Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 ------------------------------ ULAH SI ANAK ANGKAT TENTARA (EKONOMI): Pengusaha Tommy Winata, punya utang menggunung di dalam negeri. Tapi ia mampu menyumbang kampanye Bill Clinton. Awal Februari lalu, dari New York, Amerika Serikat dikabarkan bahwa Tommy Winata, bos PT Bank Artha Graha (BAG), dari Indonesia, telah memberikan sumbangan secara ilegal senilai US$200.000 untuk kampanye Presiden AS Bill Clinton. Padahal, ia sendiri punya utang terhadap Bank Indonesia Rp1,1 trilyun lewat Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ulah anak angkat Jenderal TB Silalahi dan sejumlah jenderal ini, tentu saja bikin sewot jutaan rakyat yang sekarang sedang hidup morat-marit. Sebelumnya, ketika merebak kasus pengambilalihan BAG, yang melibatkan kaki tangan Soeharto Letjen Purn Hedijanto, yang juga menjadi bendahara Yayasan Dharmais, Tommy sebenarnya sudah dipanggil oleh Jenderal Edi Sudrajat, Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP). Tommy mengelak bahwa ia telah merugikan dan mencemarkan nama baik YKEP. Sebagai jaminan agar para Jenderal tidak marah, Tommy akhirnya menyerahkan 49 persen saham BAG kepada YKEP. Kini, setelah mendapat backing dari TNI, Tommy leluasa bergerak dalam bisnis. Termasuk bisnis kotor, yang hasilnya untuk tambahan kampanye calon presiden Amerika Serikat. Soal sumbangan ke Bill Clinton sendiri, itu dibeberkan oleh tokoh penghimpun dana kampanye Charlie Trie, kepada Biro Penyelidik Federal (FBI) AS. Disebutkan oleh Charlie, bahwa sebagian dari donasi ilegal yang diberikan kepada Partai Demokrat (partainya Clinton) adalah berasal dari pengusaha di bidang telekomunikasi Indonesia ini. Sebagai kompensasi sumbangan tersebut, Tommy disebutkan kebelet bertemu secara pribadi dengan Clinton. Namun, sampai dananya habis dipakai presiden AS itu, Tommy jangankan ngobrol akrab dengan Bill Clinton. Kabarnya, masuk ke Gedung Putih saja susahnya bukan main. Menurut Trie dalam laporan ringkas FBI sepanjang 47 halaman, disebutkan, Tommy mengirim uang tersebut dalam bentuk travelers check kepada Trie, pada waktu yang bersamaan ia juga harus mengajukan permohonan untuk bertemu dengan Clinton secara pribadi. Trie juga menambahkan, ia bertemu Tommy pada waktu pertemuan APEC (Asian-Pacific Economic Cooperation) di Seattle, 1994. Tommy, waktu itu, mengaku sebagai teman dekat Presiden Soeharto, penguasa Orde Baru. "Winata menginginkan Trie memperkenalkan ia dan beberapa orang lainnya kepada Presiden (Clinton)," demikian FBI. Trie mengaku, ia awalnya memang menjamin menempatkan Tommy di sebelah Presiden Clinton pada acara penggalangan dana di Hay-Adams. Namun, ternyata Tommy kepengin lebih lagi, yaitu "pertemuan yang lebih pribadi". Ia mengaku akan mengirimkan beberapa pembantunya sebagai gantinya, apabila ia berhalangan pada acara penghimpunan dana tersebut. sebuah cabang bank di Watergate di mana ia tinggal. Trie kepada FBI juga mengaku, ia menggunakan identifikasi palsu untuk seorang pengusaha kaya Taiwan, agar dapat membawa Tommy ke Gedung Putih. Identitas palsu itu berupa Surat Izin Mengemudi (SIM) Arkansas milik suami sekretaris Trie. Tommy sendiri waktu itu mengaku bernama Chih Chong "Simon" Chien. Ia bahkan sempat dibawa ke acara makan malam di Gedung Putih, setelah skandal penghimpunan dana kampanye dari pihak-pihak asing ini terkuak ke publik, menyusul Pemilu 1996. Demi bisnisnya di negeri adikuasa, Tommy memang menggadaikan hartanya untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Selain pengutang di BI, Tommy juga merupakan salah satu obligor dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, ia tidak termasuk 20 obligor terbesar di Indonesia yang kreditnya macet tersebut. Ia sendiri mengakui kepada sesama temannya pengusaha Cina, pernah menjadi sorotan awal tahun lalu, berkaitan dengan dugaan pengalihan kepemilikan PT Bank Artha Prima (BAP) yang memakai fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia yang diterimanya. Waktu itu, gara-gara Tommy Winata, Tim Jaksa Pemeriksa Kejaksaan Agung sampai meminta keterangan mantan Gubernur Bank Indonesia (1993-1998) J. Soedradjad Djiwandono (60), yang dinilai mengetahui soal penggunaan fasilitas yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara tersebut. Menyangkut persoalan Bank Arta Prima (BAP) secara proporsional, Tommy memang dingin. Baginya, siapapun yang dipercayakan BI mengambil alih BAP, yang ia inginkan adalah bisa dipercaya dan bisa mengatasi kesulitan keuangan BAP. Pada kasus BAP, memang terungkap adanya kesimpang siuran soal siapa sebenarnya yang menjadi pemilik resmi BAP. Masalahnya, BAP sudah dijual ke PT Jagata Primabumi, tetapi kemudian BAP dikembalikan lagi oleh PT Jagata ke BI. Kemudian Bank Indonesia menunjuk Tommy Winata dari Bank Arta Graha sebagai investor baru BAP, sementara utang-utang BAP yang lama harus ditalangi PT Kosgoro yang menjual bank tersebut ke PT Jagata Prima. Bambang W Soeharto, Ketua Kosgoro, menjelaskan agar dibedakan antara Kosgoro sebagai salah satu Ormas dan PT Kosgoro. Kosgoro sebagai Ormas tidak mempunyai lingkup sebagai suatu perusahaan. Namun Kosgoro memang memiliki unit usaha seperti koperasi dengan PT Kosgoro. "Tetapi secara hukum unit usaha itu adalah badan hukum yang berdiri sendiri dan memiliki hak otonom melaksanakan misi ekonominya," ujar Bambang. PT Kosgoro juga pemilik PT Gunung Agung dengan saham mayoritas. Sementara PT Gunung Agung memiliki BAP sebagai salah satu anak perusahaannya. "Dengan demikian, yang terjadi di BAP tidak ada sangkut paut secara formal legalistik dengan Kosgoro sebagai organisasi kemasyarakatan," ujar Bambang. Namun demikian, Kosgoro akan menunjukkan rasa solidaritas terhadap PT Kosgoro kalau terjadi sesuatu dengan mereka. Dia tidak menjelaskan secara rinci apa yang dia maksudkan dengan rasa solidaritas itu. Yang jelas, kata Bambang, Kosgoro sebagai Ormas, memiliki sikap mengenai BAP, agar penanganan kasus Bank Arta Prima dipercayakan kepada Bank Indonesia, agar diselesaikan sampai tuntas. "Dengan cara itu kepentingan nasabah bisa dilindungi," ujarnya. Anggota Komnas HAM ini memang bermaksud mengingatkan Tommy Winata, agar hati-hati saja. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html