Sahabat silat,
   
  meski udah berlalu sekitar seminggu lebih, berikut ini semacam liputan 
singkat dari peristiwa syukuran tersebut..sebagai bagian dari pelestarian 
pencak silat tradisional.
  Mohon maaf telat tulisannya, karena kesibukan tugas kantor ke luar kota....
   
  salam 
  Ian 
  ==
   
  Syukuran Cingkrik Goning
   
  Sebagaimana diajarkan dalam ilmu silat betawi aliran Cingkrik Goning, bahwa 
ada 4 (empat) tahap dalam belajar ilmu warisan leluhur ini yaitu menguasai 12 
jurus cingkrik goning; kedua, belajar sambut, ketiga mempelajari 80 bantingan 
khas cingkrik goning dan yang terakhir adalah juar beli atau tehnik sparring.
   
  Sejak dibukanya pelatihan cingkrik goning tahun lalu dengan pelatihnya yaitu 
Tubagus Bambang Sudrajat, pewaris ilmu cingkrik goning; latihan demi latihan 
secara intensif telah dilakukan oleh para anggota forum (FP2STI)  maupun mereka 
yang  peduli akan kelestarian pencak silat tradisional ini.
   
  Tanpa terasa hampir setahun telah berlalu dan cukup banyak para murid yang 
telah belajar 12 jurus cingkrik goning ini; dan dengan semikian, sesuai tradisi 
maka diadakan syukuran atau tasyakuran.  
   
  Syukuran in sebagai tanda syukur dan terima kasih kepada para Guru yang telah 
mengajarkan ilmu silat cingkrik goning, syukur dan terima kasih kepada Allah 
SWT yang telah berkenan melindungi sepanjang latihan sebelumnya dan mohon agar 
perlindungan, rahmat dan ridho;nya terus dicurahkan bagi latihan-latihan 
selanjutnya.
   
  Syukuran ini juga menandai berakhirnya tahap pertama latihan di cingkrik 
goning dan akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu tahap dua untuk belajar 
lebih dalam lagi dan lansung pada inti-inti ilmu silat cingkrik goning.
   
  Pelestarian Tradisi
   
  Dengan misi untuk tetap melestaraikan pencak silat tradisional, maka tradisi 
yang sekiranya miish baik dan sesuai dengan kemanusiaan/keimanan seyogyanya 
tetap dipertahankan. Seperti halnya tradisi syukuran pada cingkrik goning atas 
telah selesainya para murid belajar 12 jurus wajib cingkrik goning.
   
  Secara tradisi juga pada  acara syukuran ini para murid diwajibkan untuk 
menyediakan  pisau silet, tape singkong, rokok gentong, rokok gudang garam 
merah, biskuit tujuh rupa dan kembang tujuh rupa.  Ah kok aneh-aneh ya? Eiittt 
sebelum berpikir yang bukan-bukan yang berkaitan dengan mistik, magis atapun 
musyrik, ada baiknya kita telaah dulu mengapa barang-barang tersebut hendaknya 
disediakan.
   
  Pisau silet, sebuah benda tipis yang memiliki ketajaman dan kemampuan 
menyayat  dengan baik.  Silet dengan demikian adalah perlambang bahwa ilmu 
silat cingkrik goning yang telah dipelajari sebanyak 12 jurus ini hendaknya 
manjadi kian tajam setajam silat.  ‘Ketajaman’ ilmu ini terlihat dari kemahiran 
memainkan 12 jurus maupun segala aplikasinya. Dengan silet ini, hendaknya para 
praktisi silat cingkrik goning akan memiliki ilmu yang tajam, setajam silet.    
 
   
  Kembang 7 rupa dimaksudkan agar ilmu yan gkita pelajari membuat harum nama 
kita, seharum bunga.  Dengan demikian, mengingatkan untuk semua murid untuk 
mengharumkan diri sendiri di lingkungan dan masyarakatnya; dengan tidak 
melakukan perbuatan tercela apalagi ria, takabur, fitnah dan sebagainya; namun 
sebaliknya melakukan banyak perbuatan mulia yang mengharumkan nama kita, 
seharum bunga dan pada akhirnya juga mengharumkan nama aliran pencak silat 
cingkrik goning; jika dimanfaatkan dengan benar sesuai dengan keinginan dan 
harapan penciptanya.  Juga ikut mengharumkan nama aliran silat betawai cingkrik 
goning dengan cara yang benar dan patut. 
   
  Tape singkong dan rokok gentong dimaksudnya untuk mengenang Kong Goning, 
pencipta aliran cingkrik goning, yang sangat suka makan tape singkong dan 
mengisap rokok gentong.  Sekaligus juga tanda penghormatan yang  mendalam dari 
para murid yang berkesempatan untuk terus melestarikan warisan pusaka leluhur 
ini. Dan sebagai wujud terima kasih pda Kong Goning atas semua ilmu yang pernah 
diberikan oleh beliau melalui murid-muridnya hingga dapat dipelajari saat ini 
oleh generasi selanjutnya.
   
  Rokok Gudang Garam merah merupakan rokok kesukaan Kong Usup Utai dan 
sekaligus perlambang penghargaan, penghormatan, tanda terima kasih pada beliau 
atas ilmu cingkrik goning yang terus diwariskan hingga saat ini.  
   
  Dapat dikatakan tape singkong, rokok gentong dan rokok gudang garam merah 
adalah wujud bakti dan terima kasih yang mendalam, tulus-ikhlas dari para murid 
yang telah mengecap ilmu pusaka leluhur dan memperoleh banyak hal dari sana, 
tidak hanya sekedar tehnik beladiri maupun juga kebijaksanaan dan filosofi 
kehidupan ..
   
  Demikian makna dan arti semua barang-barang yang disertakan dalam acara 
syukuran telah mempelajari 12 jurus cingkrik goning; sesungguhnya jauh dari 
unsur-unsur yang klenik, magis maupun bertentangan dengan agama.
   
  Bersyukur dan Berlatih 
   
  Dengan diikuti oleh 9 orang ‘wisudawan’ dan para praktisi lainnya yang 
berjumlah sekitar 30 orang, acara syukuran dibuka di padepokan pencak silat 
TMII, pada hari sabtu (hari biasanya cingkrik goning latihan di tempat ini 
juga) tanggal 21 Juli 2007.
   
  Setelah kata pembuka dari Bpk Bambang, selaku pewaris dan pengembang tradisi 
pencak silat tradisonal  cingkrik goning, yang menjelaskan makna syukuran dalam 
cingkrik goning; acara dilanjutkan dengan pembacaan doa panjang oleh ‘ustad’ 
Nizam yang berkopiah dan dengan khusyuk membawakan doa yang menyentuh hati dan 
perasaan.  
   
  Usai doa para murud mencuci dirinya denga air kembang yang telah juga 
didoakan tadi; dengan maksud agar wangi dan harum bunga itu meresap dan menyatu 
dalam hati dan diri para murud dan dapat diamalkan dalam hidup keseharian; 
semakin mewangi-kan lingkungan sekitar dengan kebaikan dan kebenaran.
   
  Kegiatan sederhana ini ditutup dengan wejangan dari Pak Bambang selaku 
pewaris aliran Cingkrik Goning yang mengajak untuk semakin giat berlatih dengan 
tidak sombong dan menggunakan ilmu ini untuk tujuan kebaikan semata. Lalu semua 
hidangan tadi (kecuali silet tentu sajaJ), disantap beramai-ramai oleh para 
hadirin dan wisudawan…
   
  Demikian acara pun usai, dilanjutkan photo-photo dan langsung praktek latihan 
yaitu latihan isi dari jurus pertama.
   
   
  Langkah awal, bukan khataman 
   
  Syukuran ini sebenarnya bukanlah khataman. Bagaimana bisa dikatakan khatam 
atau ‘telah selesai dan menguasai’ cingkrik goning, sedangkan yang dipelajari 
baru 12 jurus yang dapat dikatakan masih mentah.  Sesudah syukuran ini, baru 
‘isi atau buah’ dari jurus itu diberikan, dilatihkan dan didalami dengan 
seksama. Apalagi dalam cingkrik goning ada 80 (baca yang keras! :Delapan puluh) 
tehnik bantingan yang harus dan wajib dipelajari dan dimatangkan agar dapat 
disebut telah menguasai silat cingkrik goning   Sehingga sungguh tidak tepatlah 
jika dikatakan bahwa mereka yang ikut syukuran, yang telah mempelajari 12 jurus 
cingkrik goning, sudah khatam, sudah tamat belajar cingkrik goning.
   
  Sesungguhnya perjalanan seni beladiri adalah juga perjuangan menuntut ilmu 
yang tiada henti (long life education) dan hanya berakhir ketika kita 
dimakamkan.  Mungkin saja kita tidak lagi belajar tehnik,karena usia dan 
lain-lain, tapi kita belajar tentang kehidupan melalui beladiri dan atau seni 
beladiri mengajarkan kebijaksanaan kehidupan pada kita 
   
  Seperti kata seorang teman, dalam beladiri hanya ada tiga cara agar cepat 
berhasil dan menguasai ilmunya yaitu : berlatih, berlatih dan berlatih; apapun 
bentuk dan caranya; apapun yang dipelajari baik fisik maupun rohaniyah
   
  Maka mari kita : berlatih, berlatih dan berlatih lagi ..
   
   
  Jakarta 30 juli 2007
  Ian S 
   

       
---------------------------------
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games. 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to