Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 24/II/18-24 Juli 99
------------------------------

YUNUS BUKAN SAHABAT JURNALIS

(PERISTIWA): Menpen Letjen Yunus Yosfiah berhasil membangun opini positif
bagi dirinya sendiri. Namun, untuk orang Timor Timur, ia tetap seorang fasis.

Aliansi Jusrnalis Independen (AJI) beberapa kali memuji Yunus Yosfiah,
Menteri Penerangan. Tak hanya AJI yang di zaman Soeharto dulu ditindas,
dikejar-kejar dan aktifisnya dipenjara, namun para tokoh pers senior
seringkali melontarkan pujian bagi jendral ini. Yunus dipuji karena dialah
yang "membebaskan" pers Indonesia, menghidupkan kembali majalah Tempo,
membuntungi Persatuan Wartawan Indonesia yang sangat berkuasa atas kehidupan
pers: memberi rekomendasi ijin suratkabar, menentukan boleh tidaknya
seseorang menjadi pemimpin redaksi dan sebagainya. 

Di ulang tahunnya Agustus tahun lalu, AJI mengundang mantan perwira Kopassus
itu ke pesta ulang tahunnya. Di berbagai wawancara di televisi, Yunus tampil
lebih reformis ketimbang para politisi dan para wartawan senior. Di zaman
Yunus pula, terbitan-terbitan baru bermunculan, karena ia memotong birokrasi
perijinannya. Di mata pers Indonesia, ia adalah dewa penyelamat dan itu akan
terus dicatat dalam lembaran sejarah pers Indonesia.

Namun, demikiankah "wajah" Yunus sesungguhnya? Jika pertanyaan ini
ditanyakan kepada para jurnalis di Timor Timur dan penduduk bekas jajahan
Portugis itu, jawabnya: tidak. "Ia merupakan musuh jurnalis independen Timor
Timur," ujar seorang wartawan Suara Timor Timur yang enggan disebut namanya.
Wartawan tadi menunjuk komentar jendral yang memperistri seorang perempuan
campuran Timor-Portugis itu, di Majalah Matra, Mei lalu. Dalam wawancara
khusus dengan majalah bulanan itu, Yunus menjawab dengan ketus dan anti pers
independen di Timor Timur ketika wartawan Matra mengajukan pertanyaan soal
penyerbuan kantor Harian Suara Timor Timur oleh milisi pro Indonesia. 

"Penyerbuan itu kan dendam lama, karena surat kabar itu selalu menyudutkan
kelompok pro-integrasi," ujar Yunus.

Pernyataan Yunus itu yang membuat para jurnalis Suara Timor Timur geram.
Mereka menilai, sebagai Menteri Penerangan yang telah berhasil membangun
citra demokrat di Indonesia, ia tak pantas memberi komentar seperti itu.
"Jelas, ia memihak para milisi yang menyerbu kantor kami pada 17 April
lalu," ujar jusrnalis tadi.

Tak bisa disalahkan jika Yunus membela para milisi. Asal tahu saja, komandan
milisi yang menyerbu satu-satunya harian di Timor Timur itu adalah Joao
Tavares. Lho, apa hubungannya Tavares dengan Yunus? Erat sekali. 

Yunus sudah menjalin hubungan dengan Tavares sejak 1975. Tavares adalah
salah seorang partisan dari partai UDT yang dilatih Kopassus di Atambua,
kota di perbatasan Timor Timur dan Timor Barat, sebelum satuan Kopassus yang
dipimpin Yunus yang ketika itu berpangkat Kapten, menyerbu Balibo dan
membunuh lima wartawan Australia pada 15 Oktober 1975. Tavares adalah
pemandu pasukan Yunus. Ia pun ikut menghabisi para wartawan itu dan menjarah
kamera dan jam tangan mereka.

Belakangan, Yunus juga membuat geram para karyawan Departemen Penerangan
Kanwil Timor Timur. Senin (12/7) lalu, ketika bersama 13 menteri lainnya
mengunjungi Timor Timur, Yunus mengancam para pegawai Kanwil Penerangan
Timtim. "Para pegawai yang pro kemerdekaan minggir saja. Jangan hanya mau
makan rupiah dari Indonesia saja tapi tak mau mendukung Indonesia" ujarnya
di depan para pegawai Penerangan di Dili. 

Ancaman Yunus ini ditanggapi dengan perasaan gusar oleh para pegawai Deppen
yang pro kemerdekaan. Mereka mengatakan, siap dipecat namun juga menuntut
pegawai lainnya yang pro Indonesia juga mengundurkan diri. "Lebih baik
pegawai negeri di Timtim netral. Kita bertugas membantu kelancaran kampanye
baik oleh pro otonomi maupun pro kemerdekaan," ujar seorang pegawai Deppen.

Soal kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Timor Timur Yunus memang tak
mau peduli, sebuah sikap yang amat berbeda dengan sikapnya yang liberal
dalam menangani pers di Indonesia. Yunus pun tak pernah menanggapi,
setidaknya menyatakan prihatin terhadap para wartawan Suara Timor Timur yang
dikejar-kejar hendak dibunuh baik oleh para perwira muda TNI maupun oleh
para milisi.

Tercatat beberapa kali, sejumlah jurnalis Suara Timor Timur diteror.
Lourenco Martins misalnya, wartawan Suara Timor Timur yang juga bekerja
untuk The Jakarta Post, dihukum "mati" oleh Kodim Maliana, daerah
kelahirannya. Ini artinya, ia tak akan aman jika berada di wilayah Maliana.
April lalu, rumahnya di Maliana diserbu milisi pimpinan Tavares dibantu
aparat Kodim. Beberapa wartawan Suara Timor Timur  juga menjadi target
milisi dan para komandan militer di Dili. Para milisi memang memiliki daftar
wartawan yang jadi target. Ada sekitar sepuluh nama. Tak semuanya wartawan
Suara Timor Timur dan warga pribumi. Ada pula jurnalis pendatang yang masuk
dalam target pembunuhan. Atas, ancaman ini, AJI selalu menyatakan protes.
Namun apa tanggapan Yunus? Tak ada. Sebagai anggota tentara yang pernah
dengan darah dingin memerintahkan pembunuhan terhadap lima jurnalis
Australia, nampaknya ia tak segan-segan pula "mengamini" pembunuhan terhadap
para jurnalis pribumi Timor Timur. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to