Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 23/II/11-17 Juli 99 ------------------------------ Ramos Horta, Wapres CNRT: "KEKERASAN MILISI DIATUR JAKARTA" (DIALOG): Dialog Dare II yang diharapkan untuk menciptakan rekonsiliasi antara kedua kelompok yang bertikai di Timtim, tidak berdampak apa-apa. Sebaliknya kekerasan semakin menjadi-jadi di Timtim.Siapa dibalik semua kekerasan itu? Netralkah TNI dan Polri untuk menjaga keamanan di Timtim? Berikut wawancara Xpos dengan H Ramos Horta, di beberapa di tempat di Jakarta. Inilah kutipannya: T: Bagaimana perasaan Anda setelah tiba di Indonesia? J: Saya sangat bahagia, karena selama 22 tahun saya bersama kawan-kawan saya tidak diijinkan untuk mengunjungi Indonesia. Saya sangat terharu dan bahagia bahwa saya bisa bertemu dengan semua kawan-kawan saya dari Timtim. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada tuan Ali Alatas dan pemerintah Indonesia yang telah memberikan visa kepada kami untuk mengunjungi Indonesia dan menghadiri dialog Dare II yang diprakarsai oleh kedua Uskup di Timtim. Sebelumnya saya berkeinginan untuk mengunjugi Timtim, tapi tidak diijinkan oleh Indonesia dan saya tidak memaksakan diri. T: Bagaimana tanggapan Anda tentang pertemuan Dare II? J: Uskup Belo dan Uskup Basilio telah menggagas pertemuan yang sangat berarti dan disiplin, karena sebuah pertemuan yang menghadirkan semua tokoh yang punya pengaruh terhadap masalah Timtim. Tapi sayang sekali bahwa pertemuan itu tak menghasilkan apa-apa. Dari kelompok kami semuanya punya otoritas, disiplin dan organisasi yang kuat, dan mempunyai kewenangan untuk perlucutan senjata, karena Xanana merupakan Panglima Tertinggi, dan Presiden CNRT yang sangat dihormati oleh kami. Tapi kelompok pro integrasi tak memiliki otoritas atau mandat untuk bernegosiasi dan menandatangani persetujuan. Otoritas itu secara eksklusif dipegang Indonesia. Termasuk kewenangan dalam perjanjian keamanan dan perlucutan senjata. Bagi kami, kalau mau menandatangani perlucutan senjata, Menteri Keamanan Indonesia harus ada di sana. Tanpa Menteri Keamanan kami anggap perjanjian perlucutan senjata itu gagal. T: Berarti dialog Dare II dianggap gagal? J: Bagi kelompok pro-kemerdekaan kami sangat menghormati prakarsa-prakarsa yang dilakukan oleh kedua uskup dalam upaya perdamaian di Timtim. Dan kami punya komitmen untuk menghentikan semua aksi yang terjadi di Timtim, dan itu sudah dilakukan oleh Falintil sejak ada instruksi dari Xanana untuk menghentikan kekerasan di Timtim. Tapi kelompok pro-otonomi, mereka tidak punya otoritas dan wewenang untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh para milisi. Karena semua kekerasan yang dilakukan oleh milisi diatur oleh Jakarta, sedangkan kelompok pro-otonomi hanya punya wewenang yakni melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Jakarta. Secara umum saya nilai bahwa dialog ini sangat berarti dan saya sangat terkesan dengan dialog ini. T: Saat berlangsung maupun sesudah dialog Dare II, kekerasan terus terjadi di Timtim. Dan pelakunya tetap para milisi itu. Bagaimana tanggapan Anda? J: Saya menyayangkan masalah keamanan, karena adanya penghadangan bagi konvoi LSM dan UNAMET. Kami meminta agar TNI segera melakukan investigasi untuk menuntaskan semua masalah yang ada di Timtim sesegera mungkin. Karena hal itu akan sangat membantu dalam menaikan kredibilitas TNI, setelah sekian tahun terus disorot berbagai pihak. Karena tindakan milisi itu sangat berlawanan dengan pernyataan Jenderal Wiranto bahwa TNI akan bersikap netral di Timtim.Di Maliana, para milisi melempari kantor UNAMET, tapi polisi hanya menyaksikan kejadian itu tanpa melakukan tindakan pencegahan. Di Liquica mobil UNAMET dan relawan kemanusiaan dipukul dan dikejar-kejar oleh milisi di depan polisi. Tapi apa yang dilakukan oleh polisi Indonesia? Mereka diam dan pura-pura tak melihat itu. Saya mulai ragu dengan pernyataan Wiranto bahwa TNI akan bersikap netral. Makanya ini terserah menteri keamanan untuk meyakinkan tindakan milisi dan perkataan pimpinan militer dapat dipercaya. T: Tapi kan pimpinan TNI telah berkomitmen untuk mendukung upaya penyelesaian masalah Timtim? J: Kalau Anda dengar pidato TNI di depan publik, mereka bilang akan netral dan mendukung perjanjian. Tapi satu pertanyaan saya ajukan. Di Pulau Jawa dan Sumatera pemerintah tidak memperbolehkan setiap pribadi atau kelompok membawa senjata api dan pergi mengitari kota untuk menteror rakyat. Anda pasti tak melihat hal itu di Jakarta, di Bandung, dan di kota lain, sebab itu melanggar hukum. Tapi bagaimana mungkin di Dili, tepat di depan mata polisi dan Kopassus, milisi menembaki rumah rakyat? Apakah itu berarti TNI netral? Bukankah mendukung milisi? Mereka menciptakan milisi sebagai bagian dari kampanye nasional, sebab polisi dan tentara tengah menghadapi pelbagai persoalan. Masalahnya begitu. Mereka menciptakan milisi di Timtim, mereka telah menciptakan monster franskenstein di sana. T: Langkah apa yang hartus dilakukan untuk menghentikan semua kekerasan itu? J: Dengan melihat aksi teror milisi terhadap tim PBB, maka sangatlah mungkin kalau Dewan Keamanan PBB mulai memikirkan kembali tentang perlunya pengiriman pasukan perdamaian di Timtim. Karena masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional semakin paham bahwa siapa dibalik semua kejadian itu? TNI dan Polisi Indonesia tak bisa lagi diharapkan sebagai penanggungjawab keamanan di Timtim. T: Reaksi yang sama juga disampaikan oleh Menlu Australia Alexander Downer. Bagaimana Anda melihat reaksi Australia terhadap keadaan ini? J: Ya, Australia melalui Menlu Alexander Downer bereaksi cukup keras dengan kekerasan yang dilakukan oleh para milisi terhadap tim PBB, dari Australia. Satu hal yang kita petik dari reaksi itu, bahwa negara-negara yang dulu sangat setia kepada Indonesia mulai tidak simpati lagi. Mereka mulai kehilangan kepercayaan kepada Indonesia, karena ulah aparat keamanannya di Timtim. T: Pimpinan TNI mengatakan milisi lahir karena adanya Falintil. Bagaimana tanggapan Anda? J: Satu-satunya perbedaannya adalah belum ada satu pun gerilyawan Falintil yang dibunuh oleh milisi. Korban para milisi itu adalah wanita dan anak-anak di gereja. Jadi kalau milisi dibentuk karena takut Falintil, mengapa mereka tidak pergi ke gunung dan menghadapi Falintil? Mengapa mereka menyerang di Dili atau di Liquisa? Falintil tidak pergi ke Dili atau Liquisa. Teror milisi ini adalah bagian dari kampanye untuk mengkondisikan agar rakyat Timor memberikan suara kepada pro-integrasi nanti. Jadi tidak ada kaitannya dengan Falintil yang bersenjata. Falintil sangat berdisiplin tinggi. Mereka tidak menyerang penduduk sipil. Jadi jelas ada perbedaan antara Falintil dan milisi. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html