Precedence: bulk


KOLONEL INF JUL EFENDI SYARIEF

        JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Jika Presiden KH Abdurahman Wahid
serius mengusut kembali penyerbuan, pembantaian dan penghilangan warga PDI,
27 Juli 1996 silam, ia harus menindak seorang kolonel, yang beberapa bulan
belakangan ini memimpin sebuah brigade infanteri di ibukota yang siap mati
untuk membela sang Presiden. Siapakah sang kolonel itu? Tak lain adalah
Kolonel Inf Jul Efendi Syarief, Komandan Brigade Infanteri (Brigif)
1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. 

        Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon
Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur),
Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning
(berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang).
Kolonel Jul Efendi adalah lulusan Akademi Militer 1976. 

        Jul Efendi adalah komandan lapangan penyerbuan Kantor DPP PDI, di Jl
Diponegoro, 27 Juli 1996. Waktu itu, ia adalah Komandan Kodim 0501/Jakarta
Pusat yang secara teritorial membawahi lokasi Kantor DPP PDI itu. Komandan
Kodim Jakarta Pusat, Letkol Inf Jul Effendi, pagi hari 27 Juli 1996, memberi
komando ketika ratusan pemuda yang mengenakan kaos warna merah yang diangkut
sembilan truk warna kuning, agar segera menyerang kantor DPP PDI. Pasukan
Letkol Jul pun mengedrop batu ke pasukan berseragam kaos merah itu. Siatuasi
tak menentu. Lalu datang Kapolres Jakarta Pusat, Letkol Pol Abu Bakar
mencoba berunding. Ia meminta Kantor DPP PDI dikosongkan namun ditolak warga
PDI. Namun, tiba-tiba Letkol Jul kembali memerintahkan "pasukan merah" untuk
menyerbu ke dalam yang disusul pasukan polisi di bawah komando Letkol Abu
Bakar. Korban pun berjatuhan, banyak yang luka, mati atau hilang. Lalu,
kerusuhan melanda Salemba dan sekitarnya.

        Dua letkol dalam penyerbuan itu memang hanya pelaksana lapangan.
Namun, justru pelaksana lapangan ini yang dalam hukum perang internasional
harus menanggung hukuman paling berat. Masalahnya sekarang: apakah Gus Dur
akan menindak Kolonel Jul yang dulu memimpin operasi "Naga Merah" itu? Ini
sulit bagi Gus Dur karena Mayjen TNI Ryamizard, Pangdam Jaya, pasti akan
melindungi kolonelnya itu. Apalagi, Kolonel Jul juga sudah berjasa bagi Gus
Dur, yakni memimpin pasukan Brigif 1/Jaya Sakti mempertahankan kekuasaan Gus
Dur dari ancaman kudeta Jendral Wiranto yang didukung Pangkostrad Letjen TNI
Djadja Suparman. Kalau waktu itu Wiranto dan Djadja punya nyali melakukan
kudeta, sudah pasti Kolonel Jul akan berada di depan menghadang pasukan
Kostrad pimpinan Letjen Djadja. Itu harus dikerjakan Kolonel Jul sebagai
komandan lapangan di bawah Ryamizard yang sudah menyatakan dukungan pada Gus
Dur dan sudah menyatakan akan menghadang siapapun yang akan melakukan kudeta.

        Jasa-saja Kolonel Jul ini yang akan mengganggu penegakkan hukum pada
kasus 27 Juli 1996. Kolonel Jul, tampaknya akan menjadi pengecualian dalam
pengusutan kembali kasus ini. Gus Dur sendiri juga akan menghadapi para
jendral perancang penyerbuan, atau para pejabat yang ketika itu menjabat
jabatan-jabatan strategis yang berhubungan dengan penyerbuan, yang hingga
kini masih berada di pemerintahan: seperti Letjen TNI (Purn) Sutiyoso
(Pandam Jaya waktu itu, kini Gubernur DKI Jakarta) dan Letjen TNI Susilo
Bambang Yudhoyono (dulu Kasdam Jaya, kini Menteri Pertambangan dan Energi). 

        Ryamizard sendiri juga punya jasa yang besar bagi Gus Dur, karena ia
berani mengerahkan pasukannya untuk menghadang kekuatan Wiranto. Tentu,
jasa-jasa Ryamizard ini menyulitkan bagi Gus Dur untuk mengusut kejahatan
TNI di Aceh, Lampung dan Tanjung Priok, karena salah satu penanggungjawab
militer pada kasus-kasus kejahatan hak asasi manusia di kasus-kasus itu
adalah Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno, yang tak lain adalah ayah mertua
Ryamizard. Di kasus Aceh dan Lampung Jendral Try menjabat sebagai Panglima
ABRI dan di kasus Tanjung Priok sebagai Pangdam Jaya. Jadi, apa langkah Gus
Dur? Seperti yang lalu-lalu: sulit diduga. ***

_______________
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to