Precedence: bulk


MEGAWATI SIAP DEKLARASIKAN DIRI SEBAGAI PRESIDEN DE FACTO

        JAKARTA (SiaR, 6/7/99),  Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri
menunggu saat yang tepat untuk mendeklarasikan dirinya sebagai Presiden RI
de facto sesuai dengan hasil pemilu 7 Juni lalu. Sumber SiaR di DPP PDI
Perjuangan, Selasa (5/7) menyebutkan, pidato Megawati tersebut kemungkinan
diucapkan tak lama setelah hasil pemilu diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

        "Mbak Mega memang untuk saat ini memilih diam, tak berkomentar untuk
kontroversi pencalonan presiden, tapi ia akan membacakan pidato politiknya
tentang sikap politik PDI Perjuangan setelah KPU secara resmi mengumumkan
hasil akhir pemilu," ucap sumber yang enggan disebutkan jatidirinya itu.

        Menurut sumber tersebut, pidato politik Megawati itu jauh lebih besar bobot
politiknya dibanding pidato serupa yang ia ucapkan menjelang pemilu tahun
1997 lalu, saat seruannya untuk tak menggunakan hak politiknya diikuti
jutaan pengikutnya, sehingga perolehan suara PDI Soerjadi jeblok.

        Megawati, lanjut sumber itu, dari omong-omong dengan orang-orang
terdekatnya di DPP, telah memformulasikan kira-kira isi pidato politiknya
nanti. Ia diduga akan menegaskan kembali kemenangan partainya, dan de facto
telah dipercaya --berdasarkan suara terbanyak pemilu-- untuk memimpin negeri
ini. 

        "Tapi sebagai seorang demokrat yang menghormati konstitusi negara, Mega
akan patuh kepada apa pun putusan SU MPR tentang presiden terpilih. Untuk
itu, dalam kesempatan pidato politiknya nanti, Mega akan menyerukan kepada
mereka yang telah dipercaya rakyat sebagai wakil rakyat di lembaga
legislatif untuk tidak mengabaikan suara rakyat yang telah dicerminkan pada
pemilu lalu," kata sumber yang pernah menjadi anggota DPR RI tahun 1992-1996
itu, sebelum PDI terpecah karena intervensi pemerintah tersebut.

        Sumber itu menyatakan, dalam pidato politiknya, Megawati sebenarnya ingin
menegaskan, SU MPR seyogyanya hanya melegalisasi dan melegitimasi pilihan
rakyat pada pemilu.

        Sementara itu, Wakil Sekjen PDI Perjuangan Haryanto Taslam kepada SiaR
menyatakan, sebenarnya mekanisme pemilihan presiden di SU MPR dengan cara
voting --baik terbuka, ataupun tertutup-- belumlah mencerminkan kehendak
rakyat sebenarnya. Menurutnya, voting dengan sistem "one man, one vote", itu
belumlah adil, jika bobot keterwakilan wakil-wakil rakyat di MPR dijadikan
acuannya.

        Menurut Haryanto, dirinya dan wakil-wakil rakyat di Jawa perlu 300 ribu-an
suara lebih untuk satu kursi di legislatif, sementara wakil rakyat di luar
Jawa hanya perlu 100 ribu-an dan 200 ribu-an suara untuk satu kursi di
legislatif. Bahkan di Irian Jaya, hanya perlu 77 ribu-an suara.

        Berdasarkan hasil penghitungan suara sementara, PDI Perjuangan unggul di
pulau Jawa, sedangkan Partai Golkar justru unggul di luar Jawa.

        "Itu lah ketidak-adilan yang akan dirasakan rakyat, jika voting
diberlakukan, dan ternyata parpol pemenang Pemilu, capresnya tak terpilih di
SU MPR nanti," ujarnya.

        Untuk itu, Haryanto memahami sepenuhnya jika sekarang rakyat
mengekspresikan kehendaknya agar Megawati terpilih sebagai presiden tersebut
dengan  berbagai cara, seperti cap jempol darah, mengubur diri, ataupun
cara-cara ekstra parlementer lainnya.

        Dari percakapan SiaR dengan sejumlah fungsionaris PDI Perjuangan, hampir
seluruhnya menegaskan, kemungkinan parpol tersebut akan memilih untuk berada
di luar pemerintahan sebagai oposisi, jika Megawati tak terpilih sebagai
presiden.

        "Tak mungkin pak Kwik (Kwik Kian Gie, red.) mau jadi menteri, jika
presidennya Habibie. Demikian juga kader-kader partai yang lainnya," kata
Wakil Ketua Balitbang PDI Perjuangan Dr Sukowaluyo Mintorahardjo. Kwik Kian
Gie pernah menolak tawaran Habibie untuk menjabat sebagai Meninvest di
Kabinet Reformasi Pembangunan.

        "Jika itu terjadi, kan lucu, kok pemenang pemilu tak ada yang duduk di
eksekutif. Ini akan menjadi catatan tersendiri bagi investor-investor luar
negeri, dan pemerintah negara-negara sahabat lainnya. What's wrong with
Indonesian's democracy?" lanjut Sukowaluyo.***

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to