Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 46/II/19-25 Desember 99 ------------------------------ PENGADILAN WIRANTO DKK. SUDAH DEKAT (POLITIK): Bukti-bukti TNI terlibat dalam teror dan pembantaian di Timor Timur pasca jajak pendapat ditemukan. Ini bisa membawa Jendral TNI Wiranto dan kawan-kawan ke Pengadilan. Pekan lalu, ada kabar yang menakutkan bagi para jendral TNI Angkatan Darat, dari Jenewa, Swiss. Mary Robinson, Ketua Komisi Tinggi HAM PBB, mengumumkan komisi yang dipimpinnya meminta secara resmi kepada Sekjen PBB agar membentuk Pengadilan Kejahatan Perang untuk kasus Timor Timur. Mary dan tim investigasi Komisi Tinggi HAM PBB melakukan penyelidikan selama sebulan di Timtim dan mereka menemukan bukti-bukti dan saksi-saksi yang menunjukkan keterlibatan TNI. Akan halnya Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM pimpinan Albert Hasibuan. Komisi ini juga menemukan dokumen-dokumen yang menguatkan temuan Mary Robinson. Dokumen itu antara lain, ditemukannya daftar gaji anggota milisi yang dikeluarkan institusi TNI di Timor Timur. Para milisi itu, menurut dokumen yang ditemukan KPP HAM, digaji Rp150 ribu sebulan. Temuan KPP HAM lainnya misalnya pengakuan para saksi mata pembantaian di Gereja Suai. Para saksi yang ditemua KPP HAM mengatakan bukan milisi yang menyerang gereja itu namun pasukan TNI. Pengakuan seorang anggota milisi bernama Johny Marques yang kini ditahan Interfet juga menguatkan keterlibatan TNI. Marques mengakui, ia dan kelompok milisinya diperintahkan membunuh rombongan biarawati dan biarawan di mana terdapat seorang wartawan Asia Press, Agus Muliayan di Los Palos. Agus bersama rombongannya tewas dalam pencegatan milisi itu. Marques mengaku memperoleh perintah dari Komadan Kodim Los Palos. Jenasah Agus, hingga kini belum diterima keluarganya. Kasus pembantaian di Gereja Suai, tampaknya akan dijadikan bahan utama KPP HAM untuk menyeret para jendral TNI yang bertanggungjawab saat itu dalam operasi rahasia ini. Mayat-mayat korban pembantaian itu ditemukan di Desa Alas, Kabupaten Belu, NTT. Mayat-mayat ini sengaja dikubur di luar wilayah Timor Timur agar Interfet atau Komisi HAM PBB tidak menemukan mayat-mayat itu. Namun dari kesaksian warga setempat, diperoleh kepastian, sebuah lokasi di tepi pantai Waehili, Dusun Metamauk, Alasa Selatan, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Belu NTT itu adalah penguburan mayat-mayat pembantaian Suai. ====================================================== Para Jendral yang Dianggap Bertanggungjawab ------------------------------------------------------ Jendral TNI Wiranto Panglima TNI waktu itu Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim Komandan Satuan Tugas Khusus Mayjen TNI Safrie Sjamsoeddin Anggota Satuan Tugas Khusus Mayjen TNI Kiki Sjahnakrie Panglima Wilayah Darurat Militer Timor Timur Brigjen TNI Amirul Isnaini Wakil Panglima Wilayah Darurat Militer Timor Timur Brigjen TNI Tono Suratman Komandan Korem, waktu itu, sebelum digantikan Kolonel Inf Mohamad Noer Muis menjelang jajak pendapat ------------------------------------------------------ Tim penggali menemukan mayat-mayat yang tinggal tulang di kedalaman setengah meter. Mayat tiga pastor yang dibunuh, Tarcisius Dewanto SJ, Hilario Madeira Pr dan Franscisco Soares Pr, dikubur dalam satu lubang ditutup selembar tikar plastik dan kain sarung. Sisa-sisa tulang para pastor itu masih menempel sisa-sisa daging yang membusuk, pakaian dan jubah masih melekat di kerangka. Salah satu kerangka para pastor itu malah masih mengenakan sepatu sandal merek Bata di kakinya. Di saku celana salah satu pastor itu ditemukan rosario dan sapu tangan. Di dua lubang berikutnya ditemukan 11 dan 12 mayat. Tim forensik yang mengotopsi mayat-mayat itu memastikan 16 mayat laki-laki, 8 mayat perempuan dan dua mayat lagi, dua orang anak yang seorang di antara mereka hangus terbakar. Di lobang penguburan massal ini ditemukan uang, salib, rosario, jepit rambut wanita, kartu baptis, perhiasan dan buku belajar anak sekolah dasar. Tidak ditemukan proyektil peluru baik di tubuh mayat-mayat itu maupun di lobang-lobang itu. Namun, menurut tim dokter forensik sangat mungkin para korban ditembak dari jarak dekat hingga daya bongkar peluru sangat besar atau dibacok dengan senjata tajam. Pembantaian ini menurut tim dokter forensik, dilakukan dalam minggu pertama setelah pengumuman jajak pendapat yang dimenangkan pro kemerdekaan. Mereka kebanyakan para pengungsi yang berlindung di gereja itu. Xpos, ketika terjadi penyerangan Gereja Suai yang ikut menewaskan Pastor Dewanto, SJ memperoleh keterangan dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bahwa jenasah Dewanto, pastor asal Magelang, Jawa Tengah itu, diurus TNI. KWI memperoleh kabar resmi tentang kematian Pastor Dewanto itu dari pimpinan TNI dan berjanji akan mengurus mayatnya secara baik-baik. Namun, ternyata, janji pimpinan TNI itu bohong belaka. Mereka malah mencoba menghilangkan barang bukti pembunuhan massal itu dengan menyembunyikan mayat-mayat, termasuk mayat Pastor Dewanto, di sebuah pantai terpencil di NTT bagian Selatan. Untung, ada masyarakat NTT yang menyaksikan penguburan massal itu. Kalau tidak ada saksi, kuburan massal itu mungkin tak akan ditemukan. Modus mengubur mayat-mayat di pantai memang merupakan modus baru. Idenya cukup cerdas, karena setelah dikubur dan tergenang laut pasang, bekas penguburan nyaris tak berbekas. Berbeda kalau dikubur di tanah, bekas galian akan mudah diketahui. Kemungkinan beberapa kuburan massal seperti ini terdapat di berbagai tempat, tinggal menunggu waktu saja untuk diketahui dan dibongkar. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html