Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 45/II/12-18 Desember 99
------------------------------

ZONA BEBAS MAI

(POLITIK): Konferensi WTO kacau. Dunia ketiga patut bersyukur. Andai konsep
MAI (Multilateral Agreement on Investment) lolos, perusahaan asing bisa
tuntut pemerintah.

Di luar dan di dalam, konferensi tingkat menteri WTO (World Trade
Organization) berakhir kacau. Kalau di luar, ratusan demonstran akhirnya
ditangkap, di dalam gedung, para peserta konferensi akhirnya tak
menghasilkan apa-apa selain janji untuk membicarakan beberapa agenda yang
tertunda dalam pertemuan mendatang di Jenewa, Swiss.

Para demonstran memang tak berhasil membubarkan acara WTO, namun atmosfir
'ketidakpuasan' yang mereka sebarkan dari luar, ternyata menjalar hingga ke
dalam gedung. Tiba-tiba saja banyak negara berkembang bersuara keras,
mengecam negara-negara maju yang enggan membuka pasar bagi produk mereka,
padahal mereka, khususnya Asia, masih harus berjuang keras untuk keluar dari
krisis ekonomi. Mereka juga mengaku telah membuka pasarnya sesuai dengan
kesepakatan yang diambil dalam Putaran Uruguay, tapi hanya beroleh sedikit
keuntungan. Karena itu, negara-negara berkembang minta waktu lebih banyak
agar bisa menyesuaikan dengan peraturan mengenai jasa keuangan dan properti
intelektual.

Negara-negara Eropa dan Jepang pun, tak kalah galaknya menyerang tuan rumah
AS. Pemerintah AS, sebelumnya, meminta pada negara-negara Uni Eropa untuk
membuka pasarnya yang selama ini dianggap protektif pada produk pertanian
AS. Tapi, para negara Uni Eropa bersikeras membela kebijakan penolakannya
terhadap impor daging -yang telah mengalami proses rekayasa genetika- dari
AS dan Kanada dan balik menuduh daging tersebut berbahaya untuk dikonsumsi.

Apa yang terjadi di WTO adalah pagelaran ego masing-masing negara untuk
memaksakan kepentingannya. Semua terjebak dalam debat kusir dan saling
tuduh. AS menuduh Eropa proteksionis. Sebaliknya, Eropa dan Asia menuduh AS
terlalu egois. Pascal Lamy, trade commissioner Uni Eropa, mengecam invasi
kultural AS seperti terlalu banyak film Walt Disney, Pizza Huts dan
orang-orang Wall Street di Eropa.

Kendati terjadi kekacauan, negara-negara berkembang sepatutnya mensyukuri
gagalnya pencapaian kesepakatan di Seattle. Bukan karena negara-negara
berkembang harus memutuskan sama sekali hubungan dagangnya dengan
negara-negara maju (bagaimanapun "perdagangan bebas" telah membuat
pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia maju pesat; perdagangan bebas pula
yang membuat negara-negara yang berbeda secara politik dapat bekerja sama
dan menghilangkan permusuhan). Tapi, untuk menghentikan ekses keserakahan
negara-negara maju yang masih berusaha dipaksakan dalam hubungan dagang
dengan negara-negara berkembang.

Jauh sebelum berlangsungnya konferensi ini, media massa dunia telah
menginformasikan adanya keinginan negara-negara maju yang tergabung dalam
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) untuk
mendesakkan konsep Multilateral Agreement on Investment (MAI) ke dalam
agenda WTO. Oleh para pengkritiknya, MAI dinilai sebagai peraturan global
yang berusaha membatasi hak dan wewenang pemerintah untuk mengatur spekulasi
mata uang, investasi pada tanah, pabrik, jasa, saham dan sebagainya.

Konsep MAI ini dirundingkan secara diam-diam selama dua tahun dalam
pertemuan OECD. Dalam organisasi yang terdiri dari 29 negara-negara kaya
ini, konsep MAI didesakkan oleh perusahaan-perusahaan besar dan para pelobi
bisnis besar dunia. Kegagalan pembicaraan tentang MAI dalam pertemuan OECD
bulan Desember tahun lalu, membuat sejumlah negara maju berpikir untuk
mendesakkanya dalam agenda WTO tahun ini.

Keberatan terhadap MAI terutama diungkapkan oleh para demonstran di Seattle.
Mereka menganggap MAI antara lain, akan: Melarang adanya pertimbangan
tentang hak asasi manusia, buruh dan lingkungan sebagai salah satu kriteria
masuknya investasi; Menghambat upaya pemerintah untuk mendorong pembangunan
ekonomi setempat, dengan cara memberikan hak absolut pada berbagai
perusahaan asing memasuki pasar; Melarang berbagai ketentuan investasi
seperti kewajiban daur ulang atau memakai kandungan lokal atau pekerja lokal
dalam memproduksi barang; Melarang pembuatan kebijakan untuk mengatur
spekulasi mata uang, yang menjadi penyebab utama krisis keuangan Asia.

Lebih dari itu, MAI dianggap hendak memaksakan ketentuan yang akan memberi
kuasa pada banyak perusahaan asing dalam persidangan MAI untuk menuntut
pemerintah tertentu, bila mereka merasa bahwa kebijakan pemerintah bisa
menurunkan keuntungan mereka di masa mendatang. Itu sebabnya, penolakan
terhadap MAI menjadi isu sentral di berbagai negara. Di Jenewa, markas besar
WTO sendiri, juga di Seattle dan San Fransisco, dewan kota setempat telah
mengeluarkan resolusi lokal yang menyatakan daerah mereka sebagai "Zona
Bebas MAI."

Gagalnya tercapai kesepakatan di Seattle memang patut disyukuri
negara-negara berkembang -meskipun, kebanyakan pemerintahnya tak bersuara
apa pun soal ini. Hanya saja, bukan berarti perjuangan sudah selesai.
Bagaimanapun, para kapitalis masih belum puas dan menginginkan pembicaraan
serupa dapat kembali dilakukan di Jenewa -yang relatif lebih 'aman'.

Hampir pasti, agenda-agenda yang tertunda akan kembali dibicarakan di
Jenewa. Namun, WTO would never be the same, WTO tak bisa seperti dulu lagi.
Shocktherapy yang digelar para demonstran di Seattle pasti akan mempengaruhi
kepekaan para birokrat dan perwakilan negara-negara di WTO. "Kalau dulu,
kebijakan perdagangan AS ditentukan para elit di Washington," ujar Craig
Johnstone, senior vice president Kamar Dagang AS pada Time. "Sekarang (yang
lebih menentukan) adalah suara yang terdengar di jalan." Saatnya, kini
mendengarkan suara rakyat. Saatnya mendengarkan keadilan. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke