Sababaraha bulan katukang aya pelem di bioskop nu nyaritakeun Persia kuno nu mumusuhan jeung Romawi. Hanjakal kuring teu nonton, ngan ukur carita si Cikal, anu kungsi lalajo. Inget baheula, aya tulisan dina koran nu nyebutkeun Syah Iran (Sultan Iran nu digulingkeun ku Khomaeni) kaobsesi ku kajayaan Raja Cyrus di jaman Persia Kuno. Sigana lain Syah Iran wae, tapi oge rakyat Iran anu hayang nagarana jadi "super-power" deui, siga jaman kuno baheula.
Artikel dihandap ieu, kenging Pak Rektor UIN Gunung Jati, nu nyaritakeun pangalamanana waktu nganjang ka Iran. Iran Pernah Menjadi Negara ”Superpower” di Masa Lalu Oleh Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/092007/04/0903.htm PADA tanggal 14 sampai dengan 20 Juli 2007, saya selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung beserta rektor-rektor perguruan tinggi lainnya mendapat kehormatan undangan dari Islamic Cultural Center (ICC) untuk melihat kondisi masyarakat Iran kontemporer dari dekat. Ketika itu, kami kebetulan bertemu juga Amien Rais yang menjadi nara sumber dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh badan kerja sama persatuan pelajar Indonesia se-Timur Tengah dan sekitarnya dan juga bertemu dengan rombongan Majelis Ulama Indonesia di bawah pimpinan Profesor Umar Shihab yang sama-sama mendapat undangan dari Iran. Rombongan rektor-rektor sempat berkunjung ke Kota Qom yang terkenal tempat Ayatullah Khomaeni mengobarkan semangat revolusi Islam Iran sehingga menjatuhkan Raja Pahlevi, kemudian Kota Teheran, Ibu Kota Iran dan juga diterima oleh para Ayatullah, rektor-rektor universitas. Kami juga sempat pula berkunjung ke galeri, rumah sederhana sebagai kediaman terakhir Ayatullah Khumaini sebelum meninggal dan perpustakaan Ayatullah Marashi Nasafi yang terbesar ke tiga di dunia setelah Turki dan Mesir yang memiliki 38.000 manuskrip, 75.000 judul buku. Buku-buku tersebut tersebar ke seluruh perpustakaan di dunia, termasuk Harvard University dan Chicago University dan terdapat buku yang ditulis oleh ulama-ulama besar seribu tahun yang lalu, di samping itu ada kitab Tauret, Injil, dan Zabur termasuk kitab-kitab yang ditulis pada zaman Khalifah Umar, Utsman, dan Ali, dan terakhir diterima oleh Menteri Sains, Riset dan Teknologi Prof. Mohammad Mehdi Zahedi. Ia pernah mengatakan bahwa Iran memiliki program 20 tahun ke depan dalam upaya membangun Iran modern yang sekarang sudah berjalan tahun ketiga yang mencanangkan Iran sebagai negara yang paling unggul menguasai sains dan teknologi di dunia Islam. Oleh karena itu, sepertiga penduduk Iran alumni perguruan tinggi, dua pertiga dosen yang tersebar di 40 perguruan tinggi berlatar belakang pendidikan S-3, walaupun dalam menghadapi situasi negara mendapat ancaman embargo internasional. Ajengan Yang terlintas dalam pikiran saya sebelum melihat Teheran dari dekat, bahwa yang disebut Ayatullah adalah seperti halnya di Indonesia Kiai atau ajengan yang hanya menguasai ilmu agama saja. Ternyata setelah saya bertemu dengan para Ayatullah yang berjenggot dan berjubah sesuai dengan tradisi Iran saya terkejut dan kaget ternyata mereka adalah para profesor yang bukan hanya menguasai ilmu agama saja, tetapi mereka juga adalah filsuf, ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ilmu sosial, sains dan teknologi. Mereka fasih bicara agama dan juga fasih bicara filsafat, sains dan teknologi sesuai dengan bidangnya. Dalam bincang-bincang dengan Amien Rais ia mengemukakan kepada saya dengan mengutip pendapat salah seorang profesor dari Chicago University bahwa Ayatullah Khumaini itu adalah bukan hanya seorang Ayatullah saja, tetapi ia adalah filsuf besar di abad 20 yang kecemerlangan pemikirannya melebihi filsuf Plato dan Aristoteles. Saya tadinya tidak percaya terhadap pendapat Amien Rais tersebut, tetapi setelah melihat dari dekat di Galeri Khumaini yang terletak di sebelah utara Kota Teheran saya melihat karya-karya tulisnya sangat banyak yang mencerminkan kedalaman seorang filsuf besar sehingga membuktikan kebenaran pernyataan Amien Rais itu. Status sosial Di Iran, Ayatullah strata yang paling tinggi dalam masyarakat baik secara politis maupun secara status sosial, sehingga kekuasaan tertinggi negara ada di bawah kekuasaan Ayatullah yang sekarang yang dipimpin Ayatullah Ali Khameni. Karena itu foto-foto yang terpampang di kantor-kantor dan di bandara bukan foto Presiden Iran seperti halnya di Indonesia atau di negara-negara lain, tetapi foto Ayatullah Khumaini dan Ayatullah Ali Khameni sebagai penerus Imam Khumaini. Itulah sebabnya ketika rombongan Majelis Ulama Indonesia di bawah pimpinan Profesor Umar Shihab begitu mendarat di bandara dan sampai ke hotel disambut secara upacara militer layaknya seorang presiden diterima di salah satu negara, karena mungkin dalam pikiran mereka bahwa MUI adalah sama dengan para Ayatullah di Iran yang memiliki kekuasaan politik tertinggi, sehingga Umar Shihab dikawal militer kemana pun beliau pergi. Iran selama berabad-abad dikenal dengan sebutan lama, Persia, terletak di salah satu tempat jalan silang utama yang menghubungkan Eropa dan Timur Tengah dengan Asia Tengah. Iran berarti Tanah Aria sebutan yang mengacu kepada permukiman asli di Iran. Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, bangsa Aria berhasil menyatukan daerah Persia dan mendirikan kerajaan yang besar. Di puncak kejayaannya di abad V dan VI Sebelum Masehi (SM), kekaisaran Iran (Persia) menguasai hampir separuh dunia kuno yang telah berada. Persia kuno banyak mempengaruhi organisasi politik, seni, ilmu pengetahuan, dan agama di Asia dan Eropa. Namun, setelah mengalami berbagai peperangan dan penyerbuan oleh bangsa Yunani, Arab, Turki, dan Mongolia akhirnya kekaisaran Iran (Persia) untuk waktu yang cukup lama sejak awal tahun 1900-an Iran membuat langkah mantap untuk menjual standar materi dan teknologi Barat. Namun, usaha ini sempat terhambat karena terjadi revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khumaini yang menjatuhkan dinasti Pahlevi sehingga sejak bulan april 1979 mengantarkan Iran menjadi Republik Islam Iran. Pesat Ekonomi Iran berkembang pesat semasa Syah di tahun 1960-1970-an. Minyak memberikan andil besar di dalam kekayaan negara dan hasil penjualan minyaknya dipakai untuk membiayai modernisasi di bidang militer, industri, dan reformasi lahan pertanian. Hasil minyak mencapai rekor tertinggi pada tahun 1970-an, ketika Iran dan negara-negara Timur Tengah lainnya, dengan bekerja sama di dalam negara-negara pengekspor minyak (OPEC), mulai mengendalikan produksi minyak dunia dan memaksa harga minyak naik. Revolusi Islam 1974 dan perang yang berkepanjangan dengan Irak, berbarengan dengan ambruknya OPEC telah memukul sekali ekspor minyak Iran sehingga amat menekan ekonominya pada tahun 1980-an. Kira-kira 40% tenaga buruhnya bekerja di bidang pertanian, gandum merupakan tanaman pokok, sedangkan padi, jawawut, dan padi-padian, gula, kapas, teh, buah-buahan, kacang, kambing, dan biri-biri. Sekitar 33% tenaga buruhnya bekerja di pertambangan, pabrik, dan perdagangan minyak. Industri minyak ini telah melahirkan industri perekonomian yang besar yang menghasilkan pupuk, plastik, serat tiraan, dan produksi lainnya. Produk nonmigas Iran adalah logam, peralatan mesin, kendaraan dan karpet. Setelah revolusi Islam Iran 1979 semua industri minyak, pabrik, dan perbankan dinasionalisasikan. Walhasil Iran dalam sejarah peradaban dunia pernah menjadi negara superpower atau adikuasa yang pada saat itu sparing partnernya Kerajaan Romawi sehingga dalam sejarah terkenal perseteruan adikuasa peradaban Kerajaan Persia dan Kerajaan Romawi, seperti halnya perseteruan negara adikuasa pada abad 20 antara Amerika dan Uni Soviet. Oleh karena itu, jika melihat latar belakang budaya, militer dan tradisi intelektualnya yang cukup tinggi, wajar jika hari ini bangsa Iran memiliki self confidence yang cukup tinggi sehingga tidak begitu mudah menyerah kepada siapa pun dan negara mana pun ketika mereka mendapat ancaman, tekanan, serangan termasuk masalah larangan pembangunan nuklir untuk tujuan damai itu seperti terungkap pula ketika saya bertemu dengan salah seorang Ayatullah Prof. Dr. Ayatullah Mohammad Taqi bahwa Iran bangsa yang telah dewasa yang tidak membutuhkan pengaturan orang lain. Ia menilai tidak boleh ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki musuh tidak dimiliki Iran. Semua bangsa berhak sama-sama memiliki sesuatu termasuk nuklir kalau itu akan memberikan kebaikan bagi bangsa dan orang lain. Itulah sebabnya para rektor sepakat dan menandatangani MoU kerja sama antara rektor-rektor perguruan tinggi Indonesia dengan rektor-rektor perguruan tinggi di Iran yang programnya adalah menyelanggarakan pertukaran dosen, mahasiswa, penelitian, dan seminar-seminar internasional untuk membangun peradaban dunia yang sejahtera, damai dan adil. Mudah-mudahan program ini segera terwujud dalam rangka menyambungkan kembali kejayaan peradaban Islam abad 7 Masehi sampai abad 13 Masehi yang pernah hilang.*** Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Ketua Presidium ICMI Pusat