[zamanku] Teladan Tiga Muslim Feminis (Resensi Majalah TEMPO buku Muslim Feminis)

2010-09-06 Terurut Topik MGR
Teladan Tiga Muslim Feminis

Majalah TEMPO, 6-12 September 2010

Muslim Feminis: Polemik Kemunduran dan Kebangkitan Islam
Penulis: Mohamad Guntur Romli
Tebal: xlix + 250 halaman
Penerbit: Freedom Institute, Juli 2010
ISBN: 978-979-19-4664-3 

Muslim feminis dalam buku ini mengacu pada istilah male feminist yang dikenal 
dalam studi feminisme. Yang dituju adalah laki-laki yang memiliki perspektif 
feminisme dan aktif berjuang bagi terwujudnya kesetaraan dan ke adilan gender 
dalam tatanan masya rakat.

Istilah muslim feminis pasti sangat asing di telinga sebagian besar umat 
Islam. Sebab, istilah feminis sudah telanjur mendapat pemaknaan negatif dan 
sering dianggap tidak islami sehingga tidak pantas disandingkan dengan kata 
muslim.

Tidak sedikit umat Islam keliru memaknai feminisme; dianggap gerakan yang 
diciptakan demi merusak akidah; perlawanan perempuan terhadap kodrat; 
permusuhan terhadap laki-laki; pemberontakan perempuan terhadap kewajiban rumah 
tangga; bahkan dianggap penolakan terhadap syariah.

Semua anggapan tersebut keliru dan, karena itu, harus diluruskan. Di sinilah 
keberanian Mohamad Guntur Ramli memilih judul Muslim Feminis patut di acungi 
jempol. Sebab, di samping memasyarakatkan istilah asing itu, ia sekaligus 
meluruskan anggapan keliru yang selama ini membelenggu pikiran sebagian besar 
umat Islam.

Lalu apa itu feminisme? Sepanjang se jarahnya, gerakan feminisme selalu 
mendefinisikan diri sebagai gerakan me nentang perlakuan tak adil terhadap 
perempuan. Intinya: menolak seti ap bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan 
kekerasan berbasis gender terhadap pe rempuan, apa pun alasannya. Dengan ung 
kapan lain, feminisme adalah upaya transformasi sosial yang meng arah ke 
terwujudnya sistem dan pranata so sial yang secara gender lebih adil dan ega 
liter.

Substansi gerakan feminisme adalah memperjuangkan tatanan masya rakat yang adil 
secara gender, bebas dari segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan 
kekerasan. Jika demikian, Nabi Muhammad sangat pantas disebut feminis. Sebab, 
Nabi hadir untuk membebaskan manusia, khususnya kaum perempuan, dari belenggu 
thagut dan khurafat dengan memperkenalkan konsep tauhid (monoteisme murni).

Tauhid adalah inti ajaran Islam yang mengajarkan berketuhanan secara benar dan 
kemudian menuntun berke manusiaan dengan benar. Dalam kehidupan sehari-hari, 
tauhid menja di pegangan pokok yang membimbing dan mengarahkan umat Islam 
bertindak benar, dalam hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta. 
Bertauhid yang benar akan meng antarkan ke kesadaran kemanusiaan yang tinggi 
sehingga manusia tidak lagi mengeksploi tasi sesama dan tidak merusak 
kelestarian alam. Nabi mengajarkan, tugas utama manusia perempuan dan 
laki-laki-sama, yaitu menjadi khalifah filardh (pengelola kehidupan di dunia). 
Lelaki dan pe rempuan harus berlomba-lomba berbuat amal terbaik (fastabiqul 
khairat).

Melalui buku ini, Guntur menampilkan tiga sosok muslim feminis asal Mesir 
beserta ulasan perjuangannya. Pertama, Syekh Rifa'ah al-Thahthawi (1801-1873), 
dengan gagasan ide persamaan. Dia menyadar kan perlunya umat Islam meninggalkan 
penindasan terhadap perempuan dan memberinya akses luas untuk mengenyam 
pendidikan. Menurut dia, tingkat keadaban suatu masyarakat dapat dilihat dari 
sejauh mana masyarakat itu menghor mati hak-hak perempuan.

Kedua, Syekh Muhammad Abduh (1849-1905), yang amat vokal berbicara tentang 
kesetaraan laki-laki dan perem puan. Sebab, keduanya dicipta kan dari unsur 
yang satu. Ada empat isu gender yang menjadi perhatiannya, yakni perkawinan, 
poligami, warisan, dan perceraian. Pemikiran Abduh mengandung nuansa liberal 
yang memakai rasionalitas dalam menafsirkan teks-teks agama. Bahkan metodologi 
interpretasi yang dibangunnya menjadi cikal-bakal hermeneutika modern.

Ketiga, Qasim Amin (1863-1908), terkenal karena kedua bukunya, Tahrir al-Mar'ah 
(Pembebasan Perempuan) dan Al-Mar'ah al-Jadidah (Perempu an Baru). Statemennya 
yang terkenal: kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kondisi kemajuan 
kaum perempuannya. Dia menolak penggunaan hijab, pakaian yang menutup seluruh 
tubuh perempuan sehingga menyulitkan beraktivitas secara leluasa di ruang 
publik. Dia juga berupaya memajukan pendidikan bagi perempuan agar lebih 
berkiprah mendidik bangsanya.

Pendek kata, para tokoh feminis tersebut menggugat tradisi budaya 
patriarkal-seperti poligami, kewajiban hijab, dan larangan ke luar rumah-yang 
merugikan perempuan. Mereka mengkritik pemahaman keislaman yang diliputi 
takhayul dan khurafat, pemahaman yang tidak membebaskan dari belenggu 
kejahiliahan, yang memenjarakan umat Islam dalam kebo dohan, kemiskinan, dan 
kejumudan.

Mereka mengajak umat Islam berpikir kritis, rasional, dan terbuka. Setiap ide 
dan gagasan dari mana pun datangnya, timur atau barat, utara atau selatan, 
harus direspons kritis dan proporsional. Hanya dengan itu umat Islam dapat maju 
dan berjaya seperti pada abad keemasan Islam .

Artinya, setiap gagasan 

[zamanku] Diskusi Opini Publik versus Kebenaran di Salihara

2010-05-19 Terurut Topik MGR
DISKUSI

Rabu, 26 Mei 2010, 19:00 WIB

Opini Publik Versus Kebenaran

Pembicara: Kuskridho Dodi Ambardi dan Rocky Gerung

Serambi Salihara

Terbuka untuk umum  GRATIS



Diskusi
ini berikhtiar mengulas hubungan antara “opini publik” dan kebenaran
dari perspektif ilmu empirik dan filsafat. Pembahasan dimulai dari
pertanyaan tentang pengertian “opini publik”. Jika setiap individu
memiliki opini tersendiri, lantas bagaimanakah menjadi sebuah opini
publik? Selama ini opini publik dianggap tak lebih dari proses
“rekayasa”, baik melalui media ataupun survei. Proses “rekayasa”
berujung pada dua kategori opini publik: hasil “pembentukan” atau murni
“penemuan”. (Lembaga survei selalu menggunakan istilah ”penemuan” pada
opini publik, meskipun akhirnya hasil survei tersebut membawa pengaruh
pada publik.) Masalah lain: Faktor apa yang berpengaruh pada
pembentukan opini publik selain rekayasa? Adakah opini publik yang
benar-benar “murni” berasal dari publik? Lantas, bagaimana hubungannya
dengan masalah kebenaran? Apakah, karena berasal dari publik, ia dengan
sendirinya mewakili kebenaran? Ikuti diskusi dengan Kuskridho Dodi Ambardi
(Direktur Lembaga Survei Indonesia) dan Rocky Gerung (Pengajar Filsafat
di Universitas Indonesia). Diskusi akan berlangsung dalam bahasa
Indonesia. Program ini ditaja oleh Hivos.



http://www.facebook.com/event.php?eid=105359909507184ref=mf







Nantikan dan daftarkan diri anda untuk mengikuti Kuliah Umum Filsafat Tentang 
Seksualitas di Salihara di bulan Juni 2010



SERI KULIAH UMUM

TENTANG SEKSUALITAS

Sabtu, 5, 12, 19, 26 Juni 2010, 16:00 WIB

Teater Salihara



Terbuka untuk umum

Pendaftaran selambatnya 4 Juni 2010, melalui d...@salihara.org 



Sabtu, 5 Juni 2010, 16:00 WIB

Simone de Beauvoir tentang Seksualitas

Pembicara: Gadis Arivia



Sabtu, 12 Juni 2010, 16:00 WIB

Michel Foucault tentang Seksualitas

Pembicara: Haryatmoko



Sabtu, 19 Juni 2010, 16:00 WIB

Jacques Lacan tentang Seksualitas

Pembicara: Robertus Robet



Sabtu, 26 Juni 2010, 16:00 WIB

Julia Kristeva tentang Seksualitas

Pembicara: Christina Siwi Handayani



Seksualitas tentu bukan sekadar perkara hasrat dan hubungan seksual,
namun berkelindan dengan tata nilai, keyakinan, pengetahuan, hingga
sistem kekuasaan di mana seseorang hidup dan berinteraksi. Karena itu,
dalam beragam ranah yang membentuknya (fantasi, emosi, jender,
orientasi dan identitas seksual, dan seterusnya), seksualitas akhirnya
bersangkut-paut dengan persoalan filsafat, psikologi, politik, ekonomi,
agama, dan bahasa.



Selama bulan Juni 2010 Komunitas Salihara akan menggelar seri kuliah
umum dengan tema seksualitas melalui perspektif empat pemikir: Simone
de Beauvoir, Michel Foucault, Jacques Lacan, dan Julia Kristeva.



Kuliah pertama akan mengulas tema seks dan filsafat, bertolak dari
sebuah pernyataan terkenal dalam buku Simone de Beauvoir, The Second
Sex: “One is not born a woman” – yang  menunjukkan perjuangan diri
perempuan dalam eksistensinya. Kuliah kedua akan mengulas pemikiran
Foucault tentang hubungan seksualitas dengan pengetahuan, kekuasaan,
dan kebenaran. Sementara kuliah tentang Lacan – yang memilih
menggunakan istilah “seksuasi” ketimbang “seksualitas” – bermula dari
pertanyaan Lacan yang provokatif: mengapa hubungan seksual sesungguhnya
hanya ilusi dan mengapa “perempuan itu tidak pernah ada”, dan apakah
hubungan seksual adalah lambang kebuntuan (dead-lock)? Telaah akan
bergerak melalui dua celah: tragedi Medea dan film Mereka Bilang Saya
Monyet. Sedangkan ide-ide  Julia Kristeva tentang seksualitas akan
diulas lewat pendekatan psikologi dan semiotika, antara lain dengan
melihat persoalan “abjection” dan
intertekstualitas.



Hanya di Salihara...







[zamanku] Penyerangan FPI terhadap PemohonKuasa Hukum Uji-Materi UU PNPS/1965 di MK

2010-03-24 Terurut Topik MGR
SIARAN PERS
TIM ADVOKASI KEBEBASAN BERAGAMA

Pada hari ini, Rabu, 24 Maret 2010, Pemohon, Kuasa Hukum dan Ahli yang hadir di 
Mahkamah Konstitusi sehubungan dengan acara sidang pemeriksaan pengujian 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 menjadi korban kekerasan baik secara verbal 
maupun fisik.

Ketika rehat siang setelah persidangan diskors, beberapa orang yang terdiri 
dari Pemohon, Kuasa Hukum dan Ahli, yang pada saat itu sedang berada di kantin 
MK, mengalami ancaman, hadangan, pukulan dan perampasan barang yang dilakukan 
oleh sejumlah orang yang memakai atribut FPI dan LPI. [Urutan peristiwa 
terlampir]

Terkait dengan peristiwa tersebut, pertama-tama kami menyampaikan berterima 
kasih kepada Mahkamah Konstitusi, khususnya kepada satuan keamanan, yang dengan 
sigap dan cekatan mengamankan para Pemohon, Kuasa Hukum, dan Ahli. Karena 
kesiagaannya dan ketegasannya, satuan keamanan berhasil mencegah kekerasan dan 
kerusakan lebih lanjut.

Namun, apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi tersebut sesungguhnya bukan 
hanya sekedar kekurangajaran dan pelanggaran yang terang-terangan terhadap 
hukum dan martabat manusia, namun merupakan sikap yang menunjukkan 
ketidakmampuan untuk menerima pandangan yang berbeda, sehingga merasa perlu 
untuk menyerang dan meniadakan yang berbeda itu.

Kami sesungguhnya tidak rela intoleransi dan kekerasan mendapat tempat di 
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan ruang terbuka untuk 
berbincang dan berbeda pendapat, yaitu tempat untuk mengejawantahkan suatu 
kebebasan yang dijamin di dalam konstitusi itu sendiri.

Meskipun demikian, peristiwa ini menegaskan satu hal, yaitu bahwa bukan 
perbedaan yang menyebabkan keresahan, kerusuhan dan gangguan ketertiban umum, 
melainkan sikap yang tidak mampu menerima perbedaan, serta perbuatan kekerasan 
yang tidak terkendali sebagai wujud dari intoleransi tersebut itulah yang 
menjadi akar dan sebabnya.

Masyarakat kita sedang krisis, kemajemukan dinafikan, perbedaan dianggap 
ancaman, dan toleransi menjadi kebutuhan yang mendesak. MK perlu melihat 
kenyataan ini dengan jeli dan mempertimbangkannya dalam mengambil keputusan 
tepat yang menentukan nasib bangsa kita ke depan demi membangun kekuatan 
masyarakat dan kerukunan umat yang sejati. 

Jangan biarkan permusuhan dan kebencian menjadi nilai dominan, pemaksaan 
diterima sebagai sesuatu yang wajar serta kekerasan seolah dapat dibenarkan.

Jakarta, 24 Maret 2010



KRONOLOGI KEKERASAN TERHADAP KUASA PEMOHON

1.    Pada rehat sidang (Pkl.12.00 – 14.00) Kuasa hokum pemohon makan siang 
bersama di Kantin Emka. Pada saat kuasa pemohon SA(Siti Aminah) shalat, 
sejumlah laki-laki berpakaian putih-putih menyatakan “Ini kelompok setan yang 
memakai jilbab” dan “kelompok setan kok shalat”. 

2.    NH/Nurkholis hidayat keluar terlebih dahulu dari kantin dan mendengar 
kata2 “bau setan” yang dikeluarkan oleh orang2 berpakaian putih dan sengaja 
ditujukan kepada kuasa hukum pemohon.

3.    nh meminta UPS untuk mengajak para kuasa pemohon untuk segera keluar dan 
naik ke lantai dua. Uli Parulian Sihombing (UPS) mengajak untuk segera ke atas, 
dan meminta untuk mengingatkan Chairul Anam (CA) untuk hati-hati karena diincar 
untuk dipukul; 

4.    NH dan UPS diluar menunggu anam dan mulai dikerubuti orang2 berpakain 
putih sambil mengucapkan kata kata kotor. Orang2 berpakaian putih mulai 
mengancam dan menghina dengan kata-kata kotor dan menanyakan agama Uli dan 
Posisi LBH Jakarta.

5.    Uli dan NH dikerubuti dan kemudian kaki NH ditendang oleh orang2 
berpakaian putih. Kejadian tidak berlangsung lama karena kemudian staf MK 
mengingatkan orang2 berpakaian putih tersebut. Dalam kesempatan tersebut NH dan 
Uli naik ke lantai dua dan berhasil kelaur dari kepungan orang2 berbaju putih.

6.    KEmudian, SA menyampaikan kepada Chairul Anam untuk berhati-hati dan 
segera naik bersama-sama.Saat itu,Chairul Anam sedang duduk bersama staff dari 
MAhkamah Konstitusi.UPS yang berada diluar kantin mendapatkan ancaman dan 
dirangkul oleh laki-laki berpakain putih dan di depan pintu kantin dihadang 
oleh puluhan laki-laki berpakaian putih-putih dan beridentitaskan LPI, UPS lalu 
ditarik SA ke dalam kantin. Staff MK keluar mengiringi UPS,SAT dan CA dan 
terjadi dialoq antara staff MK dan lascar tersebut.UPS dan NH (Nurkholis 
Hidayat) berhasil naik ke lantai atas, CA yang bermaksud ke atas dihalangi dari 
berbagai sudut dan akhirnya keluar dari kerumunan melalui pintu belakang 
bersama SA.

7.    Terjadi keributan antara petugas keamanan MK  dengan lascar (ditanya ke 
Sidik lagi, ada anak PGI yang kena pukul juga)

8.    Dari belakang terlihat suasana keributan di depan kantin, SA kembali ke 
depan kantin dan Sidik (PU LBH Jakarta) dikerubuti karena kedapatan merekam 
peristiwa.Kamera milik LBH Jakarta yang dipegang oleh Sidik dirampas, dan Sidik 
pun dikerubungi dan disudutkan, bahkan terkena tendangan dan pukulan dari arah 
belakang. 

9.    Sidik sempat masuk kedalam Ruangan dan duduk, namun kembali ke 

[zamanku] Kuliah Umum Filsafat Hermeneutika Kecurigaan di Salihara

2009-12-28 Terurut Topik MGR
Kuliah Umum Filsafat Hermeneutika Kecurigaan
Paul Ricoeur, Friedrich Nietzsche, Sigmund Freud, dan Karl Marx
Setiap Sabtu, Januari 2010, 16:00 WIB/
Serambi Salihara

Paul
Ricoeur, seorang tokoh hermeunetika kontemporer menyebut tiga pemikir
besar, yakni Sigmund Freud, Karl Marx, dan Friedrich Nietzsche, sebagai
pendahulu metodologi hermeneutika yang disebut sebagai hermeneutika
kecurigaan. Freud mencurigai terbentuknya teks sebagai berasal dari
alam ketaksadaran manusia, Marx meletakkannya sebagai produk ekonomi
dan politik, sementara Nietzsche merujuk sebab-musababnya pada kehendak
ingin berkuasa.

Apa yang dimaksud hemeneutika kecurigaan itu?
Apa saja alasan-alasan Paul Ricoeur? Dan bagaimana hemeneutika bekerja
dalam pandangan Sigmund Freud, Karl Marx, dan Friedrich Nietzsche?
Selama empat minggu berturut-turut, selain mengulas pandangan
tokoh-tokoh tersebut dalam lingkup hermeneutika kecurigaan, kuliah umum
ini juga menggali pandangan filsafat dari masing-masing tokoh tersebut.

Kuliah Umum Filsafat ini akan digelar di Serambi Salihara setiap hari Sabtu di 
bulan Januari 2010 pada pukul 16.00 -18.00 WIB.

Kuliah ini terbatas, untuk mengikutinya silakan mengirim email pendaftaran ke 
me...@salihara.org atau riaud...@yahoo.co.id

Sabtu 09 Januari 2010, pukul 16.00 WIB
Hermeneutika: Pengantar Umum dan Teori Hermeneutika Paul Ricoeur 
Haryatmoko /

Sabtu 16 Januari 2010, pukul 16.00 WIB
Tentang Friedrich Nietzsche
Setyo Wibowo /

Sabtu 23 Januari 2010, pukul 16.00 WIB
Tentang Sigmund Freud
Bagus Takwin /

Sabtu 30 Januari 2010, pukul 16.00 WIB
Tentang Karl Marx
Goenawan Mohamad /




  Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

[zamanku] Pementasan Kereta Kencana (Rendra) Mulai Malam Ini di Salihara (Gratis)

2009-11-05 Terurut Topik MGR
Jadwal acara Mengenang Rendra di Komunitas Salihara:

Jumat, 06 November 2009, 20:00 WIB
Pementasan teater Kereta Kencana
Sutradara: Putu Wijaya
Aktor: Ikranegara  Niniek L Karim

Sabtu, 07 November 2009
16:00 WIB Pembahasan puisi Rendra Sihir Rendra
Pembicara: Sapardi Djoko Damono

19:00 WIB Pembacaan puisi Rendra
Oleh: Ine Febrianti, N Riantiarno, Slamet Rahardjo

20:00 WIB Pementasan teater Kereta Kencana

Sebagai penghormatan kepada almarhum Rendra (lahir 7 November 1935 dan
wafat 6 Agustus 2009), Komunitas Salihara akan menyelenggarakan
serangkaian acara di sekitar hari ulang tahun sang penyair dan
dramawan. Selain dua malam pementasan Kereta Kencana (saduran Rendra
atas lakon Les Chaises karya Eugene Ionesco) yang menampilkan aktor
Ikranegara dan Niniek L Karim dengan sutradara Putu Wijaya. Akan
diadakan pula pembacaan sejumlah puisi Rendra oleh Slamet Rahardjo, N
Riantiarno, dan Ine Febriyanti (7 November, 19:00 WIB). Sementara itu,
Sapardi Djoko Damono akan mengulas perpuisian Rendra dengan sorotan
khusus terhadap sejumlah puisi yang ia anggap sebagai karya-karya
terkuat sang penyair.


Seluruh
rangkaian acara diselenggarakan di Teater Salihara. Terbuka untuk umum
dan GRATIS. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Melan di
me...@salihara.org atau Dita di riaud...@yahoo.co.id, atau kunjungi
www.salihara.org.

Sampai jumpa di Komunitas Salihara!

http://www.facebook.com/event.php?eid=327095385225ref=mf

http://salihara.org/main.php?type=detailmodule=newsmenu=childparent_id=2id=19item_id=853



  Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi! Yahoo! 
memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba! 
http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

[zamanku] Invitation to First Erasmus Lecture on Humanism, by Goenawan Mohamad

2009-10-27 Terurut Topik MGR
First Erasmus Lecture on Humanism

“Humanism in the thoughts of prominent Indonesians: Soekarno, Hatta, Sjahrir, 
Tan Malaka and Pramoedya Ananta Toer”

Wednesday, 28 October 2009, 19.30 hrs.

Goenawan Mohamad, Budayawan (publicist on culture and philosophy)  

Erasmus Huis

On this day, the birthday of the Dutch philosopher Desiderius Erasmus, more 
than 550 years ago, the Erasmus Huis wants to draw attention to the 
philosophical heritage of Erasmus and its relevance to the present time by 
organising a lecture and discussion: in the spirit of Erasmus’ own words ‘Civis 
mundi sum’ / I am a world citizen.

Erasmus is often referred to as ‘the humanist’; he has given an important 
impulse to the development and spreading of this body of thought. The concept 
‘humanism’ does not have a univocal meaning and will have different 
interpretations and relevance depending on time and place. For Erasmus it was 
foremost the conviction that the spiritual strength, that is needed to take 
life to its highest potential, is evoked by entering discussion with great 
thinkers, who have those strengths. Beside that, time and time again he pleaded 
for tolerance between the different beliefs. He placed common sense above 
dogmatic standpoints.

At Erasmus Huis Mr Goenawan Mohamad will present the English version of his 
lecture on humanism in the thoughts of a number of prominent Indonesians: 
Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka and Pramoedya Ananta Toer. Mr Goenawan 
Mohamad has for long been a key figure in the political and cultural world of 
Indonesia as an editor, curator and publicist, always presenting his own 
independent views.

Erasmus Huis
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. S-3, Kuningan Jakarta 12950




Erasmus

Senin, 26 Oktober 2009

Ini akhir pekan Erasmus. Saya diminta bicara tentang humanisme dalam pandangan 
Indonesia untuk ulang tahun tokoh humanisme Eropa yang lahir 27 Oktober 1466 
itu di Erasmus Huis, Jakarta. Saya tak tahu banyak tentang humanisme abad ke-15 
Eropa, dan yang pertama kali saya ingat tentang Erasmus adalah apa yang 
dikatakan Luther tentang dia. Bagi Luther, pemula Protestantisme yang pada 
akhirnya mengambil posisi yang tegas keras menghadapi Gereja itu, Erasmus 
ibarat ”belut”. Licin, sukar ditangkap.

Erasmus memang tak selamanya mudah masuk kategori, tak mudah menunjukkan di 
mana ia berpihak, ketika zaman penuh hempasan pertentangan keyakinan theologis. 
Pada mulanya ia membela Luther, ketika pembangkang ini diserang dan diancam, 
tapi kemudian ia menentangnya, ketika Luther dianggapnya semakin mengganas 
dalam menyerang Roma. Dalam sepucuk suratnya kepada Paus Adrianus VI, Erasmus 
sendiri mengatakan, ”Satu kelompok mengatakan hamba bersetuju dengan Luther 
karena hamba tak menentangnya; kelompok lain menyalahkan hamba karena hamba 
menentangnya….”

Bagi Erasmus, sikapnya menunjukkan apa yang disebut di zamannya sebagai 
civilitas. Dalam kata-kata sejarawan Belanda terkemuka, Huizinga, itulah 
”kelembutan, kebaikan hati, dan moderasi”.

Perangai tokoh humanisme abad ke-15 ini agaknya seperti sosok tubuhnya. Kita 
hanya bisa melihat wajahnya melalui kanvas Holbein di Museum Louvre: kurus, 
pucat, wajah filosof yang meditatif dan sedikit melankolis. Tetapi ia—yang 
merupakan pengarang terlaris di masanya ini (seorang penjual buku di Oxford 
pada 1520 mengatakan, sepertiga bukunya yang terjual adalah karya-karya 
Erasmus)—juga seorang yang suka dipuji. Dan di balik sikapnya yang santun, ada 
kapasitas untuk menulis satire yang sangat berat sebelah yang menyerang Paus 
Julius II. Dalam satire ini, Santo Petrus bertanya kepada Julius di gerbang 
akhirat: ”Apa ada cara mencopot seorang Paus yang jahat?” Jawab Julius: 
”Absurd!”

Pada akhirnya memang tak begitu jelas bagaimana ia harus diperlakukan. Ia 
meninggal di Basel, Swiss, pada 1536, tanpa disertai seorang pastor, tanpa 
sakramen Gereja. Tapi ia dapat kubur di katedral kota itu.

Agaknya itu menggambarkan posisinya: seorang yang meragukan banyak hal dalam 
agama Kristen, tapi setia kepada Gereja. ”Aku menanggungkan Gereja,” katanya, 
”sampai pada suatu hari aku akan menyaksikan Gereja yang jadi lebih baik.”

Mungkin itulah sebabnya yang selalu dikagumi orang tentang pemikir ini adalah 
seruannya untuk menghadapi perbedaan pikiran dengan sikap toleran dan 
mengutamakan perdamaian. ”Tak ada damai, biarpun yang tak adil sekalipun, yang 
tak lebih baik ketimbang kebanyakan perang.”

Dari sini agaknya orang berbicara tentang ”humanisme Kristen” bila berbicara 
tentang Erasmus—atau, dalam perumusan lain, ”rasionalisme religius”. Dalam 
jenis ”rasionalisme” ini, skeptisisme dan rasa ingin tahu, curiositas, diolah 
dengan baik, tapi pada akhirnya tetap dibatasi oleh apa yang ditentukan agama. 
Tak mengherankan bila Ralf Dahrendorf menyebut posisi Erasmus sebagai ”leise 
Passion der Vernunft”, gairah yang lembut untuk akal budi.

Dalam hal itu, Erasmus memang tak bisa diharapkan akan mengatasi pikiran yang 
umum di 

[zamanku] Penampilan Sapardi Djoko Damono di Malam Terakhir Utan Kayu Literary Biennale 2009

2009-10-24 Terurut Topik MGR
Penyair Sapardi Djoko Damono akan membacakan puisi-puisinya dalam Penutupan 
Utan Kayu Literary Biennale 2009 yang akan digelar malam ini pukul 19.00 Sabtu 
24 Oktober di Teater salihara. Selain Sapardi beberapa sastrawan dari Indonesia 
atau luar negeri juga akan menyuguhkan karya-karya mereka. Seperti M Iksaka 
Banu, Leila S, Chudori, Triyanto Triwikromo, Hasan Aspahani dan Jimmy Maruli 
Alfian dari Indonesia. Dari Australia akan tampil Sandra Thibodeaux. 

Dalam acara bantingan puisi yang akan digelar di Teater Atap Salihara pukul 
21.00 akan diramaikan dengan pementasan grup musik Angsa dan Serigala.

Acara sastra pada malam ini akan menjadi penutup festival Utan Kayu Literary 
Biennale 2009 yang telah digelar sejak Selasa 20 Oktober 2009. Beberapa 
sastrawan yang terlibat seperti A Muttaqin, AS
Laksana, Aan Mansyur, Agus R Sarjono, Ahda Imran, Alfred Schaffer, Beno
Siang Pamungkas, Bernice Chauly, Dacia Maraini, Drisana Deborah Jack,
Gus tf Sakai, Handry TM, Hasan Aspahani, Hudan Hidayat, Inggit Putria
Marga, Iyut Fitra, Jan Cornall, Jimmy Maruli Alfian, Leila S Chudori,
Lily Yulianti Farid, M Iksaka Banu, Moon Chung-Hee, Ramon Damora,
Reggie Baay, Sandra Thibodeaux, Sapardi Djoko Damono, Timur Sinar
Suprabana, Triyanto Triwikromo, Vanni Bianconi, Warih Wisatsana,
Wendoko, dan Yanusa Nugroho.

Agenda malam terakhir Utan Kayu Literary Biennale 2009
 
Sabtu, 24 Oktober 2009
19:00-21:00 wib
di Teater Salihara
Pembacaan dan Diskusi: Merandai
Menampilkan:
M Iksaka Banu (Indonesia), Leila S. Chudori, Triyanto Triwikromo
(Indonesia), Sapardi Djoko Damono (Indonesia), Sandra Thibodeaux
(Australia)

21:00-23:00 wib
di Teater Atap Salihara
Pembacaan, Musik, dan Bantingan Puisi (Poetry Slam)
Menampilkan: Jimmy Maruli Alfian (Indonesia), Hasan Aspahani (Indonesia). 
Musik: Angsa dan Serigala
Bantingan
Puisi (Poetry Slam): Uji kebolehan Anda sebagai penyair, daftarkan
diri Anda segera di riaud...@yahoo.co.id. Tempat terbatas.

--

Saturday, Oct. 24
7 p.m. to 9 p.m. at Theater Salihara:
Reading
and Discussion: Traversing. Featuring M Iksaka Banu (Indonesia), Leila Chudori, 
Triyanto Triwikromo (Indonesia), Sapardi Djoko
Damono (Indonesia) and Sandra Thibodeaux (Australia)

9 p.m. to 11 p.m. at Kafe Atap Salihara:
Reading,
Music Performance and Poetry Slam. Featuring Jimmy Maruli Alfian
(Indonesia), Hasan Aspahani (Indonesia) and the indie band Angsa and
Serigala


http://www.facebook.com/event.php?eid=167655647494index=1
http://salihara.org/main.php?lang=id
http://literarybiennale.org/




  Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

[zamanku] Program Jumat 23 Okt (Utan Kayu Literary Biennale 2009)

2009-10-22 Terurut Topik MGR
Utan Kayu Literary Biennale 2009
Komunitas Salihara

Jumat, 23 Oktober 2009
19:00-21:00 wib
di Teater Salihara
Pembacaan dan Diskusi: Sejarah dan Ironi
Menampilkan:
A Muttaqin (Indonesia), AS Laksana (Indonesia), Drisana Deborah Jack
(St Martin), Handry TM (Indonesia), Vanni Bianconi (Swiss), Warih
Wisatsana (Indonesia)

21:00-23:00 wib
di Teater Atap Salihara
Pembacaan, Musik, dan Bantingan Puisi (Poetry Slam)
Menampilkan:
Ahda Imran (Indonesia), Beno Siang Pamungkas (Indonesia), Zeno Gabaglio
(Swiss), Musik: Rampak Bedug Rumah Musik Harry Roesli

Setiap pembacaan karya sastra: puisi dan prosa kami menampilkan teks
terjemahannya di layar. Acara ini terbuka umum dan tidak dipungut
biaya. Melalui salah satu sponsor kami Indosat, penonton yang memakai
nomer telepon selulernya dari produk Indosat: Mentari, IM3, dll akan
mendapatkan pulsa cuma-cuma Rp 10.000

http://www.facebook.com/event.php?eid=167655647494index=1
http://salihara.org/main.php?lang=id
http://literarybiennale.org/

Bantingan
Puisi (Poetry Slam): Uji kebolehan Anda sebagai penyair, daftarkan
diri Anda segera di riaud...@yahoo.co.id. Tempat terbatas.

---

Friday, Oct. 23
7 p.m. to 9 p.m. at Theater Salihara:
Reading and
Discussion: History and Irony. Featuring A Muttaqin (Indonesia), AS
Laksana (Indonesia), Drisana Deborah Jack (St. Martin), Handri TM
(Indonesia), Vanni Bianconi (Switzerland), Warih Wisatsana (Indonesia)

9 p.m. to 11 p.m. at Kafe Atap Salihara:
Reading,
Music Performance and Poetry Slam. Featuring Ahda Imran (Indonesia),
Beno Siang Pamungkas (Indonesia), Zeno Gabaglio (Switzerland) and
percussion music by Rumah Musik Harry Roesli




  Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang 
Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com

[zamanku] Koran Tempo Menang Lawan Munarman

2009-07-15 Terurut Topik MGR
Selamat untuk Koran Tempo...

Koran Tempo Menang Lawan Munarman

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh 
gugatan Munarman terhadap Koran Tempo. Dalam putusannya, majelis menyatakan 
Koran Tempo telah mengoreksi pemberitaan yang salah sesuai dengan Undang-Undang 
Pers. Para tergugat tak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, kata 
ketua majelis hakim Syahrial Sidik di persidangan kemarin.

Sebelumnya, Munarman menggugat PT Tempo Inti Media, Koran Tempo, dan The Wahid 
Institute dengan nilai gugatan Rp 13 miliar. Ia juga meminta agar tanah dan 
kantor PT Tempo Inti Media beserta isinya disita.

Munarman melayangkan gugatan itu terkait dengan pemuatan foto dirinya yang 
tengah mencekik seseorang pada Koran Tempo edisi 3 Juni 2008. Foto itu juga 
disertai keterangan bahwa Munarman mencekik seorang anggota Aliansi Kebangsaan 
untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan pada insiden Monas, 1 Juni 2008.

Pada hari terbitnya edisi itu, Munarman membantah berita foto tersebut. Menurut 
Panglima Laskar Islam itu, pemuda yang ia cekik adalah anggota Front Laskar 
Islam. Ia mencekik pemuda tersebut untuk mencegahnya berbuat kekerasan. Sehari 
kemudian, pada 4 Juni 2008, Koran Tempo meralat pemuatan foto itu dan meminta 
maaf.

Menurut Syahrial, pemuatan ralat tersebut telah meluruskan pemberitaan 
sebelumnya. Ralat juga telah dimuat secara proporsional dan ditempatkan di 
halaman yang sama dengan berita foto yang dipersoalkan. Koran Tempo juga sudah 
minta maaf tanpa ada permintaan terlebih dulu dari pihak Munarman, ujar 
Syahrial.

Kuasa hukum Munarman, Syamsul Bahri Radjam, tak puas terhadap putusan tersebut. 
Pengadilan semestinya menjadi pengontrol kebebasan pers, ujarnya. Kami akan 
mengajukan banding.

Adapun kuasa hukum Tempo, Soleh Ali, menyambut gembira putusan itu. Putusan 
hakim mengacu kepada Undang-Undang Pers, ujarnya. Pemberitaan Tempo, ia 
melanjutkan, juga telah mengacu kepada undang-undang itu.

Tentu saya menyambut positif, kata Corporate Chief Editor Tempo, Bambang 
Harymurti, di Balikpapan kemarin. Menurut dia, putusan itu merupakan sinyalemen 
positif bagi penegakan hukum Indonesia. Lembaga peradilan mulai memperhatikan 
penggunaan Undang-Undang Pers, katanya.

ANTON SEPTIAN | S.G. WIBISONO | DWI WIYANA

http://korantempo.com/korantempo/koran/2009/07/16/headline/krn.20090716.171248.id.html



  Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman. Tambahkan mereka 
dari email atau jaringan sosial Anda sekarang! 
http://id.messenger.yahoo.com/invite/

[zamanku] Segera Hadir Festival Salihara 2009

2009-06-26 Terurut Topik MGR
Salam,

Setelah dibuka pada 8 Agustus 2008, Komunitas Salihara kini menjelang
ulang tahun pertamanya. Memperingati hari jadi itu kami
menyelenggarakan Festival Salihara 2009, sejak 8 Juli hingga 15
Agustus. Tahun lalu, karena kesiapan tempat memerlukan waktu beberapa
bulan sejak pembukaan, Festival Salihara 2008 baru berlangsung sejak
pertengahan Oktober hingga pekan pertama Desember tahun lalu, selama
tujuh pekan.



Festival Salihara 2008 bisa dinilai menuai sukses besar. Ribuan orang
bertemu dan berbagi karya kreatif bersama di Komunitas Salihara. 22
kegiatan seni yang melibatkan 800 seniman dan tim produksinya serta
dihadiri oleh sekitar 5.000 pengunjung dari beragam profesi dan strata
sosial.



Sebuah festival ibarat seikat bunga rampai. Ada campuran banyak rupa
dan warna, mungkin juga keharuman. Rangkaian semua unsur itu membentuk
suatu kombinasi yang padat. Dan sesungguhnya festival ini adalah
semacam pemadatan dari kegiatan rutin bulanan Komunitas Salihara
menggelar pelbagai kegiatan—mulai dari pertunjukan musik, tari, teater,
sastra, maupun diskusi dan kuliah umum. Untuk membuatnya lebih
istimewa, kami menampilkan pelbagai kesenian dari jenis dan latar
belakang yang lebih beragam.



Tahun ini, misalnya, kami mendatangkan koreografer dan penari Eiko
 Koma dari New York—salah satu dari grup tari terkemuka dunia yang
tercantum dalam buku rujukan Fifty Contemporary Choreographers. Kami
pun bekerja sama dengan Goethe-Institut Jakarta mendatangkan Selisih
Ensemble pimpinan Dieter Mack dari Jerman. Aktor teater kelahiran
Inggris, Jennifer Claire, akan membawakan lakon monolog Tolstoy’s Wife.
Dari Indonesia, selain mengundang pemusik I Wayan Sadra bersama
Ansambel SonoSeni, kami juga akan menampilkan duo gitaris Dewa Budjana
dan Tohpati dan kelompok jazz rock Trio Ligro. Sedangkan acara kuliah
umum akan diisi oleh Dr. Amina Wadud, yang akan membawakan tema
Keindahan Feminin dari yang Ilahi.



Selamat menikmati acara-acara Festival Salihara 2009. Sampai jumpa di Komunitas 
Salihara.



Jakarta, Juni 2009



Hasif Amini

Direktur Festival Salihara 2009



--
Program Festival Salihara 2009



Rabu, 08 Juli 2009, 19:00 WIB

Pembukaan Festival Salihara 2009

TARI Kembang Lambang Sari

Wiwiek Widiyastuti  Laboratorium Tari Indonesia, Jakarta

MUSIK JAZZ

Tohpati  Dewa Budjana, Jakarta

Khusus Undangan



Sabtu-Minggu, 11-12 Juli 2009, 20:00 WIB

Tari HUNGER OF THE LAND (Perdana Dunia)

Koreografer dan penari: Eiko  Koma, New York AS

di Teater Salihara

HTM Rp 100.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 50.000,- (tempat terbatas)



Selasa-Rabu, 14-15 Juli 2009, 20:00 WIB

Musik oleh Christian Utz  ensemble on_line, Austria

di Teater Salihara

HTM Rp 100.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 50.000,- (tempat terbatas)



16 Juli – 15 Agustus 2009, 10:00-19:00 WIB

Pameran Seni Rupa PERANG, KATA DAN RUPA

Aminudin T. H. Siregar, Chandra Johan, Jopram, Jumaadi, Mujahidin
Nurrahman, Putu Sutawijaya, R. E. Hartanto, Jompet Kuswidananto, Teguh
Ostenrik, Ugo Untoro, Wayan Suja, Wilman Hermana, Yustoni Volunteero

Pembukaan: Kamis, 16 Juli 2009, 19:00 WIB

di Galeri Salihara

GRATIS



Jumat-Sabtu, 17-18 Juli 2009, 20:00 WIB

Musik oleh TimeTable Percussion Trio, New York AS

di Teater Salihara

HTM Rp 100.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 50.000,- (tempat terbatas)



Selasa-Rabu, 21-22 Juli 2009, 20:00 WIB

Tari SUARA NENG, koreografer: Nur Hasanah, Jakarta

Tari MERAH, koreografer: Asri Mery Sidowati, Jakarta

di Teater Salihara

HTM Rp 50.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)



Jumat-Sabtu, 24-25 Juli 2009, 20:00 WIB

Jazz musikalisasi puisi oleh Denise Jannah, Belanda-Suriname

di Teater Salihara

HTM Rp 100.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 50.000,- (tempat terbatas)



Minggu, 26 Juli 2009, 19:00 WIB

Kuliah Umum JAMAL, KEINDAHAN FEMININ DARI YANG ILAHI: JENDER, SENI DAN TASAWUF

Pembicara: Amina Wadud, Kalifornia AS

di Serambi Salihara

GRATIS



Selasa-Rabu, 28-29 Juli 2009, 20:00 WIB

Musik oleh I Wayan Sadra  Ansambel SonoSeni, Surakarta

di Teater Salihara

HTM Rp 50.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)



Jumat-Sabtu, 31 Juli – 01 Agustus 2009, 20:00 WIB

Monolog TOLSTOY'S WIFE, Sebuah drama berdasarkan buku harian terakhir Countess 
Sonya Tolstoy

Sutradara dan pemain: Jennifer Claire, Australia

di Teater Salihara

HTM Rp 50.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)



Minggu, 02 Agustus 2009, 20:00 WIB

Musik oleh Dieter Mack  Selisih Ensemble, Jerman

di Teater Salihara

HTM Rp 100.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 50.000,- (tempat terbatas)



Jumat-Sabtu, 07-08 Agustus 2009, 20:00 WIB

Teater HOLOCAUST RISING

Sutradara: Rukman Rosadi | Saturday Acting Club, Yogyakarta

di Teater Salihara

HTM Rp 50.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)



Selasa, 11 Agustus 2009, 20:00 WIB

Wayang Ringkas BANJARAN KARNA

Dalang: Ki Purbo Asmoro, Surakarta

di Teater Salihara

HTM Rp 50.000,- | Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)



Rabu, 

[zamanku] Pertunjukan Aruk Gugat oleh Teater Satu (Grup Teater Terbaik 2008)

2009-06-16 Terurut Topik MGR
http://salihara.org/main.php?type=detailmodule=newsmenu=childparent_id=3id=24item_id=735

Sebuah pertujukan dari Grup Teater Terbaik Indonesia tahun 2008 versi majalah 
Tempo.

Teater Satu Lampung mempersembahkan Aruk Gugat.



Catatan Proses Kreatif Aruk Gugat

Lakon “Aruk Gugat” adalah sebuah eksperimen panjang yang telah dimulai
Teater Satu Lampung sejak tahun 1998. Bermula dari sebuah diskusi kecil
yang menggagas tentang hubungan teater (pertunjukan) dengan penonton.
Lalu berkembanglah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Mungkinkah
membuat sebuah karya pertunjukan yang bisa diterima dan dinikmati oleh
semua lapisan dan kelas sosial masyarakat? Apakah mungkin dicapai suatu
bentuk artistik dan estetik pertunjukan yang bisa diterima dan
dimengerti secara umum?  Apakah esensi  dari sifat-sifat universalitas
di dalam karya seni (pertunjukan) itu?  Mungkinkah membuat sebuah
pertunjukan yang tidak terlalu sukar dilakukan namun memiliki kualitas
artistik dan estetik yang bisa diterima dan dinikmati oleh semua
penonton?



Pertanyaan itu berlanjut pada upaya memeriksa kembali seluruh
pertunjukan yang pernah dipentaskan Teater Satu dan bagaimana reaksi
penonton terhadapnya. Dari studi kecil-kecilan itu, diperoleh data
bahwa sebuah repertoar kecil Teater Satu yang bertajuk “Warahan Aruk
Gugat” yang pernah dimainkan pada tahun 1996, adalah salah satu
pertunjukan yang paling mungkin bisa meladeni—bukan
menjawab—pertanyaan-pertanyaan di atas. 



Penciptaan repertoar “Warahan  Aruk Gugat” ini bersumber dari sastra
lisan Lampung yang disebut “Warahan”, yakni salah satu bentuk sastra
tutur yang berfungsi sama seperti dongeng. Warahan inilah yang oleh
sebagian besar pelaku seni dan peneliti di Lampung disebut sebagai
bentuk teater rakyat Lampung. Namun, di dalamnya belum ada kelengkapan
unsur-unsur pertunjukan seperti halnya yang terdapat di dalam Ludruk,
Ketoprak, Mahyong, Mamanda, dan lain-lain. Warahan masih terbatas pada 
ada seorang pencerita dan ada cerita yang disampaikan yang biasanya
berisi nasihat, sindiran, pesan. Dalam menyampaikan ceritanya, Pewarah
atau Pencerita menembangkan seluruh cerita dengan iringan musik gambus.
Seorang Pewarah biasanya mampu menghafal 20 sampai 100 bait cerita.



Dari sumber-sumber penciptaan seperti itulah, “Warahan  Aruk Gugat”
dikembangkan—bukan diposisikan dalam bentuknya sebagai
dongeng—melainkan kemungkinan-kemungkinannya dikembangkan sebagai
pertunjukan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Dalam proses
eksplorasi oleh Tim Artistik Teater Satu, bentuk Warahan  ini
dipertemukan dengan bentuk-bentuk pertunjukan teater modern yang telah
berkembang dan dikenal oleh Teater Satu sebelumnya. Maka, dilakukanlah
upaya-upaya identifikasi peran/tokoh,  karakterisasi, artistik,
aktualitas cerita, untuk memperkaya bentuk pertunjukan Warahan yang
telah pernah ada sebelumnya.



Hingga saat ini, setelah lebih dari 10 tahun Teater Satu berupaya terus
menerus memeriksa dan mengembangkan bentuk pertunjukan Warahan, telah
dilakukan lebih dari 70 kali pertunjukan dengan cerita dan bentuk
pertunjukan yang berbeda-beda. Namun, sampai saat ini,  unsur-unsur
artistik pertunjukan yang tetap dipertahankan adalah; kesederhanaan
bentuk, plot, dan karakterisasi tokoh utama yakni Aruk, yang tetap
setia pada ekspresinya sebgai “SANDIWARA KAMPUNG”. 



Kami menamakannya Sandiwara Kampung karena repertoar “Warahan  Aruk
Gugat” memang diniatkan menjadi pertunjukan yang bisa meladeni segala
bentuk ruang dan bisa dimainkan di mana saja dan kapan saja; khususnya
di Indonesia. Di mana hal-hal yang naif, kampungan, dan segala kategori
yang selama ini dianggap sebagai “sisi gelap” dalam perkembangan
“ke-ber-adaban” masyarakat  (setidaknya dalam persepsi kita yang biasa
hidup di wilayah perkotaan)   justru dihidangkan.  Samasekali bukan
untuk meraih semacam simpati atau pemakluman, melainkan untuk diperiksa
kembali. Dan pertunjukan di Komunitas Salihara ini adalah bentuk
garapan terbaru dari semua pertunjukan yang sudah dipentaskan
sebelumnya. 



Aruk Gugat adalah upaya Teater Satu untuk memeriksa kembali
“ke-kampungan”,  yang ada dalam lingkungan sosial kami, sistem politik,
budaya, dan terutama dalam diri kami sendiri, sambil terus
mengupayakannya menjadi pertunjukan yang—bila mungkin—bisa dinikmati
oleh semua lapisan masyarakat dengan berbagai latar belakang budaya. 



Iswadi Pratama

Sutradara 



Sinopsis

Aruk adalah seorang anak yatim yang jujur, namun malas dan bodoh. Aruk 
diharapkan mampu mengangkat kembali harkat dan martabat keluarga yang telah 
hancur sejak kematian sang ayah. Maka, Emak pun menitipkan Aruk di rumah 
pamannya, Sirajudin bergelar Pangeran Si Angan-Angan yang kelak akan mendidik 
Aruk dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan sebagai bekal hidup.

Aruk mengawali kariernya di bidang militer. Namun ia dikeluarkan, karena 
menolak mengikuti ujian menembak. Alasan Aruk: jika ia pandai menembak maka 
nanti akan menembak siapa saja. Gagal jadi prajurit, Aruk berkerja sebagai 

[zamanku] Download Buku Ilusi Negara Islam

2009-05-17 Terurut Topik MGR
Salam,

Kami baru menerima berita dari Mas Ahmad Suaedy Direktur the Wahid Institute, 
toko-toko yang menjual buku Ilusi Negara Islam diteror: akan diserbu, dibakar 
melalui telepon-telepon tak dikenal. 

Di Gramedia pun buku ini belum sempat beredar. Anda mungkin akan kesulitan 
mendapatkan buku ini di pasaran. Syukur alhamdulillah, melalui jasa internet, 
pembredelan dan ancaman untuk sebuah karya tidak akan berhasil sempurna. Kini 
bagi siapa pun yang ingin membaca buku ini silakan mengunduhnya (download) 
melalui alamat berikut:

http://www.bhinnekatunggalika.org/galeri.html

---

Untuk berita peluncuran buku ini Sabtu malam: 
http://oase.kompas.com/read/xml/2009/05/17/15241171/ilusi.negara.islam.diperbanyak.di.empat.negara


-

Pers Release Peluncuran buku dan dvd
الحمدلله رب العالمين وبه نستعين على أمورالدنيا والدين

والصلاة والسلام على أشرف الأنبيآء والمرسلين سيدنا مجمد وعلى أله وأصحابه ومن 
تبعهم بإحسان الى يوم الدين ، اما بعد



The Wahid Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, dan The Maarif Institute





Tokoh Islam Moderat Meluncurkan Buku--Ilusi Negara Islam: Ekspansi
Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, dan dan Seri
TV/Video--Lautan Wahyu: Islam sebagai Rahmatan lil-‘Alamin, untuk
Mewujudkan Islam sebagai Rahmatan lil-‘Alamin



Jakarta, 16 Mei 2009





JAKARTA, INDONESIA (16 Mei 2009)—Tiga tokoh besar Islam moderat
meluncurkan buku dan seri video untuk melestarikan tradisi dan budaya
bangsa Indonesia yang santun dan toleran berdasarkan nilai-nilai luhur
agama, serta mewujudkan dunia yang aman, damai, dan sejahtera. Program
ini juga bertujuan membantu dunia mengatasi krisis kesalahpahaman
tentang agama dan kesalahkaprahan pengamalannya yang mengancam
kedamaian di mana-mana.



Mantan Presiden Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bersama
mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif (Buya),
dan tokoh terkemuka Nahdlatul Ulama, KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus),
bersama-sama mengajak dan berusaha mengilhami masyarakat dan para elit
untuk bersikap terbuka, rendah hati, dan terus belajar agar bisa
memahami agama secara spiritual dan mendalam. Karena dengan cara
demikian pemahaman agama kelompok garis keras yang dangkal dan sempit
tidak akan bisa menginfiltrasi dan menghasut bangsa Indonesia untuk
mengkhianati nilai-nilai luhur ajaran agama serta tradisi dan budaya
bangsanya.



“Saya tidak khawatir terhadap non-Muslim atau siapa pun selama mereka
terus belajar; yang saya khawatirkan adalah ketika seseorang berhenti
belajar dan menganggap kebenaran sudah ada di tangannya dan kemudian
menganggap yang lain salah. Sebab, sabda Nabi saw., ‘Orang akan tetap
baik-baik saja, tetap pandai selama mau belajar. Ketika orang itu
berhenti belajar karena sudah merasa pandai, mulailah dia bodoh’,” (Gus
Mus).



Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi
salah satu medan pertarungan ideologi yang signifikan.
Kelompok-kelompok garis keras telah menggunakan simbol-simbol agama
untuk merekrut dukungan umat Islam. Dengan menggunakan bahasa yang sama
dengan umat Islam pada umumnya, mereka berusaha meraih dukungan atas
nama agama sebanyak-banyaknya. Padahal, makna yang mereka pahami jauh
berbeda dari makna yang lazim dipahami oleh umat Islam Indonesia.



Ketiga tokoh ini menegaskan pentingnya melestarikan Pancasila, UUD
1945, dan NKRI, serta nilai-nilai luhur agama yang menjiwai bangunan
bangsa dan negara Indonesia, yang kini dibayang-bayangi oleh infiltrasi
paham dan aksi-aksi gerakan transnasional yang meresahkan. Demi tujuan
ini, mereka menyerukan persatuan dan kerjasama semua pihak dan lapisan
masyarakat, karena kebenaran yang tidak terorganisai bisa dikalahkan
oleh kejahatan maupun kezhaliman yang terorganisasi.



The Wahid Institute, Maarif Institute, dan Gerakan Bhinneka Tunggal Ika
bersama-sama menerbitkan buku Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia, yang merupakan hasil penelitian
lapangan dan konsultasi selama lebih dari dua tahun. Penelitian
lapangan yang meliputi 24 kabupaten di 17 propinsi ini melibatkan tak
kurang dari 30 peneliti yang kebanyakan berasal dari jaringan UIN/IAIN.
Mereka telah melakukan wawancara mendalam terhadap 591 responden yang
berasal dari 58 kelompok dan organisasi yang berbeda.



Buku ini juga dilengkapi dengan hasil konsultasi dengan para ulama,
intelektual, aktivis ormas Islam, para pengusaha, praktisi pendidikan,
dan pejabat pemerintahan yang merasa prihatin dengan perkembangan
gerakan Islam transnasional di Indonesia. Penelitian lapangan dan
konsultasi dengan para tokoh ini berhasil mengungkap asal-usul,
ideologi, agenda, dana, sistem, dan jaringan gerakan Islam
transnasional dan kaki tangannya di Indonesia. Di samping rekomendasi
untuk menghadapi dan mengatasi gerakan garis keras, buku ini juga
menyajikan counter teologis atas klaim-klaim telogis mereka.



“Studi ini kami lakukan dan publikasikan untuk mengbangkitkan kesadaran
seluruh komponen bangsa, khususnya para elit dan media 

[zamanku] PDI-P dan Pilihan-Pilihannya (Goenawan Mohamad)

2009-05-07 Terurut Topik MGR
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detailcat=newsid=44

PDI-P dan Pilihan-Pilihannya (Goenawan Mohamad)

Jika benar apa yang diprediksikan pelbagai jajak pendapat, SBY akan
menang dalam persaingan ke kursi kepresidenan. Berarti baik Megawati
maupun Jusuf Kalla tak punya peluang -- atau memerlukan kejadian yang
luar biasa.. Apalagi Prabowo dan Wiranto.

Saya tidak begitu
berminat tentang apa yang dapat dilakukan Golkar, Gerindra dan Hanura
dalam kondisi itu. Saya lebih berminat, dan lebih prihatin, tentang
pilihan langkah yang harus diambil PDI-P. Partai inilah yang saya pilih
dalam pemilu untuk lembaga legislatif yang baru lalu.

Tampaknya ada dua pilihan:

1. Megawati maju terus sebagai calon presiden, didampingi dengan seorang tokoh 
lain: Prabowo atau Sultan Hamengku Buwono X.

Dengan
Sri Sultan, saya belum tahu apa hambatannya. Dengan Prabowo ada
persoalan pokok: mantan jenderal dan menantu Suharto ini ngin
dirinyalah yang jadi calon presiden, dengan dukungan PDI-P. Koalisi
agaknya sulit terbentuk karena itu.

Persoalan ini terpecahkan seanndainya Prabowo bersedia hanya jadi calon wakil 
presiden.
Ini
bisa akan meramaikan pemilihan dan tak menghambat Megawati maju
bertanding. Tapi dengan catatan: pasangan Mega-Prabowo juga bisa
memperlemah daya saing menghadapi SBY, apalagi jika SBY jadi
berpasangan dengan pakar ekonomi Budiono.

Budiono memang bukan
tokoh yang dikenal luas. Tapi ia akan memproyeksikan citra yang lebih
bebas dari usreg-usergan parpol seperti sekarang. Budiono juga dinela
bersih, setidaknya tak dikenal punya bisnis seperti Jusuf Kalla; ia
juga mengesankan perhatian khusus SBY dalam menghadapi kriris ekonomi
global.

Sebaliknya Prabowo: diakui atau tidak, ia sejak mula
tokoh yang menimbulkan kontroversi; ia punya banyak musuh di kalangan
ABRI (baca buku Sintong Panjaitan) dan di kalangan pro-demokrasi.


2.
Untuk menyelamatkan Megawati dari pertandingan yang tak menjanjikan
kemenangan, PDI-P_membiarkan Prabowo maju sebagai calon presiden dengan
didampingi Puan Maharani (puteri Megawati) sebagai wakil.

Tapi
akan ada pertanyaan besar. Kenapa Partai tidak menampilkan tokoh dari
tubuhnya sendiri sebagai calon presiden? Mengapa harus pinjam Prabowo
-- yang belum tentu bisa diatur oleh PDI-P? Mengapa harus memakai
Prabowo, yang hanya dapat sekitar 5% suara (sedang PDI-P sendiri hampir
15%)? Mungkinkah Puan bisa mengimbangi kehadiran Prabowo dalam lima
tahun mendatang? Bagaimana masa depan PDI-P sebagai hanya partainya
Wakil Presiden? Jangan-jangan pendukung dan posisinya akan diambil-alih
Gerindra.

3. Megawati tak akan ikut dalam pemilihan presiden dan
PDI-P berkoalisi dengan Demokrat. PDI-P masuk ke dalam kabinet. Ini
bisa menguntungkan PDI-P (tidak harus memimpin, tapi bisa berpengaruh),
dan bisa menguntungkan Demokrat (akan dapat dukungan tambahan sekitar
90 kursi di parlemen). Sementara itu, PDI-P bisa terus mengadakan
kaderisasi untuk 2014, masa pasca-Mega. Di luar kabinet, kaderisasi
juga bisa dilakukan, tapi jika orang bisa bertaruh bahwa ekonomi
Indonesia akan pulih sebelum 2014, berada di dalam kabinet lebih
menguntungkan.

Koalisi PDI-P dan Demokrat juga baik untuk
membangun pemerintahan yang lebih punya komitmen kepada kebhinekaan.
Bukan hanya komitmen kepada golongan Islam,.

Tapi opsi terakhir akan punya problim: bersediakah Megawati? Juga: siapa yang 
akan berada dalam Oposisi?

Pemerintahan
SBY yang berjalan tanpa Oposisi bisa jadi complacent dan mudah
menyeleweng. Maka peran Gerindra dan Hanura (dan mudah=mudahan Golkar)
sebagai oposisi diperlukan. Jangan-jangan PKS juga akan
mempertimbangkan koalisinya kembali. Sebab PDI-P dengan suara lebih
kuat, bisa meminta SBY memberikan posisi yang lebih penting ketimbang
PKS dan PAN.

Hari-hari ini, apa yang akan muncul dari
pilihan-pilihan itu akan penting bagi Indonesia lima tahun lagi,
meskipun tak akan mengubah Republik secara radikal. Semoga kita selamat
meniti ke seberang.

Goenawan Mohamad


  Cepat, Bebas Iklan, Kapasitas Tanpa Batas - Dengan Yahoo! Mail Anda bisa 
mendapatkan semuanya. http://id.mail.yahoo.com

[zamanku] Program Komunitas Salihara Mei 2009

2009-04-28 Terurut Topik MGR
Program Komunitas Salihara
Mei 2009

Sabtu, 2 Mei 2009, 20:00 WIB
Resital piano tunggal
LEVI GUNARDI
di Teater Salihara
HTM Rp 50.000,- 
Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)

Rabu, 6 Mei 2009, 19:30 WIB
Pemutaran Film BABI BUTA INGIN TERBANG
Sutradara: Edwin
di Teater Salihara
GRATIS

Jumat-Sabtu, 8-9 Mei 2009, 20:00 WIB
Tari LELANGEN BEKSAN
Padneçwara
di Teater Salihara
HTM Rp 50.000,- 
Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)

Rabu 13 Mei 2009, 19:00 WIB
Peluncuran dan Diskusi Buku 
DEMOKRASI DAN KEKECEWAAN
Pembicara: A. Setyo Wibowo, Sandra Hamid dan Arianto Patunru
di Serambi Salihara
Gratis

15-24 Mei 2009, 20:00 WIB (Senin libur) 
Teater TANDA CINTA
Teater Koma
di Teater Salihara
HTM Rp 100.000,- 
Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)

Senin, 18 Mei 2009, 19:00 WIB
Diskusi BUKU PUISI KOLAM karya SAPARDI DJOKO DAMONO
Pembicara: Muhammad Al-Fayyadl dan Nirwan Ahmad Arsuka
di Serambi Salihara
GRATIS

Senin-Selasa, 27-28 Mei 2009, 20:00 WIB
Pertunjukan Musik dan Multimedia EVENT HORIZON
Sincronie, Italia
di Teater Salihara
HTM Rp 50.000,- 
Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)

Reservasi dan Informasi:
Natalie 0817-077-1913
Nike 0818-0730-4036

Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Tel. 021-789-1202, Faks. 021-781-8849 
www.salihara.org



SINOPSIS

Sabtu, 2 Mei 2009, 20:00 WIB
Resital piano tunggal
LEVI GUNARDI
Teater Salihara
HTM Rp 50.000,- 
Pelajar/Mahasiswa Rp 25.000,- (tempat terbatas)

Levi Gunardi adalah seorang pianis Indonesia ternama, kelahiran 1976. Ia 
bergabung dalam Junior Original Concert, sebuah kelompok yang terdiri dari para 
pemusik muda berbakat di bawah usia 15 tahun, dan telah menggubah 
karya-karyanya sendiri untuk piano dan electone, yang ia mainkan di sejumlah 
kota besar di Indonesia. Pada tahun 1992, ia meraih penghargaan “Most 
Outstanding Performance” se-Asia Tenggara mewakili Indonesia di Singapura, dan 
“Outstanding Performance Award” tingkat internasional (mewakili Indonesia dan 
benua Asia), di Kyoto, Jepang pada tahun yang sama.

Setelah menyelesaikan tingkat Persiapan Konservatorium di Yayasan Pendidikan 
Music di bawah bimbingan Iravati Sudiarso pada tahun 1996, Levi diterima di 
Manhattan School of Music di New York, AS, belajar piano pada Constance Keene, 
dan musik kamar pada Marc Silverman, Isadore Cohen, serta Gerald Robyns. Pada 
tahun 1997, ia tampil di Steinway Hall dan Donell Library, keduanya di bawah 
Asosiasi  Leschetizky. Pada awal tahun 2002, ia menyelesaikan program Bachelor 
of Music dan Master of Music, yang diraihnya melalui beasiswa penuh dari para 
petinggi Manhattan School of Music. Ia telah tampil dalam sejumlah master class 
oleh pianis-pianis klasik dunia: Barry Snyder, Ruth Slenckczyska, Alexis 
Golovin, Joaquin Soriano, Solomon Mikowsky, Midori Nohara, Eduardus Halim, 
Reynaldo Reyes, dan Constance Keene.

Levi pernah tampil sebagai solis bersama pianis William Whipple dan Cedar 
Rapids Symphony Orchestra pimpinan Christian Tiemeyeer, dan bersama Twilite 
Orchestra pimpinan Addie MS. Ia menjadi salah satu finalis pada Bergen 
Philharmonic Concerto Competition di New Jersey, AS. Ia pernah diundang oleh 
Nanyang Academy of Fine Arts untuk memberikan resital kuliah sebagai pembuka 
rangkaian 2002 Commuter Concert di Singapura, dan pernah mengadakan resital di 
Esplanade Recital Hall, Singapura. Ia juga pernah menjadi satu-satunya wakil 
Indonesia dalam The 7th Franz Liszt International Piano Competition di Utrecht, 
Belanda. Ia telah merilis CD piano tunggal, yang kemudian masuk nominasi 
“Anugerah Musik Indonesia 2004”, dan yang salah satu lagunya menduduki 
peringkat pertama untuk lagu Indonesia dengan penjualan terbanyak di iTunes 
Indonesia. Selain sebagai pemain, ia cukup aktif memberikan master class untuk 
pianis-pianis muda Indonesia berbakat, serta menjadi
 juri pada beberapa kompetisi seperti Yamaha Electone Festival di Taipei, 
Taiwan, 2nd dan 3rd  UPH National Piano Competition.

Dalam pertunjukannya di Teater Salihara, Levi Gunardi akan membawakan 
karya-karya Frederich Chopin, Franz Liszt, Sergei Rachmaninov dan Johann 
Strauss/Grunfeld, serta karya komponis Indonesia seperti Ismail Marzuki, 
Mochtar Embut, dan karya Levi Gunardi sendiri. 


Rabu, 6 Mei 2009, 19:30 WIB
Pemutaran Film BABI BUTA INGIN TERBANG '77 Menit
Sutradara: Edwin
Teater Salihara
GRATIS

Film Babi Buta yang Ingin Terbang menuturkan kisah tentang kerancuan identitas, 
kebimbangan dan kecemasan, serta pengalaman kehilangan jala—perasaan-perasaan 
yang sering dialami oleh warga etnik Tionghoa di Indonesia. Inilah cerita 
tentang seorang ayah yang ingin mendapatkan lotere green card dan pindah ke 
Amerika Serikat. Cerita tentang seorang mantan juara bulutangkis nasional yang 
ditinggalkan suaminya yang menikahi seorang perempuan Jawa. Cerita tentang 
seorang anak lelaki yang sering dilempari batu karena ia seorang keturunan 
Cina. Cerita tentang seorang gadis yang percaya bahwa petasan bisa mengusir 
hantu.

[zamanku] Teriak Allahu Akbar, Kelakuan Bar-Bar

2008-08-26 Terurut Topik MGR
Saya baru pulang dari acara Ulang Tahun AJI ke-14 (met ulang tahun).
Ada acara yang sangat menarik bagi saya di ujung acara, Slank tampil
menyanyikan lagu-lagu mereka yang berisi kritik sosial. Contohnya
Gosip Jalanan yang membuat anggota beberapa DPR marah dan mengancam
melaporkan Slank ke polisi. Dari lagu ini, bait terakhir yang paling
saya suka. Bunyinya begini:





Pernah gak denger teriakan Allahu Akbar

Pake peci tapi kelakuan barbar

Ngerusakin bar orang ditampar-tampar



Lagu ini mengingatkan saya pada persidangan Residivis Rizieq Shihab dan
cerita Mbak Musdah yang mengikuti sidang itu di hari Senin kemaren
(saya tidak bisa ikut karena berada di Papua).



Lirik lengkap lagu tersebut:



GOSIP JALANAN



Pernah kah lo denger mafia judi

Katanya banyak uang suap polisi

Tentara jadi pengawal pribadi



Apa lo tau mafia narkoba

Keluar masuk jadi bandar di penjara

Terhukum mati tapi bisa ditunda



Siapa yang tau mafia selangkangan

Tempatnya lendir-lendir berceceran

Uang jutaan bisa dapat perawan

Kacau balau … Kacau balau negaraku ini ..



Ada yang tau mafia peradilan

Tangan kanan hukum di kiri pidana

Dikasih uang habis perkara



Apa bener ada mafia pemilu

Entah gaptek apa manipulasi data

Ujungnya beli suara rakyat



Mau tau gak mafia di senayan

Kerjanya tukang buat peraturan

Bikin UUD ujung-ujungnya duit



Pernah gak denger teriakan Allahu Akbar

Pake peci tapi kelakuan barbar

Ngerusakin bar orang ditampar-tampar 



Bersama coretan ini pula saya sertakan laporan Mbak Musdah tentang
suasana persidangan Residivis Rizieq Shihab yang dipenuhi oleh mereka
yang suka teriak Allahu Akbar tapi berkelakuan bar-bar.



Guntur





Pengalaman Mengikuti Sidang Rizieq



Musdah Mulia



Saya masih berada di Balikpapan ketika Anick mengirim info via sms
bahwa dia dan Suaedy akan menjadi saksi dalam persidangan Rizieq hari
Senin, tanggal 25 Agustus 2008, pukul 09.00 di PN Jakarta Pusat. Begitu
inginnya saya menyaksikan persidangan, saya bergegas pulang ke Jakarta,
meski harus naik pesawat dengan tiket yang harganya dua kali lipat dari
harga normal. Dalam benak saya, sidang ini pasti meriah karena dipenuhi
massa FPI, mengingat terdakwa adalah Rizieq Shihab, orang yang selama
ini mereka kultuskan.



Senin pagi saya menjemput Amanda menuju PN. Di depan PN polisi dalam
jumlah yang cukup banyak sudah berdiri menjaga pintu masuk. Mulanya,
kami khawatir tidak boleh masuk. Tetapi, setelah minta izin, polisi
dengan ramah mempersilahkan dan memberikan jalan. Di dalam gedung kami
berpapasan dengan beberapa orang dari AKKBB. Selanjutnya, kami bergegas
masuk ruang sidang tanpa menghiraukan pandangan mata massa FPI yang
memperhatikan langkah kami.



Dugaan saya benar. Ruang sidang sudah dipenuhi massa FPI, mereka
terdiri dari laki dan perempuan, lebih banyak laki dan sebagian besar
memakai baju koko putih dengan tulisan FPI. Untungnya pada bangku kedua
dari depan ada tempat kosong, cukup untuk kami berdua. Lalu, kami duduk
dengan tenang. Suara takbir menggelegar memenuhi ruangan, itu terjadi
setiap kali diteriakkan kata takbir oleh pemimpin mereka. Silih
berganti ucapan takbir dan salawat diteriakkan.



Dua orang yang tadi duduk di sebelah saya pindah tempat. Bersamaan
dengan itu Nong, Anick, Saidiman dan Ilma datang. Kami berenam duduk
bersempit-sempitan di satu bangku (normalnya bangku pengunjung di PN
itu hanya muat empat orang). Kami menunggu agak lama, tapi saya sudah
terbiasa dengan jadual sidang yang sering tidak tepat waktu. Saya
katakan pada Amanda, ini sudah biasa, jadual sidang selalu molor.
Mungkin bosan menunggu, Nong, Ilma, Anick dan Saidiman keluar ruangan.
Kami berdua tetap di dalam dan tempat di kiri-kanan kami yang tadi
ditempati teman-teman, sekarang diisi orang-orang FPI, semuanya
laki-laki.



Sementara itu, massa FPI terus berdatangan, padahal ruangan sudah penuh
sesak. Sebagian mereka duduk di lantai sebagian lagi berdiri di seputar
dinding ruang sidang. Ruang yang tadinya masih terasa sejuk oleh AC,
sekarang sudah berubah panas dan sumpek. Seingat saya ada aturan yang
ketat dalam persidangan menyangkut berapa orang yang bisa masuk
mengingat kondisi ruang yang terbatas dan juga agar kehadiran massa
yang begitu banyak tidak mengganggu jalannya sidang. Tetapi, aturan itu
kok tidak berjalan?



Sambil menunggu para hakim memasuki ruangan sidang, dan dalam suasana
riuh, panas dan sumpek itu, seorang pemimpin FPI memberi instruksi agar
mulai melakukan ratiban, tentu saja dengan suara yang keras dan
menyentak-nyentak. Massa FPI membaca salawat, doa dan wiridan lainnya
mengikuti pemimpin mereka. Herannya para petugas tidak ada yang berani
menghentikan kegiatan yang tidak lazim ini. Disebut tidak lazim karena
seumur hidup baru kali ini saya menyaksikan acara ratiban di ruang
sidang.



Sebagai orang yang besar dalam tradisi NU, ratiban ini sama sekali
bukan hal yang asing buat saya. Aktivitas ini merupakan hal yang lumrah
sejak di pesantren. Karena itu, saya menikmati bacaan ratiban dan

[zamanku] Undangan Diskusi TUK: Novel Seniman Kaligrafi Terakhir

2008-07-15 Terurut Topik MGR
Undangan

 
Rabu, 16 Juli 2008, 19.00 WIB
 
Diskusi NOVEL SENIMAN KALIGRAFI TERAKHIR
 
Pembicara: Ida Sundari Husein dan Nur Rofiah.
 

Pada tahun 1923, terjadi perubahan secara radikal di Turki, dari sebuah negeri 
yang “tradisional” menjadi negeri yang “modern”—untuk itulah seluruh tradisi 
dihancurkan hingga ke akar-akarnya—agar bisa dipandang benar-benar modern. 
 
Hubungan Islam dan tradisi Arab dengan masyarakat Turki yang telah berkait-erat 
selama berkurun-kurun, diputus. Bahasa dan tulisan Arab perlahan-lahan mulai 
dihapuskan, dan diganti dengan versi abjad Latin. 
 
Justeru dalam kondisi itu, seorang gadis bernama Rikkat yang memiliki kecintaan 
luar biasa pada kaligrafi, menghadapi hari-hari dan karirnya yang mulai 
diremehkan penguasa Turki yang baru. Bersama seniman-seniman kaligrafi tua 
lainnya—yang berasal dari warisan penguasa lama: sultan—mereka dipecat, dan 
sekolah-sekolah mereka ditelantarkan. 
 
Kecintaanya terhadap kaligrafi dibayar mahal: segala yang ia miliki: sebagai 
istri dan ibu nyaris terampas habis. Emosinya dicurahkan pada kegiatan menulis 
dengan meniupkan seluruh nafas hidupnya pada huruf-huruf agar kaligrafi menjadi 
seni yang abadi, lebih manusiawi dan modern. 
 
Inilah novel tentang cinta pada kesenian yang tengah sekarat, di sebuah wilayah 
yang serba aneh dan mistis dengan Turki kontemporer yang mulai terseret arus 
modern Barat, Yasmine Ghata menulis sebuah roman yang indah dan penuh ilham 
yang berasal dari kisah nyata. 
 
Novel Seniman Kaligrafi Terakhir Jakarta: Serambi, 2008; 206 halaman) yang 
merupakan terjemah-an buku “La Nuit des Calligraphes”  karya Yasmine Gatha. 
Buku aslinya diterbitkan oleh Editions Fayard (Paris, 2005, 181 halaman) dan 
Editions de Poche (Paris, 2005, 153 halaman).
 
Waktu dan tempat
Diskusi ini akan diadakan di Teater Utan Kayu (TUK), Jl Utan Kayu No.68H, 
Jakarta, Rabu 16 Juli 2008, pukul 19.00 WIB
 
Narasumber
Ida Sundari Husein (Penerjemah dan Dekan FIB UI 2004-2008)
Nur Rofiah (Alumnus Universitas Ankara, Ankara, Turki)
 
Tentang Yasmine Gatha 
 
Yasmine Gatha dilahirkan di Paris pada tanggal 6 Agustus 1975, sebagai anak 
keempat dari ibunya, Vénus Khoury Gatha, penulis dan penyair keturunan Libanon, 
dan putera pertama ayahnya Jean Gatha, dokter peneliti keturunan Turki. Mungkin 
karena semasa kecil, ia dikelilingi benda-benda produk seni-budaya negeri nenek 
–moyangnya yang dibawa ayah- nya sepulang dari perjalanan ke berbagai negara,  
kemudian Yasmine Gatha memilih studi Sejarah Kesenian Islam di Ecole du Louvre 
dan Universitas Paris III, Paris, untuk mempelajari arsitektur, benda-benda 
seni, tekstil dan kaligrafi. 
 
Panggilan darah membuatnya tertarik pada kesenian Otto-man. Namun, desakan 
untuk menulis baru muncul setelah ia melihat karya nenek-nya, Rikka Kunt, dalam 
sebuah pameran di ruang Richelieu, Museum Louvre, Paris, pada tahun 2000. 
Dengan penuh semangat ia mencari dokumen tentang sang nenek, dan menemukan 
dengan penuh kekaguman bahwa ia adalah seniman kaligrafi yang terkenal dengan 
huruf hiasan emasnya. Penemuan itu memberinya inspirasi untuk menulis La Nuit 
des Calligraphes.
 
La Nuit des Calligraphes adalah bukunya yang pertama (2005). Buku itu mendapat 
sukses, dan telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa, belum termasuk terjemahan 
ke dalam bahasa Indonesia, serta mendapat penghargaan: Prix de la Découverte 
(Prince Pierre de Monaco), Prix Cavour (Italia), Prix Kadmos (Libanon), dan 
Prix des Lecteurs d’Herblay 2005. Bukunya yang kedua adalah “Le Tar de Mon 
Père” (2007), kisah dengan latar belakang Iran.
 
Yasmine Gatha merupakan salah seorang pengarang Prancis keturunan asing yang 
menulis dalam bahasa Prancis karya dengan berlatar-belakang negeri asal orang 
tua atau nenek-moyangnya. Kesusastraan Prancis masa kini diperkaya oleh 
karya-karya sejenis berkat para penulis tersebut. Sebagai contoh lain kita 
dapat menyebut Amin Maalouf keturunan Libanon, yang salah satu karyanya, Le 
Rocher de Tanios, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul 
Cadas Tanios dan diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada tahun 1999.