Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 ------------------------------ ADA KORUPTOR JADI DIRUT BRI? (EKONOMI): Dirut BRI diperebutkan. Dedengkot penyebab kebangkrutan BRI masih dipertahankan. Siapa berkepentingan? Siapa tidak tahu nama Djoko Santoso Moeljono, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Setelah menjarah banknya sendiri dengan kredit ratusan milyar kepada para konglomerat seperti The Ning King, Djoko Tjandra, Bob Hassan, Ciputra dan beberapa konglomerat lainnya, lantas menjarah pula BRI senilai Rp9,8 trilyun untuk Marimutu Sinivasan dan kelompoknya yaitu Texmaco Grup. Djoko, yang sampai saat ini masih menjabat Dirut BRI, lagi-lagi membagi-bagi uang bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk konco-konconya di BRI, dengan dalih Program pensiun dini. Kebijakan yang kontroversial itu memberikan uang jasa dan pesangon untuk level penata muda Golongan III mendapat uang jasa sampai Rp500 juta, sedangkan karyawan di level bawah, yang semula diiming-imingi dengan uang jasa dan pesangon senilai Rp150 juta akhirnya cuma mendapat Rp40 juta doang. Itulah yang membuat Djoko Santoso sempat beberapa kali didemo oleh karyawannya sendiri di kantornya di jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Di jaman Habibie, Djoko memang sempat diperiksa oleh Kejaksaan Agung, terutama setelah adanya laporan resmi korupsi yang dilaporkan Gerakan Peduli Harta negara (Gempita) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) serta Komite Reformasi BRI. Ketika pemerintahan dipegang Gus Dur, ternyata Djoko masih tetap ngotot untuk tetap duduk menjadi Dirut BRI. Ia lupa dengan cacat hukumnya dan terus memaksakan diri untuk mengangkangi BRI. Sebab itu, Djoko berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan posisinya. Menurut sumber Xpos, Djoko sudah memberikan "hidupnya" untuk Poros Tengah. Ia bersedia jadi pengumpul uang untuk PAN, jika tetap sebagai Dirut BRI. Mungkin karena itulah, diam-diam Menteri Keuangan Bambang Sudibyo (PAN) mengusulkan Djoko untuk tetap berada pada posisinya kepada Presiden KH Abdurrahman Wahid. Namun, keinginan Djoko, untuk tetap sebagai calon Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, tampaknya bakal terganjal. Bank Indonesia (BI) menilai, sosok Djoko, selain cacat dalam pengucuran kredit senilai Rp9,8 trilyun kasus Texmaco, ia tidak lolos fit and proper test atau uji kelayakan dan kepantasan bagi para bankir, yang diselenggarakan oleh BI. Uji kelayakan dan kepantasan dilakukan oleh BI ini untuk menunjukkan independensi, yang konsekuensinya tidak ada intervensi dalam berbagai bentuk ke organisasi BI. Menurut Deputi Senior BI Anwar Nasution, BI itu tidak boleh ada politik-politikan. "Tidak ada tawar menawar. Kita sesuai dengan ketentuan saja. Tidak boleh diintervensi seperti dulu. Karena BI sekarang independen," tandasnya. Menurut Anwar juga, uji kelayakan itu, bukan hanya di BI saja, tetapi juga bank lainnya. "Direksi bank-bank pemerintah maupun swasta yang cacat dan tidak bersih, akan saya pecat. Apalagi kalau mereka tidak lulus fit and proper test itu," ujar Anwar di DPR. "Sebab nanti saya sendiri yang diantaranya akan teken fit and profer test tersebut," tambahnya. Tentang nama Djoko yang didukung oleh Presiden Gus Dur, menurut Nasution itu baru usulan Gus Dur. Djoko, katanya, belum disetujui oleh BI. "Itu kan baru menurut Gus Dur. Tetapi, Gus Dur itu kan bukan pejabat BI. Aku ini yang jadi pejabat BI. Aku yang teken fit and propers test itu. Bukan dia," tandasnya. Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada Djoko Santoso, menurut Nasuton lagi, Djoko sudah bukan pada tempatanya lagi masih berada di sana. "Dia itu sudah cacat. Sudah bukan waktunya lagi di situ," ujarnya, enteng. "Toke saya itu kan DPR bukan Gus Dur." Tentang nama-nama calon sejumlah direksi Bank Negara Indonesia, seperti Widigdo Sukarman yang masih bertahan, Nasution mengaku sampai saat ini BI belum menerimanya. Ia mengaku belum bisa memberikan komentar apa-apa tentang calon direksi tersebut. Namun, Widigdo sendiri juga sudah diback up oleh PAN. "Kebetulan Widigdo itu alumni Gajah Mada, sama dengan Bambang Sudibyo." "Tunggu saja. Nanti kalau sudah masuk 'kan bisa kita adakan fit and proper test," jelasnya lagi. Menurutnya, mungkin saja itu yang menyebabkan gagalnya Rapat Umum Pemegang Saham BNI pada tanggal 17 Januari lalu. "Bagaimana mereka mau mengadakan RUPS, kalau nama-nama calonnya itu belum di fit and proper test?" ujarnya. Menneg Penanaman Modal dan Pengawasan BUMN, Laksamana Sukardi, seusai melantik Kuntoro Mangkusubroto sebagai Dirut PLN, di Jakarta, Januari lalu, pernah menyebutkan bahwa penggantian Direktur Utama BNI Widigdo Sukarman akan diadakan pada tanggal 17 Januari 2000, bertepatan dengan RUPS BNI. "Dalam RUPS itu agendanya pergantian manajemen. Soal siapa calonnya, saya belum bisa kasih tahu. Percuma saya kasih tahu, nanti salah. Saya tidak berani ngomong, nanti detik terakhir bisa berubah," kata Lak, panggilannya. Sebetulnya, penentuan pengganti Dirut BNI ada di tangan Presiden Abdurrahman Wahid. Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan berhak menentukan posisi manajemen dalam industri-industri yang dianggap strategis. Laksamana mengaku tidak mengajukan nama, siapa bakal pejabat baru tersebut. Laksamana tahu, karena jatah itu sudah dikangkangi geng Amien Rais dan Bambang Sudibyo. Itulah politik bagi-bagi kekuasaan, sebagaimana pernah dilontarkan oleh Bambang Sudibyo. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html