Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 ------------------------------ SOFYAN WANANDI DAN UTANG 184 TAHUN (EKONOMI): Ini bukan sulap dan bukan sihir. Ini betul-betul nyata dan terjadi di Indonesia. Seorang konglomerat sejak zaman Orde Baru, punya utang kepada sebuah bank sebesar Rp92 milyar, namun pembayaran cicilannya dapat dilakukan selama 184 tahun, tanpa bunga lagi. Tetapi, Anda jangan heran. Karena begitulah adanya di republik ini. Sementara bank-bank yang menerima kucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) harus mengikatkan diri membayar utang-utangnya selama empat tahun dalam Maste Settelment Aqcusition Agrement (MSAA), tetapi mantan demonstran yang pernah mengeruk keuntungan di zaman Soeharto itu, bisa mencicil utangnya selama 184 tahun. Ceritanya begini. PT Gemala Container (GC), salah anak perusahan dari Gemala Grup yang dimiliki Sofyan Wanadi, pada sekitar tahun 1995 meminjam uang senilai Rp92 milyar di Bank Nasional Indonesia (BNI). Pinjaman itu diperuntukan untuk membangun perluasan pabrik dan sejumlah kontainer di kawasan Semper, Cilincing, Jakarta Utara. Yang dipertanyakan oleh Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR itu, kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Sudibyo adalah apa dasarnya seorang konglomerat boleh mencicil utangnya selama 184 tahun. Tanpa bunga dan bebas saja. Ditilik dari jumlah pembayarannya Rp500 juta/tahun, hal ini berarti uang negara yang dipinjam Ketua Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN) ini baru bisa diselesaikan dalam jangka waktu 184 tahun. "Sejauhmana Bapak Menteri mengetahui hal ini," tanya Usman Ermula, anggota Komisi IX DPR asal Fraksi Partai Golkar, ketika Rabu (23/2) lalu di Gedung DPR, Jakarta Pusat. Pertanyaan tersebut dilontarkan anggota asal Fraksi Partai Golkar ini menjelang berakhirnya Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkeu Bambang Sudibyo. Menurut Usman Ermulan, sampai saat ini GC mempunyai utang terhadap BNI senilai Rp92 milyar, yang waktu itu peminjamannya dilakukan untuk membangun proyek container. Usman Ermulan sendiri tidak bisa menyebutkan kapan persisnya utang tersebut dilakukan Sofyan. Ia memperkirakan pinjaman tersebut sudah dilakuakan sejak lama. Pada awalnya, utang Sofyan ini berbentuk dolar Amerika Serikat. Namun, lanjutnya, kemudian dikonversi menjadi rupiah, yang pembayaran utangnya direstrukturisasi BNI sendiri. "Tetapi dengan kesepakatan akan dicicil setiap tahunnya Rp500 juta. Anehnya, tanpa bunga," ujarnya. Apabila hal itu betul, lanjut Usman, artinya utang tersebut baru bisa diselesaikan oleh Sofyan Wanadi baru bisa diselesaikan dalam waktu selama 184 tahun. "Apakah karena dia menjadi Ketua DPUN tersebut, sehingga dia mendapat fasilitas itu?" tanyanya. Padahal, ungkap Usman lagi, Sofyan mempunyai deposito di BNI senilai Rp40 milyar. Yang mengherankannya, mengapa sih dengan deposito Rp40 milyar itu, BNI tidak mengambil bunganya. Padahal, menurut Usman bunganya pada waktu berkisar antara 10-13 persen/bulan. Apabila diambil 10 persen berarti jumlahnya Rp400 juta dan dia bisa menambah pembayaran sebesar Rp100 juta lagi. Sementara, Menkeu Bambang Sudibyo yang menjawab pertanyaan Usman Ermulan, mengaku tidak tahu sama sekali dengan penyelesaian utang tersebut. Sofyan Wanandi sendiri sempat ngumpet dan belum berhasil untuk diklarifikasi. Sampai Rabu malam pukul 22.00 wib, Syahril masih belum bisa dihubungi. Telepon rumahnya selalu sibuk. Meskipun oleh bos PT GC, Herman Gozali disebutkan bahwa sejak 1 Maret 1998 Bos Gemala Grup, Sofjan Wanandi bukan lagi pemilik atau pemegang saham langsung dan tidak ikut mengendalikan jalannya PT Gemala Container (GC), namun menurut anggota Komisi IX asal Fraksi Partai Golkar itu, dia tidak bisa mangkir dan melepaskan tanggungan utangnya senilai Rp92 milyar di Bank Negara Indonesia (BNI). Menurut Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR, kepada wartawan, Jumat (25/2) lalu di Jakarta, utang yang diperoleh PT GC, hal itu tidak bisa dilepaskan dari peran dan lobi Sofjan Wanandi yang waktu itu duduk sebagai Presiden Komisaris GC. Ditambahkan oleh Usman, ketika utang tersebut direstrukturisasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), nama Sofjan Wanandi masih tercatat sebagai Presiden Komisaris PT GC. Menurut Usman, tanggapan yang disampaiakn Herman Gozali, boleh-boleh saja. Tapi DPR tidak percaya begitu saja. Usman mengakui tetap akan mendesak dan menanyakan Menteri Keuangan agar klarifikasi mengenai PT GC segera disampiakan kepada anggota Dewan. Sebelumnya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR, Rabu (23/2) lalu, Usman Ermulan sudah mempertanyakan kepada Menteri keuangan Bambang Sudibyo mengenai utang PT Gemala Container (GC) milik Sofjan Wanadi senilai Rp92 milyar, yang dicicil selama 184 tahun sebesra Rp500 juta/tahun dan tanpa bunga di Bank Nasional Indonesia (BNI). Namun, esoknya Direktur GC Herman Gozali menjelaskan bahwa utang GC senilai Rp92 milyar tersebut bukan merupakan utang pribadi Sofjan Wanadi, melainkan utang badan hukum PT GC. Bahkan, tambah Herman, sejak berdirinya PT GC, Ketua Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUKN) itu sudah tidak pernah menjabat lagi sebagai direksi, yang bertanggungjawab penuh atas jalannya perusahaan. Disebutkan, sejak 1 Maret 1998, Sofjan juga mundur sebagai komisaris. Dalam data yang dimiliki sumber Xpos, disebutkan selain nama Sofjan Wanandi juga duduk masing-masing Hiroshi Yoshikawa, Adnan Pranadi dan Biantoro Wanandi sebagai komisaris PT GC. Sedangkan Presiden Direktornya adalah Edward Ismanto Wanandi, dan masing-masing direkturnya adalah Maerkus Winata, Herman Gozali dan Kazuo Hanazawa. Per tanggal 31 Maret 1999, ungkap Usman Ermulan, berdasarkan fasilitas kredit di BNI terhadap kredit inevstasinya telah direstruktur dengan jaminan tanah, bangunan pabrik seluas 4,8 Ha di Semper, Cilincing, Jakarta Utara. Untuk kredit modal kerja, tambhanya juga telah direstrukturisasi dengan jaminan mesin-mesin dan perlasatan FEO stock bahan baku dan invetory. Jumlah seluruhnya, telah direstrukturisasi senilai Rp92 milyar, yang telah dikonversi menjadi rupiah pada tanggal 24 Juni 1996 oleh (waktu itu) BNI'46. "Jaminannya penerimaan cessie, gadai saham, personal guarantee atas nama Edward I Wanandi dan Corporate Guarentee PT Gemala Tripakarsa." (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html