Precedence: bulk


Corat-coret Z.Afif:

NEUROSIS TNI/ABRI, MEMBANTAH DIRI SENDIRI

Kalau kita cemati fiil atau tingkah polah para komandan, panglima dan
jenderal TNI/ABRI, khusunya dikalangan Angktan Darat, tampak ada kegemaran
yang sudah mensistem - membuat bantahan. Itu sudah tak dapat dipungkiri
lagi. Watak ketidak jujuran sudah sangat terdidik dan terlatih. Mungkin ini
merupakan pelajaran dasar dalam pemdidikan militer Indonesia, sebagai jiwa
sapta marganya.

Tatkala masyarakat digemparkan dan dingerikan oleh operasi petrus
(pembunuhan misterius) yang mangsanya orang-orang biasa, terutama
orang-orang yang kedapatan bertatu, Panglima ABRI dari TNI AD di Jakarta
membantah bahwa itu dilakukan oleh pasukannya. Masyarakat dan pers tahu
bahwa yang melakukan itu pasukan Kopasandha (sekarang Kopassus).
Pembunuhan-pembunuhan itu sangat kejam. Mayat korban dilemparkan saja di
tepi jalan, untuk menakut-nakuti masyarakat. Tetapi kemudian, Jenderal
Benny Murdani sebagai pengatur laku dalam lakon barbar itu, menjadi jengkel
kepada Jenderal Suharto. Pangtinya itu mengaku bahwa "Petrus itu perlu
sebagai shock therapy" terhadap lawan-lawan politiknya. Nah, bantah dulu,
kemudian secara arogan mengaku.

Ketika media massa membocorkan bahwa tokoh asbun (asal bunyi) Laksamana
Sudomo terlibat kolusi dengan "pengusaha" bajingan Eddy Tanzil, pihak
petinggi ABRI juga mengobral bantahan. Tetapi, setelah media massa
membeberkan bukti-bukti tertulis, mereka bungkam. Tetapi karena rezim Orba
bersistem nepotisme, Sudomo selamat, sedangkan Eddy Tanzil yang telah
menguras bank diselamatkan melalui masuk penjara dulu, lalu terbang.
Khabarnya ke Hongkong atau dataran Tiongkok.  Sebentar dimainkan adegan
memburu si toke licik itu. Sudah tentu, kredit dari bank sudah berbagi
lewat pintu belakang istana Cendana.

Jumlah korban pembunuhan oleh TNI - AD dalam peristiwa Santa Cruz di Timor
Timur cukup besar, antara lain diumumkan oleh Uskup Belo. Tetapi Jenderal
Tri Sutrisno yang jadi Pangab masa itu, sangat histeris dan membantah,
katanya hanya empat puluhan.  Tetapi, setelah dikumpulkan fakta dan
diumumkan, ternyata angkanya jauh lebih besar dari yang dijeritkan oleh si
Tri itu. Fakta pula menampar mulut bermesiu.

Pada tahun 1998, di dalam suatu musyawarah akhbar Muhammadiyah (kalau tak
salah di Jambi), seorang anak muda utusan dari Tanah Rencong menuntut
supaya dicabut DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh. Rakyat Aceh sudah tak
tahan menanggung penderitaan dibawah gilingan ABRI - AD yang sangat brutal.
Jenderal Wiranto selaku Pangab, juga datang ke musyawarah itu untuk
memberikan wejangan. Dia berkelit, katanya: Apanya dicabut kalau tak ada?
Setelah masalah DOM menjadi gaungan kecaman dalam masyarakat dan Suharto
ang pantatnya berkilat dijilat para Jenderal lalim sudah dipurukkan dari
mahligainya oleh gerakan mahasiswa, barulah pada bulan November 1998, si
Wiranto mengumumkan pencabutan DOM. Itulah moral serdadu Pancasila yang
bersapta marga, membantah sesuatu yang sudah nyata ada.

Sebelum Suharto disingkirkan oleh mahasiswa dari kepresidenannya, di
Jakarta ramai diberitakan tentang penculikan para aktivis yang
memperjuangkan demokrasi. Setelah Pius Lustilanang dilepaskan dan dia
membongkar siapa pelaku penculikan atas dirinya dan kawan-kawannya,
>panglima dan komandan TNI - AD membantah dengan sengit. Kopassus dituding
sebagai biang keladinya. Serdadu-serdadu biadab itu juga tak mau mengaku.
Setelah terjepit tak dapat mengelak, baru diakui. Dan berjanji menghukum
para penculik. Maka digiringlah dari kandangnya kambing-kambing hitam
kurap. Sedangkan algojo jagonya, Jenderal Prabowo, karena menantunya
Suharto diselamatkan ke Yordania. Tentu Wiranto ikut bersubahat disini.

Sekarang tampil pula si konyol Mayjen Syamsul Maarif, Kapuspen TNI dari AD,
mencoba bantah, yang sememangnya TNI menggerakkan pasukan siluman dari
Kopassus di Aceh untuk mengorganisasi provokator dan melakukan provokasi
juga. Dia mencoba perelok pula aparatnya, dengan mengatakan empat
provokator yang ditangkap massa di Panton Labu belakangan ini, "hanya
melanggar disiplin, bukan provokator yang diisukan". Dan katanya lagi,
mereka sedang diproses Denpom Lhokseumawe. Kalau memang jenderal-jenderal
TNI itu merasa diri muslim, dan percaya pada rukun Islam dan rukun Iman,
menghormati hukum dan percaya kepada massa rakyat, cobalah bawa si
pelanggar disiplin itu ke pengadilan terbuka, biar tersingkap yang dicoba
tutup. Ah, ini harapan sia-sia pada si bebal dan Abu Lahap berbintang
diepoletnya.

Ini hanya sedikit contoh bantah-bantahan TNI - Angkatan Darat terhadap
dirinya sendiri dalam mempraktekkan kebrutalan, kebiadaban, kelaliman dan
entah nilai keganasan apa lagi. Tetapi, dari sini tampak mereka menderita
sakit neurosis yang luar biasa parahnya. Kiranya rezim Jakarta perlu
mengirim mereka berobat ke makmal (laboratorium) antirabies. Sebab
gejalanya sudah melebihi tabiat anjing gila. Tentu Suharto jangan lupa
diikutsertakan. Habibie pun tampaknya mempunyai gejala ini. Maka sayang,
kalau ditinggalkan.-

Stockholm, 15 Juni 1999

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke