he he he....

Herman B <[EMAIL PROTECTED]> wrote:          Saya tidak mengatakan bahwa mereka 
boleh berbuat semaunya, mereka telah melakukan perbuatan yang melanggar HAM, 
tidak berperikemanusiaan, dll, Mereka yang melakukan penangkapan dengan cara 
tidak benar tersebut jelas SANGAT SALAH. Tapi kita juga harus mencari dalang 
sebenarnya, kalau pemerintah kita tidak bertekuk lutut kepada Amerika saya 
yakin tidak akan terjadi hal seperti ini, bahkan saya sangat yakin tidak ada 
yang namanya teroris, karena istilah teroris dan kegiatannya adalah bikinan 
atau pesanan amerika.

Coba kalau pemerintah kita yang dipimpin oleh orang gagah yang berasal dari 
angkatandarat itu mampu bersikap gagah tidak mengikut amerika, maka saya yakin 
tidak akan ada orang baik di kemudian ditangkap dengan tuduhan teroris

iwan setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
emang polisi alat ya? setahu saya dia orang.....emang dengan dalih alat dia 
boleh berbuat gak pake otak?

Herman B <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Polisi itu hanya alat dari sekian banyak 
alat pemerintah, kebetulan yang mengurus teroris adalah polisi sehingga 
kelihatan yang salah adalah polisi. Kalau penanganan ini diserahkan ke AD maka 
akan saja karena mereka semua hanyalah alat. Mereka hanya patuh pada perintah 
dari yang mengendalikan mereka. Jadi menurut saya untuk hal ini bukan polisinya 
tapi pemegang alatnya, tapi memang ironis karena pemegang alatnya juga 
dimainkan oleh dalang yang lebih kuat powenya. Jadi yang dikasihani itu adalah 
negara kita dan tentunya yang menjadi korban yaitu rakyatnya.

iwan setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
polisi oh polisi......gimana kalau jadi gubernur, ih sye...reeem!

"SilatIndonesia.com" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: DIBALIK HEBOHNYA PENANGKAPAN 
"TERORIS"

Source : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=297115&kat_id=3

Selasa, 19 Juni 2007

'Bapak Disuruh Jongkok, Terus Ditembak' 

JAKARTA -- Perjalanan bersama ayah dan dua adiknya, Sabtu (9/6) siang itu, 
tampaknya menjadi pengalaman paling traumatis dalam hidup Sidiq Abdullah Yusuf 
(8 tahun). Sidiq melihat sang ayah --Yusron Mahmudi alias Abu Dujana yang 
ditetapkan Polri sebagai tersangka teroris-- ditembak dari jarak dekat oleh 
anggota Detasemen Khusus 88 (Antiteror) Mabes Polri.

''Bapak disuruh turun dari motor, disuruh jongkok, terus ditembak dari 
belakang,'' ujar Sidiq pelan, ketika datang ke Mabes Polri bersama ibunya, Sri 
Mardiyati (35 tahun), dan rombongan keluarga, Senin (18/6).

Sidiq berkisah, siang itu Yusron bersama dia serta dua adiknya, Salman Faris 
Abdul Rahman (6 tahun) dan Hilma Sofia (2,5 tahun), pergi untuk menonton 
pemilihan kepala desa di lapangan Desa Kebarongan, Kec Kemrajen, Kab Banyumas, 
Jateng. Sekitar 100 meter dari rumah, di suatu perempatan, kata Sidiq, sepeda 
motor ayahnya tiba-tiba dipepet pengendara sepeda motor lainnya.

Ketiganya pun secara bersamaan terjatuh dari motor. Bahkan, Hilma yang saat itu 
membonceng di depan Yusron, sempat tertindih motor. ''Habis itu, aku dipegangi 
oleh orang itu,'' ujar Sidiq yang tampang polosnya menyiratkan trauma belum 
hilang darinya. Hanya kalimat-kalimat pendek yang bisa dikutip wartawan dari 
mulut Sidiq.

Pengakuan Sidiq kepada Tim Pengacara Muslim (TPM) tak kalah mencengangkan. 
Menurut Qadhar Faisal, salah satu kuasa hukum keluarga Yusron, tidak hanya 
Sidiq yang melihat ayahnya ditembak dari jarak dekat. Dua adik Sidiq, kata 
Qadhar, juga ikut melihat ayah mereka tak berdaya ditembus timah panas, sebelum 
akhirnya mereka masuk kembali ke rumah. ''Saat lari, Sidiq mendengar empat kali 
tembakan, Salman tiga kali,'' kata Qadhar.

Sri Mardiyati yang kemarin datang ke Mabes Polri sambil menggendong Hilma, 
menambahkan, tak lama setelah tiga anaknya sampai di rumah, beberapa petugas 
menjemput keluarganya. Lalu, mereka dibawa ke sebuah hotel di Yogyakarta. Sejak 
saat itu, Mardiyati dan anak-anaknya tidak pernah lagi bertemu Yusron.

''Saya tidak kenal Abu Dujana, suami saya bernama Yusron atau dikenal Ainul 
Bahri,'' tegas Mardiyati ketika wartawan menanyakan sejauh mana kedekatannya 
dengan Abu Dujana.

Dia yakin, proses penangkapan polisi terhadap suaminya yang dianggap tersangka 
teroris, hanyalah rekayasa untuk memuaskan dunia Barat. Suaminya, kata 
Mardiyati, hanyalah pengrajin tas biasa. ''Saya menyangkal semua yang diekspose 
media.''

Merasa proses penangkapan Yusron melanggar HAM, Qadhar akan mempraperadilankan 
Kapolri, Jenderal Sutanto, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Surat gugatan 
praperadilan akan didaftarkan pada Rabu (20/6).

Pelanggaran HAM, katanya, terjadi karena ketika ditembak, Yusron tidak memegang 
senjata, tak mencoba melarikan diri, tidak melawan, dan bukan pelaku tindak 
pidana. Terlebih, penembakan Yusron disaksikan langsung ketiga anaknya. 

Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Bambang Hendarso Danuri, menegaskan 
tidak ada rekayasa dalam proses penangkapan teroris. Bambang mengatakan, bisa 
mempertanggungjawabkan aksi penggerebekan teroris secara hukum.

[Non-text portions of this message have been removed]

---------------------------------
Pinpoint customers who are looking for what you sell. 

[Non-text portions of this message have been removed]

---------------------------------
Take the Internet to Go: Yahoo!Go puts the Internet in your pocket: mail, news, 
photos & more. 

[Non-text portions of this message have been removed]

---------------------------------
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

[Non-text portions of this message have been removed]

---------------------------------
Take the Internet to Go: Yahoo!Go puts the Internet in your pocket: mail, news, 
photos & more. 

[Non-text portions of this message have been removed]



         

       
---------------------------------
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke