Jasa dan Cela Daendels

Oleh Nina Herlina L.

Tanggal 5 Mei 1808, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels sedang
naik kereta kuda melanjutkan perjalanan dari Buitenzorg (Bogor) menuju
Semarang dan akan terus ke Jawa bagian timur. Jalan yang dilaluinya
itu dahulu pernah dipakai Sultan Agung dari Mataram ketika menyerang
Batavia pada tahun 1628-1629. Sepanjang perjalanan Daendels berpikir,
bagaimana ia bisa mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris bila
kondisi jalannya buruk. Daendels yang memang suka membaca buku,
teringat Jalan Raya Pos yang dibuat pada masa imperium Romawi, yang
terkenal dengan nama Cursus Publicus (lembaga perposan waktu itu).
Kekaisaran Romawi membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Roma
dengan kota-kota jajahannya yang meliputi hampir seluruh kawasan Eropa
Barat.

Rupanya kebijakan kekaisaran Romawi itu menginspirasi Daendels.
Sebagai langkah pertama, masih dalam perjalanan itu, Daendels
memutuskan untuk membangun Jalan Raya Pos antara
Buitenzorg-Karangsambung (Tomo sekarang) melalui Cipanas, Cianjur,
Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang.

Daendels memimpin daerah jajahan Nusantara ini selama tiga tahun
(1808-1811). Meski singkat, jejaknya tertanam erat di benak orang
Jawa. Orang Sunda menjulukinya "Jenderal Guntur" atau "Mas Galak".
Julukan terakhir ini diambil dari nama lengkapnya yaitu "Maarschaalk
H.W. Daendels". Orang Sunda rupanya kesulitan mengucapkan kata
maarschaalk sehingga kata tersebut mengalami verbastering menjadi "Mas
Galak". Perubahan pengucapan ini sesuai dengan asas kirata basa
(dikira-kira sugan nyata, yang berarti diperkirakan barangkali sesuai
kenyataan) karena Daendels dikenal sebagai orang yang kejam, galak.
Salah satu tindakan yang menyiratkan kekejamannya ini adalah pembuatan
Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer di Pulau Jawa bagian barat
hingga Panarukan di ujung timur Pulau Jawa, sepanjang kurang lebih
1000 km, yang memakan ribuan korban jiwa.

Pemerintahan Daendels dan Jalan Raya Pos itu, pada tahun 2008 ini
sudah berumur dua abad. Ada jarak waktu yang cukup untuk menilai
kembali apakah Daendels benar-benar jahat penuh cela, atau barangkali
ada sesuatu yang bisa dinilai sebagai jasa

Siapakah Daendels?

Daendels lahir pada tahun 1762 di Gelderland, Belanda, sebagai putra
seorang anggota pemerintah kota bernama Burchard Johan Daendels. Pada
tahun 1783 Daendels lulus dari sekolah hukum dengan gelar Meester in
de Rechten (Mr.). Kemudian ia aktif dalam gerakan politik lokal yang
disebut Kaum Patriot dan sangat terpengaruh oleh Revolusi Prancis.
Ketika Prusia menyerbu Belanda, ahli hukum ini ditunjuk menjadi
komandan sukarelawan untuk menghadapi musuh, tetapi pasukan ini
kocar-kacir menghadapi pasukan tentara profesional musuh. Selanjutnya,
Daendels menjadi pedagang senjata yang menyuplai senjata ke Prancis.
Di situlah ia mendapat kepercayaan dari para petinggi Prancis dan
kemudian membentuk Tentara Pembebasan Nasional, yang merupakan bagian
dari Tentara Revolusioner Prancis. Pada tahun 1795 Daendels kembali ke
Belanda sebagai Jenderal Tentara Prancis dan melakukan revolusi
pembebasan Belanda (untuk kemudian dijadikan bagian dari Prancis).
Pascarevolusi, Daendels hidup sebagai tuan tanah di Veluwe.

Pada tahun 1808, Raja Belanda yaitu Louis (Lodewijk) Napoleon, saudara
Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte, meminta Daendels untuk
menyelamatkan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Prancis saat itu
memang sudah mengalami berbagai kekalahan di beberapa medan tempur
melawan Persekutuan Eropa. Dengan semangat Revolusi Prancis "liberte,
egalite, fraternite" (kebebasan, persamaan, persaudaraan) Daendels
tiba di Anyer, Banten, pada tanggal 5 Januari 1808. Pada tanggal 14
Januari 1808, ia menggantikan Gubernur Jenderal A. H. Wiese, sebagai
pimpinan tertinggi di Hindia Belanda.

Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Pulau Jawa. Langkah pertama
yang dilakukannya adalah membangun Jalan Raya Pos. Untuk itu, Daendels
menyediakan dana yang dihitung antara 1-10 ringgit perak/m (bergantung
daerahnya). Selain itu, disediakan tenaga bantuan sejumlah 1100 orang
dari Jawa. Pembangunan jalan diawasi oleh Kolonel Lutzov, pimpinan
Zeni, dan dibantu 2 orang insinyur dan Komisi Negara. Tentu saja, dana
dan bantuan itu relatif kecil dan jauh dari cukup.

Pada pelaksanaannya, pembangunan jalan dibebankan kepada para bupati
yang daerahnya dilewati jalan tersebut dilakukan dengan tenaga kerja
rodi. Karena beratnya medan yang harus dihadapi, terutama di
Megamendung (Puncak)-Cianjur, Parakanmuncang Sumedang, juga karena
para kuli itu bekerja di tempat yang sangat jauh, banyak yang
kelelahan, kelaparan, dan juga mati karena penyakit malaria.
Diberitakan misalnya, ketika pembuatan jalan melalui Megamendung,
sekitar 500 pekerja dari Galuh (kemudian disebut Ciamis) tewas.

Ketika pembangunan melewati Sumedang (tepatnya Cadas Pangeran), banyak
pekerja tewas karena daerah itu berbatu (cadas) dan penuh nyamuk
malaria. Bupati Sumedang waktu itu Rd. Tmg A.A. Surianagara (yang
nantinya dikenal sebagai Pangeran Kornel) dengan berani, protes kepada
Daendels. Diceritakan, bahwa ketika Bupati ini bertemu dengan
Daendels, ia menyalami Jenderal Guntur itu dengan tangan kiri
sedangkan tangan kanannya memegang hulu keris. Ini menyiratkan bukan
sekadar protes namun juga ancaman. Rupanya Daendels menghargai
keberanian itu dan menerima protes dengan memberikan bantuan pasukan
Zeni untuk menyelesaikan jalan tersebut.

Pembangunan Jalan Raya Pos diteruskan ke Timur, melalui Cirebon,
Losari, Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Weleri, Kendal, Semarang,
Kudus, Pati, Juwana, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Wonokromo,
Sidoarjo, Porong, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Kraksaan, Besuki, dan
berakhir di Panarukan.

Dengan menggunakan tangan besi, tenaga rodi, Daendels berhasil
membangun Jalan Raya Pos itu dalam waktu satu tahun. Dalam catatan
Pemerintah Interregnum Inggris, korban tewas dalam pembangunan jalan
ini sekitar 12.000 orang. Daendels rupanya sempat "sadar". Terbukti,
pada tanggal 28 Maret 1809, kepada pekerja dari kabupaten-kabupaten di
Jakarta dan Priangan diberi bantuan 1,5 pon beras per hari dan 5 pon
garam per bulan untuk tiap orang. Namun, bantuan itu tetap saja tidak
cukup.

Jalan Anyer-Panarukan itu sebenarnya tidak pas dibangun setahun dan
sesudahnya perlu dilakukan perbaikan berkali-kali. Sebagian Jalan Raya
Pos itu ternyata juga bukan jalan baru. Daendels hanya memperbaiki dan
melebarkan jalan tersebut, seperti disebutkan dalam sumber-sumber
Inggris. Di beberapa tempat, jalan tersebut masih tetap dipisahkan
oleh sungai sehingga harus disambung dengan rakit atau perahu. Untuk
menyeberangi Sungai Cimanuk dari Karangsambung ke Cirebon, misalnya,
harus memakai rakit.

Selama empat puluh tahun, hanya kereta pos milik pemerintah dan kereta
milik pribadi (orang Belanda) dan elite pribumi yang boleh lewat jalan
tersebut, sedangkan gerobak atau cikar milik rakyat tidak boleh
melewatinya karena dikhawatirkan akan merusak jalan. Mereka tetap
harus melewati jalan-jalan yang kondisinya buruk untuk bisa bepergian
ke luar kota. Baru pada tahun 1853 semua kendaraan boleh lewat jalan
tersebut.

Sejalan dengan pembangunan Jalan Raya Pos, dengan pertimbangan
strategis, beberapa ibu kota kabupaten dipindahkan ke pinggir jalan
tersebut. Misalnya ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Dayeuh
Kolot (di tepi Sungai Citarum) ke Kota Bandung sekarang, ibu kota
Kabupaten Parakanmuncang (Cicalengka kemudian) dipindahkan ke
Andawadak (Tanjungsari sekarang).

Daendels juga membangun benteng-benteng di tempat yang mungkin
didarati pasukan Inggris. Dimulai dengan pembangunan pelabuhan
Angkatan Laut di Ujung Kulon (Meeuwen Baai). Pembangunan pangkalan
militer di Ujung Kulon dihentikan karena banyaknya pekerja yang mati
di daerah berawa-rawa itu dan kemudian dialihkan ke Anyer.

Jasa Daendels

Kalaulah dapat dikatakan sebagai jasa Daendels, setidaknya pembangunan
Jalan Raya Pos itu memberikan manfaat juga. Sebelum jalan tersebut
dibangun, surat dari Batavia ke Surabaya perlu waktu 14 hari dalam
musim kemarau atau 3 minggu bila musim hujan. Butuh waktu satu bulan
untuk melakukan perjalanan dari Batavia ke Surabaya pada musim
kemarau.

Sesudah dibangun Jalan Raya Pos, surat-surat dari Batavia ke Surabaya
hanya perlu waktu 6-7 hari, dengan kereta pos yang diberangkatkan 2
kali seminggu. Di sepanjang jalan ini dibangun stasiun-stasiun pos dan
kandang kuda pos dalam jarak-jarak tertentu (antara 15-20 km). Antara
Anyer-Batavia, misalnya, ada 14 stasiun pos di mana kuda pos diganti.
Sebelum jalan raya diperbaiki, dari Anyer ke Batavia diperlukan waktu
empat hari, kini cukup satu hari saja. Kantor pos sebenarnya sudah
didirikan pertama kali di Batavia pada tahun 1746. Waktu itu surat
dikirim via Karawang dan Cirebon.

Daendels menjalankan pemerintahan yang bersifat sentralistis. Semua
urusan pemerintahan, baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan
daerah diatur dari pusat dengan instruksi dari gubernur jenderal.
Daendels ingin menjalankan pemerintahan secara langsung (direct rule),
tanpa perantaraan sultan atau bupati. Sejalan dengan hal tersebut,
Daendels melakukan birokratisasi di kalangan pemerintahan tradisional.
Para sultan dan bupati dijadikan pegawai pemerintah yang menerima
gaji, di bawah pengawasan prefek. Sistem pergantian sultan dan bupati
secara turun temurun tidak diakui, kemudian diganti sistem penunjukan.
Kekuasaan mereka pun berangsur-angsur dikurangi. Dalam hal sikapnya
yang antifeodal ini, terlihat semangat Revolusi Prancis-nya.

Perilaku Daendels yang terlalu keras, otoriter, kejam, yang
jelas-jelas berlawanan dengan semboyan Revolusi Prancis yang
dibangga-banggakannya, terdengar juga ke Negeri Belanda. Daendels pun
harus meninggalkan segala proyeknya yang belum selesai di Jawa dan ia
dipanggil pulang ke negerinya dan diterima kembali sebagai Jenderal
Divisi dalam Tentara Besar Kaisar Napoleon di Paris. Setelah
kekaisaran Prancis jatuh, Daendels dikirim Raja Belanda sebagai
Gubernur di Gold Coast Afrika dan meninggal di sana pada tahun 1818.
Kini peristiwa itu telah berlalu dua abad. Kita dapat menimbang dengan
jelas jasa dan cela Daendels, Jenderal Guntur yang galak itu.***

Penulis, Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad/Ketua Masyarakat Sejarawan
Indonesia Cabang Jawa Barat.

citation: http://pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=21462

Reply via email to