..Dear All...
Mungkin Forum kapan-kapan mengadakan semacam program beladiri untuk 
perempuan dengan sistem paket beberapa kali pertemuam dan yang 
diajarkan hanya beladiri praktis utk digunakan baik di jalan maupun 
tempat2 lain..

seperti tulisan berikut ini..

MMMmm..untuk anak2 bagus juga tuh, biar anak2 kita pada belajar 
silat sejak awal...belum ada program untuk anak-anak ya??...Mas 
Yudhy pasti mendukung sekali ttg ini :)..begitu yang kubaca dari 
blog beliau..The soul of puragabaya..that's nice blog and writing, 
maju terus, tetap semangat dan menulis terus..:)


tabik,
Ian 

==
Women's Self Defense (1): Kernet Bus Juga Ikut 

JAKARTA, KCM - Seorang ibu rumah tangga warga Cempaka Putih, Jakarta 
Pusat, Ny YA (47), menjadi korban tindak kekerasan terhadap 
perempuan (KTP). Minggu malam lalu (25/2) di Jalan Raya Perjuangan, 
Teluk Pucung, Bekasi Utara, ketika ia dalam perjalanan memenuhi 
undangan ke rumah temannya, mobilnya serta surat-surat penting, 
uang, dan telepon genggamnya dirampas oleh dua lelaki. Mulut dan 
hidungnya dibekap, lalu ia dilempar ke jalan (Pos Kota, 27 Februari 
2007).      

Itu cuma satu dari banyak kasus KTP (kekerasan terhadap perempuan) 
yang menimpa perempuan kita. Komite Nasional Anti Kekerasan Terhadap 
Perempuan (Komnas Perempuan) memiliki data mengenai KTP, yang 
dihimpun dari lembaga-lembaga mitra yang menangani kasus KTP. Data 
dari 2001 hingga 2005 itu menunjukkan bahwa jumlah kasus KTP yang 
mereka tangani terus meningkat.  

Pada 2001 ada 3.169 kasus. Jumlah itu meningkat menjadi 5.163 kasus 
pada 2002. Pada 2003 jumlah tersebut naik menjadi 7.787 kasus. Pada 
2004 jumlah itu menjadi 14.020 kasus. Pada 2005 jumlah tersebut naik 
lagi menjadi 20.391 kasus.

Jumlah KTP terus meningkat bisa saja karena makin banyak korban atau 
saksi yang berani melaporkan tindakan itu dan jumlah lembaga mitra 
yang memasukkan data kepada Komnas Perempuan bertambah. Lepas dari 
itu, di tengah potensi besar perempuan menjadi korban kekerasan 
fisik, bahkan yang sampai mengancam keselamatan, sudah seharusnya 
perempuan memiliki kesadaran untuk menghindari kondisi tersebut. Di 
samping itu, kalaupun terpaksa atau tanpa sengaja masuk ke dalam 
kondisi membahayakan, sudah seharusnya pula perempuan memiliki 
kemampuan untuk melawan sehingga tidak menjadi korban. Aksi bela 
diri praktis dan efektif, yang diperoleh lewat latihan singkat, 
agaknya bisa menjadi salah satu pilihan untuk penyelamatan diri.

***
Ada yang menamakannya women's self defense (WSD). Ada pula yang 
menyebutnya self defense for women (SDFW). Menurut para 
penyelenggara latihan tersebut, gerakan-gerakan di dalamnya berpijak 
pada kewaspadaan dan ketenangan diri serta berupa pukulan, 
tendangan, dan manipulasi sendi. Menurut mereka pula, gerakan-
gerakan itu bukanlah merupakan aliran baru bela diri dan tak 
mengatasnamakan satupun aliran bela diri. 

Latihan-latihannya kini telah diselenggarakan oleh sejumlah pihak di 
Jakarta dan Bandung. Contohnya, di Hilton Executive Club, Jakarta, 
sejak pertengahan 2004 ada WSD (Women's Self Defense), yang dilatih 
oleh Teuku Rizal Djohan, yang mendalami jujitsu, kickboxing, dan 
aikido, serta Galih Ilham, yang mendalami jujitsu, capoeira, pencak 
silat, karate, dan kickboxing. 

Awalnya, dengan referensi luar dan dalam negeri, Rizal mengonsep WSD 
bersama Deddy Wigraha dan Rigga. Pada 2002 mereka memberi latihan 
bagi para perempuan warga negara asing (WNA) dari American Council 
for International Labor, Jakarta. Lalu, hal yang sama juga mereka 
lakukan untuk para perempuan WNA dari Sekretariat ASEAN, 
Jakarta. "Kebanyakan dari mereka merupakan wanita aktif, traveler, 
dan sering berada di lingkungan dengan lebih banyak laki-laki 
daripada perempuan di dalamnya," kata Rizal.

Dari sana, kemudian, 2002 hingga awal 2004, Rizal cs menyentuh para 
perempuan dari kalangan umum dengan membuka kelas di Grande Body 
Life, Pasaraya Blok M. Sesudahnya, mulai pertengahan 2004 hingga 
kini, Rizal dan Galih melatih di Hilton Executive Club. Satu 
program, 24 pertemuan, seminggu sekali.                  

Contoh lainnya, program SDFW versi Fahmi Syarif diadakan tiap Minggu 
pagi di rumah sang sensei karate, di Jalan Taman Tanah Abang III 
no.19, Jakarta Pusat, setelah berpindah-pindah dari tempat awal, 
Pintu VI Stadion Utama Senayan, dan beberapa tempat lainnya. Satu 
program, lima kali pertemuan.

Diterangkan oleh Fahmi, para peserta pertama program tersebut, yang 
dimulai pada November 2006, adalah para perempuan aktivis. Maklum, 
penggagasnya adalah Titiana Dinda, mantan asisten kordinator pada 
Komnas Perempuan. Dinda menggagas SDFW atas usul Sensei Dedi Mansur, 
yang ketika itu berada di AS dan meminta Fahmi untuk membantu 
Dinda. "Di angkatan kedua sekarang, wanita karier--dari sekretaris 
sampai guru--dan mahasiswa," terang Fahmi.    

Sementara itu, yang belum lama diselenggarakan adalah SDFW ala 
Kushin Ryu Jujitsu, Dojo Kopo, Bandung, yang dipimpin oleh Sensei H 
Sofyan Hambally, penyandang Dan VI Karatedo Internasional yang juga 
mantan Ketua Dewan Guru Pengurus Pusat Kushin Ryu M karatedo 
Indonesia (KKI). Dari 14 Januari hingga 4 Februari 2007, tiap Minggu 
pagi, Sofyan dan sejumlah anak didiknya di dojonya, memberi latihan-
latihan bela diri praktis dan efektif secara gratis bagi para 
perempuan di lingkungan dojo mereka di Jl Kopo Cetarip Timur II/4, 
Bandung. Program kedua mereka gelar pada 4 Maret-25 Maret, juga tiap 
Minggu pagi.

***
Kalau para peserta di Hilton Executive Club dan di rumah Fahmi 
adalah mahasiswa hingga wanita karier, kebanyakan para peserta di 
Dojo Kopo adalah ibu rumah tangga. Tapi, ada juga seorang single 
mother yang selama empat tahun terakhir bekerja sebagai kernet bus 
antarkota. 

Kernet bus itu bernama Ani Juariah (45). Ia pernah menjadi korban 
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Mantan suami saya karateka. 
Waktu masih jadi istrinya, saya sering jadi sasaran kekerasan dia. 
Akhirnya, tahun 1992, saya cerai dari dia," tutur sang ibu empat 
anak--kini tiga sudah bekerja dan satu masih bersekolah.

Dalam usahanya bertahan hidup dan menghidupi anak-anaknya, ia 
berganti-ganti pekerjaan. Ia sempat terjerumus ke dunia prostitusi 
pada 1994. "Saya ditipu. Ada lowongan kerja jadi pembantu masak di 
Cirebon. Enggak tahunya, saya dibawa ke Lampung, dijadiin pelacur," 
lanjutnya. "Waktu saya sudah di-book oleh seorang laki-laki, saya 
lompat dari lantai dua dan melarikan diri," imbuhnya. "Karena 
sekarang saya bekerja sebagai kernet bus, bela diri praktis seperti 
ini penting sekali buat saya," tegasnya. 

Lepas dari kalangan manapun para perempuan itu, menurut Rizal, 
Fahmi, dan Sofyan, yang penting adalah sebanyak-banyaknya perempuan 
mau memelajari bela diri praktis dan efektif tersebut. Namun, para 
pelatih tersebut sangat sadar bahwa amat tak mudah membuat para 
perempuan sampai berlatih. 

"Sambutan mereka untuk ikut memang tinggi. Kalau kita tawarkan 
kepada mereka, dari pelajar sampai artis, mereka pasti bilang, 'Mau 
dong'. Tapi, ratusan aspek bisa membuat mereka tidak datang ke 
tempat latihan. Misalnya, harus ada teman yang juga ikut, harus ada 
yang antar pulang, waktu latihan jangan bentrok dengan jadwal 
kegiatan lain, jangan sampai terlalu capek," papar Rizal. "Padahal, 
ini bukan tips, tidak bisa dikuasai hanya dengan membaca, harus 
dengan berlatih," tekannya.  


Penulis: Ati
http://www.kompas.co.id/ di download tgl 8 maret 2007 

Kirim email ke