Precedence: bulk RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR Jakarta, 31 Januari 2000 BAB I PENDAHULUAN 1. Setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi khusus, maka pada tanggal 5 Mei 1999 di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugal di bawah payung PBB, tentang penyelenggaraan jajak pendapat di Timor Timur termasuk pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. 2. Sejak opsi diberikan, terlebih setelah diumumkannya hasil jajak pendapat, berkembang berbagai bentuk tindak kekerasan yang diduga merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. 3. Menyikapi kenyataan tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM) pada tanggal 8 September 1999 mengeluarkan pernyataan yang dalam butir pertama berbunyi "bahwa perkembangan kehidupan masyarakat di Timor Timur pada waktu itu telah mencapai kondisi anarki dan tindakan-tindakan terorisme telah dilakukan secara luas baik oleh perorangan maupun kelompok dengan kesaksian langsung dan pembiaran oleh unsur-unsur aparat keamanan". 4. Masyarakat nasional maupun internasional sangat prihatin dengan situasi yang terjadi di Timor Timur bahkan Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Geneva pada tanggal, 23 - 27 September 1999 menyelenggarakan special session mengenai situasi di Timor Timur. Special session tersebut adalah yang keempat diadakan sejak komisi ini dibentuk 50 tahun yang lalu. Ini menunjukkan betapa seriusnya penilaian dunia internasional terhadap masalah pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Special Session tersebut mengeluarkan Resolusi 1999/S-4/1 yang menuntut kepada pemerintah Indonesia agar antara lain: dalam kerjasama dengan Komnas HAM menjamin bahwa orang-orang yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan dan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia akan diadili. Resolusi tersebut juga meminta kepada Sekjen PBB untuk membentuk komisi penyelidik internasional dengan komposisi anggota yang terdiri dari ahli-ahli dari Asia, dan bekerjasama dengan Komnas HAM Indonesia, serta mengirimkan pelapor khusus tematik ke Timor Timur. 5. Sementara itu Komnas HAM telah membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM di Timor Timur (KPP-HAM) pada tanggal 22 September 1999 dengan Surat Keputusan No.770/TUA/IX/99, kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan No.797/TUA/X/99 tanggal, 22 Oktober 1999, dengan mengingat Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan PERPU No.1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, serta mempertimbangkan bahwa situasi hak asasi manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat semakin memburuk. 6. Mandat KPP-HAM adalah mengumpulkan fakta, data dan informasi tentang pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur yang terjadi sejak Januari 1999 sampai dikeluarkannya Penetapan MPR pada bulan Oktober 1999 yang mensahkan hasil jajak pendapat. Penyelidikan dikhususkan pada kemungkinan terjadinya genosida, pembunuhan massal, penganiayaan, pemindahan paksa, kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak serta politik bumi hangus. KPP HAM juga bertugas menyelidiki keterlibatan aparatur negara dan atau badan-badan lain. Masa kerja KPP HAM terhitung sejak 23 September 1999 sampai akhir Desember 1999, yang kemudian diperpanjang hingga 31 Januari 2000 dengan SK Ketua Komnas HAM No.857/TUA/XII/99 tanggal 29 Desember 1999. 7. Wewenang KPP-HAM berdasarkan Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 89 (3) dan Perpu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 10 dan 11 adalah: melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur, meminta keterangan pihak-pihak korban, memanggil dan memeriksa saksi-saksi, mengumpulkan bukti dan memeriksa berbagai tempat termasuk bangunan yang perlu bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan. Di samping itu, KPP-HAM berwenang memeriksa dan meminta dokumen-dokumen instansi yang diperlukan bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan, memberikan perlindungan bagi saksi dan korban serta mengolah dan menganalisa fakta yang ditemukan untuk kepentingan penuntutan dan publikasi. 8. Laporan hasil penyelidikan oleh KPP HAM diserahkan kepada Komnas HAM dan selanjutnya Komnas HAM menyerahkan kepada Kejaksaan Agung guna penyidikan dan penuntutan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia. 9. KPP HAM terdiri dari 9 orang anggota, 5 orang anggota Komnas HAM dan 4 orang aktivis hak asasi manusia. Dalam menjalankan tugasnya, KPP-HAM dibantu oleh tim asistensi terdiri dari: 13 orang asisten penyelidik, 14 orang anggota sekretariat dan 3 orang nara sumber. Dalam perkembangannya seorang anggota dari Komnas HAM mengundurkan diri karena menjadi Jaksa Agung. 10. Untuk melaksanakan tugasnya, KPP-HAM menyusun prosedur dan mekanisme kerja yang disesuaikan dengan Hukum Acara Pidana serta memenuhi standar-standar internasional, khususnya yang tercantum dalam Manual on the Effective Prevention and Investigation of Extra-Legal, Arbritary and Summary Executions dan Guidelines for the Conduct of United Nations Inquiries into Allegation of Massacres. Prinsip penyelidikan KPP HAM bersifat imparsial, sehingga tidak membatasi penyelidikannya pada tanggung jawab kelompok tertentu yang terlibat tindak pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. 11. Proses pelaksanaan kegiatan diawali dengan mengumpulkan informasi sekunder dan tersier mengenai pelanggaran hak asasi manusia baik dari media massa cetak maupun elektronik dan laporan lembaga/organisasi serta pengaduan individu. Informasi itu didata dan diolah dengan program HURIDOC. Proses ini dilanjutkan dengan analisa dan verifikasi ulang lewat pemeriksaan bukti-bukti, dokumen, kesaksian, dan kunjungan lapangan, serta wawancara dan pemeriksaan terhadap pihak yang memiliki kaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia. 12. KPP HAM melakukan penyelidikan lapangan sebanyak 6 kunjungan ke Kupang NTT, 3 kunjungan ke Timor Timur dan 1 kegiatan penggalian kuburan massal di NTT. Proses penggalian kuburan dilakukan dengan mengikutkan tim ahli forensik. Selain memeriksa bukti dan tempat-tempat kejadian, KPP HAM juga mengumpulkan informasi baru, wawancara dengan 55 orang saksi korban, wawancara saksi sebanyak 23 orang dan pemeriksaan terhadap 45 orang yang memiliki kaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia. 13. KPP HAM mengadakan 3 kali pertemuan dengan Komisi Penyelidik Internasional untuk Timor Timur yang dibentuk PBB dalam rangka mengupayakan pertukaran informasi. Namun karena tidak tercapai kesepakatan tentang protokol kerjasama maka tidak terjadi pertukaran alat bukti. 14. Untuk memudahkan kerja lapangan, telah dibuka sekretariat KPP HAM di Kupang dengan tiga orang asisten dengan tugas memperlancar kegiatan-kegiatan kesekretariatan, dokumentasi dan persiapan komunikasi, menyiapkan pemeriksaan saksi, membantu evakuasi saksi dengan keluarganya. (BERSAMBUNG) ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html