RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
, baik yang berkarakteristik eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan approach yang sama: Orde atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena yang lebih tinggi ordenya. Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran. Ilmu ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak reflex, ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh dalam ilmu eksakta. Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan individu. Ini contoh dalam ilmu non- eksakta. Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun Thayyibah, Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus mengadakan reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas dijabarkan ke bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu. Inilah yang sangat patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang beretorika dan ngerumpi melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan Pemerintah yang populis. (Saya ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar Witular melontarkan kritik kebijakan populis Pemerintah itu dengan senyum sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, yang betul-betul menikmati kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu bishshwab. *** Makassar, 12 Juli 1998 [H.Muh.Nur Abdurrahman] - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23 Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana. Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian, terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang senantiasa melindungi. Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya. Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan. Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49! Salam, chodjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang Subiyantoro Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM To: jano ko Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan. Ketika para ulama ini
RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
sekrang ini ialah setiap ilmu pengetahuan, baik yang berkarakteristik eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan approach yang sama: Orde atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena yang lebih tinggi ordenya. Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran. Ilmu ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak reflex, ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh dalam ilmu eksakta. Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan individu. Ini contoh dalam ilmu non- eksakta. Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun Thayyibah, Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus mengadakan reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas dijabarkan ke bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu. Inilah yang sangat patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang beretorika dan ngerumpi melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan Pemerintah yang populis. (Saya ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar Witular melontarkan kritik kebijakan populis Pemerintah itu dengan senyum sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, yang betul-betul menikmati kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu bishshwab. *** Makassar, 12 Juli 1998 [H.Muh.Nur Abdurrahman] - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23 Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana. Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian, terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang senantiasa melindungi. Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya. Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan. Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49! Salam, chodjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang Subiyantoro Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM To: jano ko Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al
RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
sekrang ini ialah setiap ilmu pengetahuan, baik yang berkarakteristik eksperimental, maupun yang spekulatif mempergunakan approach yang sama: Orde atau taraf yang lebih rendah menjelaskan fenomena yang lebih tinggi ordenya. Biologi, ilmu tentang hidup ini mengenyampingkan sama sekali hal yang sangat esensial bagi hidup dan kehidupan, yaitu kepribadian dan kesadaran. Ilmu ini hanya dibangun atas landasan yang rendah ordenya, seperti gerak reflex, ikatan kimiawi sampai kepada protoplasma dan osmose. Ini contoh dalam ilmu eksakta. Ilmu ekonomi mengabaikan permasalahan tentang keadilan, solidaritas, dan dibangun di atas landasan yang jauh lebih rendah ordenya, yaitu kebutuhan individu. Ini contoh dalam ilmu non- eksakta. Alhasil, salah satu faktor yang penting untuk mencapai Baldatun Thayyibah, Wa Rabbun Ghafuwr dalam Republik Indonesia ini, ialah: Harus mengadakan reformasi ilmu ekonomi, yaitu nilai keadilan dan solidaritas dijabarkan ke bawah ke orde yang lebih rendah yakni kebutuhan individu. Inilah yang sangat patut diperhatikan oleh para pengamat ekonomi yang beretorika dan ngerumpi melalui Indosiar, yang mengejek kebijaksanaan Pemerintah yang populis. (Saya ingat betul mimik pembawa acaranya, Wimar Witular melontarkan kritik kebijakan populis Pemerintah itu dengan senyum sinis, yang disambut gelak oleh Syahrir, yang betul-betul menikmati kebebasan mngeluarkan pendapat). WaLlahu a'lamu bishshwab. *** Makassar, 12 Juli 1998 [H.Muh.Nur Abdurrahman] - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, February 22, 2006 10:23 Subject: RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana. Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian, terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang senantiasa melindungi. Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya. Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan. Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49! Salam, chodjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang Subiyantoro Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM To: jano ko Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al
Re: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
Pak Eko, jika sang istri berkerja di malam hari, bagaimana jika suaminya membutuhkan? Atau siapa yang akan menemani anak untuk tidur? Bukankah anak itu secara fitrahnya dekat dengan si ibu? Berkerja memang hak setiap orang, termasuk wanita. Tetapi kenapa harus berkerja di malam hari? Masalah keamanan bisa menjadi pertimbangan suami-istri. Tetapi rasanya banyak hal lain yang harus seorang istri dan ibu pertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkerja di malam hari. Terutama menyangkut statusnya sebagai seorang istri dan ibu. Salam, Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 02/22/2006 09:03 AM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To jano ko wanita-muslimah@yahoogroups.com cc Subject Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan. Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan menafsirkan. Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum. Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu. Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba menafsirkan AL-Quran secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya. Salam saya, Eko Bambang S Tuesday, February 21, 2006, 9:45:34 PM, you wrote: Mau bertanya saja, Kalau boleh sich mau diskusi, Kalau HAM melanggar Al Qur'an bisa engga ya ?, Lebih tinggi mana HAM atau Al Qur'an ? kalau ada pertentangan antara aturan HAM yang satu dengan yang lain, kita harus memakai rujukan apa untuk menyelesaikan pertentangan tersebut ? tolong dong. Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-513%7CX Selasa, 21 Februari 2006 Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. Jurnalis : Eko Bambang S Jurnalperempuan.com-Jakarta. Perempuan dilarang bekerja malam hari. Demikian fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama di Biureu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai bentuk penegakan Syariat Islam di NAD. Seperti yang ditulis oleh Rajapost.com, (20/02) dasar dikeluarkannya fatwa tersebut karena banyak pengaduan masyarakat tentang pekerja perempuan di berbagai NGO wilayah Biuren hingga malam hari. Ketua MPU Bireuen, Drs. Tgk. H. Jamaludin A, MBA, seperti yang ditulis oleh Rajapost menegaskan bahwa tidak ada pembenaran kaum perempuan bekerja pada malam hari. Menurut dia, para ulama di MPU Bireuen mengharapkan pekerja Muslim dan Non Muslim di berbagai NGO menghormati penegakan Syariat Islam di daerah itu dengan membebaskan kaum perempuan dari pekerjaan malam. Dikeluarkannya fatwa oleh MPU Biureun ini dianggap oleh aktivis perempuan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia dan hak asasi perempuan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Suraiya Kamaruzaman, salah seorang aktivis perempuan dari Flower Aceh. Menurut Suraiya, Fatwa MPU ini adalah tindakan awal yang nantinya akan terus menerus menciptakan berbagai
RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
Ya..., kita memang harus pandai untuk bercermin kepada negara-negara yang dapat memberikan perlindungan terhadap warganya. Inilah sebenarnya yang dituju dalam baldah thayyibah wa rabb ghafuur. Sayangnya ayat ini sering diterjemahkan secara kering menjadi negeri yang baik dan Tuhan Maha Pengampun. Padahal, terjemahan demikian tidak memberikan pemahaman apa-apa dalam kehidupan nyata. Mengapa? Karena, satu kalimat itu dimaknai menjadi dua kalimat yang tidak sambung. Ini disebabkan para penerjemah terikat dengan partikel wa dalam ayat itu. Begitu pula kosa kata thayyibah diterjemahkan baik, sehingga hanya bersifat wacana. Kosa kata thayyibah dapat dipahami sebagai sejahtera, artinya segala kebutuhan hidup bisa dipenuhi dan masyarakatnya sendiri --praktis-- tak ada yang hidup dalam kekurangan. Kemudian, partikel wa yang selama ini hanya digunakan dalam wawu qasam (atau wawu untuk sumpah) dan wawu athaf yang dimaknai dan, harus dipahami dalam makna wawu hal. Dengan demikian, terjemahan utuhnya menjadi negeri yang sejahtera yang berada dalam lindungan Tuhan. Kosa kata ghafara yang menjadi ghafuur itu tidak dipahami sebagai mengampuni-maha pengampun tapi melindungi dan yang senantiasa melindungi. Kembali pada cerminan negara yang dapat memberikan perlindungan warganya. Saya ambil contoh Jepang, yang bisa membuat perempuan berjalan sendirian di malam hari tanpa takut diperkosa. Seorang perempuan yang berjalan sendirian di larut malam di kota Las Vegas --kota maksiat judi-- ternyata aman dari colekan laki-laki, apalagi dari perkosaan. Orang Islam memang harus membaca Alquran secara tuntas, bukan sepotong-sepotong. Dan, pembacaan secara tuntas inilah yang telah ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga Alquran tidak lagi menjadi petunjuk bagi umat Islam. Umat harus memahami QS 25:30 dan 29:49! Salam, chodjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Eko Bambang Subiyantoro Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:04 AM To: jano ko Subject: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan. Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan menafsirkan. Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum. Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu. Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba menafsirkan AL-Quran secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya. Salam saya, Eko Bambang S Tuesday, February 21, 2006, 9:45:34 PM, you wrote: Mau bertanya saja, Kalau boleh sich mau diskusi, Kalau HAM melanggar Al Qur'an bisa engga ya ?, Lebih tinggi mana HAM atau Al Qur'an ? kalau ada pertentangan antara aturan HAM yang satu dengan yang lain, kita harus memakai rujukan apa untuk menyelesaikan pertentangan tersebut ? tolong dong. Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-513%7CX
RE: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
Mas Wida, Kita harus memahami suatu peraturan itu dengan konteksnya. Peraturan tentang larangan perempuan bekerja di malam hari itu harus dibedakan dengan suami membutuhkan. Larangan perempuan bekerja di malam hari itu melanggar hak perempuan. Sedangkan kebutuhan suami terhadap istri itu masalah RT yang dapat dibicarakan antara pasutri itu. Jadi, menurut orang Jawa, janganlah bersikap uyah digebyah padha asine, atau semua hal dianggap sama saja. Bagi suami yang cukup secara material, dari awal sebelum perkawinan bisa berunding dengan calon istrinya. Contohnya, saya sendiri. Sejak awal saya komit untuk mencari nafkah tanpa melibatkan istri. Hingga hari ini saya yang sudah menempuh perkawinan lebih dari 25 tahun, tetap berperan sebagai pencari nafkah dan istri sebagai full housewife. Namun demikian, saya tidak boleh mengabsolutkan diri saya, misalnya melarang istri saya bekerja. Dan, saya juga tidak boleh memaksa para suami sebagai pencari nafkah dan istrinya hanya sebagai ibu rumahtangga saja. Sebab, tingkat kesejahteraan keluarga itu berbeda-beda. Ada suami yang sudah bekerja seharian, tapi hasilnya kurang mencukupi kebutuhan keluarga. Di sinilah kita dituntut kearifan! Negara harus berusaha menjadi baldah thayyibah wa rabb ghafuur, sedangkan keluarga harus bisa hidup sebagai KBS (keluarga bahagia dan sejahtera). KBS tentu saja membutuhkan komunikasi pasutri dan anggota keluarga dengan baik. KBS juga harus bisa mengambil kesepakatan dalam pencarian nafkah. Salam, chopdjim -Original Message- From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, February 22, 2006 9:13 AM To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Subject: Re: Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. Pak Eko, jika sang istri berkerja di malam hari, bagaimana jika suaminya membutuhkan? Atau siapa yang akan menemani anak untuk tidur? Bukankah anak itu secara fitrahnya dekat dengan si ibu? Berkerja memang hak setiap orang, termasuk wanita. Tetapi kenapa harus berkerja di malam hari? Masalah keamanan bisa menjadi pertimbangan suami-istri. Tetapi rasanya banyak hal lain yang harus seorang istri dan ibu pertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkerja di malam hari. Terutama menyangkut statusnya sebagai seorang istri dan ibu. Salam, Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 02/22/2006 09:03 AM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To jano ko wanita-muslimah@yahoogroups.com cc Subject Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar-benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan. Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk perempuan bekerja malam hari?. Pada tahap ini yang patut kita diskusikan bukan pada AL-Qurannya, namun pada tafsirannya dan pada titik ini pula, lagi-lagi siapa yang berkuasa, dia yang punya kekuasaan menafsirkan. Saya sependapat bahwa setiap orang wajib dilindungi, termasuk perempuan. Niat baik itu terkadang menjadi sebuah pelanggaran, ketika niat itu tidak didasari oleh sebuah nilai-nilai atau prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang didalam Al-Quran sendiri sudah tercantum. Kalau memang perempuan dianggap rawan kriminalitas jika bekerja malam hari misalnya, bukan perempuannya yang dilarang bekerja, tetapi bagaimana security sistem dari negara ini yang harus diperbaiki agar perempuan bisa bekerja malam hari. Karena bekerja tidak saja menjadi hak perempuan, tetapi juga hak setiap individu. Saya kira itu, sebagai muslim saya akan tetap menjaga kemuliaan Al-Quran yang menjunjung hak asasi manusia, dari orang-orang yang mencoba menafsirkan AL-Quran secara sesat yang semakin menjauhkan Al-Quran dari prinsip dasarnya. Salam