaludin A, MBA, seperti yang
 ditulis oleh Rajapost menegaskan bahwa tidak ada pembenaran kaum
 perempuan bekerja pada malam hari. Menurut dia, para ulama di MPU
 Bireuen mengharapkan pekerja Muslim dan Non Muslim di berbagai NGO
 menghormati penegakan Syariat Islam di daerah itu dengan membebaskan
 kaum perempuan dari pekerjaan malam. 

 Dikeluarkannya fatwa oleh MPU Biureun ini dianggap oleh aktivis
 perempuan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia dan hak
 asasi perempuan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Suraiya
 Kamaruzaman, salah seorang aktivis perempuan dari Flower Aceh.
 Menurut Suraiya, Fatwa MPU ini adalah tindakan awal yang nantinya
 akan terus menerus menciptakan berbagai 

RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-02-21 Terurut Topik achmad.chodjim
Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang dapat 
memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang dituju dalam 
baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering diterjemahkan 
secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Padahal, 
terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa dalam kehidupan nyata. 
Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi dua kalimat yang tidak 
sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat dengan partikel wa dalam ayat 
itu. Begitu pula kosa kata thayyibah diterjemahkan baik, sehingga hanya 
bersifat wacana.

Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala 
kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada 
yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya 
digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang 
dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian, 
terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam lindungan 
Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak dipahami sebagai 
mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang senantiasa melindungi.

Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya. Saya 
ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di malam 
hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian di larut 
malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari colekan 
laki-laki, apalagi dari perkosaan.

Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan 
sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah ditinggalkan 
oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk bagi umat Islam. 
Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49!

Salam,
chodjim

  

-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang
Subiyantoro
Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM
To: jano ko
Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam
Melanggar HAM.


rekan jano ko,
Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran 
adalah prinsip-prinsip hak
asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting 
diperhatikan, karena akan
ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan.
Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari
pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk
perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita
diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik
ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan
menafsirkan.

Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk
perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika
niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip
hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum.
Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam
hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi
bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar
perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi
hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu.

Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan
Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba 
menafsirkan AL-Quran
secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya.

Salam saya,

Eko Bambang S





Tuesday, February 21, 2006, 9:45:34 PM, you wrote:

 Mau bertanya saja,
    
   Kalau boleh sich mau diskusi,
    
   Kalau HAM melanggar Al Qur'an  bisa engga ya ?, Lebih tinggi
 mana HAM atau Al Qur'an ?  kalau ada pertentangan antara aturan HAM 
 yang satu dengan yang lain, kita harus memakai rujukan apa untuk
 menyelesaikan pertentangan tersebut ?
    
   tolong dong.

    
   
 Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] wrote:
   http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-513%7CX
 

RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.

2006-02-21 Terurut Topik achmad.chodjim
Mas Wida,

Kita harus memahami suatu peraturan itu dengan konteksnya. Peraturan tentang 
larangan perempuan bekerja di malam hari itu harus dibedakan dengan suami 
membutuhkan. Larangan perempuan bekerja di malam hari itu melanggar hak 
perempuan. Sedangkan kebutuhan suami terhadap istri itu masalah RT yang dapat 
dibicarakan antara pasutri itu. Jadi, menurut orang Jawa, janganlah bersikap 
uyah digebyah padha asine, atau semua hal dianggap sama saja.

Bagi suami yang cukup secara material, dari awal sebelum perkawinan bisa 
berunding dengan calon istrinya. Contohnya, saya sendiri. Sejak awal saya komit 
untuk mencari nafkah tanpa melibatkan istri. Hingga hari ini saya yang sudah 
menempuh perkawinan lebih dari 25 tahun, tetap berperan sebagai pencari nafkah 
dan istri sebagai full housewife. Namun demikian, saya tidak boleh 
mengabsolutkan diri saya, misalnya melarang istri saya bekerja. Dan, saya juga 
tidak boleh memaksa para suami sebagai pencari nafkah dan istrinya hanya 
sebagai ibu rumahtangga saja. Sebab, tingkat kesejahteraan keluarga itu 
berbeda-beda. Ada suami yang sudah bekerja seharian, tapi hasilnya kurang 
mencukupi kebutuhan keluarga.

Di sinilah kita dituntut kearifan! Negara harus berusaha menjadi baldah 
thayyibah wa rabb ghafuur, sedangkan keluarga harus bisa hidup sebagai KBS 
(keluarga bahagia dan sejahtera). KBS tentu saja membutuhkan komunikasi pasutri 
dan anggota keluarga dengan baik. KBS juga harus bisa mengambil kesepakatan 
dalam pencarian nafkah.

Salam,
chopdjim



-Original Message-
From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:13 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja
Malam Melanggar HAM.


Pak Eko, jika sang istri berkerja di malam hari, bagaimana jika suaminya 
membutuhkan? Atau siapa yang akan menemani anak untuk tidur? Bukankah anak 
itu secara fitrahnya dekat dengan si ibu?

Berkerja memang hak setiap orang, termasuk wanita. Tetapi kenapa harus 
berkerja di malam hari? Masalah keamanan bisa menjadi pertimbangan 
suami-istri. Tetapi rasanya banyak hal lain yang harus seorang istri dan 
ibu pertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkerja di malam hari. 
Terutama menyangkut statusnya sebagai seorang istri dan ibu.

Salam,




Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] 
Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
02/22/2006 09:03 AM
Please respond to
wanita-muslimah@yahoogroups.com


To
jano ko wanita-muslimah@yahoogroups.com
cc

Subject
Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar 
HAM.






rekan jano ko,
Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh 
Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak
asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti
kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat
menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya,
karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM.

Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang
dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan
sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting 
diperhatikan, karena akan
ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar
mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan
tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses
tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak
diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir
itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro
kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan.
Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari
pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk
perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita
diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik
ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan
menafsirkan.

Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk
perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika
niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip
hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum.
Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam
hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi
bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar
perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi
hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu.

Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan
Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba 
menafsirkan AL-Quran
secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya.

Salam