punten ieu tulisan ngacapruk si kuring nu dimuat kamari dina Kompas jawa barat. sugan we aya inohong bandung nu ngiring maos. punten basa jakarta.
------------- Menatap Wajah Suram Kota Bandung Oleh: Jamaludin Wiartakusumah Kota di Indonesia umumnya dibangun pertama kali oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga di pusat kota terdapat gedung-gedung tua peninggalan zaman pemerintah kolonial Belanda yang sering dianggap menjadi tonggak sejarah perkembangan sekaligus menjadi penanda khas kota. Kota Bandung cukup kaya dengan berbagai bangunan peninggalan kolonial Belanda. Dari sekian banyak gedung tersebut, beberapa tidak dihuni atau dipakai lagi dan tampak terbengkalai serta tidak terawat. Lokasi gedung-gedung tua itu umumnya di kawasan kota yang paling awal di bangun seperti di jalan Asia Afrika Bandung (jalur Grote Post Weg, jalan raya pos yang dibangun dari Anyer sampai Panarukan semasa Daendels). Kondisinya yang terbengkalai membuat kehadiran gedung-gedung itu tampak seperti gelandangan tua yang menjadi saksi dinamika suatu kota. Sebut misalnya bangunan di sebelah barat hotel Savoy Homann, tak jauh dari Gedung Merdeka yang dicat putih untuk membuatnya tampak bagus di saat hajatan nasional Konferensi Asia-Afrika (KAA) beberapa waktu lalu. Deretan bekas toko dan bekas bank di jalan Tamblong, persis di seberang hotel Preanger dan Gedung Swara di samping Masjid Raya Kota Bandung yang hanya difungsikan lantai dasarnya saja dan beberapa di kawasan legendaris Kota Bandung, Braga. Gedung-gedung itu sekarang meskipun telah dicat putih- tetap menampilkan wajah muram pada kota karena dibiarkan kosong. Sebuah parodi bagi perkembangan kota sekaligus menjadi ironi kota yang katanya menghadapi masalah kekurangan lahan. Ironi lain bagi Kota Bandung, di satu sisi pemerintah kota sepertinya dibuat pusing oleh maraknya pedagang kaki lima (PKL) -yang membutuhkan ruang usaha- sedangkan para penggerak kebudayaan sering kebingungan mencari ruang untuk kegiatan mereka. Sementara itu, banyak gedung-gedung tua dibiarkan kosong tidak terpakai bertahun-tahun. Ruang Publik Kemapanan seniman senior Bandung dan individualitas masing-masing telah menghasilkan beberapa galeri dan ruang publik yang dibangun secara pribadi. Misalnya Rumah Nusantara di Geger Kalong, Selasar Seni Sunaryo di Bukit Pakar Timur dan Galeri Seni Popo Iskandar di Setiabudi (Ledeng) yang semuanya relatif jauh dari pusat kota. Mencontoh dari para seniman senior itu, salah satu alternatif pemakaian gedung-gedung tua di pusat kota itu adalah dengan merubahnya menjadi ruang publik bagi warga kota seperti gedung pameran, gedung pertunjukan atau galeri. Perubahan fungsi gedung lama ke dalam fungsi baru telah mulai dilakukan Pemerintah Kota (pemkot) Bandung. Bangunan bioskop Majestik di ujung jalan Braga sekarang dijadikan gedung pertunjukkan dengan nama keren, Asia Africa Cultural Center (AACC) atau Pusat Kebudayaan Asia Afrika. Penggunaan nama itu barangkali dihubungkan dengan lokasinya yang dekat Museum Konferensi Asia Afrika dan Gedung Merdeka, tempat KAA dilaksanakan. Tinggal masalah pengelolaan termasuk promosi gedung tersebut untuk beragam acara pertunjukkan yang murah dan menarik minat warga kota. Manfaatkan Kembali Bila museum belum cukup prospektif karena masyarakat belum sadar museum- mungkin kembali ke model re-used yang selama ini dilakukan warga Bandung, yaitu menggunakannya untuk factory outlet (FO) seperti yang terjadi pada gedung bekas markas Kepolisian Daerah Jawa Barat di ujung jalan Braga. Namun, tetap harus ada satu museum yang perlu dibangun yang terkait langsung dengan Kota Bandung, yaitu Museum (Sejarah) Kota Bandung. Kota-kota dunia umumnya mempunyai museum jenis ini. Mungkin gedung yang strategis untuk museum ini adalah gedung kosong di depan Gedung Merdeka, di Simpang Lima atau di kawasan Braga. Lokalisasi Pedagang Berbagai solusi pemanfaatan gedung-gedung tak terpakai itu antara lain dijadikan tempat penampungan pedagang khusus. Yaitu pedagang yang berjualan barang-barang tertentu yang berhubungan dengan lingkungan atau bangunan sekitar. Misalnya bangunan kosong dekat hotel Savoy Homann atau dekat hotel Preanger, dapat dipakai untuk pedagang yang khusus menjual produk dan cendera mata khas Bandung, dengan pasar utama tamu hotel mancanegara yang menginap di kedua hotel itu. Pemkot juga dapat menyediakan tempat bagi kawula muda yang merintis usaha khas seperti toko pakaian unik yang dikenal dengan nama distribution outlet (distro) yang sekarang marak di berbagai kawasan kota. Selain membina usaha kecil lainnya, barangkali pembinaan distro ini juga menarik mengingat Bandung terkenal dengan pusat belanja pakaian. Fungsi lain, maraknya industri buku dapat direspons dengan munculnya toko buku alternatif. Hal yang mungkin jadi kendala adalah status kepemilikan. Bila gedung-gedung tersebut dimiliki swasta atau perorangan, pemkot dapat membuat peraturan pemakaian bangunan yang memungkinkan gedung-gedung di kota selalu dalam kondisi dipakai. Salah satu masalah penting di kota Bandung adalah anak jalanan dan pengamen di persimpangan jalan dan di depan pusat perbelanjaan. Sebuah ironi lain dari wajah kota yang harus segera ditanggulangi. Mereka berhak dan layak hidup wajar seperti seharusnya manusia hidup di negeri merdeka dan di negeri beradab. Daripada dibiarkan terlantar dan hanya memberi warna kusam dan muram bagi kota, gedung-gedung terbengkalai itu dapat dimanfaatkan untuk menampung anak-anak yang nasibnya kurang beruntung. Menjadi rumah penampungan atau rumah singgah anak jalanan dan gelandangan, akan membuat kota tampak ramah dan manusiawi. Jamaludin Wiartakusumah Dosen Desain Itenas, Bandung mj http://geocities.com/mangjamal Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/