Precedence: bulk


I.N. Emirov:

            SERGEI LAZO - TOKOH MILITER LEGENDARIS
                (Penerjemah: Dini S. Setyowati)
                               
                              VI

     SEJAK hari itu Lazo sering tampil berbicara di depan para
buruh dan prajurit sebagai utusan Soviet. Setiap kali, sebelum
berpidato, ia mempersiapkan penampilannya dengan seksama.
Dipikirkannya betul-betul, agar apa yang akan dikatakan sampai
pada pendengar dengan jelas dan sederhana. Sekarang kamarnya
penuh dengan tumpukan koran dan kliping artikel, brosur dan
bloknot-bloknot yang penuh catatan.
     Kadang-kadang selagi mempersiapkan teks pidatonya,
seorang diri ia bicara keras-keras, sambil membayangkan seakan-
akan dirinya sedang berdiri di podium. Ucapan-ucapan yang
menurutnya terlalu panjang diperpendek dan disederhanakan,
istilah-istilah asing digantinya dengan ungkapan-ungkapan yang
lebih jelas dan mudah bagi publik. Pada hari pertama mendengar
suara Lazo keras-keras dari dalam kamarnya, si pemilik rumah,
seorang nenek bernama Praskovia, bergegas-gegas ia
mengintipnya dengan hati bertanya-tanya. Ia yakin tidak ada
orang lain di kamar itu. Apa yang terjadi dengan si penyewa
yang biasanya sehari-hari tampak tenang itu. Tapi lama
kelamaan ia menjadi terbiasa, dan menerima keanehan itu dengan
bijak.
     "Ah ya, memang harus begitu. Namanya juga orang pinter
..."

     Hari demi hari berangsur-angsur Lazo memasuki aktifitas
politik, sehingga menjadi orang terpercaya di kalangan orang-
orang partai di dalam Soviet. Ketika itu kaum Bolsyewik di
kota dan seluruh provinsi Krasnoyarsk sedang melakukan
pekerjaan yang cukup berat. Yaitu pemulangan orang-orang
revolusioner dari pembuangan di seluruh pelosok Siberia.
Dengan berbagai macam upaya mereka menolong perjalanan pulang
para aktifis revolusioner, yang oleh pemerintah Tsar telah
dibuang sampai ke daerah Antartika. Mereka mengambil prakarsa
pengumpulan dana untuk pembayaran biaya angkutan para tahanan,
yang mendapat sambutan aktif dari para prajurit secara gotong
royong.
     Pada pertengahan bulan Maret, seorang Bolsyewik tua Boris
Ivanov bersama dengan Sergei Lazo menemui Danyon Artileri Ke-
15. Mereka minta agar ia membuat seruan rapat untuk
pengumpulan dana pemulangan tapol itu.
     "Siapa yang mengirim kalian ke sini?" Tanya Danyon
bertegang leher. "Siapa kamu orang?"
     "Saya prajurit Yon VI. Ivanov, nama saya." Jawab Boris.
     Danyon yang terkenal hafal semua nama-nama Tsar, mulai
dari datuk-datuknya sampai ke cucu dan cicit mereka,
membentak:
     "Seorang prajurit tempatnya di barisan, dan bukan
berurusan perkara rapat-rapat!"
     "Dan kamu siapa?" Dengan kasar ia menyapa Lazo.
     "Saya anggota Soviet." Jawab Sergei Lazo, sambil
menyodorkan tanda pengenal.
     Setelah memakai kacamata Danyon membacanya:
     "Kartu pengenal nomor 0077. Pemilik bernama Sergei Lazo,
Letnan II Resimen Cadangan XV untuk Siberia. Telah terpilih
sebagai wakil pada Lembaga Soviet Perutusan Prajurit Buruh dan
Kozak di kota Krasnoyarsk."
     "Hm ... sayang," gumam Danyon. "Anda bukan anggota
kesatuan saya. Kalau anggota kesatuan saya, saya akan
tunjukkan satu tempat yang layak."
     "Jangan khawatir Kolonel." Jawab Lazo tenang. "Kami sudah
menemukan tempat itu. Kolonel tinggal kami silakan
mengumpulkan anggota batalyon untuk menghadiri acara itu!"

     Rapat diselenggarakan pada hari itu juga. Sesudah
beberapa orang menyampaikan situasi sebenarnya yang mereka
hadapi bersama, para prajurit langsung membuka dompet masing-
masing. Ke dalam kotak dana bergemerincingan uang logam masuk,
ada yang lima rubel dan terkadang sepuluh rubel, sehingga
terkumpul sejumlah yang lumayan cukup. Hasil sumbangan itu
lalu dikirim ke Yakov Sverdlov, Komisaris Partai Bolsyewik
Pusat di Moskow.
     Beberapa hari kemudian datang telegram jawaban dari
Sverdlov:
     "Kawan-kawan dan saudara-saudaraku di tengah peperangan!
Gema suara gemuruh yang meneriakkan solidaritas kawan-kawan
dan saudara-saudara sampai kepada kami. Dengan sepenuh hati
kami bersama kalian.
     Hidup Republik Demokratis!
     Hidup semangat Rakyat!"

     Sudah  berlalu satu bulan lebih sejak kemenangan Revolusi
Februari. Semakin terlihat bahwa  Pemerintah Sementara tidak
berminat untuk memenuhi janji-janjinya. Perang sekutu masih
terus dikobar-kobarkan, tanpa peduli terhadap krisis di dalam
negeri yang semakin meruncing. Ibu-ibu, para istri prajurit
mulai turun ke jalan, berdemonstrasi anti-perang. Slogan-
slogan mereka serukan: Kembalikan suami-suami kami! Pangan
untuk Rakyat! Hentikan pembunuhan masal di medan perang!
     Pada tanggal 8 Maret 1917 terjadi demonstrasi besar di
seluruh Rusia, di bawah pengorganisasian ibu-ibu rumah tangga
dan aktifis-aktifis perempuan. Waktu sudah semakin matang
untuk menyatakan sikap terhadap haluan kebijakan yang ditempuh
Pemerintah Sementara. Untuk tujuan ini pada tanggal 22 Maret
1917, diserukan oleh Lembaga Soviet seluruh Rusia untuk
mengadakan sidang pleno lengkap. Hampir 700 utusan datang
memenuhi bangsal sidang.
     Seorang pembicara, Okulov, yang juga anggota Partai
Bolsyewik, tiba-tiba mengajukan usul sumbang. Yaitu untuk
menyokong Pemerintah Sementara dengan syarat agar terus
dikontrol dan ditekan. Bangsal persidangan langsung
menyambutnya dengan suara gemuruh tidak setuju. Para wakil
Mensyewik malah lebih dari itu. Mereka mengusulkan, dengan
alasan sikap demokratis, agar menerima haluan Pemerintah
Sementara tanpa syarat dan tanpa tekanan. Yang diperlukan,
kata mereka, ialah jalur dialog dan pengajuan usul-usul.
Berbeda dengan mereka semua ialah para utusan Bolsyewik dan
Sosial Revolusioner Internasional. Mereka ini tetap menyerang
politik Pemerintah Sementara yang burjuis. Karena itu massa
proletar yang sadar tidak akan mungkin menyokongnya.
     Sidang lalu memasuki perdebatan yang berlangsung lama,
berkepanjangan tanpa akhir.
     "Boleh saya bicara?" Tiba-tiba terdengar teriakan dari
deretan belakang, dalam nada suara yang penuh.
     Seseorang berperawakan sedang, mengenakan kacamata jepit
dan memakai jas tua tapi berdasi rapih, berjalan cepat-cepat
menerobos kerumunan menuju ke podium.
     "Itu dia Sverdlov! Yakov Sverdlov!" Terdengar suara riuh
rendah, yang segera menjadi sunyi kembali. Tapi ketika
Sverdlov mendekat ke podium, terdengar tepuk tangan serempak.
Kemudian diam, menunggu apa yang akan diucapkan Sverdlov.
     Menurut Sverdlov Pemerintah Sementara tersusun dari kaum
pemilik modal dan tuan tanah. Oleh karena itu tidak mungkin
pemerintah yang semacam ini mewakili kepentingan rakyat. Ini
berarti tidak mungkin bagi kaum proletar, petani miskin dan
prajurit untuk mengandalkan tuntutan-tuntutan mereka akan
mendapat perhatian, apalagi akan terpenuhi oleh Pemerintah
Sementara. Sudah jelas, kata Sverdlov, tidak ada gunanya
menyokong Pemerintah yang semacam itu.
     Selanjutnya Sverdlov membelejeti kaum Sosialis
Revolusioner kanan dan Mensyewik setempat, dengan menyebut
mereka sebagai demagog dan pembohong. Dengan pidato yang muluk-
muluk mereka menggelapkan kesadaran kaum buruh, dan berbakti
kepada mereka yang bermaksud menghambat perkembangan revolusi.
Tepuk tangan gemuruh sejurus menyela pidato itu.
     "Saya percaya", kata Sverdlov selanjutnya, "perkembangan
perjuangan Revolusi Februari akan terjadi di bawah panji:
Kekuasaan akan pindah ke tangan Buruh dan Tani revolusioner,
yang akan disalurkan melalui badan-badan Soviet perwakilan
kaum buruh, tani dan prajurit."
     Teriakan-teriakan keras dari sayap Mensyewik yang menolak
tenggelam dalam tepuk tangan dan seruan-seruan setuju yang
menggemuruh. Sverdlov menyerang politik kompromi, dan
menyerukan agar kaum Bolsyewik kota Krasnoyarsk lebih aktif
lagi dalam melawan politik burjuis kaum Mensyewik.
     Suara mayoritas Soviet akhirnya menolak resolusi
pengakuan terhadap Pemerintah Sementara. Bersamaan dengan itu
dicapai kesepakatan untuk memasukkan ke dalam resolusi, yaitu
tentang delapan jam kerja bagi kaum buruh dan pegawai tanpa
pemotongan gaji.

     Lazo juga termasuk dalam pleno. Isi pidato Sverdlov
meninggalkan kesan yang sangat mendalam pada dirinya, karena
kekuatan logika dan kedalamannya dalam menganalisa situasi
yang sedang berlangsung.
     "Sungguh hebat sebenarnya orang-orang Bolsyewik itu!"
Kata Lazo di hati dalam perjalanan pulang. "Begitu tinggi
moral mereka, tapi begitu sederhana dan hakiki ideal-ideal
mereka."
     Dengan segenap hati Lazo berada di pihak revolusi.  Ia
juga menjadi semakin sadar, bahwa revolusi merupakan suatu
perombakan yang mulia dan menyeluruh dalam kehidupan kaum
pekerja. Walaupun begitu baginya masih tetap belum terasa
jelas, bagaimana gambaran tentang arah perkembangannya secara
kongkret. Kembali lagi ia menjadi sadar, bahwa semuanya
disebabkan oleh kekurangan penguasaannya terhadap teori Marxis
tentang revolusi proletar. Ia mengakui bahwa pengetahuannya
tentang program-program konsep politik kaum Bolsyewik masih
terlalu sedikit.
     Dalam buku catatannya muncul pertanyaan-pertanyaan di
sekitar Partai Revolusioner Sosial Demokrat Rusia (PRSDR),
misalnya:  terdiri dari klas apa saja partai ini; bagaimana
sejarah berdirinya, dan peran apa yang telah dimainkannya di
dalam revolusi; apakah di negeri lain juga ada partai semacam
ini, dan namanya apa di sana; bagaimana metode perjuangannya,
dan strateginya tentang masalah landreform; dan sejumlah
pertanyaan lainnya.
     Selain menyusun konsep-konsep, Lazo juga banyak membaca
buku-buku. Di antara buku-buku itu yang paling berkesan
baginya ialah "Sosialisme dan perjuangan Politik" karangan G.
Plekhanov.
     "Kau sudah membacanya?" Bertanya ia pada Silin, ketika
pada suatu hari sobatnya itu mampir.
     "Sudah. Tapi tidak semua pandangannya aku setujui." Jawab
Silin acuh.
     "Aha! Memangnya kenapa?" Lazo penasaran. Tanyanya kembali
sambil mendekatkan kursi. "Di mana bentrokmu dengan
Plekhanov?"
     "Ya! Misalnya ia sebut tentang kaum intelektual dan
peranannya dalam masyarakat." Kata Silin berapi-api. "Jelas
saya menentang pikiran Plekhanov yang menyatakan, bahwa dari
kalangan feodal bisa tampil kaum intelektual yang berdiri pada
titik pangkal penglihatan kaum proletar. Menerima pikiran ini
sama saja dengan mengatakan, bahwa warna hitam sekaligus warna
putih!"
     "Ah, itu perumpamaan yang sama sekali keliru!" Lazo
menyela. "Tidak selalu analogi bisa dipakai alat bukti. Dan
secara hakiki kamu salah. Masa?! Mereka yang kebetulan
keturunan ningrat semuanya bajingan? Dan tidak seorang pun
dari mereka yang bisa mengerti hati nurani rakyat? Dan tidak
ada dari mereka yang mau berbakti pada perjuangan demi
kesejahteraan rakyat?"
     "Ya, tentu. Tentu ada yang begitu." Kata Silin setuju.
"Tapi mereka itu kan tergolong kategori 'pahlawan sesaat'."
Ditambahnya nada kata-katanya itu dengan ironi di bibir.
     Sakit hati Lazo mendengarnya. Tapi ia berusaha tetap
tenang.
     "Lalu?" Tanyanya meneruskan setelah diam sesaat.
"Menurutmu pemberontak-pemberontak "Kaum Desember" itu siapa?
Dan ratusan ningrat intelektual, termasuk para pujangga dan
seniman yang dibuang ke Siberia itu? Yang digantung dan
dipenggal leher mereka oleh Tsar? Tokh mereka itu tetap
melawan tirani yang absolut?"
     "Baiklah. Tapi itu hanya ibarat setetes air di dalam
lautan." Jawab Silin tak mau mengalah. "Coba ingat! Yang
disebut Plekhanov ialah massa ningrat intelektual. Jadi yang
dimaksud puluhan ribu orang. Sedangkan prinsipku ialah: kaum
intelektual proletar hanya mungkin lahir dari klas buruh dan
kaum pekerja."

     Setelah Silin pergi, Lazo merenungi pendapat sobatnya
itu. Apakah benar dirinya sendiri yang keturunan ningrat, tapi
dengan tulus setia pada cita-cita revolusi, suatu ketika akan
tidak tahan? Entah kapan dia akan lari dari tengah kancah
perjuangan, dan kembali ke sesama klasnya?
     "Tidak mungkin itu!" Kata Lazo pasti pada dirinya
sendiri. "Demi kebenaran aku akan kuat bertahan terhadap
setiap rintangan."
     Kembali ia membaca ulang kata demi kata tulisan
Plekhanov:
     "Ada kemungkinan secara perseorangan akan tampil pribadi-
pribadi yang, kendati berasal-usul ningrat, bisa menempatkan
diri mereka pada titik tolak pikiran proletar."

     Sergei Lazo memang berasal dari keluarga ningrat kaya. Di
dalam kata-kata Plekhanov itu ia seolah-olah mencari dukungan
dan menggali kepercayaan, agar tetap kuat dan mampu menjadi
revolusioner proletar sejati.***(Bersambung)

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke