kenging ti milis tatangga, mugi-mugi mangpaat...

Mewaspadai Wabah ”Gelombang Cinta” 
 
 SETELAH masa booming bisnis ikan lohan berlalu, kini masyarakat menghadapi 
kesibukan baru, yakni wabah gelombang cinta! Jenis tanaman hias itu seolah 
menjadi sihir baru yang mampu menggerakkan hati orang-orang yang sebelumnya 
bahkan tidak punya ketertarikan sama sekali terhadap tanam-tanaman. 
 
 Kini banyak orang rela menginvestasikan jutaan rupiah untuk berbisnis tanaman 
hias jenis anthurium. Bahkan ada bupati yang mencanangkan wilayahnya sebagai 
"Kabupaten Anthurium". 
 
 Maraknya bisnis tanaman hias dengan maskot "gelombang cinta" merupakan 
fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian. Bagaimana pun fenomena itu perlu 
disikapi secara kritis agar masyarakat lapis bawah tidak menjadi korban 
permainan orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan dirinya. 
 
 Masyarakat perlu diberikan pencerahan bahwa bisnis tanaman anthurium adalah 
kegiatan yang tidak masuk akal (irasional) dan berpotensi menjadi wabah yang 
dapat menggerus ekonomi mereka dalam jumlah jutaan rupiah. Masyarakat lapis 
menengah bawah sedang disiapkan menjadi korban sembelihan kalangan penjudi 
kelas kakap. 
 
 Melalui artikel ini penulis akan menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan 
fenomena bisnis tanaman anthurium. Diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan 
pencerahan dan menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap fenomena yang dalam 
istilah sebuah surat kabar nasional disebut sebagai dunia dongeng. 
 
 Masyarakat Aleman
 Merebaknya bisnis tanaman hias anthurium dengan berbagai variannya tidak lepas 
dari karakter masyarakat Indonesia yang aleman (kolokan), masyarakat yang suka 
disanjung dan dipuji, masyarakat yang lebih mengutamakan "wuah" dari pada akal 
sehat. 
 
 Karena sifat alemannya itu banyak orang yang sebenarnya tidak mampu, bahkan 
untuk makan sehari-hari saja pas-pasan, namun tetap menyelenggarakan hajatan 
besar untuk perkimpoian atau pun khitanan. Karena sifat aleman itu maka banyak 
warga kalau membeli barang tidak didasarkan atas nilai kegunaan, tetapi lebih 
untuk pencitraan. 
 
 Dalam hal pembelian HP (hand phone) misalnya, masyarakat kita sangat senang 
mengikuti trend tanpa mempedulikan efektivitas dan efisiensi. Maka kepemilikan 
HP masyarakat Indonesia tergolong mewah, bahkan mungkin orang-orang Eropa yang 
pasca sejahtera pun HP-nya kalah mewah dengan milik masyarakat kita. 
 
 Kondisi masyarakat yang aleman itu dipahami betul oleh para pelaku bisnis. 
Oleh sebab itu inovasi produk untuk pasar Indonesia sangat cepat dan hampir 
pasti setiap hasil inovasi laku keras karena kita selalu bangga memiliki model 
baru. 
 
 Alam kejiwaan sosial yang demikian ditangkap oleh pelaku bisnis sebagai 
peluang besar yang harus dimanfaatkan. Pebisnis yang bergerak dalam produk 
manufaktur tentu akan menyuplai barang-barang konsumsi masyarakat. 
 
 Sedangkan spekulan akan bermain di ceruk yang mereka anggap potensial untuk 
mendatangkan keuntungan. Uji coba bisnis ikan Lohan yang sempat menembus harga 
ratusan juta rupiah rupanya memberi inspirasi kepada para spekulan untuk 
bermain dalam jenis barang yang lain. 
 
 Tanaman hias anthurium tampaknya menjadi pilihan tepat bagi kaum spekulan 
untuk memainkan alam kejiwaan sosial masyarakat Indonesia yang aleman tadi 
menjadi sumber keuangan mereka. Perhitungan mereka ternyata tepat, masyarakat 
berhasil dimainkan alam kejiwaannya sehingga tidak lagi rasional dalam melihat 
kenyataan. 
 
 Masyarakat seolah telah tersihir bahwa bisnis anthurium pasti memberi citra 
yang bagus dan keuntungan finansial sangat tinggi! Akibatnya banyak pendatang 
baru dengan relasi terbatas, pengetahuan pas-pasan, rela menjual aset lain 
untuk diinvestasikan di bisnis 'gelombang cinta" dengan harapan memperoleh 
sesuatu yang serba "wah", yaitu duit banyak dan citra bagus! 
 
 Siapa Kaum Spekulan?
 Jika dicermati secara seksama tren bisnis yang sifatnya spekulatif itu muncul 
sejak dihapusnya Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) dan sejenisnya oleh 
pemerintah. 
 
 Kalau melihat waktu kemunculannya yang demikian itu patut diduga bahwa 
pentholan (tokoh utama) yang bermain di balik bisnis spekulatif itu adalah para 
mantan bandar era SDSB. Indikasi lain mengenai dugaan itu adalah pola kerjanya 
yang sistematis, dan sangat terorganisasi. 
 
 Sama seperti waktu pengembangan bisnis ikan Lohan, untuk bisnis anthurium ini 
pun pola kerjanya sama, yakni lewat mekanisme pameran dan muncul para dolob 
yang membeli barang dengan harga tinggi, kemudian ada rekayasa pencitraan 
melalui media massa sehingga masyarakat terpengaruh. 
 
 Untuk menggerakkan keterlibatan masyarakat maka muncul dolob-dolob yang 
berfungsi sebagai pembeli perantara di lapangan. Para dolob itulah yang 
berperan memainkan harga sehingga masyarakat percaya bahwa pasar tanaman hias 
anthurium itu memang terbuka luas. Masyarakat tidak sadar bahwa dirinya sedang 
dijebak masuk dalam model bisnis spekulatif. 
 
 Praktik bisnis tanaman hias anthurium menggunakan pola yang dikembangkan dalam 
model Multi Level Marketing ( MLM) yang mulai dikenal di Indonesia sejak awal 
1990-an. 
 
 Tanpa disadari dalam bisnis tanaman anthurium dengan segala variannya itu ada 
hirarkhi up line dan down line, peristis (pioneer), dan pengikut (follower). 
Mereka yang berada pada posisi upper jelas akan mendapat keuntungan finansial 
yang berlipat ganda. Begitu juga down line tingkat satu sampai dengan tiga 
masih dapat merasakan keuntungan yang lumayan baik. 
 
 Tapi semakin ke bawah tingkatannya, akan semakin sedikit yang bisa diperoleh, 
dan down line paling bawah yang jumlah paling banyak akan menjadi korban. 
Begitulah yang juga dialami dalam bisnis ikan lohan akan terulang dalam bisnis 
tanaman anthurium. Oleh sebab itu masyarakat perlu bersikap kritis dan 
mewaspadai potensi bisnis tanaman gelombang cinta akan berubah menjadi wabah 
sosial yang dapat menggilas masyarakat bawah. 
 
 Solusi
 Bagaimana meminimalisasi risiko negatif dari bisnis gelombang cinta? Salah 
satu pilihannya adalah melakukan edukasi pada masyarakat untuk berpikir 
rasional. Masyarakat perlu diajak berpikir apa manfaat tanaman itu dalam 
kehidupan sehari-hari, apakah bisa untuk bahan bangunan, apa dapat menjadi 
bahan obat-obatan, atau adakah manfaat lain yang betul-betul fungsional? Kalau 
ternyata hanya sebagai tanaman hias dan pemuasan semata, mengapa kita perlu 
membelinya dengan harga sangat tinggi? 
 
 Nilai tambah apa yang kita dapatkan dengan memiliki tanaman anthurium? Kalau 
sekadar citra agar tidak dianggap katrok dan ketinggalan zaman, mengapa mesti 
dikelabuhi dengan harga tinggi? Masih banyak peluang lain untuk 
menginvestasikan uang yang lebih besar manfaatnya bagi masyarakat luas. 
 
 Terlalu egois kalau di tengah banyak penderitaan dan meningkatnya jumlah orang 
miskin masih ada orang yang membelanjakan uangnya untuk sebuah kesenangan 
sesaat. Sudah waktunya kita lebih bersikap rasional dalam menghadapi kenyataan 
hidup, bukan dengan mimpi-mimpi. q - s. (2317-2007).
 
  Penulis, A Darmanto, Bekerja di BPPI Yogkarta,  Mahasiswa Program Studi MAP 
Pascasarjana UGM.

-+zupardi+-
       
---------------------------------
Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.

Kirim email ke