Precedence: bulk


SIARAN PERS  MABES-GAM  Menyambut imbauan Gubernur Aceh

P.O.BOX: 2084
145 02 NORSBORG, SWEDEN
FAX:  00-46-8531 88 460

Stockholm, 21 Juni, 1999.

MASAALAH  ACEH  URUSAN  BANGSA  ACEH

Baru-baru ini. pada kesempatan meletakkan batu pertama pembangunan kampus
Dayah/Pasantren Ruhul Islam Anak Bangsa di Kecamatan Darul Imarah, Aceh
Besar, Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Aceh, Prof.Dr.Syamsuddin Mahmud telah
mengeluarkan suatu imbauan. Sebagaimana disiarkan didalam Serambi, imbauan
itu antara lain ialah:

1.  Semua pihak untuk menghentikan kebrutalan, anarkis dan balas dendam.
Pemda Aceh tidak pernah berhenti untuk mengimbau agar semua pihak
menghentikan segala provokasinya. "Semua pihak yang membuat rusuh harus bisa
menyadari bahwa semua tindakannya karena kerugiannya bukan ditanggung oleh
kelompok tertentu, akan tetapi lebih banyak diderita oleh masyarakat yang
tidak tahu apa-apa".

2.  Semua komponen untuk meningkatkan amal saleh, iman dan taqwa, serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan.   "Kami selalu mengimbau agar marilah
secara bersama-sama untuk membangun daerah, guna kepentingan anak-anak kita.
Kalau keadaan begini terus berlangsung, bagaimana nanti nasib anak kita yang
seharusnya dapat menikmati masa depannya dengan tenang, namun realitanya
mereka selalu menghadapi hidup dengan rasa cemas dan mencengkam".

3.  "Kita akan memanggil semua bupati untuk membicarakan secara bersama-sama
guna mewujudkan langkah-langkah yang damai demi menciptakan Aceh masa depan
yang lebih baik".

4.  Mengenai Pemilu, Gubernur Prof.Dr. Syamsuddin Mahmud mengatakan, Pemilu
untuk memilih anggota Parlemen Pusat tidak perlu, tetapi untuk memilih
anggota DPR daerah, perlu.

Imbauan-imbauan Saudara Syamsuddin Mahmud, selaku Gubernur Aceh ini
mempunyai sisi positifnya, disamping sisi yang kabur perlu mendapat penjelasan.

Pertama, Gerakan Aceh Merdeka melalui pernyataan-pernyataan, siaran-siaran
pers dan wawancara-wawancara dengan wartawan Aceh, Indonesia  dan
internasional  telah mengemukakan bahwa tujuan perjuangan sekarang ini
adalah untuk memulihkan kembali kemerdekaan negeri Aceh dan kedaulatan
bangsa Aceh.   Gerakan Aceh Merdeka berjuang untuk membebaskan rakyat Aceh
dari segala penindasan, penghisapan dan penderitaan lahir-batin.  Ini adalah
amal salaeh, yang kita lakukan berdasarkan rukun iman dan dengan bertaqwa
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.  Hanya didalam alam Aceh yang berdaulat
dan merdeka, anak-anak kita, generasi masa depan Aceh dapat hidup tenang dan
mengecapi kebahagiaan lahir-batin. Demi kepentingan mereka itu pulalah kita
berjuang.  Untuk mencapai tujuan itu, kita melakukan perjuangan tanpa
kekerasan dan menyokong tuntutan referandum yang digelarkan oleh mahasiswa
dan disokong Musyawarah Para Ulama Aceh Utara, pelajar, kaum cendekiawan,
para guru, dan kalangan massa luas rakyat Aceh.

Karena perjuangan ini demi kepentingan rakyat Aceh, maka tidak mungkin kita
lakukan tanpa bersandar kepada kesadaran, keyakinan, sokongan dan bantuan
massa luas rakyat Aceh sendiri.  Sesuai dengan ajaran Islam, usaha dan
perjuangan ini tidak boleh sekali-kali kita lakukan dengan paksaan, apalagi
dengan kebrutalan, anarki, balas dendam dan provokasi.  Hal ini harus
disadari betul-betul terutama oleh kader, anggota dan simpatisan Gerakan
Aceh Merdeka.  Kita bekerja dan berusaha, pertama-tama menjelaskan mengapa
terjadi ketidak adilan sosial dan kesewenangan hukum terhadap rakyat Aceh.
Aceh kaya dengan hasil alamnya dan rakyatnya rajin bekerja, tetapi  mengapa
menanggung penderitaan lahir-batin yang sedemikian parah dewasa ini?
Sebenarnya, hal inilah pertama-tama harus dijelaskan kepada massa rakyat
oleh gubernur serta seluruh aparat pemerintahan daerah Aceh yang dipimpinnya.

Bukankah sudah menjadi pengetahuan umum diseluruh dunia bahwa secara ekonomi
Aceh telah dikuras oleh rezim Jakarta bersama kaum modal internasional?
Walaupun Aceh oleh pemerintah Jakarta ditetapkan sebagai Daerah Istimewa,
tetapi ketika mereka mengekploitasi hasil bumi dan alamnya, jangankan
meminta izin rakyat Aceh lebih dahulu, mengucapkan Assalamu 'alaikum  pun
tidak. Ini saja sudah melanggar adat-istiadat dan kanun Aceh.   Hal serupa
juga dilakukan terhadap Papua Barat, Kalimantan, Riau dan lain-lain.
Keuntungan dari pengekploitasian itu dibawa lari ke Jakarta untuk membangun
dan memodernisasi Pulau Jawa yang sesak dan sumpek.  Rezim Jakarta dengan
TNI/ABRI-nya berkepentingan membuat kerusuhan dan situasi tidak aman di
Aceh, sehingga mereka dapat terus bercokol di Aceh, secara lalim dan tamak
melahap hasil bumi dan alam Aceh yang kaya-raya.

Ketika rakyat Aceh menuntut haknya dan kedaulatannya, datanglah menyerbu
pasukan tentra (ABRI/TNI) yang dikirim rezim Orde Baru Suharto dan
Habibie-Wirantoe.  Inilah tindakan politik militernya yang diganaskan dan
dibiadapkan dengan menjadikan Aceh Daerah Operasi Militer (DOM), sehingga
rakyat Aceh terhimpit  dalam trauma yang parah.  DOM-lah sumber biang keladi
yang mengobarkan kebrutalan, anarki, balas dendam dan provokasi.
TNI/ABRI-lah yang telah melakukan pembunuhan massal, penculikan, penangkapan
liar, penyiksaan, perampokan, pembakaran, pemerkosaan terhadap perempuan,
dan berbagai kejahatan terkutuk lainnya terhadap rakyat Aceh.  Bukankah
Saudara Syamsuddin Mahmud sendiri selaku gubernur menganjurkan kepada
mahasiswa untuk mengumpulkan fakta tentang kuburan massal ciptaan ABRI?

Sekarang Pemilu sudah selesai.  Sikap rakyat Aceh sudah jelas, tidak
membutuhkan parlemen yang tidak akan mempedulikan Aceh, lagi pula dikuasai
golongan mayoritet Jawa.  PPRM dan pasukan-pasukan bersenjata kiriman rezim
Jakarta lainnya, yang katanya untuk mengamankan pemilu, tetapi walaupun
sekarang pemilu sudah selesai, mereka malah beralih tugas mendirikan
posko-posko dan memperpanjang operasinya ke kampung-kampung, seperti yang
terjadi di Matang Sijuëk, Kecamatan Baktya, Aceh Utara belakangan ini.  Ini
sangat menekan perasaan rakyat, karena kehadiran TNI/ABRI di kampung-kampung
membuat rakyat merasa tidak aman.

Kedua,  siapa pihak-pihak yang bertikai itu?  Aceh adalah milik rakyat Aceh.
Gerakan Aceh Merdeka berjuang untuk memulihkan kedaulatan rakyat Aceh dan
kemerdekaan Aceh.  TNI/ABRI kiriman rezim Jakarta serta
penyokong-penyokongnya termasuk orang Aceh seperti Kolonel Teuku Asikin,
Wakil Komandan Satgas PPRM adalah musuh rakyat Aceh. Jadi manakala bicara
pihak-pihak yang bertikai di Aceh, sebenarnya adalah antara  pihak pemilik
sah Aceh - bangsa Aceh disatu pihak, dengan penindas, perampas dan penjajah
Aceh - rezim Jakarta dan TNI/ABRI-nya dilain pihak.  Sedangkan
pejabat-pejabat pemerintah Aceh, tergantung berdiri dipihak mana.  Yang
ta'at dan patuh pada kendali rezim Jakarta, berarti telah berpihak kepada
musuh rakyat Aceh.  Yang membela perjuangan, tuntutan dan kepentingan rakyat
Aceh berarti rakan yang  udép beusaré dan maté beusajan dengan rakyat Aceh.
Tentu  ada yang belum atau tidak memilih pihak. Tidak memihak salah satu
lebih baik daripada menjadi musuh rakyat.

Untuk menghilangkan kebrutalan, anarki, balas dendam dan provokasi, syarat
yang pertama dan dasar adalah TNI/ABRI kiriman rezim Jakarta harus keluar
dari Aceh.  Tindakan pengiriman pasukan itu, secara hakiki telah melanggar
kedaulatan rakyat Aceh dan pemerintah sipil Daerah Istimewa Aceh yang
sekarang dipimpin oleh Saudara Gubernur Syamsuddin Mahmud.   Maka,
Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, berhak dan merupakan kewajibannya untuk
menuntut rezim Jakarta Habibie-Wiranto menarik semua pasukan TNI/ABRI yang
telah dikirim ke Aceh.  Dengan demikian Pemerintah Daerah Istimewa Aceh
menyatukan dirinya dengan tuntutan rakyat Aceh.

Ketiga,  ajakan Gubernur, Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud untuk meningkatkan
amal saleh, iman dan taqwa, serta memperkokoh persatuan  dan kesatuan sangat
positif. Jika kita sama-sama mengakui diri kita muslim, sudah seharusnya
sama-sama berbuat amal saleh, berpegang pada keimanan dan bertaqwa kepada
Allah.   Untuk dapat mencapai tujuan membebaskan rakyat Aceh dari segala
derita lahir batin, memulihkan kedaulatannya, seluruh bangsa Aceh harus
menggalang dan memperkokoh persatuan dan kesatuannya.   Dengan persatuan dan
kesatuan serta semangat musyawarah yang dibimbing keimanan dan ketaqwaan,
pasti rakyat Aceh dapat menyelesaikan sendiri masaalahnya, tanpa perlu
campur tangan pihak rezim jakarta yang lalim itu.

Imbauan  Saudara Gubernur ini sesuai dengan seruan Markas Besar Gerakan Aceh
Merdeka, 4 Juni yang lalu, yang meminta kepada semua komponen dari berbagai
golongan bangsa Aceh untuk berbuat baik, menentang kejahatan (Amal makruf
nahi mungkar).   Berastu hati, bersatu kata, bersatu tindakan menuju satu
cita-cita suci untuk mengusir TNI/ABRI rezim Habibie-Wiranto, musuh kita
bersama dari bumi Aceh.

Sesiapa saja yang mengaku dirinya bangsa Aceh, tetapi bertindak merugikan,
mengganggu, apalagi membunuh bangsa Aceh, melakukan pembakaran dan perusakan
terhadap milik dan saranan umum, maka kami berikrar dan menyatakan bahwa
mereka itu bukan anggota Gerakan Aceh Merdeka, melainkan provokator ciptaan
TNI/ABRI dan PPRM semata-mata.  bagi para ulama, cendekiawan, mahasiswa,
tokoh-tokoh masyarakat, kalangan penduduk, wajib menangkap dan mengadili
pembuat onar itu mengikut tata hukum adat dan agama kita.

Akhirnya,  seperti telah sering dikemukakan di dalam siaran Gerakan Aceh
Merdeka, kita mengharapkan Saudara Gubernur Aceh, pejabat-pejabat dibawah
Saudara - bupati, camat dan kepala desa, serta pejabat-pejabat sipil lainnya
yang putera Aceh - tetap memiliki jatidiri bangsa Aceh.  Ini berarti, dalam
menjalankan tugas Anda di tingkat dan bidang masing-masing, pertama-tama dan
terutama tentu demi kepentingan rakyat dan tanah Aceh serta selalu
mengindahkan tuntutan wajar dan rasional rakyat Aceh.  Hanya dengan jiwa dan
sikap seperti itu, barulah pejabat akan dihormati, dicintai dan didukung
oleh rakyat yang dipimpinnya.

Kepada para perwira, terutama, bintara dan prajurit TNI/ABRI dan polisi asal
bangsa Aceh, kita harapkan janganlah menyarangkan peluru Anda ke tubuh orang
Aceh - bangsa Anda sendiri.  Bukankah peluru, bedil, pakaian, makanan,
perumahan Anda itu, hasil cucuran keringat dan pajak dari rakyat, bangsa
kita itu juga asalnya?  Cegahlah tindakan brutal dan provokatif terhadap
rakyat Aceh dari anggota TNI/ABRI dan PPRM kiriman rezim Jakarta.

Akhirnya,  kita harapkan Saudara Gubernur, Bupati, Camat dan Kepala Desa,
dapat menyatukan fikiran dengan seluruh rakyat Aceh untuk menjadikan seruan
ini sebagai tuntutan umum dan kegiatan rutin massa rakyat Aceh:   Rezim
Habibie-Wiranto tarik TNI/ABRI - PPRM dari Aceh!  Dengan referandum
memulihkan kedaulatan Aceh!

MB-GAM  DI  EROPA

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke