Fosil Burung Rawa Raib BANDUNG, (PR).- Fosil burung rawa (Protoplotus beaufort lambrecht) koleksi Museum Geologi Bandung raib dari ruang pamer. Hilangnya fosil yang ditemukan di Sawahlunto, Sumatra Barat tahun 1930 oleh Beaufort itu, merupakan koleksi satu-satunya di dunia dan selama ini menjadi sumber penelitian ilmu pengetahuan khususnya ilmu hayat purba.
"Saya tidak mengatakan fosil itu hilang. Memang tidak ada di tempatnya semula, jadi kemungkinan berpindah tempat. Kejadian ini sudah terjadi beberapa tahun lalu, namun belum ada reaksi dari pihak terkait," ujar mantan Kepala Museum Geologi Bandung (1969-1989), Soewarno Darsoprajitno, Kamis (17/1) di sela-sela acara sarasehan pariwisata yang digelar Disbudpar Jabar, Asita, dan HU Pikiran Rakyat, di Bale Pakuan Hotel Panghegar, Jln. Merdeka Bandung. Meski begitu, Soewarno merasa yakin, fosil burung rawa tersebut masih ada di Museum Geologi. Berpindahnya keberadaan fosil burung yang semula disimpan di ruang pamer gedung sayap timur itu, diperkirakan terjadi saat dilakukan renovasi tahun 1998. Museum itu kembali dibuka dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri pada tanggal 22 Agustus 2000. Menurut Soewarno, ia sudah mempertanyakan kepada staf museum maupun kepala museum. "Namun, tidak ada yang tahu menahu. Karena itu, saya melaporkan hal ini ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, karena Museum Geologi Bandung merupakan salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral. Tapi, hingga kini belum ada tanggapan," ujarnya. Soewarno adalah penemu siput Afrika Selatan di Kupang Nusa Tenggara Timur, dan namanya diabadikan pada nama ilmiah siput tersebut, yakni Epitauroceras soewarnoi glenisterfurnis. Fosil burung rawa Protoplotus yang ditemukan Beaufort dan diteliti Lambrecht, ditemukan di Sawahlunto dalam kondisi lengkap di kawasan tanah lempung. Fosil itu berupa kepala, badan berikut sayap, serta kaki dan cakar. Soewarno menilai, fosil itu bukan hanya menjadi aset Museum Geologi Bandung maupun negara, tetapi aset dunia. "Selama ini fosil itu sudah dijadikan sumber penelitian cikal bakal burung rawa. Jadi dengan raibnya fosil tersebut, bukan hanya museum atau negara yang kehilangan, tetapi juga dunia, terutama ahli atau peneliti burung," katanya. Museum Geologi diresmikan pada 16 Mei 1928, bertepatan dengan berlangsungnya Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik IV yang diselenggarakan di Bandung. Museum ini memiliki koleksi sekitar 30 ribu fosil lengkap. Selain itu, juga terdapat sekitar 25 ribu jenis batuan yang ada di Indonesia. "Selain menjalankan fungsinya sebagai sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, penyedia berbagai informasi tentang ilmu kebumian, museum ini juga sebagai objek wisata. Keberadaan fosil burung rawa tersebut sangat penting, karena satu-satunya di dunia," ujar Soewarno. Dia menambahkan, Museum Geologi Bandung merupakan aset nasional yang penting. Selain menjadi satu-satunya museum geologi di ASEAN, koleksinya juga tergolong lengkap. Sementara itu, Kasie Publikasi dan Dokumentasi Museum Geologi Bandung, Sinung Baskoro mengatakan, fosil burung tersebut belum tentu hilang. "Pada tahun 1998 hingga 1999 dilakukan renovasi besar-besaran. Fosil-fosil yang ada saat itu dipindahkan tidak secara teratur, dan lokasi penyimpanannya tidak di satu tempat. Jadi kemungkinan masih tersimpan atau belum dipamerkan," ujarnya. Menurut dia, saat renovasi, untuk koleksi bebatuan dan mineral disimpan di Gedebage. Untuk koleksi hewan tulang belakang (vertebrata) disimpan di Pasteur. Jumlahnya mencapai 60 ribu spesies, di antaranya fosil burung rawa tersebut. Sementara sebagian besar lainnya disimpan di gudang Museum Geologi yang letaknya di bagian belakang museum. Khusus fosil vertebrata yang koleksinya sangat banyak, ruang pamernya baru akan ditata. "Diperlukan seorang ahli untuk menata ruangan itu. Sampai saat ini lemari dan rak penyimpanan sudah siap. Kemungkinan besar fosil yang dipertanyakan tersebut ada, tapi tempatnya kita tidak tahu persis karena harus dicari dahulu," ujar Baskoro. (A-72/A-87)*** cita: http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=8577