Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 27/II/8-14 Agustus 99 ------------------------------ Rekomendasi Tim Peneliti LIPI *): "BUKA DIALOG" (POLITIK): Dalam penyelesaian kasus Aceh, pemerintah bukan saja perlu mengambil langkah serius dan konkrit, tapi juga harus melakukan "perubahan kebijakan secara radikal." Langkah-langkah yang perlu segera dilakukan itu di antaranya adalah: 1. Pemerintah secepat mungkin menghentikan operasi militer di Aceh, baik yang dilakukan oleh pasukan non-organik seperti PPRM maupun pasukan organik dari Kodam Bukit Barisan. Pengalaman selama berlakunya DOM di Aceh (1989-1998) membuktikan bahwa operasi militer lebih merupakan bencana yang meninggalkan luka dan trauma amat dalam bagi rakyat Aceh, ketimbang sebagai suatu jalan keluar yang bisa menuntaskan penyelesaian persoalan Aceh. Untuk itu gencatan senjata harus segera diberlakukan dan Pasukan Penindak Rusuh Massa (PPRM) ditarik dari Aceh. Kalau tidak, maka korban akan terus berjatuhan dari rakyat yang tidak berdosa maupun aparat negara, sementara akar persoalannya sendiri tidak pernah disentuh dan cenderung ditutup-tutupi. 2. Pemerintah harus membuka mata-hati dan melihat realitas persoalan Aceh secara jujur serta jernih, dan karena itu harus mengakui dan menerima fakta lapangan bahwa ada sebagian masyarakat Aceh yang terpaksa "memberontak" sebagai cara bagi mereka untuk menolak berbagai kebijakan pemerintah pusat yang selama ini menyengsarakan rakyat Aceh. 3. Memberi pengampunan atau amnesti bagi para pendukung gerakan perlawanan dan mereka yang ditangkap, ditahan dan dipenjara karena berbeda pendapat dengan pemerintah. Gerakan perlawanan yang dilakukan GAM misalnya harus dipandang sebagai akumulasi kekecewaan masyarakat Aceh terhadap cara dan pendekatan pemerintah pusat yang keliru dan hanya mau benar sendiri dalam menyelesaikan kasus Aceh. 4. Membuka dialog dengan pimpinan gerakan perlawanan Aceh, termasuk pimpinan GAM Hasan Tiro, serta tokoh-tokoh masyarakat Aceh yang sungguh-sungguh representatif seperti para ulama, tokoh-tokoh adat, wakil mahasiswa, dan kalangan universitas atau intelektual Aceh. 5. Menindak, mengusut, dan mengadili para aparat negara pelaku pelanggaran HAM, baik selama pemberlakuan DOM maupun sesudahnya, secara terbuka dan berkesinambungan, sebagai bagian dari komitmen penegakan supremasi hukum yang secara retorik sering dikemukakan oleh elite pemerintah dan TNI. Tanpa tindakan hukum terhadap para pelaku pelanggaran HAM, maka "pengadilan rakyat" dalam bentuk serangan dan penyergapan secara tiba-tiba atas aparat TNI dan Polri seperti terlihat akhir-akhir ini akan berlangsung terus di Serambi Mekkah tersebut. 6. Merehabilitasi dan menyantuni para korban dan keluarga korban kebijakan DOM dan pasca DOM sebagai wujud tanggungjawab pemerintah atas kesengsaraan dan penderitaan rakyat Aceh yang tak berdosa. 7. Segera merealisir janji-janji politik, baik berupa implementasi status "daerah istimewa" bagi Aceh dalam bentuk perundang-undangan, serta janji-janji Presiden Habibie, baik ketika bertemu tokoh-tokoh masyarakat Aceh di istana negara maupun tatkal mengunjungi Aceh beberapa waktu yang lalu. *) disampaikan pada presentasi laporan penelitian "Otonomi Daerah & Potensi Disintegrasi di Indonesia," tanggal 3 Agustus 1999, di Jakarta. Anggota Tim: 1. Syamsuddin Haris (Koordinator) 2. Dhuroruddin Mashad 3. Erni Budiwanti 4. Ikrar Nusa Bhakti 5. M. Riefki Muna 6. R. Siti Zuhro 7. Syamsumar Dam --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html