Pemekaran untuk Pemilu 2009, Pemerintah Bisa Hentikan Dana untuk Daerah JAKARTA-- MI: Pemekaran daerah bisa dihentikan hanya apabila pemerintah mempunyai niat baik untuk itu. Masalahnya, pemekaran daerah telah menjadi komoditas politik untuk pemilu 2009. Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk 'Cetak Biru Pemekaran' yang diselenggarakan di Ruang Diskusi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (1/2). Hadir dalam diskusi itu, Sekretaris Jenderal DPD Siti Nurbaya Bakar, Ketua PAH I DPD Marhany V Pua, anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar Harry Azhar Aziz, dan pengamat hukum tata negara Refly Harun. Menurut Harry Azhar Aziz, selama ini kebutuhan dana APBN sebanyak 70% digunakan untuk birokrasi di pusat dan daerah. Selain itu, pemerintah pun masih menyumbangkan rata-rata 85% dana APBD yang dibutuhkan daerah, dan rata-rata pendapatan asli daerah yang disumbangkan untuk APBD hanya 15%. "Jadi kalau pemerintah pusat mau, bila tidak setuju dengan daerah pemekaran baru maka cukup dengan mengancam tidak akan memberikan dana dari pusat yang 85% itu. Mereka semua akan diam dan pasti tidak mau dimekarkan kalau tidak dapat dana dari pusat," kata Harry. Selain itu, lanjutnya, saat ini kekuatan ekonomi daerah untuk bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pasalnyanya secara politik pemerintah memang menerapkan desentralisasi, tapi dari sisi ekonomi masih bersifat sentralisasi. Sehingga seluruh perpajakan dan cukai masih disetorkan ke pemerintah pusat dan belum tentu dibagi lagi untuk pemerintah daerah yang menyetorkan. Senada dengan Harry, Marhany V Pua mengakui, pemekaran kini sudah menjadi bagian dari lobi politik dan termasuk sebagai bagian dari rencana kegiatan politik alam memenangkan pemilu 2009. "Bayangkan saja sekarang di DPD sudah masuk proposal pemekaran untuk membentuk 21 provinsi, 85 kabupaten, dan 12 kota. Mau jadi apa Indonesia ini kalau pemekaran itu tidak ditahan," cetus Marhany. Maraknya pemekaran itu, tambahnya, terjadi karena pintu pemekaran bisa masuk melalui pemerintah, DPR, dan DPD sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Memang seharusnya ada tahapan penyaringan. Penyaring pertama adalah Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) milik pemerintah yang dipimpin Mendagri, lalu DPD, baru difinalkan oleh DPR. Jadi daerah yang dimekarkan benar-benar yang memang bisa mensejahterakan masyarakatnya saja," jelas Marhany. Sementara itu, Siti Nurbaya Bakar menyatakan, sebagai instrumen politik pemerintah memang bisa membatasi terjadinya pemekaran. "Tapi DPOD pun tentunya melihat sisi keadilan masyarakat dan perbandingan sosial ekonomi daerah baru dan induk. Memang seharusnya ada interaksi yang lebih mendalam antara Komisi II DPR dan Departemen Dalam Negeri dalam menyikapi pemekaran," ungkap Nurbaya. Sedangkan Refly Harun menyatakan, DPD bisa menjadi lembaga yang meneliti kemurnian keinginan pemekaran daerah dari masyarakat. "Karena DPD dipilih langsung oleh masyarakat seharusnya bisa berinteraksi lebih jauh. Bisa dilihat mana yang murni keinginan masyarakat untuk berkembang atau hanya untuk kepenringan elit saja," cetus Refly. (Far/OL-2) Sumber : Media Indonesia
--------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.