On 1/24/06, Zaki Akhmad <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Whuaaa..... masalahnya tidak sesederhana itu Mas Ananda Putra. > Sayangnya yang anda katakan itu benar: sama platform, lebih mudah > digunakan, lebih familiar, dan juga soal rakyat.
"Soal rakyat" maksudnya apa ya? Edukasi HAKI terhadap rakyat? Saya pikir platform Free Software justru sangat mengedukasi masalah HAKI ini. Namun saya pikir ini masalah UUD juga (ujung-ujung duit). Pertama bagi masyarakat industri sw (developer) masih byk yg belum mengerti bisnis modelnya, mereka selalu khwatir "Gue makan apa kalo softwarenya dijadikan free software?" Kedua, bagi pemerintah selalu ada alasan2 (yg tak resmi namun menentukan keputusan) bahwa "Kalo kami pakai free software, ntar anggaran kegiatan kami sulit diserap 100% dong" yg ujung2nya "Pakai free software kami gak dapat bagiannya". Padahal, kalo mrk (misal) beli Ms. Office $200, mereka juga bisa mengularkan $200 untuk implementasi OpenOffice. Bedanya yg satu membayar lisensi penggunaan, yg satunya lagi bayar ongkos service install/training. Jadi pakai free software sebenarnya juga bisa menyerap dana anggaran mrk, bahkan memiliki manfaat lain: dana yg dikeluarkan pemerintah tetap beredar di dalam negeri (asal vendor IT nya emang WNI), bagaikan pindahin uang dari saku kanan ke saku kiri. Rakyat jadi hidup. Ini kan sama aja seperti ongkos perang yg dikeluarkan pemerintah AS utk membuat alat2 tempur. Sebagian besar dananya masuk lagi ke industri2 di dalam negeri mereka. Atau seperti di Jerman yg sering memberi beasiswa gede kepada warga negara lain, beasiswanya kan tetap dibelanjakan di Jerman. Jadi intinya negara tidak rugi. Hal yg serupa sebenarnya bisa diterapkan di Indonesia pada bidang IT ini. Menggunakan platform Free Software tidak akan merugikan negara: Industri IT dalam negeri milik rakyat sendiri bisa maju, pendidikan terdongkrak utk meneliti dan mengembangkan sw, HAKI terjamin, dll.. *sorry kepanjangan emailnya* -- -Ananda Putra-