Basa daerah bakal punah, cenah ceuk wartos Tempo interaktif dihandap ieu.
Malah Basa Jawa jeung Bali boga potensi arek punah, sanajan nu makena
ayeuna masih puluhan juta urang. Anehna Basa Sunda mah teu disebut-sebut,
pedah aya keneh millis2 basa sunda meureun ....hehehehe

Wartosna nyanggakeun:


10 Bahasa Daerah Punah, 700 Lainnya Terancam
Selasa, 04 September 2007 | 11:56 WIB

TEMPO Interaktif, Solo:Sebanyak 10 bahasa daerah di Indonesia dinyatakan
telah punah, sedang puluhan hingga ratusan bahasa daerah lainnya saat ini
juga terancam punah. Temuan ini didapat dari hasil penelitian para pakar
bahasa dari sejumlah perguruan tinggi.

Menurut Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Dendy Sugono,
sepuluh bahasa daerah yang telah punah itu berada di Indonesia bagian
timur, yakni di Papua sebanyak sembilan bahasa dan di Maluku Utara satu
bahasa.

"Data yang kita kumpulkan dari akademisi perguruan tinggi menyebutkan ada
10 bahasa daerah yang telah punah. Lalu yang terancam punah ada 33
tersebar di Papua sebanyak 32 dan Maluku Utara satu bahasa," tandas Dendy
saat berbicara pada Kongres Linguistik Nasional XII di Hotel Sahid Solo
yang berlangsung dari tanggal 3-6 September.

Sementara itu, pakar bahasa dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS)
Solo, Prof Dr H Edi Subroto, menyatakan, dari hasil penelitian yang
dilakukan Jurusan Bahasa UNS menyebutkan, bahasa daerah yang terancam
punah bisa mencapai 700 bahasa. "Dari hasil penelitian kami, jumlah bahasa
daerah yang rawan punah sangat banyak. Sedikitnya 700 bahasa daerah bisa
punah dalam waktu sesaat jika tidak ada upaya untuk merawatnya,"
ungkapnya.

Salah satu penyebab lunturnya bahasa daerah, lanjut Edi, adalah fenomena
ketertarikan generasi muda mempelajari bahasa asing ketimbang bahasa
daerah. Mereka juga enggan untuk menggunakan bahasa daerahnya untuk
komunikasi keseharian.

Pakar bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Asim Gunarwan,
memprediksikan untuk kepunahan sebuah bahasa berlangsung cukup lama, yakni
sekitar 75-100 tahun atau tiga generasi. Ia juga melihat adanya potensi
punahnya bahasa Jawa, bahasa Lampung dan bahasa Bali.

Asim mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kepunahan bahasa
daerah. Pertama, vitalisasi etnolinguistik. Ia mencontohkan bahasa Ibrani
yang dulu hampir punah. Namun karena adanya vitalitas yang tinggi untuk
menghidupkan kembali bahasa Ibrani, maka bahasa tersebut kini menjadi
bahasa nasional.

Kedua, kata Asim, adalah faktor biaya dan keuntungan. Selama ini
kecenderungan orang belajar bahasa adalah karena faktor berapa biaya yang
dikeluarkan dan seberapa besar keuntungan yang diperoleh kelak.

Ia menyebut, orang rela belajar bahasa Inggris dengan biaya mahal karena
ada keuntungan yang diperoleh kelak. Maka perlu adanya upaya pembalikan
pergeseran bahasa. Langkahnya tak cukup dengan pengajaran bahasa yang
selama ini dilakukan di instansi-instansi pendidikan. Caranya dengan
menumbuhkan kesadaran dan menjadikan bahasa tersebut sebagai alat
komunikasi keseharian.

Anas Syahirul

Kirim email ke