punteun ah teu disundakeun,


 Puisi karya Abdurahman Faiz

 KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL
Abdurahman Faiz,  7 Juni 2005)

                (untuk adinda: Khaerunisa)

 Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
 yang membayangi dan terus mengikuti
 hinggap pada kata-kata
 yang tak pernah sanggup kususun
 juga untukmu, adik kecil

 Belum lama kudengar berita pilu
 yang membuat tangis seakan tak berarti
 saat para bayi yang tinggal belulang
 mati dikerumuni lalat karena busung lapar

 aku bertanya pada diri sendiri
 benarkah ini terjadi di negeri kami?

 Lalu kulihat di televisi
 ada anak-anak kecil
 memilih bunuh diri
 hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
 karena tak mampu membeli mie instan
 juga tak ada biaya rekreasi

 Beliung pun menyerbu
 dari berbagai penjuru
 menancapi hati
 mengiris sendi-sendi diri
 sampai aku hampir tak sanggup berdiri

 sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
 benarkah ini terjadi di negeri kami?

 Lalu kudengar episodemu adik kecil
 Pada suatu hari yang terik
 nadimu semakin lemah
 tapi tak ada uang untuk ke dokter
 atau membeli obat
 sebab ayahmu hanya pemulung
 kaupun tak tertolong

 Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
 tak makan, tak minum
 sebab uang tinggal enam ribu saja
 mereka tuju stasiun
 sambil mendorong gerobak kumuh
 kau tergolek di dalamnya
 berselimut sarung rombengan
 pias terpejam kaku

 Airmata bercucuran
 peluh terus bersimbahan
 Ayah dan abangmu
 akan mencari kuburan
 tapi tak akan ada kafan untukmu
 tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah
 hanya matahari mengikuti
 memanggang luka yang semakin perih
 tanpa seorang pun peduli

 aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
 benarkah ini terjadi di negeri kami?

 Tolong bangunkan aku, adinda
 biar kulihat senyummu
 katakan ini hanya mimpi buruk
 ini tak pernah terjadi di sini
 sebab ini negeri kaya, negeri karya.
 Ini negeri melimpah, gemerlap.
 Ini negeri cinta

 Ah, tapi seperti duka
 aku pun sedang terjaga
 sambil menyesali
 mengapa kita tak berjumpa, Adinda
 dan kau taruh sakit dan dukamu
 pada pundak ini

 Di angkasa layang-layang hitam
 semakin membayangi
 kulihat para koruptor
 menarik ulur benangnya
 sambil bercerita
 tentang rencana naik haji mereka
 untuk ketujuh kalinya

 Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
 pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
 sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.

 aku memang sedang berada di negeriku
 yang semakin pucat dan menggigil


 (Abdurahman Faiz,  7 Juni 2005)
--Roisz Tea
Mugia Urang Balarea Aya Dina
Ginulur Karahayuan Ginanjar Kawilujeungan
Nu Dirahmatan Ku Gusti Nu Maha Suci

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




Yahoo! Groups Links

Kirim email ke